Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS INDONESIA

KOORDINASI ISOLASI

MAKALAH

MUHAMMAD RAFLI NURHIDAYAT

2006465924

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

DEPOK

DESEMBER 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... 2


DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................................ 2
DAFTAR TABEL............................................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 3
1.3 Batasan Masalah ................................................................................................................................ 3
1.4 Tujuan dan Manfaat ........................................................................................................................... 3
1.5 Manfaat .............................................................................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................................... 5
2.1 Karakteristik Koordinasi Isolasi ........................................................................................................ 5
2.2 Sejarah dan Perkembangan Koordinasi Isolasi.................................................................................. 5
2.3 Prinsip dan Pengertian Dasar Koordinasi Isolasi............................................................................... 6
2.4 Karakteristik Alat Pelindung ............................................................................................................. 7
2.5 Karakteristik Isolasi ........................................................................................................................... 7
2.6 Penerapan Arrester............................................................................................................................. 8
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 11

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gelombang Surja ............................................................................................................................. 7
Gambar 2 Karakteristik Isolasi ........................................................................................................................ 8

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tingkat BIL Berdasrkan Tegangan Sistem .......................................................................................... 6
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isolasi adalah salah satu isu paling penting dalam rekayasa tenaga listrik secara umum, dan rekayasa
tegangan tinggi secara khusus, karena menyangkut masalah utama dalam bidang rekayasa dan ekonomi.
Penggunaan isolasi dalam setiap peralatan tenaga listrik, khususnya peralatan tegangan tinggi, merupakan
bagian terbesar dari biaya yang diperlukan untuk membuat peralatan tersebut. Oleh karena itu, penggunaan
isolasi harus rasional, artinya tingkat isolasi harus didasarkan pada norma tertentu dengan sejumlah tingkat
tertentu. Selain itu, penggunaan isolasi harus seefisien mungkin, tanpa mengurangi kemampuannya sebagai
isolator. Di sisi lain, perangkat perlindungan diketahui dipasang untuk melindungi peralatan dari bahaya
tegangan lebih eksternal dan internal. Dengan menggabungkan kedua konsep ini, konsep sintesis koordinasi
isolasi terjadi, yang dapat didefinisikan sebagai korelasi antara daya isolasi peralatan dan rangkaian listrik di
satu sisi, dan karakteristik perangkat perlindungan di sisi lain, sehingga isolasi dilindungi dari bahaya tegangan
lebih secara ekonomis.

Koordinasi isolasi dinyatakan dalam bentuk langkah-langkah yang diambil untuk mencegah kerusakan
pada peralatan listrik akibat tegangan lebih dan untuk membatasi loncatan agar tidak menyebabkan kerusakan
pada peralatan listrik dan karakteristik perangkat perlindungan terhadap tegangan lebih, masing-masing
ditentukan oleh tingkat tahanan impuls dan tingkat perlindungan impuls.Pemeliharaan peralatan tegangan
tinggi menjadi tugas yang kompleks dan menantang. Pemeriksaan rutin terhadap integritas material menjadi
esensial untuk mencegah kegagalan yang dapat berdampak negatif pada keandalan sistem. Namun, mencapai
pemeliharaan yang efektif tanpa merusak peralatan merupakan tantangan tersendiri. Oleh karena itu,
diperlukan teknik penguji tidak merusak yang mampu memberikan informasi akurat tanpa mengorbankan
integritas objek yang sedang diuji.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, berikut beberapa rumusan permasalahan dari
makalah ini:

1. Bagaimana prinsip dasar koordinasi isolasi pada tegangan tinggi?


2. Bagaimana karakteristik alat pelindung pada tegangan tinggi?
3. Bagaimana penerapan arrester pada koordinasi isolasi di tegangan tinggi?
4. Apa saja tantangan utama yang dihadapi dalam menerapkan koordinasi isolasi pada tegangan
tinggi?

1.3 Batasan Masalah


Makalah ini hanya membahas mengenai prinsip dan pengertian koordinasi, karakteristik alat pelindung,
karakteristik isolasi, dan penerapan arrester.

