Anda di halaman 1dari 3

STUDI KASUS: Kasus Ibu Tati yang Menghukum Murid Secara Fisik

Studi Kasus:

Pak Seto adalah Kepala Sekolah sebuah sekolah dasar. Ia memiliki 2 guru kelas V yang berbeda cara
mengajarnya. Ibu Tati guru kelas VA dan Ibu Sri guru kelas VB. Ibu Tati terkenal sebagai guru ‘galak’,
namun pada saat yang sama, nilai rata-rata murid-muridnya sangat baik. Sehingga sifat keras Ibu Tati
masih dianggap sesuai, demi mencapai hasil yang baik dari murid-muridnya. Sedang Ibu Sri adalah guru
yang sabar dan tenang, namun ada beberapa muridnya yang memiliki nilai di bawah KKM. Suatu hari Ibu
Sri datang ke ruangan Pak Seto selaku kepala sekolah, dan mengadukan perbuatan Ibu Tati yang
menghukum salah satu muridnya di tengah terik matahari, berlutut di semen lapangan basket karena
tidak membuat pekerjaan rumah. Ibu Sri sangat khawatir karena murid tersebut sudah menangis,
namun sepertinya Ibu Tati tetap mengajar di dalam kelas seperti biasa, karena menganggap menjemur
anak di terik matahari adalah hukuman pantas karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Bila Anda
adalah Pak Seto sebagai kepala sekolah, apa yang akan Anda lakukan? Pendekatan apa yang ambil?
Dasar pemikiran apa yang melatar belakangi keputusan Anda?

1. Temuilah seorang rekan kerja Anda, dan tanyakan kesediaannya memberikan pendapatnya
tentang studi kasus di atas.
2. Analisis jawaban Anda dan rekan Anda, apakah berbeda, atau sama?

Jawaban Rekan Saya:

Pembelajaran yg dilakukan Bu Tati dan Bu Sri keduanya sdh baik dan memiliki tujuan yg sama yaitu
mencerdaskan anak bangsa. Yang berbeda hanya cara pengelolaan kelas/cara mengajarkan dikelas. Bu
Tati galak dgn tujuan mendisiplinkan anak. Bu Sri lemah lembut seperti lebih dekat dengan anak. Dilihat
dari kasus yg dilakukan Bu Tati yg menghukum siswa seperti itu, saya juga kurang setuju. Jika saya
sebagai Pak Seto, maka tindakan awal yang akan saya lakukan adalah, meminta bu Tati untuk
berbicara/sharing di ruangan. Lalu menanyakan/mengkonfirmasi apakah benar tentang laporan yg ada
tanpa menyebutkan nama bu Sri. Lalu jika benar atau jika bu tati mengakuinya, maka saya akan
memberikan masukan/pandangan bahwa mendidik anak dengan disiplin itu baik, namun jangan sampai
terlalu apalagi sdh menghukum secara fisik. Karena dikhawatirkan bukan hanya fisik anak yang akan
terganggu (sakit) namun juga psikis (merasa malu atau bahkan dendam pada guru). Beri pandangan
bahwa kita sebagai pendidik harus bisa bersikap dan menjaga emosi. Tuntun anak kita dengan baik,
arahkan dan terus ingatkan jika memang mereka berbuat salah, atau jika anak itu selalu tidak
mengerjakan tugas berikan punishment yang sifatnya mendidik. Terus lakukan pendekatan kepada anak,
beri pemahaman pada mereka, pelan² insyaallah mereka bisa paham dan mengikuti apa yang sudah di
ajarkan. Mengingatkan bu Tati untuk tidak melakukan hal seperti ini lagi.

Menurut Pendapat Saya:


