Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH PENGANTAR KEPERAWATAN

KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN

DEFINISI DAN PENYEBAB INFERTILITAS PRIMER DAN SEKUNDER

KELOMPOK 6

Aprilia Hestini 1906428316

Fitri Indriyani Putri 1906428360

Nathalia Rose FK 1906428442

Riani Setiowati 1906428493


Venny Hikmarizkika 1906428543

PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat taufik dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul “Definisi dan Penyebab Infertilitas Primer dan Sekunder”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Keperawatan
Kesehatan Reproduksi Perempuan. Dalam makalah ini mengulas tentang definisi infertilitas
primer dan sekunder, penyebab infertilitas primer dan sekunder, tanda dan gejala infertilitas
primer dan sekunder, pemeriksaan infertilitas primer dan sekunder, penatalaksanaan dan aspek
psikologis pada klien dengan infertilitas primer dan sekunder.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Depok, November 2020

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1


1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................. 4

2.1 Definisi Infertilitas Primer Dan Sekunder ...................................................................... 5

2.2 Penyebab Infertilitas Primer Dan Sekunder .................................................................... 6

2.3 Tanda Dan Gejala Infertilitas Primer Dan Sekunder ...................................................... 7

2.4 Pemeriksaan Infertilitas Primer Dan Sekunder ............................................................... 8

2.5 Penatalaksanaan, Aspek Psikologis Pada Klien Infertilitas Primer Dan Sekunder ....... 9

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 11

3.2 Saran ............................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penulisan

1.3 Manfaat Penulisan

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Infertilitas Primer Dan Sekunder

Definisi Infertilitas

Infertilitas adalah masalah umum yang dapat mempengaruhi pria dan wanita serta
bisa menyebabkan permasalahan yang besar dalam keluarga.Istilah dan definisi yang saat
ini digunakan dalam perawatan kesuburan, infertilitas, dan reproduksi yang dibantu
secara medis dapat memiliki arti yang berbeda bergantung pada pengaturan,
penggunaannya dalam penelitian atau intervensi klinis, atau juga di antara populasi yang
beragam (Practice Nursing , 2007).

The International Glossary on Infertility and Fertility Care (2017), mengemukakan


beberapa istilah dalam fertilitas, diantaranya :

1. Infertilitas wanita (female infertility) adalah infertilitas yang terutama disebabkan


oleh faktor wanita yang meliputi: gangguan ovulasi; cadangan ovarium berkurang;
kelainan anatomis, endokrin, genetik, fungsional atau imunologis dari sistem
reproduksi; penyakit kronis; dan kondisi seksual yang tidak sesuai dengan
senggama.
2. Kesuburan (fertilitas) adalah kapasitas untuk membangun kehamilan klinis.
3. Kesadaran kesuburan (fertility awareness) adalah pemahaman tentang reproduksi,
fekunditas, kesuburan, dan faktor risiko terkait individu (misalnya usia lanjut,
faktor kesehatan seksual seperti infeksi menular seksual, dan faktor gaya hidup
seperti merokok, obesitas) serta faktor risiko non-individu (misalnya lingkungan
dan faktor tempat kerja); termasuk kesadaran akan faktor sosial dan budaya yang
mempengaruhi pilihan untuk memenuhi keluarga berencana yang reproduktif,
serta kebutuhan dalam membangun sebuah keluarga.
4. Perawatan kesuburan (fertility care) adalah intervensi yang mencakup kesadaran
akan kesuburan, dukungan dan manajemen kesuburan dengan maksud untuk
membantu individu dan pasangan untuk mewujudkan keinginan mereka terkait
dengan reproduksi dan / atau membangun keluarga.

2
5. Pelestarian kesuburan (fertility preservation) adalah berbagai intervensi, prosedur
dan teknologi, termasuk kriopreservasi gamet, embrio atau ovarium dan jaringan
testis untuk menjaga kapasitas reproduksi.
6. Fertilisasi (fertilization) adalah rangkaian proses biologis yang dimulai dengan
masuknya spermatozoa ke dalam oosit matang diikuti dengan pembentukan
pronuklei.
7. Infertilitas (infertility) adalah penyakit yang ditandai dengan kegagalan untuk
membentuk kehamilan klinis setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual yang
teratur tanpa penghalang atau kondom atau karena gangguan kemampuan
seseorang untuk bereproduksi baik sebagai individu atau dengan pasangannya.
Intervensi kesuburan dapat dimulai dalam waktu kurang dari 1 tahun berdasarkan
riwayat medis, seksual dan reproduksi, usia, temuan fisik dan tes diagnostik.
Infertilitas adalah penyakit yang menimbulkan kecacatan sebagai gangguan
fungsi.
8. Konseling infertilitas (infertility counselling) adalah intervensi profesional dengan
tujuan untuk mengurangi konsekuensi fisik, emosional dan psikososial dari
infertilitas.
9. Infertilitas pria (male infertility) adalah infertilitas yang terutama disebabkan oleh
faktor pria yang meliputi: parameter atau fungsi semen yang tidak normal;
kelainan anatomis, endokrin, genetik, fungsional atau imunologis dari sistem
reproduksi; penyakit kronis; dan kondisi seksual yang tidak sesuai dengan
kemampuan menyimpan air mani di vagina.
10. Infertilitas wanita primer (primary female infertility) adalah wanita yang tidak
pernah didiagnosis kehamilan klinis dan memenuhi kriteria yang diklasifikasikan
sebagai infertilitas.
11. Infertilitas pria primer (primary male infertility) adalah pria yang tidak pernah
memulai kehamilan klinis dan memenuhi kriteria sebagai infertil.
12. Infertilitas wanita sekunder (secondary female infertility) adalah wanita yang tidak
dapat menunjukkan kehamilan klinis tetapi sebelumnya telah didiagnosis dengan
kehamilan klinis.
13. Infertilitas pria sekunder (secondary male infertility) adalah pria yang tidak dapat
memulai kehamilan klinis, tetapi sebelumnya telah memulai kehamilan klinis.

2
14. Subfertilitas (subfertility) adalah istilah yang harus digunakan secara bergantian
dengan infertilitas.
15. Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (unexplained infertility) adalah infertilitas
pada pasangan dengan fungsi ovarium yang tampak normal, tuba falopi, uterus,
serviks dan panggul dan dengan frekuensi koital yang memadai; dan tampaknya
fungsi testis normal, anatomi genito-urin, dan ejakulasi normal. Potensi diagnosis
ini bergantung pada metodologi yang digunakan dan / atau metodologi yang
tersedia.

Estimasi waktu hingga terjadi kehamilan merupakan hal yang sangat penting untuk
menemukan ambang batas yang sesuai dalam menentukan prevalensi derajat dari
subfertilitas. Subfertilitas umumnya menggambarkan segala bentuk penurunan kesuburan
dengan waktu non konsepsi yang tidak diinginkan dalam waktu lama. Infertilitas dapat
digunakan secara sinonim dengan kemandulan dengan hanya kehamilan spontan yang
terjadi secara sporadis. Faktor utama yang mempengaruhi prospek kehamilan spontan
individu adalah waktu non konsepsi yang tidak diinginkan yang menentukan penilaian
subfertilitas (C.Gnoth et al., 2005).

Adapun definisi dan prevalensi subfertilitas dan infertilitas menurut C.Gnoth, et al., (2005),
yaitu :

Waktu Prevalensi / penilaian Peluang untuk hamil secara


spontan di masa depan
Setelah enam siklus tidak Sekitar 20% pasangan 50% dari pasangan ini akan
berhasil setidaknya sedikit subfertil hamil secara spontan dalam
enam siklus berikutnya,
sisanya cukup subur
Setelah 12 siklus yang Sekitar 10% setidaknya 50% dari pasangan ini akan
tidak berhasil (definisi pasangan sedang atau hamil secara spontan dalam
klinis sebelumnya dari sangat subfertil 36 bulan ke depan, sisanya
infertilitas) hampir tidak subur [Setara
dengan penurunan
kesuburan sedang / serius

3
Menurut American Society for Reproductive Medicine (2020), infertilitas adalah
penyakit yang secara historis ditentukan oleh kegagalan untuk mencapai kesuksesan
kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dari hubungan seksual biasa, tanpa kondom atau
karena penurunan kemampuan seseorang untuk bereproduksi baik sebagai individu atau
dengan pasangannya.

Menurut Black, J.M & Hwaks, J.H (2009), infertilitas adalah situasi di mana
hubungan seksual rutin yang tidak terproteksi tidak menghasilkan kehamilan selama
periode 12 bulan. Pengertian lain dikemukakan oleh Mansjoer, et al (2001), infertilitas
adalah bila sepasang suami istri, setelah bersenggama secara teratur (2-3 x/minggu), tanpa
memakai metode pencegahan, belum mengalami kehamilan selama satu tahun.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa infertilitas adalah sebuah
penyakit yang terjadi pada pasangan yang tidak menghasilkan kehamilan walau sudah
melakukan hubungan seksual selama 12 bulan tanpa memakai metode pencegahan
apapun.

S. Gurunath,et al., (2010) menjelaskan bahwa untuk pasangan dan dokter, diagnosis
infertilitas menandakan dimulainya pemeriksaan dan kemungkinan dimulainya
pengobatan. Kesepakatan tentang kriteria apa yang akan digunakan untuk membuat
diagnosis ini juga penting untuk mengevaluasi efektivitas intervensi alternatifuntuk
kondisi tersebut. Pengetahuan yang akurat tentang prevalensi infertilitas, kesadaran akan
tren sekuler dan perbedaan geografispenting bagi penyedia perawatan kesehatan
reproduksi jugapembuat kebijakan. Hal yang penting untuk menentukan prevalensi adalah
definisi yang jelas dan tidak ambigu tentang kondisi dan instrumen yang efisien untuk
membuat diagnosis.

Infertilitas Primer Dan Sekunder

Menurut Mansjoer, et al (2001), infertilitas dibagi menjadi infertilitas primer dan


sekunder. Infertilitas primer adalah bila pasangan tersebut belum pernah mengalami
kehamilan sama sekali. Sedangkan infertilitas sekunder bila pasangan tersebut sudah
memiliki anak, kemudian memakai kontrasepsi namun setelah dilepas selama satu tahun
belum juga hamil.