1.4 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Memahami dan mengetahui koordinasi isolasi terutama pada tegangan tinggi
2. Memahami dan mengetahui prinsip dan pengertian dasar koordinasi
3. Memahami dan mengetahui karakteristik alat pelindung
4. Memahami dan mengetahui karakteristik isolasi
5. Memahami dan mengetahui penerapan arrester

1.5 Manfaat
Dengan mempelajari koordinasi isolasi maka kita dapat memahami dan mengetahui prinsip dan
pengertian dasar koordinasi serta karakteristik alat pelindung dan penerapan arrester.
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Koordinasi Isolasi


Dalam hal ketahanan isolasi terhadap surja hubung dan petir, peran yang sangat penting adalah
responsifitas isolasi terhadap kenaikan tegangan yang diberikan. Kemampuan isolasi ini menjadi kritis dalam
menjaga optimalitas kinerja peralatan sistem tenaga saat menghadapi kondisi ekstrem seperti surja hubung dan
petir. Pada situasi operasional normal, penyesuaian isolasi peralatan dalam sistem tenaga dilakukan sesuai
dengan tingkat tegangan kerja (kelas tegangan) tempat peralatan tersebut beroperasi. Penetapan level tegangan
shunt atau level tegangan pelanggaran menjadi sangat penting dalam penerapan perlindungan terhadap petir
dan surja hubung, yang melibatkan penggunaan perangkat perlindungan seperti arrester. Parameter kunci yang
digunakan dalam menilai ketahanan terhadap petir adalah Basic Impulse Level (BIL), yang diatur untuk setiap
sistem tegangan nominal dari berbagai peralatan. Keberlanjutan nilai BIL di atas level sistem proteksi dengan
margin yang sesuai, terutama pada kasus isolasi udara, dianggap sebagai pendekatan yang diterapkan secara
statistik. Bagi peralatan yang bukan isolasi, contohnya trafo isolasi, penetapan batas margin biasanya
mengikuti prinsip konvensional.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Koordinasi Isolasi


Sebelum Perang Dunia I, perhatian terhadap koordinasi isolasi sangat terbatas karena kurangnya data
esensial yang tersedia. Data mengenai sifat petir, jalur transmisi, dan efeknya pada peralatan tenaga sangat
minim. Pemahaman insinyur terkait daya isolasi peralatan terhadap petir, terutama karakteristik alat pelindung
seperti arrester petir, serta penerapannya belum lengkap. Konsekuensinya, pendekatan isolasi hanya
berdasarkan uji coba semata, mengakibatkan beberapa sektor mengalami kekurangan isolasi, sementara yang
lain mengalami kelebihan. Di Amerika Serikat, kebijakan pada masa itu adalah meningkatkan isolasi pada
jalur transmisi dan mengurangi isolasi pada peralatan di gardu, menyebabkan terjadinya lompatan api secara
berulang pada peralatan tersebut.

Dalam tiga puluh tahun berikutnya, penelitian intensif dilakukan, menghasilkan beberapa
perkembangan signifikan. Ditemukan sifat petir pada transmisi dan karakteristiknya dekat gardu. Daya isolasi
peralatan, termasuk trafo dan bushing, ditentukan secara lebih akurat. Standar tegangan impuls ditemukan,
bersama dengan metode pengujian trafo untuk menilai daya impulsnya. Karakteristik alat pelindung, terutama
arrester, ditetapkan berdasarkan hasil pengujian lapangan terhadap surja arus petir. Dengan adanya gelombang
impuls standar dan penemuan osilografi, data tambahan diperoleh untuk memecahkan masalah koordinasi
isolasi, seperti karakteristik volt-waktu dari isolasi dan peralatan, tingkat perlindungan dari arrester untuk
berbagai bentuk gelombang, serta karakteristik impuls dari udara, seperti isolator dan bushing. Selanjutnya,
tingkat isolasi impuls dasar atau BIL ditetapkan sebagai acuan dalam tegangan puncak impuls dengan
gelombang standar.
2.3 Prinsip dan Pengertian Dasar Koordinasi Isolasi
Rasionalisasi terhadap efisiensi isolasi suatu sistem dan penerapan koordinasi isolasi melibatkan
prinsip-prinsip yang termanifestasi dalam bentuk peraturan praktis. Pertama, arrester petir (lightning arrester)
berfungsi sebagai alat utama dalam melindungi sistem. Kedua, sistem memiliki tiga tingkat tegangan, yaitu
tegangan nominal, tegangan dasar (rated), dan tegangan maksimum. Terdapat dua kategori sistem, yaitu
sistem netral diisolasikan dan sistem yang secara efektif dibumikan. Kedua jenis sistem ini memiliki batas
tegangan transmisi maksimum mencapai 105% dari tegangan dasar.

