Anda di halaman 1dari 3

STUDI KASUS MODUL 3.

1
Oleh: Ayu Wahyuni, M.Pd. /CGP A.8 Kota Serang

STUDI KASUS: Kasus Ibu Sri yang Menghukum Murid Secara


Fisik
Studi Kasus:

Pak Seto adalah Kepala Sekolah sebuah sekolah dasar. Ia memiliki 2 guru kelas V yang
berbeda cara mengajarnya. Ibu Tati guru kelas VA dan Ibu Sri guru kelas VB. Ibu Tati terkenal
sebagai guru ‘galak’, namun pada saat yang sama, nilai rata-rata murid-muridnya sangat
baik. Sehingga sifat keras Ibu Tati masih dianggap sesuai, demi mencapai hasil yang baik
dari murid-muridnya. Sedang Ibu Sri adalah guru yang sabar dan tenang, namun ada
beberapa muridnya yang memiliki nilai di bawah KKM. Suatu hari Ibu Sri datang ke ruangan
Pak Seto selaku kepala sekolah, dan mengadukan perbuatan Ibu Tati yang menghukum
salah satu muridnya di tengah terik matahari, berlutut di semen lapangan basket karena
tidak membuat pekerjaan rumah. Ibu Sri sangat khawatir karena murid tersebut sudah
menangis, namun sepertinya Ibu Tati tetap mengajar di dalam kelas seperti biasa, karena
menganggap menjemur anak di terik matahari adalah hukuman pantas karena tidak
mengerjakan pekerjaan rumah. Bila Anda adalah Pak Seto sebagai kepala sekolah, apa
yang akan Anda lakukan? Pendekatan apa yang ambil? Dasar pemikiran apa yang
melatarbelakangi keputusan Anda?

1. Temuilah seorang rekan kerja Anda, dan tanyakan kesediaannya memberikan


pendapatnya tentang studi kasus di atas.

2. Analisis jawaban Anda dan rekan Anda, apakah berbeda, atau sama?

Jawaban Rekan Saya:

Pembelajaran yg dilakukan Bu Tati dan Bu Sri keduanya sdh baik dan memiliki tujuan yg
sama yaitu mencerdaskan anak bangsa. Yang berbeda hanya cara pengelolaan
kelas/cara mengajarkan dikelas.

Bu Tati galak dgn tujuan mendisiplinkan anak. Bu Sri lemah lembut seperti lebih dekat dgn
anak. Dilihat dari kasus yg dilakukan Bu Tati yg menghukum siswa seperti itu, saya juga
kurang setuju. Jika saya sebagai Pak Seto, maka tindakan awal yang akan saya lakukan
adalah, meminta bu Tati untuk berbicara/ngbrol-ngobrol di ruangan. Lalu
menanyakan/mengkonfirmasi apalah benar yg dilaporkan oleh Bu siti tanpa menyebutkan
nama bu Sri.

Lalu jika benar atau jika bu tati mengakuinya, maka saya akan memberikan
masukan/pandangan bahwa mendidik anak dgn disiplin itu baik, namun jangan sampai
terlalu apalagi sdh menghukum secara fisik. Karena dikhawatirkan bukan hanya fisik anak
yg akan terganggu (sakit) namun mental juga (merasa malu atau bahkan dendam pada
guru). Beri pandangan bahwa kita sebagai pendidik harus bisa bersikap dan menjaga
emosi...Tuntun anak kita dengan baik, arahkan dan terus ingatkan jika mmg mereka berbuat
salah, Atau jika anak itu selalu tidak mengerjakan tugas berikan punishment yang sifatnya
mendidik. Terus lakukan pendekatan kepada anak, beri pemahaman pd mereka, pelan²
insyaallah mereka bisa paham dan mengikuti apa yang sudah di ajarkan. Mengingatkan bu
Tati untuk tidak melakukan hal seperti ini lagi...