4
Sedangkan menurut The International Glossary on Infertility and Fertility Care (2017),
terdapat beberapa pengertian, yaitu :

1. Infertilitas wanita primer (primary female infertility) adalah wanita yang tidak pernah
didiagnosis kehamilan klinis dan memenuhi kriteria yang diklasifikasikan sebagai
infertilitas.
2. Infertilitas pria primer (primary male infertility) adalah pria yang tidak pernah
memulai kehamilan klinis dan memenuhi kriteria sebagai infertil.
3. Infertilitas wanita sekunder (secondary female infertility) adalah wanita yang tidak
dapat menunjukkan kehamilan klinis tetapi sebelumnya telah didiagnosis dengan
kehamilan klinis.
4. Infertilitas pria sekunder (secondary male infertility) adalah pria yang tidak dapat
memulai kehamilan klinis, tetapi sebelumnya telah memulai kehamilan klinis.

Penyebab Infertilitas
1. Infertilitas Pada Wanita
a. Penyakit ovarium polikistik (PCOD), atau sindrom ovarium polikistik, mungkin
merupakan penyebab paling umum dari disfungsi ovarium pada wanita di tahun-
tahun reproduksinya dan dengan demikian merupakan penyebab penting dari
infertilitas. Pada PCOD, ovarium membesar dan memiliki bagian luar yang lebih
halus dan lebih tebalpenutup. Mereka tercakup dalam banyak kista kecil, yang
sebenarnya tidak berbahayadapat menyebabkan siklus yang jarangatau amenorea.
Wanita dengan PCOD ringan mungkin tidak mengalamikelainan menstruasi, bisa
berovulasi normal tapi sering memakan waktulebih lama untuk hamil. Mereka
juga memiliki peluang lebih tinggikeguguran spontan.
Wanita dengan PCOD sedang biasanya memiliki siklus yang jarang atau amenore
dan tidak berovulasi.
Wanita dengan PCOD parahmengalami obesitas, berbulu dan tidak mengalami
menstruasi sehingga tidak subur
b. Usia dan kesuburan
Penuaan pada sistem alat reproduksimemainkan peran kunci dalaminfertilitas
wanita. Dari rentangusia 35 tahun, kapasitas reproduksi seorang
wanitamulaiberkurang dengan cepat. Dari ituwaktu hilangnya folikel bertahap
dipercepat, disertai dengan peningkatan FSH. Siklus menstruasi juga
5
berubah.Siklus yang dipersingkat sekitar 3–4 hari merupakan indikator yang
berguna untuk penurunan kesuburan.
c. Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi umum dimana endometrium berproliferasi
danmenyebar ke luar rahim. Bisa saja endometriosisnya ringan sehingga seorang
wanita tidak menyadarinyadan bisa hamil tanpa kesulitan. Atau mungkin
menyebabkaninfertilitas akibat obstruksi dengan adhesidi seluruh panggul
jugasebagai kerusakan tuba dan ovarium.
d. Kerusakan tuba fallopi
Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Disease/ PID) biasanya disebabkan
olehinfeksi seksual menularseperti gonore danklamidia. PID adalah penyebab
yang utamain fertilitas pada tuba danjuga menyebabkan dua hingga delapan kali
lipat risiko kehamilan ektopik berikutnya.
e. Gangguan kromosom
Infertilitas dapat disebabkan olehwanita dengan kelainan
jumlah kromosom seks.Wanita dengan turnersindrom memiliki X kromosomyang
hilangdan, meskipun jelas-jelas perempuan, tidak berkembang menjadi
karakteristik seksual sekunderdan biasanya infertile.
f. Gangguan prolactin
Gangguan prolaktin dipastikan berdasarkan tingkat prolaktin yang beredar.
Prolaktin diproduksi setelah persalinan untuk merangsang produksi susu. Hal ini
menyebabkan penekanan GnRH, yang pada gilirannya dapat mencegah terjadinya
ovulasi sehingga menyebabkan periode subfertilitas pasca melahirkan yang
singkat.
g. Inadekuat fase luteal
Jika korpus luteum gagal berfungsi setelah ovulasi, endometrium tidak akan
dipersiapkan untuk implantasiovum yang dibuahi dan kehamilan akan gagal,
meskipun ovulasi dankonsepsinya normal. Iniadalah akibat dari kurangnya
produksi progesterone pada korpus luteum dan bisadiatasi dengan terapi
progesteron.
h. Menopause dini

6
Menopause dini didefinisikan sebagai penghentian siklus bulanan sebelum usia 40
tahun. Sekitar 1 dari 100 wanita di Inggris mengalami peristiwa yang
menghancurkan ini, yang pasti menyebabkan kemandulan.
i. Penyebab idiopatik
Inadekuat lendir pada serviks adalah penyebab infertilitas yang relative tidak
umum. Banyak wanita mengenali perubahan lendir serviks sepanjang siklus
bulanan dengan lendir bening seperti gelhadir di pertengahan siklus, yaitusaat
wanita itu subur.Ini memungkinkan sperma berenang lebih mudah melalui saluran
endoserviks dan seterusnya membuahi sel telur. Jika lendir pada serviks tidak
mencukupi stimulasi estrogen yang buruk atau kerusakan endoserviks sel, maka
infertilitas mungkin berhasil. Mungkin juga ada lendir yang bermasalah sehingga
sperma tidak bisa menembus lendir serviks. Ini mungkin terjadi karena adanya
infeksi.

2. Infertilitas Pada Pria


a. Testikuler
Penyebab testikuler adalah yang paling umum. Varikokel ditemukan pada 19%
hingga 41% kasus infertilitas. Penyebab testikuler lainnya meliputi abnormalitas
kongenital, torsi, infeksi genitourinaria, trauma dan pajanan terhadap substansi
yang diketahui mengganggu spermatogenesis. Kriptorkidismus berkaitan langsung
dengan infertilitas.
b. Pasca testikuler
Penyebab pasca testikuler meliputi hambatan vas deferens kongenital dan
malformasi lain pada struktur distal testis. Penyebab tambahan meliputi
epididymitis, faktor emosional, prosedur bedah yang menyebabkan ejakulasi
retrograd, dan beberapa kondisi medis seperti penyakit ginjal dan paraplegia.
c. Infeksi prostat, epididymis, atau testis dapat mempengaruhi fertilitas. Virus
mumps menyerang testis pada 5% hingga & 37% dewasa yang mengalami infeksi
ini.
d. Bahan kimia (rokok), obat-obatan (allupurinol, simetidin, nitrofurantoin,
sulfasalazine, dan obat kemoterapi) dan substansi lainnya yang mempengaruhi
spermatogenesis disebut gonadotoksin (misalnya penggunaan yang berat atas
alcohol, mariyuana dan steroid anabolik).

7
e. Masalah hubungan seksusal bertanggung jawab atas infertilitas pada sekitar 5%
pasangan. Hal ini meliputi ED, ejakulasi premature, waktu atau frekuensi
hubungan yang tidak baik, masturbasi yang berlebihan, dan perilaku seksual yang
menyimpang.

2.2 Penyebab Infertilitas Primer Dan Sekunder


Klasifikasi Infertilitas

Menurut pembagiannya, infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai infertilitas primer


dan infertilitas sekunder.
a. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu
tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau
metode kontrasepsi dalam bentuk apapun.

Etiologi Infertilitas
Etiologi Infertilitas Pada wanita
Penyebab infertilitas pada wanita sebagai berikut :
1) Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium yang menyebabkan
kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus untuk berproliferasi sekresi,
sekresi vagina dan cervix yang tidak menguntungkan bagi sperma, kegagalan gerakan
(motilitas) tuba falopii yang menghalangi spermatozoa mencapai uterus.

2) Obstruksi

Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari penyebab infertilitas.
Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit radang pelvis
yang umum, contohnya apendisitis dan peritonitis, dan infeksi tractus genitalis,
contohnya gonore.

1. Faktor lokal

8
Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita adalah fibroid uterus
yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang mempengaruhi pH sekresi
sehingga merusak sperma, kelainan kongenital vagina, cervix atau uterus yang
menghalangi pertemuan sperma dan ovum, mioma uteri oleh karena
menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau elongasi kavum uteri, iritasi
miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai.

Etiologi Infertilitas Pada Pria

Penyebab infertilitas pada pria adalah sebagai berikut

1) Gangguan Spermatogenesis

Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa normal atau tidak.


Pengambilan spesimen segar dengan cara masturbasi di laboratorium. Standar untuk
spesimen semen normal telah ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Tabel 2.1 Analisis Semen Normal


Volume > 2ml
Konsentrasi > 20 juta per ml
sperma
> 40 juta
Konsentrasi sperma
total Motilitas > 50% gerakan ke depan

Morfologi > 50% dengan morfologi normal

2) Obstruksi

Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil pada pria. Obstruksi
dapat terjadi pada duktus atau tubulus yang di sebabkan karena konginetal dan
penyakit peradangan (inflamasi) akut atau kronis yang mengenai membran basalais
atau dinding otot tubulus seminiferus misalnya orkitis, infeksi prostat, infeksi
gonokokus. Obstruksi juga dapat terjadi pada vas deferens

3) Ketidak mampuan koitus atau ejakulasi


Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidak mampuan koitus dan ejakulasi,
misalnya hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus atau penyakit
9
peyronie.Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi dan kebiasaan pria alkoholisme kronik.

4) Faktor Sederhana

Faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air terlalu
panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat menyebabkan keadaan luar
panas yang tidak menguntungkan untuk produksi sperma sehat.

Faktor Risiko Infertil

i. Faktor Risiko Infertilitas Pada Wanita

1. Gangguan ovulasi

Gangguan yang paling sering dialami perempuan infertil adalah gangguan ovulasi.
Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa dibuahi. Salah
satu tanda wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah haid yang tidak teratur
dan haid yang tidak ada sama sekali.

2. Sindrom Ovarium Polikistik

Sindroma ovarium polikistik merupakan suatu kumpulan gejala yang


diakibatkan oleh gangguan sistem endokrin.

Kelainan ini banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Gejala tersering
yang ditimbulkannya antara lain infertilitas karena siklus yang anovulatoar, oligo
sampai amenore, obesitas dan hirsutisme.

Sindrom ovarium polikistik ini menimbulkan perubahan hormonal-biokimia


seperti peningkatan luteinising hormone (LH) serum, rasio LH/FSH (follicle
stimulating hormone) yang meningkat, adanya resistensi insulin dan peningkatan
androgen plasma. Sindrom ovarium polikistik menyebabkan 5-10% wanita usia
reproduksi menjadi infertil.