Pada dasarnya cara atau gaya mengajar setiap guru tidak dapat disamakan setiap gurumemiliki gaya
mengajar sendiri. Hanya yang perlu di garis bawahi sebagai Guru kita harus dapat menciptakan suasana
yang nyaman dan menyenangkan lepas dari tekanan dan rasa takut sehingga terjalin hubungan yang
positif antara guru dan murid di kelas sebagaimana filsofi pendidikan KHD bahwa guru itu ‘pamong’ yang
bertugas menuntun tumbuh dan berkembangnya kodrat anak agar memiliki nilai-nilai karakter yang
sesuai dengan dimensi pancasila. Jadi seperti apapun metode, model dan gaya belajar yang dilakukan
guru sepanjang kita memperhatikan hakikat pendidikan KHD maka itu sah saja. Tujuan kita sebagai
pendidik bukan untuk menjadikan anak pintar atau mengajar dengan gaya otoriter sehingga pencapaian
anak di kelas di dorong dari rasa takut akan hukuman, maka itu bukan sebuah prestasi. sebaliknya setiap
anak memiliki potensi dan karakteristiknya masing-masing prestasi tidak dilihat semata dari pencapaian
akademik tetapi juga non akademik atau budi pekerti yang baik. Atas dasar inilah semestinya Ibu Tati
dapat diberikan pemahaman mengenai nilai-nilai pendidikan KHD dan hakikat peran kita sebagai
pendidik agar menjadi teladan bagi murid-murid kita. Jika saya menjadi Kepala Sekolah menyikapi situasi
tersebut terkait dengan Bu Sri terhadap Bu tati yang menghukum siswanya dengan hukuman fisik
menjemur di tengah terik matahari karena tidak mengerjakan tugas maka sikap saya tidak jauh berbeda
dengan rekan saya yaitu melakukan pemanggilan kepada Bu Tati dengan tetap menjaga keamanan dari
pelapor yaitu Bu Sri. ini dilakukan untuk menjaga hubungan baik diantara mereka, setelah memanggil Bu
Tati maka saya akan berdiskusi mengenai solusi yang efektik yang mungkin dapat di lakukan Bu Tati
dalam menghadapi anak-anak tersebut, memberikan pandangan dan pemahaman mengenai
tindakannya yang kurang tepat yang diambil Bu Tati saat itu, kemudian merestitusi perbuatan beliau
dengan teknik coaching agar lahir kesadaran dari dalam diri Bu Tati untuk dapat bersikap lebih tenang
dan menyelesaikan persoalannya dengan kepala dingin. Bu Tati dapat memberikan hukuman yang
sifatnya edukatif bukan secara fisik sebab ada dampak jangka panjang yang dikhawatirkan terjadi
kepada anak seperti rasa trauma, malu bahkan dendam dari murid tersebut.

3.Tuliskan tanggapan Anda dan rekan Anda terhadap kasus Bapak Seto, beserta analisis Anda terhadap
kedua jawaban tersebut!

Tanggapan saya mengenai jawaban rekan saya pada dasarnya sama, jika ini dikaitkan dengan sikap
Kepala Sekolah terhadap kasus Bu Tati hanya saja ada sedikit perbedaan pendapat yang berhubungan
dengan gaya mengajar guru. Jika menurut teman saya, setiap guru memiliki gaya mengajarnya masing-
masing sekalipun dengan gaya mengajar bu Tati yang galak sepanjang tujuannya untuk mendisiplinkan
maka tidak apa-apa, untuk hal ini saya kurang setuju. Menurut saya disiplin disini tidak dimaksudkan
untuk memaksa anak berperilaku sesuai dengan kehendak kita sekalipun dengan cara-cara yang keras,
namun disiplin bagi saya harus lahir dari kesadaran diri/motivasi intrinsik (disiplin positif) dan ini dapat di
bentuk mulai dari menjadi guru sebagai figure teladan. Guru semestinya menjadi sosok yang
menyenangkan bagi murid, mendidik dengan hati jauh dari tekanan dan keterpaksaan. Adapun bentuk
dari keputusan yang harus diambil Kepala Sekolah ini berhubungan dengan paradigma dilema etika
jangka pendek melawan jangka panjang. Disini Bu Tati menganggap bahwa dengan bersikap keras dan
tegas kepada murid akan membentuk disiplin anak dalam belajar sehingga memiliki prestasi akademik
yang baik namun akan sangat bijaksana apabila Bu Tati mempertimbangkan dampak jangka panjang
yang mungkin dialami dari murid tersebut akibat tindakan tegasnya yang menghukum anak secara fisik
yaitu dapat menimbulkan rasa malu, rendah diri dan trauma. Maka dari itu sebaiknya Bu Tati tidak
mengambil keputusan dalam keadaan emosi dimana bu Tati dapat melakukan teknik restitusi kepada
murid tersebut agar ia dapat memperbaiki kesalahannnya dan memberikan hukuman yang sifatnya
mendidik. Untuk memberikan pemahaman ini diperlukan peran Kepala Sekolah dalam mensosialisasikan
Budaya Positif kepada guru dan seluruh warga sekolah.

Anda mungkin juga menyukai