Tabel 1 Tingkat BIL Berdasrkan Tegangan Sistem

Kelas Referensi (kV) BIL (kV) 80% BIL(kV)

1.2 30 24
8.7 75 60
12 95 76
23 150 120
34.5 200 160
66 250 200
49 350 280
92 450 360
115 550 440
138 650 520
161 150 600
180 825 660
196 900 720
230 1050 840
260 1175 940
287 1300 1040
345 1550 1240

Dalam memilih tegangan dasar arrester, terdapat perbedaan antara sistem yang terisolasi dan yang
dibumikan; pada sistem terisolasi, tegangan dasar arrester tidak boleh melebihi tegangan dasar penuh,
sedangkan pada sistem dibumikan, dapat diturunkan hingga 80% dari tegangan sistem maksimum. Penggunaan
arrester dengan tegangan dasar 75-80% memungkinkan dengan adanya metode dan aplikasi khusus. Dalam
isolasi trafo, diterapkan isolasi yang dikurangi, yaitu tingkat isolasi lebih rendah dari standar yang telah
ditetapkan. Unsur-unsur utama dalam koordinasi isolasi mencakup karakteristik volt waktu dari isolasi yang
perlu dilindungi dan karakteristik pelindung dari arrester. Pada tegangan yang sangat tinggi (EHV, UHV),
perhatian khusus diperlukan terhadap dua pasang karakteristik, satu untuk surja petir dan satu lagi untuk surja
bubung.
2.4 Karakteristik Alat Pelindung
Alat pelindung memiliki peran krusial dalam menjaga peralatan tenaga listrik dengan membatasi dan
mengalirkan surja tegangan yang berlebih ke tanah. Dalam menjalankan fungsinya, alat tersebut harus mampu
menahan tegangan sistem 50 c/s tanpa batas waktu dan mampu mengatasi arus surja tanpa menyebabkan
kerusakan. Sebuah alat pelindung yang efektif juga ditandai dengan memiliki "protective-ratio" yang tinggi,
yang merupakan perbandingan antara tegangan surja maksimum yang diperbolehkan saat pelepasan dan
tegangan maksimum sistem 50 c/s yang dapat diatasi setelah pelepasan terjadi.

Gambar 1 Gelombang Surja

Gelombang surja adalah impuls tegangan yang melonjak dan merambat radial dari sumbernya sepanjang
penghantar. Dalam representasi grafisnya, titik A mencerminkan amplitudo gelombang surja yang dapat
ditahan oleh isolator, sedangkan titik B menunjukkan tanduk busur api. Tanduk busur api berfungsi melindungi
isolator dari tegangan tembus yang dihasilkan oleh gelombang surja. Ketika amplitudo tegangan mencapai
titik B, pelepasan muatan listrik terjadi dari tanduk yang terhubung ke penghantar, menuju tanduk yang
terhubung ke tanah (grounding), yang mengakibatkan loncatan api sebagai respons alat pelindung.

2.5 Karakteristik Isolasi


Dalam konteks perencanaan sistem isolasi, penting untuk mempertimbangkan kemampuan menahan
tegangan dari isolasi. Dengan bertambahnya waktu, kemampuan menahan tegangan dari isolasi semakin
menurun. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kerusakan atau tegangan tembus pada isolasi, maka tegangan lebih
dijaga lebih kecil dari tegangan tembus (breakdown) isolasi. Dalam sistem isolasi, tegangan tinggi dapat
menyebabkan gangguan atau kerusakan pada komponen isolasi. Oleh karena itu, penting untuk memantau dan
mengendalikan tegangan pada sistem isolasi agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah kerusakan.
Beberapa strategi yang dapat diadopsi meliputi:

1. Memilih komponen isolasi dengan kemampuan menahan tegangan yang tinggi.


2. Memastikan kecelakaan dan konsistensi dalam sistem isolasi.
3. Memantau secara berkala terhadap perubahan kondisi sistem isolasi.

Dengan mengikuti strategi-strategi ini, kita dapat memastikan kemampuan menahan tegangan dari
isolasi tetap stabil dan efektif, sehingga mencegah kerusakan atau tegangan tembus pada sistem isolasi. Jika
VS(t) menunjukkan amplitudo tegangan gelombang surja dan Vi(t) menggambarkan kapasitas isolasi untuk
menahan tegangan, seperti yang terlihat dalam Gambar 2, titik D merujuk pada amplitudo gelombang surja
yang mencapai tegangan tembus isolasi pada saat tD (VS(t) = Vi(t)).