3. Masalah Tuba

Peranan faktor tuba paling sering ditemukan dalam infertilitas pada wanita yaitu
sekitar 25-50%. Oleh karena itu, penilaian potensi tuba dianggap sebagai salah satu
pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas.

10
4. Masalah Uterus

Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba falopii sekitar 5 menit setelah


inseminasi. Gerakan spermatozoa untuk masuk ke dalam uterus tidak hanya di
lakukan sendiri. Kontraksi vagina dan uterus mempengaruhi dalam transportasi
spermatozoa. Kontraksi yang terjadi karena pengaruh prostaglandin dalam air mani
dapat membuat uterus berkontraksi secara ritmik. Prostaglandin berpengaruh dalam
transport spermatozoa ke dalam uterus dan melewati penyempitan batas uterus
dengan tuba. Uterus sangat sensitif terhadap prostaglandin pada akhir fase
proliferasi dan permulaan fase sekresi, sehingga apabila prostaglandin kurang
dalam mani dapat menyebabkan masalah infertilitas.

Kelainan pada uterus bisa disebabkan oleh malformasi uterus yang menggangu
pertumbuhan fetus (janin). Mioma uteri dan adhesi uterus menyebabkan terjadinya
gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus sehingga akhirnya terjadi abortus
berulang.

5. Peningkatan Usia

Prevalensi infertilitas meningkat bila terjadi peningkatan usia. Kejadian


infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia pada wanita. Wanita dengan
rentan usia 19-26 tahun memiliki kesempatan untuk hamil dua kali lebih besar
daripada wanita dengan rentan usia 35-39 tahun.

Bertambahnya usia maka kadar FSH meningkat, fase folikuler semakin pendek,
kadar LH dan durasi fase luteal tidak berubah, siklus menstruasi mengalami
penurunan. Jumlah sisa folikel ovarium terus menurun dengan bertambahnya usia,
semakin cepat setelah usia 38 tahun dan folikel menjadi kurang peka terhadap
stimulasi gonadotropin sehingga terjadi penurunan kesuburan wanita dengan
meningkatnya usia.

6. Berat Badan

Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas, salah satunya adalah


badan yang terlalu kurus atau badan yang terlalu gemuk.

7. Stress

11
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak, hipofisis, dan
ovarium. Stress dapat memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi
pengaturan hormon reproduksi.

Stress mempengaruhi maturisasi pematangan sel telur pada ovarium. Saat stress
terjadi perubahan suatu neurokimia di dalam tubuh yang dapat mengubah maturasi
dan pengelepasan sel telur. Contohnya, di saat wanita dalam keadaan stress,
spasme dapat terjadi pada tuba falopi dan uterus, dimana hal itu dapat
mempengaruhi pergerakan dan implantasi pada sel telur yang sudah matang.

8. Infeksi Organ Reproduksi

Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang langsung
berhubungan dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang terjadi disebabkan
karena sifat baktericide dari vagina yang mempunyai pH rendah dan lendir yang
kental pada canalis cervikalis yang menghalangi masuknya kuman. Infeksi organ
reproduksi sering terjadi di negara tropis karena hygine kurang, perawatan
persalinan dan abortus belum sempurna. Infeksi organ reproduksi dapat
menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan kehidupan sex.

Infeksi apabila terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar keasamaan dalam
vagina meningkat, sehingga menyebabkan sperma mati sebelum sempat membuahi
sel telur. Infeksi organ reproduksi wanita dibagi menjadi dua pembagian yaitu
infeksi rendah dari vulva, vagina sampai servik dan infeksi tinggidari uterus, tuba,
ovarium, parametrium, peritonium, bisa disebut pelvic inflammatory disease (PID).
Infeksi rendah dan tinggi sangat besar pengaruhnya pada kesehatan karena dapat
menimbulkan infertilitas. Infeksi organ reproduksi wanita bisa didiagnosis dengan
gejala fisik/ manifestasi klinis yang timbul dan dikeluhkan oleh penderita,
Manifestasi klinis infeksi organ reproduksi pada wanita dapat dilihat dengan
discharge vagina.

12
Tabel 2.2 Discharge vagina

Tanpa Infeksi jamur Haemophilus Infeksi Infeksi flora


Infeksi vaginalis trikomonas campuran
Jumlah Normal Normal/ Meningkat Meningkat Meningkat
discharge meningkat
Warna Putih/bening Putih Putih, Hijau Kekuningan dan
discharge keabu-abuan kekuningan purulen
dengan
gelembung
Sifat Seperti krim Kental dengan Sangat banyak Berbusa Purulen atau lengket
Khas plak
discharge
Bau Tidak ada Tidak ada Sering sangat Agak Sangat menusuk
menusuk menusuk
Gejala Tidak ada Pruritus yang Tidak ada Nyeri dan Nyeri dan prritus
nyata kadang
pruritus

9. Penyakit menular seksual

Penyakit menular seksual mempengaruhi fertilitas pada wanita. Penyakit menular


seksual yang paling sering dialami wanita adalah herpes kelamin, gonorrhoea,
sifilis, klamidia, kutil alat kelamin, dan HIV/AIDS. Penyakit menular seksual
mudah dicegah dengan pasangan suami istri tersebut hanya punya satu pasangan
seksual.

ii. Faktor Risiko Infertilitas Pada Pria

Faktor risiko infertil pada pria yaitu gangguan pada spermatogenesis, mengakibatkan
sel sperma dihasilkan sedikit atau tidak sama sekali, gangguan pada sel sperma untuk
mencapai sel telur dan membuahinya, umur, peminum alkohol,penguna narkoba,
merokok dan paparan radiasi.

13
2.3 Tanda Dan Gejala Infertilitas Primer Dan Sekunder

Infertilitas adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan
sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum
memiliki anak. (Sarwono, 2000).

Infertilitas primer adalah pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.

Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan
seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi
dalam bentuk apapun.

Tanda dan gejalanya infertilitas pada wanita :


1. Menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi.
Memiliki siklus yang tidak teratur, termasuk menstruasi yang hilang, dapat
menyebabkan infertilitas, karena itu berarti seorang wanita mungkin tidak berovulasi
secara teratur. Ovulasi adalah ketika ovarium melepaskan sel telur. Ovulasi yang tidak
teratur dapat disebabkan oleh banyak masalah, termasuk sindrom ovarium polikistik
(PCOS), obesitas, kekurangan berat badan, dan masalah tiroid.
Hal ini bisa diakibatkan oleh hipotalamus dan kelenjar pituitari di otak bersama
ovarium tidak sejalan sehingga hormonnya tidak seimbang. Pada beberapa wanita
yang mengalami predisposisi genetik atau penyakit autoimun, menopause akan terjadi
lebih cepat ketika mereka menginjak usia 20-an.
2. Periode yang berat atau menyakitkan
Periode yang berat disini dapat diakibatkan fibroid uterus (pertumbuhan non-
kanker dari jaringan otot rahim), sedangkan periode yang menyakitkan dapat berarti
endometritis (peradangan lapisan endometrium rahim) dan sebagainya.
3. Tumbuh rambut yang tidak diinginkan atau berlebihan
Misalnya tumbuh di area wajah atau anggota tubuh lainnya maka bisa saja
dikatakan mengalami polycystic ovary syndrome (PCOS), kelainan hormon yang
14
mengganggu komunikasi antara otak dan ovarium. Gejala lainnya dari PCOS yaitu
siklus tidak teratur, naiknya berat badan atau munculnya jerawat.
4. Kehilangan libido dan fungsi seksual
Pria yang kehilangan libido, memiliki masalah ereksi. Bahkan ketika ejakulasi,
merasa sakit, bengkak atau ada benjolan di testis maka kemungkinan dia mengalami
masalah kesuburan.
5. Bertambahnya berat badan
Wanita yang kelebihan berat badan atau obesitas sebelum hamil biasanya sulit
untuk hamil. Begitu pula wanita yang terlalu kurus. Latihan berlebih atau atletis juga
bisa mengalami siklus tidak teratur yang berdampak infertilitas.
6. Sakit saat berhubungan seks
Jika sakit saat berhubungan seks, lubrikasi bisa membantu. Tapi jika vagina yang
kering, biasanya diakibatkan berkurangnya estrogen bisa jadi hal tersebut merupakan
tanda-tanda menuju menopause yang menghalangi untuk hamil.
7. Rambut tipis atau rontok
Rambut menipis atau rontok dapat disebabkan karena mengalami gangguan fungsi
tiroid yang berdampak pada ovulasi. Gejala lainnya yaitu kecemasan, kehilangan
berat badan, denyut jantung yang cepat dan kelelahan.
8. Kekurangan vitamin D
Meskipun penelitian mengenai seseorang yang kekurangan vitamin D
berhubungan dengan infertilitas masih sedikit, namun hal ini patut dipertimbangkan.
Jadi sebaiknya, konsultasikan dengan dokter apakah Anda memerlukan suplemen.
9. Darah haid berwarna gelap atau pucat
Pada umumnya, darah akan berwarna cerah di awal menstruasi, lalu semakin
pekat di hari kedua hingga keempat. Namun, jika Mums menemukan darah
menstruasi berwarna sangat gelap sedari hari pertama haid, segeralah memeriksakan
diri ke dokter, karena dikhawatirkan merupakan gejala endometriosis dan perlu
penanganan khusus.
Selain itu, perhatikan pula jika darah menstruasi terlihat lebih pucat dari biasanya
karena hal ini juga perlu menjadi perhatian.