Menurut Pendapat Saya:

Pada dasarnya cara atau gaya mengajar setiap guru tidak dapat disamakan setiap guru
memiliki gaya mengajar sendiri. Hanya yang perlu di garis bawahi sebagai Guru kita harus
dapat menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan lepas dari tekanan dan
rasa takut sehingga terjalin hubungan yang positif antara guru dan murid di kelas
sebagaimana filsofi pendidikan KHD bahwa guru itu ‘pamong’ yang bertugas menuntun
tumbuh dan berkembangnya kodrat anak agar memiliki nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan dimensi pancasila. Jadi seperti apapun metode, model dan gaya belajar yang di
lakukan guru sepanjang kita memperhatikan hakikat pendidikan KHD maka itu sah saja.
Tujuan kita sebagai pendidik bukan untuk menjadikan anak pintar atau mengajar dengan
gaya orritr sehingga pencapaian anak di kelas di dorong dari rasa takut akan hukuman
maka itu bukan sebuah prestasi sebaliknya setiap anak memiliki potensi dan
karakteristiknya masing-masing prestasi tidak dilihat semata dari pencapaian akademik
tetapi juga non akademik atau budi pekerti yang baik. Atas dasar inilah semestinya Ibu Tati
dapat diberikan pemahaman mengenai nilai-nilai pendidikan KHD dan hakikat peran kita
sebagai pendidik agar menjadi teladan bagi murid-murid kita.

Jika saya menjadi Kepala Sekolah menyikapi situasi tersebut terkait dengan Bu Sri terhadap
Bu tati yang menghukum siswanya dengan hukuman fisik menjemur di tengah terik
matahari karena tidak mengerjakan tugas maka sikap saya tidak jauh berbeda dengan
rekan saya yaitu melakukan pemanggilan kepada Bu Sri dengan tetap menjaga keamanan
dari pelapor yaitu Bu tati ini dilakukan untuk menjaga hubungan baik diantara mereka,
setelah memanggil Bu Sri maka saya akan berdiskusi mengenai solusi yang efektik yang
mungkin dapat di lakukan Bu Sri dalam menghadapi anak-anak tersebut memberikan
pandangan dan pemahaman mengenai tindakannya yang kurang tepat yang diambil Bu
Sri saat itu kemudian merestitusi perbuatan beliau dengan teknik coaching agar lahir
kesadaran dari dalam diri Bu Sri untuk dapat bersikap lebih tenang dan menyelesaikan
persoalannya dengan kepala dingin.

Bu Sri dapat memberikan hukuman yang sifatnya edukatif bukan secara fisik sebab ada
dampak jangka panjang yang dikhawatirkan terjadi kepada anak seperti rasa trauma, malu
bahkan dendam dari murid tersebut.

3. Tuliskan tanggapan Anda dan rekan Anda terhadap kasus Bapak Seto, beserta
analisis Anda terhadap kedua jawaban tersebut.

Tanggapan saya mengenai jawaban rekan saya pada dasarnya sama, jika ini dikaitkan
dengan sikap Kepala Sekolah terhadap kasus Bu Sri hanya saja ada sedikit perbedaan
pendapat yang berhubungan dengan gaya mengajar guru. Jika menurut teman saya
setiap guru memiliki gaya mengajarnya masing-masing sekalipun dengan gaya mengajar
bu Sri yang galak sepanjang tujuannya untuk mendisiplinkan maka tidak apa-apa, untuk
hal ini saya kurang setuju. Menurut saya disiplin disini tidak dimaksudkan untuk memaksa
anak berperilaku sesuai dengan kehendak kita sekalipun dengan cara-cara yang keras
namun disiplin bagi saya harus lahir dari kesadaran diri/motivasi intrinsik (disiplin positif)
dan ini dapat di bentuk mulai dari menjadi guru sebagai figure teladan. Guru semestinya
menjadi sosok yang menyenangkan bagi murid, mendidik dengan hati jauh dari tekanan
dan keterpaksaan.

Adapun bentuk dari keputusan yang harus diambil Kepala Sekolah ini berhubungan dengan
paradigm dilema etika jangka pendek melawan jangka panjang. Disini Bu Sri menganggap
bahwa dengan bersikap keras dan tegas kepada murid akan membentuk disiplin anak
dalam belajar sehingga memiliki prestasi akademik yang baik namun akan sangat
bijaksana apabila Bu Sri mempertimbangkan dampak jangka panjang yang mungkin di
alami dari murid tersebut akibat tindakan tegasnya yang menghukum anak secara fisik
yaitu dapat menimbulkan rasa malu, rendah diri dan trauma. Maka dari itu sebaiknya Bu Sri
tidak mengambil keputusan dalam keadaan emosi dimana bu Sri dapat melakukan teknik
restitusi kepada murid tersebut agar ia dapat memperbaiki kesalahannnya dan
memberikan hukuman yang sifatnya mendidik. Untuk memberikan pemahaman ini
diperlukan peran Kepala Sekolah didalam mensosialisasikan Budaya Positif kepada guru
dan seluruh warga sekolah.

Anda mungkin juga menyukai