Gambar 2 Karakteristik Isolasi

2.6 Penerapan Arrester


Gangguan petir yang menyebabkan surja menjadi tantangan alamiah yang memiliki dampak signifikan
pada sistem tenaga listrik. Salah satu pendekatan untuk mengatasi dampak tersebut adalah dengan
menggunakan peralatan proteksi berupa arrester. Arrester beroperasi dengan memanfaatkan resistor nonlinier
yang memiliki nilai tinggi untuk melindungi peralatan listrik dari tegangan berlebih yang dihasilkan oleh petir.
Saat terjadi sparkover, arrester berperan dalam menurunkan tegangan dan menangani arus discharge residu.
Besarnya nilai sparkover dan tegangan residu arus tergantung pada karakteristik arrester yang digunakan.

Untuk memastikan optimalitas penggunaan arrester dalam koordinasi isolasi, ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan. Pertama, pemilihan tegangan dasar 50 c/s dari arrester harus dilakukan secara hati-hati agar
tidak melampaui batas pada kondisi penggunaan normal maupun saat terjadi hubung singkat. Selanjutnya,
arrester memberikan perlindungan yang efektif jika terdapat selisih yang memadai antara tingkat arrester dan
peralatan yang dilindungi. Pemasangan arrester sebaiknya dilakukan dekat dengan peralatan utama dan
memiliki tahanan tanah yang rendah. Kapasitas termis arrester juga harus mampu menangani arus besar yang
berasal dari simpanan tenaga di saluran yang panjang.

Penggunaan jatuh tegangan maksimum dari arrester diutamakan sebagai ukuran perlindungan daripada
jatuh tegangan rata-rata. Penetapan harga tegangan pelepasan arus petir diperlukan untuk mengkoordinasikan
tingkat perlindungan arrester dengan BIL yang saat ini menggunakan dua macam arus: 5000 A dan 10000 A.
Dalam penerapan arrester, pengaruh dari sejumlah kawat yang melindungi gardu dari petir harus diperhatikan.
Jika terdapat ketidakpastian mengenai kemampuan 50 c/s dari arrester, sejumlah persentase tertentu dapat
ditambahkan pada harga yang dihitung atau ditetapkan untuk arrester, yang umumnya masih menggunakan
tambahan sebesar 10%.

Selisih antara BIL isolasi yang harus dilindungi dan tegangan maksimum yang dihadapi oleh arrester
menjadi fokus pembicaraan yang intens, karena banyak faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
melibatkan tegangan gagal yang ditentukan oleh kecepatan naiknya tegangan, tegangan pelepasan yang
ditentukan oleh kecepatan naiknya arus surja dan besarnya arus surja, serta jarak antara arrester dan isolasi
yang harus dilindungi. Efektivitas perlindungan gardu, tingkat isolasi gardu, dan isolasi kawat transmisi yang
memasuki gardu juga sangat memengaruhi kegawatan surja.
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang sudah diberikan, berikut beberapa kesimpulannya:

1. Koordinasi Isolasi merupakan hubungan yang saling terkait antara kemampuan isolasi peralatan dan
susunan listrik dengan karakteristik peralatan pelindungnya, sehingga isolasi dapat dijaga dari potensi
bahaya tegangan berlebih secara ekonomis.
2. Berdasarkan karakteristik isolasi dan karakteristik arrester, dapat dirancang suatu sistem perlindungan
yang terkoordinasi. Tegangan operasi proteksi harus diatur lebih rendah dibandingkan dengan
tegangan tembus isolasi. Koordinasi antara kapabilitas isolasi dan perlindungan sistem diukur dengan
Basic Insulation Level (BIL).
DAFTAR PUSTAKA

[1] "IEEE Draft Standard for Insulation Coordination - Definitions, Principles, and Rules," in IEEE
PC62.82.1/D5, July 2010 , vol., no., pp.1-20, 19 Aug. 2010.
[2] Y. XU, F. TAO, T. XIE, Z. ZHANG, S. CHEN and J. XU, "Research on Insulation Coordination of
500kV Unified Power Flow Controller," 2018 IEEE 2nd International Electrical and Energy
Conference (CIEEC), Beijing, China, 2018, pp. 303-308, doi: 10.1109/CIEEC.2018.8745902.
[3] S. Yang, G. Zhao, Z. Dong, H. Liu, Y. Zhang and P. Yang, "Research on Overvoltage and Insulation
Coordination of Cascaded Power Electronic Transformers," 2022 7th Asia Conference on Power and
Electrical Engineering (ACPEE), Hangzhou, China, 2022, pp. 1810-1814, doi:
10.1109/ACPEE53904.2022.9783905.

Anda mungkin juga menyukai