Tanda dan gejala Infertilitas pada pria :


1. Ketidakseimbangan hormon.

15
Berbagai ketidakseimbangan hormon dapat memengaruhi kesuburan pria.
Testosteron adalah hormon kunci untuk kesuburan pria, jadi masalah dengan testis
yang menghasilkan hormon ini dapat menyebabkan infertilitas.
Dua hormon memberi sinyal pada testis untuk membuat sperma dan testosteron:
hormon luteinisasi dan hormon perangsang folikel.
2. Disfungsi ereksi
Perubahan hormon, faktor psikologis, atau masalah fisik mungkin menyulitkan
untuk mendapatkan atau mempertahankan ereksi.
Jika ini menjadi kejadian biasa, itu dapat mengganggu hubungan seksual atau
menjadi tanda masalah yang mendasarinya.
3. Masalah dengan ejakulasi
Memiliki kesulitan ejakulasi atau memperhatikan perubahan dalam ejakulasi,
seperti penurunan volume, juga bisa menjadi tanda masalah mendasar yang terkait
dengan kesuburan pria.
4. Perubahan testis
Testis yang sehat adalah aspek penting dari kesuburan pria. Testis kecil atau
keras yang terasa “kencang” mungkin merupakan tanda lain dari masalah hormon.
Di sisi lain, testis yang bengkak, nyeri, atau lunak dapat menjadi tanda masalah
mendasar, seperti infeksi, yang juga dapat berdampak pada kualitas sperma dan
kesuburan pria.
5. Obesitas
Dari beberapa penelitian mencatat bahwa banyak penelitian yang mengaitkan
obesitas pada pria dengan infertilitas.
Obesitas dapat meningkatkan risiko kondisi lain yang dapat memengaruhi
kesuburan pria seperti kualitas sperma dan disfungsi seksual.

2.4 Pemeriksaan Infertilitas Primer Dan Sekunder

A. Anamnesis

Pada pengumpulan data dengan anamnesis akan diketahui tentang keharmonisan


hubungan keluarga, lamanya perkawinan, hubungan seksual yang dilakukan, dan lain-
lain.

16
B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum untuk pasangan infertil meliputi pemeriksaan tekanan darah,
nadi, suhu tubuh, dan pernapasan. Juga dilakukan foto toraks pada kedua pihak

C. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin (darah, urine lengkap, fungsi
hepar dan ginjal, gula darah). Pemeriksaan laboratorium khusus terhadap suami
meliputi pemeriksaan dan analisis sperma. Untuk pemeriksaan ini diperlukan syarat
yaitu tidak boleh berhubungan seks selama 3-5 hari, ditampung dalam gelas,
modifikasi dengan bersenggama memakai kondom yang telah dicuci bersih, dan
bahan yang ditampung harus mencapai laboratorium dalam waktu ½ sampai 1 jam,
pemeriksaan setelah ejakulasi dalam waktu 2 jam di laboratorium. Jumlah
spermatozoa diharapkan minimal 20juta/ml. Pemeriksaan sperma untuk mengetahui
jumlah, volume, viskositas, bau, fruktosa, kemampuan menggumpal dan mencair
kembali.

D. Pemeriksaan Terhadap Ovulasi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membuktikan ovulasi (pelepasan telur). Tindakan ini
dilakukan dengan anggapan bahwa pada pemeriksaan dalam tidak dijumpai kelainan
alat kelamin wanita. Untuk membuktikan terjadi ovulasi (pelepasan telur), dilakukan
pemeriksaan suhu basal badan. Progesteron yang dikeluarkan oleh korpus
luteum dapat meningkatkan suhu basal badan, yang diukur segera setelah bangun
tidur. Dengan terjadinya ovulasi, suhu basal badan rendah atau meningkat menjadi
bifasik. Waktu perubahan tersebut dianggap terjadi ovulasi, sehingga harus
dimanfaatkan untuk melakukan hubungan seks dengan kemungkinan hamil yang
besar.

E. Pemeriksaan Terhadap Saluran Telur

Saluran telur (tuba fallopi) mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses
kehamilan yaitu tempat saluran spermatozoa dan ovum, tempat terjadinya konsepsi
(pertemuan sel telur dan spermatozoa), tempat tumbuh dan berkembangnya hasil

17
konsepsi, tempat saluran hasil konsepsi menuju rahim untuk dapat bernidasi
(menanamkan diri).

Gangguan fungsi saluran telur menyebabkan infertilitas, gangguan perjalanan hasil


konsepsi menimbulkan kehamilan di luar kandungan (ektopik) utuh atau terganggu
(pecah). Gangguan saluran tuba dapat ditandai dengan keluarnya cairan tersebut
kembali ke liang senggama.

F. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk dapat menetapkan kelainan pada pasangan
infertil meliputi hal berikut :

1. Histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat optik ke


dalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut saluran telur dalam
rahim (normal, edema, tersumbat oleh kelainan dalam rahim), lapisan dalam rahim
(situasi umum lapisan dalam rahim karena pengaruh hormon, polip atau mioma
dalam rahim) dan keterangan lain yang diperlukan.

2. Laparoskopi

Pemeriksaan laparoskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat optik ke


dalam ruang abdomen (perut), untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan
indung telur yang meliputi ukuran dan situasi permukaannya, adanya graaf
folikel, korpus luteum atau korpus albikans, abnormalitas bentuk, keadaan tuba
fallopi (yang meliputi kelainan anatomi atau terdapat perlekatan); keadaan
peritoneum rahim, dan sekitarnya (kemungkinan endometritis dan bekas infeksi).
Pengambilan cairan pada peritoneum untuk pemeriksaan sitologi pewarnaan dan
pembiakan.

18
3. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting pada pasangan infertil terutama


ultrasonografi vaginal yang bertujuan mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh kembang folikel de
graaf yang matang, sebagai penuntun aspirasi (pengambilan) telur (ovum)
pada folikel graaf untuk pembiakan bayi tabung. Ultrasonografi vaginal dilakukan
pada sekitar waktu ovulasi dan didahului dengan pemberian pengobatan dengan
klimofen sitrat atau obat perangsang indung telur lainnya.

4. Uji pasca-senggama

Pemeriksaan uji pasca-senggama dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan


tembus spermatozoa dalam lendir serviks. Pasangan dianjurkan melakukan
hubungan seks di rumah dan setelah 2 jam datang ke rumah sakit untuk
pemeriksaan. Lendir serviks diambil dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
jumlah spermatozoa yang dijumpai dalam lendir tersebut. Pemeriksaan ini
dilakukan sekitar perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke 12, 13, dan 14, dengan
perhitungan menstruasi hari pertama dianggap ke-1. Namun hasilnya masih belum
mendapat kesepakatan para ahli.

5. Pemeriksaan Hormonal

19
Setelah semua pemeriksaan dilakukan, apabila belum dapat dipastikan penyebab
infertilitas dapat dilakukan pemeriksaan hormonal untuk mengetahui hubungan
aksis hipotalamus, hipofise, dan ovarium. Hormon yang diperiksa
adalah gonadotropin (Folicle Stimulation Hormon (FSH) dan Hormon
Luteinisasi (LH)) dan hormon (esterogen, progesteron, dan prolaktin). Pemeriksaan
hormonal ini dapat menetapkan kemungkinan infertilitas dari kegagalannya
melepaskan telur (ovulasi). Semua pemeriksaan harus selesai dalam waktu 3 siklus
menstruasi, sehingga rencana pengobatan dapat dilakukan. Oleh karena itu
pasangan infertilitas diharapkan mengikuti rancangan pemeriksaan sehingga
kepastian penyebabnya dapat ditegakkan sebagai titik awal pengobatan
selanjutnya.

2.5 Penatalaksanaan, Aspek Psikologis Pada Klien Infertilitas Primer Dan Sekunder

Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan untuk hamil dalam satu tahun atau lebih
setelah senggama teratur tanpa pelindung. Infertilitas primer menunjukkan pasien yang
tidak pernah hamil. Infertilitas sekunder menunjukkan kehamilan sebelumnya tetapi
setelah itu gagal untuk hamil.
Fekundabilitas didefinisikan sebagai kemungkinan mencapai kehamilan dalam satu
siklus menstruasi. Pada pasangan muda yang sehat, jumlahnya 20 persen. Fekunditas
adalah kemungkinan mencapai kelahiran hidup dalam satu siklus.
Recurrent pregnancy loss (RPL) atau keguguran berulang bisa menjadi masalah yang
menantang dan rumit, yang didefinisikan sebagai dua atau lebih kehamilan klinis yang
gagal didiagnosis secara ultrasonografi atau histopatologi atau tiga keguguran berturut-
turut. Masalah ini dialami oleh sekitar 2% wanita usia reproduktif, berbeda dengan 15%
wanita usia reproduktif yang mengalami keguguran sporadis. RPL rumit karena fakta
bahwa etiologi sering tidak ditemukan, pada sekitar 50% kasus, dan karena fakta bahwa
masalah psikologis sangat membebani pasangan (Li et al. 2002). RPL, yang didefinisikan
sebagai tiga atau lebih keguguran, diperkirakan mempengaruhi 1% pasangan usia
reproduktif (Stirrat 1990; Salat-Baroux 1988). Kondisi ini semakin diperumit dengan
kurangnya data klinis acak, dan sebagian besar rekomendasi didasarkan pada meta-
analisis, studi observasi, dan pendapat ahli (Komite Praktik dari American Society for
Reproductive Medicine 2012). Namun, pasien dapat diyakinkan bahwa angka kelahiran

20
hidup setelah tes diagnostik normal dan abnormal masing-masing adalah 71% dan 77%
(Harger et al. 1983). Telah dilaporkan bahwa pasien mengalami peningkatan hasil jika
ditangani oleh spesialis yang berpengalaman dalam pengobatan RPL (Shoupe, 2017).

Penyebab dan Penatalaksanaan Recurrent Pregnancy Loss (RPL) atau Kehilangan


Kehamilan Berulang
2.1 Kelainan Karyotypic
Ketika kelainan kromosom ditemukan pada salah satu atau kedua orang tua,
konseling genetik yang komprehensif harus ditawarkan kepada pasien. Alasan untuk
ini ada dua, satu untuk memahami kelainan dan tingkat gamet abnormal dan risiko
kejadian kehilangan di masa depan serta untuk memahami tingkat penularan ke
generasi mendatang (Laurino et al. 2005).
Sayangnya, ketika hasil konsepsi dievaluasi, sebagian besar memiliki kelainan
kromosom sporadis. Translokasi timbal balik yang seimbang pada salah satu atau
kedua orang tua mencapai sekitar 2–5% dari kasus RPL, dan konseling genetik sangat
dianjurkan untuk mengidentifikasi breakpoints, yang dapat membantu pasangan
menentukan risiko masa depan dan peluang keberhasilan mereka. Data ini, serta fakta
bahwa RPL kira-kira enam kali lebih tinggi pada sepupu pertama, mendukung saran
bahwa RPL dapat dikaitkan dengan kesalahan genetik nonrandom (Christiansen et al.
1990).
Satu pilihan untuk pasangan ini dan juga mereka dengan RPL adalah evaluasi
embrio dengan skrining genetik praimplantasi (PGS); namun, beberapa pasangan
memilih donasi gamet atau embrio. Informasi ini mungkin sangat penting mengingat
kelainan kromosom janin ditemukan pada > 70% produk konsepsi pada wanita
berusia di atas 35 tahun (Marquard et al. 2010).

2.2 Penyebab Genetik Lainnya


Berbagai penyebab genetik lainnya termasuk cacat gen tunggal atau ganda atau
polimorfisme juga telah dikaitkan dengan RPL. Ini termasuk polimorfisme gen
methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) (Chen et al. 2016). Etiologi lainnya
termasuk inaktivasi kromosom X miring dan mikrodelesi kromosom Y pada pasangan
pria (Agarwal et al. 2015).

21
2.3 Kelainan Uterus
Jika ditemukan kelainan uterus, yang dapat mencakup kelainan kongenital atau
mullerian, penyakit adhesif, atau miomata submukosa, prosedur ini akan direseksi
dengan pembedahan dengan tingkat kehamilan yang lebih baik (Mollo et al. 2009;
Tomazevic et al. 2010). Berbagai teknik telah digunakan untuk mengembalikan
anatomi normal termasuk histeroskopi, laparoskopi dan terbuka tergantung pada lesi
yang ditemui. Penggunaan cerclage profilaksis kontroversial pada pasien yang
menerima rekonstruksi uterus untuk anomali mullerian.

2.4 Faktor Imunologis


Beberapa data awal menunjukkan bahwa selain entitas penyakit imunologis,
antigen paternal dalam embrio dapat memicu respons penolakan. Yang lain
mendalilkan bahwa ekspresi abnormal mediator pensinyalan normal seperti sitokin
atau integrin mungkin berperan (Saito et al. 2016).

2.4.1 Sindrom Antifosfolipid


Pengujian untuk antiphospholipid antibody syndrome (APAS) termasuk
deteksi laboratorium dari antikardiolipin tingkat tinggi, antikoagulan lupus,
atau antibodi anti-β-2 glikoprotein-1 pada dua kesempatan terpisah sebagai
tambahan untuk kriteria klinis dari trombosis vaskular pada pembuluh darah
dalam atau kematian yang tidak dapat dijelaskan. dari janin yang secara
morfologis normal > 10 minggu, atau kelahiran prematur < 34 minggu akibat
preeklamsia, eklamsia, atau insufisiensi plasenta, atau tiga atau lebih
kehilangan yang tidak dapat dijelaskan < 10 minggu.
Perawatan tergantung pada skenario klinis individu, tetapi biasanya
melibatkan penggunaan heparin atau heparin berat molekul rendah atau heparin
or low molecular weight heparin (LMWH) untuk mencegah kejadian
tromboemboli vena dan / atau kombinasi aspirin dosis rendah dan heparin atau
LMWH untuk mencegah kejadian arteri. Terapi dapat dimulai dengan konsepsi
atau beberapa kelompok melaporkan upaya konsepsi untuk pasien dengan
riwayat kehilangan dini.

2.4.2 Penyakit Celiac

22
Data menunjukkan bahwa penyakit celiac yang tidak diobati dikaitkan
dengan infertilitas dan keguguran. Data ini, meskipun tidak selalu konsisten,
mengingatkan kami untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dengan
memastikan bahwa semua kondisi medis ditangani sebelum mencoba hamil.

2.5 Disfungsi Endokrin


Pasien mungkin datang dengan kelainan endokrin termasuk diabetes mellitus,
penyakit tiroid, atau hiperprolaktinemia. Disfungsi endokrin yang nyata
membutuhkan pengobatan yang cepat dan normalisasi kondisi yang mendasarinya,
idealnya sebelum konsepsi.

2.5.1 Disfungsi Tiroid


Selain koreksi penyakit tiroid yang jelas, pasien eutiroid dengan antibodi
peroksidase tiroid tampaknya mendapat manfaat dari suplementasi levotiroksin
dosis rendah. Data terbatas menunjukkan bahwa manfaat mungkin termasuk
penurunan angka keguguran dan kelahiran prematur (Negro et al. 2006).

2.5.2 Hiperprolaktinemia
Kadar prolaktin yang meningkat telah dikaitkan dengan peningkatan angka
keguguran, dan pengobatan dengan agonis dopamin tampaknya menurunkan
tingkat hasil yang merugikan. Kadar prolaktin yang tinggi diduga
menyebabkan atau berpotensi berkontribusi pada cacat fase luteal. Perawatan
mungkin termasuk bromocriptine atau cabergoline tergantung pada panel efek
samping dan biaya untuk pasien (Hirahara et al. 1998). Biasanya juga
dianjurkan agar pengobatan dilanjutkan hingga kehamilan.

2.5.3 Cacat Fase Luteal


Abnormalitas fase luteal sebelumnya dianggap berperan dalam
terganggunya kehamilan dini; namun tidak ada bukti kuat yang menunjukkan
bahwa suplementasi progesteron eksogen mencegah keguguran dini, yang
mengarah pada pernyataan dari American Society for Reproductive Medicine
pada 2015, yang menyatakan tidak perlu progesteron eksogen setelah
kehamilan ditetapkan. Namun, telah dibuktikan bahwa suplementasi

23
progesteron sangat penting dalam siklus reproduksi terbantu karena sekresi
steroid yang tinggi untuk multipel corpora lutea memberi umpan balik negatif
pada sumbu hipotalamus-hipofisis yang menyebabkan penurunan sekresi LH
dan luteolisis dini (Pluchino et al. 2014).

2.6 Sindrom Ovarium Polikistik


Literatur sebelumnya telah menunjukkan bahwa tingkat keguguran lebih tinggi
pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik dibandingkan dengan populasi umum.
Mekanisme untuk ini didalilkan untuk mencakup peningkatan hormon luteinizing,
testosteron, atau resistensi insulin. Oleh karena itu, terapi harus berfokus pada
normalisasi hormon dan kadar insulin / glukosa. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa penggunaan metformin dapat menurunkan angka keguguran; namun,
penelitian yang lebih besar gagal untuk mengkonfirmasi temuan ini (Okon et al.
1998). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa subkelompok pasien PCOS dengan
resistensi insulin dan obesitas dapat memperoleh manfaat dari terapi antikoagulasi
(Chakraborty et al. 2013).

2.7 Infeksi / Mikroba


Di masa lalu, berbagai agen infeksi seperti Listeria monocytogenes, Toxoplasma
gondii, cytomegalovirus, dan herpes genital primer telah ditemukan terkait dengan
keguguran sporadis namun tidak dengan RPL. Baru-baru ini, bagaimanapun, CMV
telah dikorelasikan dengan tingkat RPL, dan tidak jelas apakah etiologi yang
mendasari adalah paparan virus atau reaktivasi atau kekambuhan bertanggung jawab
untuk hasil yang merugikan (Sherkat et al. 2014). Penelitian lain telah meneliti lebih
dekat produk konsepsi untuk infeksi seperti Chlamydia trachomatis, Ureaplasma
urealyticum, dan Mycoplasma hominis serta human papillomavirus (HPV) dan hanya
menemukan HPV lebih umum dan signifikansi tidak pasti (Matovina et al. 2004).

2.8 Tidak Dapat Dijelaskan


Seperti disebutkan sebelumnya, pada hampir sebagian besar pasien dengan RPL,
tidak ada etiologi yang ditemukan. Banyak pasien mempertanyakan peran yang
dimainkan oleh pilihan gaya hidup seperti tembakau, alkohol, olahraga, dan diet
dalam RPL. Tidak ada data yang secara jelas menunjukkan peningkatan yang pasti

24
dengan perubahan ini. Oleh karena itu, rekomendasi harus didasarkan untuk
mengoptimalkan kesehatan secara keseluruhan. Suplementasi progesteron telah lama
diresepkan untuk berbagai situasi yang melibatkan teknologi reproduksi berbantuan
dan perawatan infertilitas. Data dari meta-analisis menunjukkan hasil yang lebih baik
pada pasien dengan RPL; namun mengingat kekhawatiran dan batasan, badan
pengatur yang mengatur tidak merekomendasikan penggunaan progesteron setelah
kehamilan ditetapkan (Komite Praktik dari American Society for Reproductive
Medicine 2015).
Berbagai terapi telah diuji dan ternyata tidak efektif, atau kemanjurannya belum
terbukti. Penggunaan aspirin dan / atau heparin atau LMWH tanpa adanya diagnosis
sindrom antibodi antifosfolipid. Penggunaan glukokortikoid belum terbukti efektif.
Saat ini tidak ada rekomendasi untuk menguji penyakit trombotik yang diturunkan
dalam evaluasi RPL. Saat ini, tidak ada perawatan imunologi yang direkomendasikan
untuk pasien RPL.
Mengingat tingkat keberhasilan yang relatif baik dari pasien dengan RPL, PGS
tidak boleh menjadi pilihan awal untuk pasien ini seperti yang disarankan oleh
pedoman organisasi utama (Thornhill et al. 2005; Komite Praktik dari American
Society for Reproductive Medicine and Practice Committee of the Society untuk
Teknologi Reproduksi Terbantu 2006).
Menariknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan psikologis yang
memadai untuk pasien yang menderita RPL yang tidak dapat dijelaskan secara
signifikan meningkatkan hasil. Perawatan termasuk konseling antenatal spesifik dan
teknik dukungan psikologis dan dikelola oleh penyedia keguguran khusus (Clifford et
al. 1997).

2.9 Lain-lain
Beberapa literatur telah mencatat bahwa kualitas telur yang buruk saja dapat
menjadi penyebab keguguran berulang, tetapi penyelidikan lebih lanjut diperlukan
(Remohi et al. 1996). Oosit mungkin bukan satu-satunya gamet yang terlibat dalam
RPL, karena metaanalisis baru-baru ini mencatat bahwa fragmentasi DNA dalam
sperma secara statistik secara signifikan terkait dengan keguguran dan
merekomendasikan penggunaan teknik seleksi sperma untuk meningkatkan hasil
(Robinson et al. 2012).

25
Waktu implantasi telah menjadi fokus beberapa peneliti karena mereka
mempertanyakan pepatah bahwa jendela implantasi konstan pada semua wanita.
Data baru menunjukkan bahwa waktu transfer mungkin perlu dilakukan secara
individual, dan ini telah menghasilkan peningkatan implantasi dan keberhasilan
kehamilan dalam pengaturan RPL dengan embrio euploid. Pengujian penerimaan
endometrium berdasarkan temuan ini sedang dikembangkan untuk penggunaan
klinis (Ruiz-Alonso et al. 2014).
Integrin sekarang sedang dipelajari di berbagai jaringan sebagai penanda
biologis untuk berbagai proses fisiologis dan penyakit. Integrin beta3 telah
dipelajari sebagai penanda implantasi, dan telah ditunjukkan bahwa pada pasien
dengan RPL, ekspresi integrin ini menurun secara signifikan. Alasan untuk ini
masih belum jelas; namun penggunaan pengujian penerimaan endometrium dapat
mengatasi masalah ini atau mendidik pasien dan dokter untuk beralih ke arah lain
seperti ibu pengganti atau transplantasi rahim (Germeyer et al. 2014).

Definisi Infertilitas
Infertilitas, sebagaimana didefinisikan oleh American Society for Reproductive
Medicine, adalah penyakit yang mengakibatkan kegagalan untuk mencapai kehamilan
yang sukses dengan 12 bulan hubungan seksual tanpa pelindung atau inseminasi donor
terapeutik (Komite Opini: Definisi Infertilitas dan Kehilangan Kehamilan Berulang
2013). Infertilitas primer mengacu pada infertilitas pada wanita yang belum pernah hamil,
sedangkan infertilitas sekunder mengacu pada infertilitas pada wanita yang sebelumnya
pernah hamil.

Infertilitas Pria
Infertilitas faktor pria dapat menyebabkan hingga 30% infertilitas. Evaluasi infertilitas
pria ditentukan dengan analisis air mani dengan tujuan untuk mengidentifikasi kondisi
teridentifikasi yang menyebabkan infertilitas pria dapat diobati dan hingga 50% pria akan
memiliki penyebab idiopatik. Penyebab lain dari infertilitas pria melibatkan
pengangkutan sperma (yaitu, tidak adanya vas bawaan pada fibrosis kistik), gangguan
gonad (misal : kriptorkismus, sindrom klinefelter, varikokel, dan delesi atau mutasi
genetik), dan gangguan hipotalamus-hipofisis. Infertilitas pada pria dapat disebabkan oleh

26
infeksi antara lain gonore, klamidia, HIV, tuberkulosis, kusta, dan gondongan yang
menyebabkan orkitis. Obat-obatan yang dapat menyebabkan infertilitas pria termasuk
agen alkylating, antiandrogen, dan steroid anabolik. Obat yang lebih umum digunakan
seperti ketoconazole dan simetidin juga dikaitkan dengan infertilitas pria. Penggunaan
narkoba dan alkohol secara berlebihan, khususnya mariyuana dan kokain, akan
menyebabkan kemandulan. Paparan lingkungan lain seperti penyakit demam, paparan
pestisida atau pelarut organik, dan merokok juga dikaitkan dengan infertilitas. Selain itu,
penyakit kronis tidak jarang terjadi pada pria dengan infertilitas seperti sirosis,
insufisiensi ginjal kronis, dan penyakit sel sabit (Fritz dan Speroff 2011).

Tes Diagnostik untuk Patensi Tubal


1. Histerosalpingogram
Histerosalpingogram atau HSG adalah prosedur yang dilakukan di bagian radiologi
dengan memasukkan kontras ke dalam rongga rahim. Gambar fluoroskopi diambil
untuk menentukan apakah pewarna yang dimasukkan dapat keluar dari tabung dengan
memastikan patensi tuba. Prosedur ini tidak memerlukan anestesi atau sedasi dan
dapat dilakukan oleh ahli radiologi atau ginekolog terlatih. Manipulator biji pohon ek
atau tabung kecil dimasukkan melalui serviks ke os internus. Sekitar 10 cc kontras
diperlukan untuk mendapatkan gambar. Saat kontras diperkenalkan, pasien mungkin
mengalami sedikit ketidaknyamanan tetapi secara keseluruhan prosedur ini dapat
ditoleransi dengan cukup baik. Biasanya tiga gambar diperoleh dan ada paparan
radiasi minimal. Gambar diperoleh saat zat warna mengisi rongga rahim untuk
mendokumentasikan bentuk dan isian rongga tersebut. Gambar tambahan diambil saat
pewarna mengisi tabung dan

Manajemen Infertilitas Pria


Penatalaksanaan didasarkan pada penilaian fungsi koital, laporan pemeriksaan semen dan
hasil tes postcoital dan imunologi, serta laporan hormonal.
1. Pendidikan. Ini mencakup: (i) konseling seksual — frekuensi dan waktu
persetubuhan, (ii) posisi persetubuhan dan (iii) masturbasi yang menyebabkan
pengenceran sperma.
2. Penyalahgunaan zat. Nasihat tentang menghindari tembakau (merokok, mengunyah),
konsumsi alkohol yang moderat dan menghindari penyalahgunaan narkoba.

27
Antioksidan, vitamin E meningkatkan parameter semen. Pentoxifylline 400 mg t.i.d
meningkatkan motilitas sperma.
3. Kurangi panas di sekitar skrotum. Hindari mandi air panas, kenakan pakaian dalam
katun longgar (pakaian katun untuk mendorong ventilasi), hindari aktivitas berat dan
pekerjaan di lingkungan yang panas dan kendalikan obesitas.
4. Memperbaiki endokrinopati. Perhatian segera terhadap diabetes dan gangguan tiroid.
5. Pembedahan. Koreksi bedah varikokel setelah diagnosis dikonfirmasi pada
pemindaian ultrasound membantu meningkatkan motilitas sperma. Meskipun
embolisasi varikokel perkutan baru-baru ini dicoba, kerusakan pada arteri testis dan
kekambuhan varikokel membuat bedah mikro menjadi standar emas dan pilihan
terbaik untuk varikokel. Akhir-akhir ini, efek menguntungkan dari operasi varikokel
dipertanyakan oleh banyak orang yang merasa bahwa operasi untuk koreksi varikokel
tidak berperan dalam meningkatkan infertilitas pria. Koreksi bedah pada testis yang
tidak turun di masa kanak-kanak meningkatkan kualitas air mani pada 60-70% kasus.
Obstruksi vas bunga oleh anastomosis vaso-vasal atau vaso epididimis akan
memulihkan patensi. Efedrin 60 mg per oral empat kali sehari selama 2 minggu atau
obat a-adrenergik seperti fenilefrin (2,5 mg) dicoba pada ejakulasi retrograde. Jika
gagal rekonstruksi leher kandung kemih dianjurkan. Vasovasotomi sebagai
pembalikan dari operasi vasektomi memberikan hasil yang buruk jika selang waktu
lebih dari 5 tahun telah berlalu sejak vasektomi, karena pembentukan antibodi
sperma.
6. Antibiotik. Infeksi menunjukkan perlunya antibiotik yang sesuai untuk mengobati
epididymo-orchitis, prostatitis dan penyakit menular seksual. Doxycycline 100 mg
tawaran selama 6 minggu bermanfaat untuk infeksi klamidia.
7. Peran stres oksidasi pada fungsi sperma melalui prooksidan yang dibebaskan oleh
leukosit, dan sperma abnormal sekarang disadari. Beberapa telah mengamati
peningkatan jumlah sperma dengan meresepkan likopen 2 mg setiap hari dan vitamin
E. Antioksidan mengandung vitamin E 100 mg, vitamin C 500–1000 mg, N-
asetilsistein 200–500 mg tid, karnitin 3 g setiap hari, selenium 225 mg, pentoxyfilline
400 mg tid Likopen 2 mg setiap hari selama 6 bulan dilaporkan dapat meningkatkan
kualitas sperma dan mencegah kerusakan DNA sperma, tetapi bukti berbasis data saat
ini masih kurang.

28
8. Ejakulasi dini. Penghambat reuptake serotonin selektif membutuhkan waktu 2 minggu
untuk mencapai tingkat terapeutik, tetapi dapoxetine bekerja dalam 1 jam; 30-60 mg
diminum 1 jam sebelum hubungan seksual.
9. Hormon. Testosteron, hormon hipofisis dan GnRH semuanya telah dicoba untuk
meningkatkan spermatogenesis dengan hasil yang bervariasi. Bromocriptine berguna
untuk hiperprolaktinemia.

Terapi hormonal
1. HCG 3000 IU IM tiga kali seminggu selama 12 minggu. Sebagai alternatif, 5000 IU
dua kali seminggu dapat diberikan. Akhir-akhir ini telah direkomendasikan dosis 2.500
IU. Setelah itu, 37,5-75 mg FSH secara subkutan ditambahkan tiga kali seminggu.
Tindak lanjut dengan tingkat testosteron dan analisis air mani. Dibutuhkan 6–9 bulan
untuk menghasilkan jumlah air mani yang normal. Hentikan FSH, tapi lanjutkan
dengan HCG. 40% tingkat kehamilan dilaporkan.
2. Testosteron — 25-50 mg sehari secara oral meningkatkan fungsi testis. Dosis yang
lebih besar dari 100–150 mg setiap hari menekan spermatogenesis. Setelah pengobatan
selama 3 bulan, fenomena rebound terjadi dengan peningkatan spermatogenesis.
3. Klomifen — 25 mg setiap hari selama 25 hari diikuti istirahat selama 5 hari diberikan
secara siklik selama 3-6 siklus. Dianjurkan pada infertilitas hipogonad, tetapi tidak
efektif pada hipopituitarisme hipogonad. Alih-alih klomifen, letrozole 2,5 mg dapat
digunakan.
4. Human menopausal gonadotropin (hMG) 150 IU tiga kali seminggu selama 6 bulan
dianjurkan pada kekurangan hipofisis, tetapi mungkin diperlukan waktu selama 1
tahun untuk menginduksi spermatogenesis.
5. GnRH — diindikasikan pada kegagalan hipotalamus. GnRH 5–20 mcg secara
subkutan 2 jam selama 1–2 tahun, sebaiknya dengan menambahkan terapi punggung
dengan estrogen atau progesteron. Semprotan hidung juga tersedia.
6. Tamoxifen — 10 mg setiap hari selama 6 bulan terbukti efektif dalam beberapa kasus.
7. Deksametason 0,5 mg setiap hari atau 50 mg prednison setiap hari selama 10 hari
dalam setiap siklus selama 3-6 bulan dianjurkan dengan adanya antibodi sperma.
Sekitar 25-40% tingkat kehamilan diamati, meskipun nekrosis avaskular (AVN) dari
kepala femur dan osteopenia sebagai efek samping harus diingat dalam terapi jangka
panjang. Siklosporin A 5–10 mg / kg sehari selama 6 bulan lebih baik daripada

29
kortikosteroid dalam penekanan sel-T. Jika kortikosteroid merupakan kontraindikasi,
agen anti inflamasi seperti naproxen 50 mg dua kali sehari dapat menurunkan kadar
antibodi.
8. Sildenafil (Viagra) —25–100 mg 1 jam sebelum hubungan seksual meningkatkan
fungsi ereksi tetapi laporan terbaru tentang penyakit jantung iskemik jantung
mengkhawatirkan, dan harus diresepkan dengan hati-hati. Gangguan penglihatan
warna, sakit kepala, rinitis dan dispepsia juga telah dilaporkan. Ini merupakan
kontraindikasi pada pria yang menggunakan obat hipotensi. Sildenafil hanya
digunakan dalam fungsi ereksi, dan tidak meningkatkan libido. Dengan 25–100 mg per
oral 1 jam sebelum hubungan seksual, efeknya berlangsung selama 1–2 jam. Obat ini
efektif pada 50-80% kasus. Dikontraindikasikan sebagai berikut: n Retinitis
pigmentosa. n Retinopati diabetik. n Pasien dengan obat antihipertensi, nitrat. n
Penyakit jantung, infark miokard sebelumnya, stroke. Suntikan sendiri obat vasoaktif
untuk ereksi diminum 5–10 menit sebelum hubungan seksual dan efektif 50–70%.
Efek sampingnya adalah fibrosis penis, infeksi dan ereksi berkepanjangan.
Prostaglandin E1 menyebabkan vasodilatasi penis. Pelet uretra juga tersedia. Operasi
vaskular penis dan batang implantasi prostesis penis juga tersedia untuk disfungsi
ereksi. Implan penis AMS 700 adalah prostesis penis tiup 3 bagian yang sekarang
tersedia.
9. Inseminasi buatan. Inseminasi buatan dengan air mani suami selama 4 siklus telah
menghasilkan 30% keberhasilan secara keseluruhan dengan 10% keberhasilan per
siklus. Hasilnya lebih baik jika dikombinasikan dengan induksi ovulasi untuk beberapa
ovulasi, dan ini adalah praktik yang direkomendasikan saat ini. Ini ditunjukkan sebagai
berikut:
 Gangguan kesehatan kronis.
 Oligospermia setelah pencucian sperma.
 Impotensi — kegagalan ejakulasi. n Ejakulasi dini, ejakulasi retrograde.
 Hipospadia.
 Antibodi antispermal dalam lendir serviks.
 Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan.
 Juga memungkinkan untuk membekukan air mani jika suami sering bepergian dan
tidak tersedia pada saat ovulasi untuk IUI. Air mani dapat dibekukan dan digunakan
nanti jika suami perlu menjalani radioterapi atau kemoterapi.
30
 Fraksinasi X – Y sperma untuk seleksi jenis kelamin, dalam kelainan genetik dan
kromosom.
 Laki-laki atau perempuan HIV-positif.

Pertimbangan Psikologis
Penemuan infertilitas atau kemandulan dapat membuat syok, ketakutan dan depresi
pada pasangan. Beberapa merasa tidak mampu dan malu karena tidak dapat bereproduksi.
Beberapa kehilangan harga diri dan merasakan kerugian sosial. Selain itu, ketegangan
penyelidikan dan pengobatan meningkatkan beban keuangan yang tidak terjangkau oleh
semua orang. Sikap simpatik dan hormat dari tenaga medis akan membantu dalam
menangani ketidaksuburan pasangan selama konsultasi mereka.
Impotensi yang disebabkan oleh kelelahan, obat-obatan, multiple sclerosis dan
diabetes perlu diperbaiki. Demikian pula, ejakulasi dini membutuhkan fisioterapi dan
konseling psikologis. Kegagalan ereksi dapat diperbaiki dengan metode berikut:
1. Injeksi lokal Alprostadil (prostaglandin) ke dalam pembuluh penis. Ereksi terjadi
dalam 10 menit dan berlangsung selama setengah jam. Ini menyakitkan, menyebabkan
infeksi dan fibrosis, selain tidak bisa dipraktikkan secara klinis.
2. Pompa vakum diterapkan ke ujung penis untuk mengalirkan darah ke dalamnya.
3. Pelet prostaglandin dimasukkan ke dalam uretra dan penis dipijat.
4. Prostesis silinder silikon ditanamkan ke dalam penis. Dibandingkan dengan cara-cara
di atas, mengonsumsi Viagra sangatlah mudah, mengingat efek samping dan
kontraindikasinya.

Infertilitas Wanita
Usia di atas 35 tahun, durasi infertilitas lebih lama dan primer daripada infertilitas
sekunder memiliki prognosis yang merugikan.

Penatalaksanaan Infertilitas Tubal


Tuboplasti
Bedah mikro tuba (Gambar 19.18). Ini dianjurkan pada penyumbatan tuba. Bergantung
pada lokasi penyumbatan, jenis operasi tuboplasti telah dilakukan dengan tingkat
keberhasilan kehamilan bervariasi dari 27% untuk pembedahan fimbrial hingga 50–60%
untuk penyumbatan isthmic. Keberhasilan tuboplasti dapat ditingkatkan dengan (i)

31
penanganan jaringan yang lembut; (ii) penggunaan pembesaran; (iii) menghindari
mengepel atau menggosok jaringan tetapi menggunakan irigasi dan penyedotan terus
menerus untuk menghilangkan gumpalan, dan mencegah pengeringan jaringan; (iv)
hemostasis diamankan dengan kauter atau laser; (v) penggunaan bahan jahitan halus
(Vicryl, Proline) dan (vi) penggunaan larutan Heparin untuk hidroflotasi untuk mencegah
perlekatan pasca operasi. Pemulihan latensi tuba falopi harus diperiksa dengan HSG 3
bulan kemudian.

Risiko tuboplasti adalah (i) komplikasi anestesi, (ii) infeksi luka pasca operasi, infeksi
dada dan emboli, (iii) kegagalan dan (iv) kehamilan ektopik. Indikasi lain untuk
pembedahan adalah pembalikan tubektomi, kehamilan ektopik konservatif, dan salpingitis
isthmica nodosa. Keuntungan dari tuboplasti:
 Terapi satu kali.
 Biaya rendah dibandingkan dengan IVF.
 Menghemat waktu kunjungan berulang ke pusat IVF.
 Kehamilan spontan berikutnya mungkin terjadi jika pembedahan berhasil.
 Tidak ada risiko IVF, yaitu sindrom hiperstimulasi ovarium, kehamilan ganda.

Adhesiolisis tuba laparoskopi, fimbrioplasti dan operasi tuba telah membuahkan hasil
yang baik. IVF. Saat ini, IVF (fertilisasi in vitro) dan ET (transfer embrio) ditawarkan
kepada wanita yang menderita tuboplasti.

32
Gagal atau pada wanita dengan kerusakan tuba yang luas dan tidak dapat diperbaiki.
Tingkat keberhasilan keseluruhan 20-30% diperoleh. Ini adalah terapi yang sangat mahal
dan hanya sedikit yang mampu membelinya. Kontraindikasi untuk IVF adalah perlekatan
panggul yang luas dan ovarium yang tidak dapat diakses karena perlengketan —
pengambilan sel telur dalam kasus seperti itu mungkin tidak mungkin atau berbahaya bagi
usus. Adhesiolisis laparoskopi diikuti dengan IVF mungkin dilakukan. Biasanya, tiga
percobaan diberikan dan jika IVF gagal, proses MAF (micro-assisted fertilization)
lainnya ditawarkan. Embrio ekstra dapat disimpan dalam kriopreservasi untuk siklus
berikutnya.
Tuboplasti dan kanulasi balon dilakukan dengan histeroskop melalui jalur
transcervical untuk blok ujung medial. Ini hanya merusak adhesi tipis dan mencabut
sumbatan lendir dan material yang terlepas, tetapi tidak merusak adhesi yang padat.
Komplikasinya adalah:
1. Infeksi
2. Perforasi tabung
3. Kehamilan ektopik
Kanulasi tuba memulihkan patensi pada 75% kasus, dan angka kehamilan 40%
dilaporkan jika penyumbatan tuba disebabkan oleh adhesi yang tipis.
Penyumbatan tuba ujung medial terlihat pada 10-15% kasus HSG
Etiologi:
 Bahan amorf diatur sebagai steker
 Eksudat inflamasi
 Kejang tuba
 Polipus
 Fibrosis oleh PID, endometriosis, isthmica nodosa

Pengobatan:
 Kanulasi tuba
 Tuboplasti balon
 Pembedahan — tuboplasti
 IVF

Tingkat kehamilan 20% dilaporkan. Blok ujung lateral dapat diperbaiki dengan:
33
 Fimbrioplasti — keberhasilan 50–60%
 Salpingostomi — keberhasilan 20-30%
 Adhesiolysis adhesi eksternal

Penyebab uterus, seperti septum, sindrom Asherman, dan fibroid memerlukan koreksi
bedah (Padubidri & Daftary, 2002).

Aspek Psikologis Pada Klien Dengan Infertilitas Primer Dan Sekunder


Sumber Stres
Adanya anggapan bahwa pernikahan harus mempunyai anak, anggapan itu dirasakan
pasangan infertile, masalah pembiayaan yang cukup banyak, merasa tidak mampu
memenuhi harapan keluarga memiliki keturunan, saat menjelang menstruasi cemas dan
khawatir, anak membawa arti penting, jadwal hubungan sek yang disarankan dokter,
semua informan menyatakan hal yang sama, hubungan sek yang terganggu dan tidak
nyaman. kegundahan belum punya anak, persepsi sebagai perempuan kurang sempurna,
Semua partisipan menyampaikan hal yang sama, pengalaman menjalani pengobatan tiup
(HSG), rasa kesepiannya ketika sendirian, kesepiannya pada saat santai dirumah bersama
suami, rasa tidak nyaman pada saat ketemu teman atau keluarga yang menanyakan
tentang anak, ketika keguguran yang kedua. mengalami kekecewaan saat ditempat periksa
dirumah sakit. tekanan batin dengan orang tuanya sendiri kekhawatirannya terhadap
suami kalau suami cari istri lagi karena merasa dirinya mempunyai kekurangan fisik.
Psikologi perempuan infertilitas sekunder cenderung stress yang berkaitan langsung
dengan segala permasalahan, Pada penelitian ini muncul tiga tema, sumber stress,
dukungan sosial, strategi pemecahan masalah stress. Sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh (Hidayat, 2009), bahwa sumber stress bisa berupa stressor internal dan
stressor ekternal.
Masalah infertilitas sekunder, stress internal yang terjadi berkaitan tujuan
pernikahan, persepsi diri, harapan dan keinginan, program pengobatan yang menimbulkan
kecemasan,dirasakan oleh semua partisipan muncul karena adanya keinginan yang kuat
untuk manambah dan memiliki anak, masalah pembiayaan, persepsi diri sendiri tentang
infertilitas, peristiwa pengalaman hidup. sedangakn stress ekternal muncul karena adanya
34
tuntutan dari suami yang mengharapkan adanya keturunan dan anak terdahulu yang
menginginkan adik, lingkungan pergaulan saat bersosialisasi, persepsi diri sendiri.
Prawirohardjo, (2005), bahwa ketika seseorang memulai program pengobatan infertilitas
harus memiliki kemantapan secara emosional, memakan waktu lama dan menimbulkan
ketegangan, Sesuai dengan teori ini semua informan pada awal mulai mengikuti
pengobatan infertilitas merasa yakin pengobatan berhasil meskipun biayanya mahal,
sehingga muncul kecemasan menimbulkan ketegangan pikiran. Ketidak seimbangan
antara keinginan untuk memperoleh anak dan kemampuan yang dimiliki dapat
menimbulkan stress (Safarina dan Saputra, 2009).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infertilitas adalah masalah umum yang dapat mempengaruhi pria dan wanita serta
bisa menyebabkan permasalahan yang besar dalam keluarga.Istilah dan definisi yang saat
ini digunakan dalam perawatan kesuburan, infertilitas, dan reproduksi yang dibantu
secara medis dapat memiliki arti yang berbeda bergantung pada pengaturan,
penggunaannya dalam penelitian atau intervensi klinis, atau juga di antara populasi yang
beragam (Practice Nursing , 2007).

Menurut Mansjoer, et al (2001), infertilitas dibagi menjadi infertilitas primer dan


sekunder. Infertilitas primer adalah bila pasangan tersebut belum pernah mengalami
kehamilan sama sekali. Sedangkan infertilitas sekunder bila pasangan tersebut sudah
memiliki anak, kemudian memakai kontrasepsi namun setelah dilepas selama satu tahun
belum juga hamil.

Penyebab infertilitas pada wanita antara lain : penyakit ovarium polikistik


(PCOD); usia dan kesuburan; endometriosis; kerusakan tuba fallopi; gangguan
kromosom; gangguan prolactin; inadekuat fase luteal; menopause dini; dan penyebab
idiopatik. Sedangkan penyebab infertilitas pada pria antara lain : testikuler; pasca
testikuler; infeksi prostat, epididymis, atau testis dapat mempengaruhi fertilitas; bahan
kimia (rokok), obat-obatan (allupurinol, simetidin, nitrofurantoin, sulfasalazine, dan obat
kemoterapi) dan substansi lainnya yang mempengaruhi spermatogenesis disebut
35
gonadotoksin (misalnya penggunaan yang berat atas alcohol, mariyuana dan steroid
anabolik); serta masalah hubungan seksusal bertanggung jawab atas infertilitas pada
sekitar 5% pasangan yang meliputi ED, ejakulasi premature, waktu atau frekuensi
hubungan yang tidak baik, masturbasi yang berlebihan, dan perilaku seksual yang
menyimpang.

Tanda dan gejalanya infertilitas pada wanita diantaranya : menstruasi tidak teratur
atau tidak menstruasi; periode yang berat atau menyakitkan; tumbuh rambut yang tidak
diinginkan atau berlebihan; kehilangan libido dan fungsi seksual; bertambahnya berat
badan; sakit saat berhubungan seks; rambut tipis atau rontok; kekurangan vitamin D; dan
darah haid berwarna gelap atau pucat. Adapun tanda dan gejala infertilitas pada pria
antara lain : ketidakseimbangan hormone; disfungsi ereksi; masalah dengan ejakulasi;
perubahan testis; serta obesitas.

Infertilitas primer dan sekunder dapat dilakukan pemeriksaan dengan


melakukakan anamnesis; pemeriksaan fisik; pemeriksaan laboratorium; pemeriksaan
terhadap ovulasi; pemeriksaan terhadap saluran telur; serta pemeriksaan khusus
( Histeroskopi, Laparoskopi, Ultrasonografi, Uji pasca-senggama, dan Pemeriksaan
Hormonal).

Recurrent pregnancy loss (RPL) atau keguguran berulang bisa menjadi masalah
yang menantang dan rumit, yang didefinisikan sebagai dua atau lebih kehamilan klinis
yang gagal didiagnosis secara ultrasonografi atau histopatologi atau tiga keguguran
berturut-turut. Stress internal (masalah pembiayaan, persepsi diri sendiri tentang
infertilitas, peristiwa pengalaman hidup) dapat terjadi berkaitan dengan tujuan dari
pernikahan, persepsi diri, harapan dan keinginan, program pengobatan dari semua pasien
karena adanya keinginan yang kuat untuk manambah atau memiliki anak. Sedangkan
stress ekternal muncul karena adanya tuntutan dari suami yang mengharapkan adanya
keturunan atau dari anak terdahulunya yang menginginkan seorang adik, lingkungan
pergaulan saat bersosialisasi, serta persepsi dari diri sendiri.

3.2 Saran

Penulis mengharapkan para pembaca khususnya bagi rekan-rekan Universitas


Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan, agar dapat bermanfaat bagi kita, menambah ilmu

36
pengetahuan serta wawasan bagi kita agar lebih memahami lagi tentang kesehatan
reproduksi khususnya definisi dan penyebab infertilitas primer dan sekunder.
Selain itu mahasiswa keperawatan dan perawat dapat terus berupaya untuk
memahami konsep dasar kesehatan reproduksi khususnya definisi dan penyebab
infertilitas primer dan sekunder serta terus berupaya meningkatkan pengetahuan dan
kompetensi serta mengikuti perkembangan teknologi dalam memberikan pelayanan
keperawatan klien dengan masalah Kesehatan reproduksi sehingga dapat memberikan
pelayanan terbaik dan efektif.

Daftar Pustaka

37
Ashok Agarwal, A., Mulgund, A., Hamada, A., &Chyatte, M.R. (2015). A unique view on
male infertility around the globe. Reproductive Biology and Endocrinology, DOI
10.1186/s12958-015-0032-1,1-9.

Baziad, A., Prabowo, P., (2011). Ilmu Kandugan : Edisi Ketiga. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Black, J.M & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan, Ed.8-Buku 2. Singapore : Elsevier.

Bobak, I.M. Lowdermilk, D.L. Jensen, M.D. (2005). Maternity nursing (4th ed). (Wijayarini,
M.A &Anugrah, P.I., Penerjemah) California: CV. Mosby (sumber asli diterbitkan
tahun 1995).
Cooper, M. (2007). Female infertilityb: Pathophysiology.Practice Nursing in Women’s
Health Clinic, 18,(12), 611-614.

Fernando Zegers-Hochschild, F.Z.,Adamson,D.G., Dyer, S., Racowsky, C.,Mouzon, J.,


Sokol, R., et al. (2017). The International Glossary onInfertility and Fertility Care,
2017. The American Society for Reproductive Medicine (ASRM), 108(03), 393-406.

Gnoth, C., Godehardt, E., Herrmann, P.F., Friol, K., Tigges, J., &Freundl, G. (2005).
Definition and prevalence of subfertility and infertility. Human Reproduction, 20(5),
1144–1147.

Gurunath, S., Pandian, Z., Anderson, R.A., & Bhattacharya, S. (2011). Defining infertility—a
systematicreview of prevalence studies. Human Reproduction Update, 17, (5), 575–
588.

Leifer, G. (2012). Maternity Nursing: An Introductory Text (Eleventh ed). St Louis, Missouri.
Elseveir Inc.
Liwellyn & Jones. 2001. Dasar-dasar obstetric dan Ginekologi. Hypocrates, Jakarta.
May, A.K., &Mahlmeister, M. (2004). Maternal & newborn nursing. Philadelphia:
Lippincott.
Nascimento, R., Boas, H, V., (2013). Obstetrics and Gynecology Advances : Infertility :
Genetic Factor, Treatment risks and benefits, Social and Psychological Consequences.
New York : Nova Science Publishers
Padubidri, V., & Daftary, S. N. (2002). Howkins & Bourne Shaw’s Texbook Of Gynaecology
(16 th Edit). Elsevier.
38
Pilliteri, A. (2010). Maternal & child health nursing: Care of the childbearing and
childrearing family. 4th ed. Philadelphia: Lippincott.
Potter, P.A & Perry, A.G. ( 2010). Fundamental of Nursing, 7th Edition. Jakarta : Salemba
Medika.

Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine. (2019). Definitions
of infertility and recurrentpregnancy loss: a committee opinion. American Society for
Reproductive Medicine, 113 (3), 533-534.

Prairohardjo S & Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka

Reeder, S.J., Martin, L.L., & Griffin, K.D. (1999). Maternity nursing: Family, newborn &
women’s health . 8th ed. Philadelphia: Lippincott.

Robert L B. 2010. Female Infertility; Reproductive Endocrinology 7th Edition.

Schuiling, & Likis, F. E. (2016). Women’s Gynecologic health. Jones & Bartlett Publishers.
Shoupe, D. (2017). Handbook of Gynecology. Switzerland: Springer.
Smeltzer, et al. (2010). Medical Surgical Nursing. Wolters Kluwer

39

Anda mungkin juga menyukai