Anda di halaman 1dari 11

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum

Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang


Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Pemerintah Terhadap Putusan


Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum Administrasi
Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)

Sayed Faisal

Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana


Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
E-mail: sayedfaisal@gmail.com

Abstract
Perbuatan Melawan Hukum(PMH) merupakan suatu perbuatan yang sangat kuno diatur dalam Pasal 1365 kitab Undang-
Undang Hukum Acara peradat (KUHPerdata) lazim terjadi didalam kehidupan baik itu dilakukan oleh perorangan maupun
badan hukum bahkan oleh pemerintahan sendiri yang dikendalikanoleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dengan
cara-cara tidak melakukan perintah Undang-Undang ataupun dengan cara mengabaikan tanggungjawab yang melekat pada
suatu jabatan pemerintahan. Didalam sebuah kasus yang sedang diteliti dalam penulisan ini yaitu perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor: 968.K/PDT/1990 dengan cara tidak
melaksanakan isi putusan a quo bahkan setelah melakukan upaya-upaya perlawanan guna untuk mengulur-ngulur waktu yang
menimbulkan kerugian bagi orang lain, untuk itu penulis tertarik meneliti; Pengaturan hukum terhadap perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh pemerintah, Pertanggungjawaban seorang kepala daerah terhadap perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh pemerintahannya dikaitkan dengan Putusan Perkara Nomor: 968.K/PDT/1990, Langkah administratif
hukum untuk melakukan eksekusi putusan yang sudah incraht pada sebuah objek yang dikuasai oleh pemerintah.Penelitian
yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang diambil dari data sekunder
dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil
penelitian dipahami bahwa pengaturan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dapat dimintakan
pertanggungjawaban sebagaimana subjek hukum lainnya, bahwa terhadap ebuah putusan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap (iIncracht) dapat diajukan permohonan sita Eksekusi maupun sita Jaminan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

Kata Kunci:
Perbuatan melawan Hukum, Pemerintah, Putusan Incracht

How to cite:
Faisal,S.,(2020), “Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990). Vol 1(2),100-
110.

A. Pendahuluan
Itikad baik dapat diartikansebagai jujur atau kejujuran.Adapun dalam Hukum Perdata kita tidak
diterangkan secara jelas tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan itikad baik tersebut. Masalah
itikad baik lebih berkaitan erat dengan tata kehidupan masyarakat, artinya menyangkut kesadaran
hukum masyarakat yang memerlukan pembinaan dan pengaturan (Djaja S. Meliala, 1987: 1).
Sebagaimana terjadi dalam sejarah politik ketatanegaraan di Indonesia, bahwa reformasi telah
membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai bidang kehidupan bangsa Indonesia. Perubahan
tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah dilakukan untuk mewujudkan tatanan yang
lebih demokratis, antara lain: melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang
selama ini dinilai kurang relevan dengan tuntutan reformasi.Oleh sebab itu, sesuai pembagian urusan
pemerintahan. maka yang menjadi kewenangan daerah di antaranya meliputi urusan yang bersifat
wajib dan urusan pilihan. Urusan yang bersifat wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan
dengan pelayanan dasar seperti: pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal,
prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan
potensi unggulan dan kekhasan daerah.
100
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah yang dimaksud


Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah, sehingga urusan pemerintahan tersebut dilakukan oleh
Pemerintah. Namun dalam prakteknya dikenal pula istilah penguasa, yang secara harfiah memiliki arti
orang yang berkuasa (untuk menyelenggarakan sesuatu, memerintah, dan sebagainya) atau pemegang
kekuasaan. Penguasa sebagai badan hukum publik memiliki 2 (dua) jenis tugaskewajiban, yaknitugas
kewajiban yang tertentu dalam bidang hukum publik dan tugas yang bersifat hukum privat. Ciri-ciri
dari hukum publik adalah turut campurnya atau kepeduliannya pemerintah dalam suatu segi kehidupan
dalam masyarakat. Hukum Publik itu merupakan pengaturan hal-hal atau keadaan-keadaan yang
berada dalam suasana budaya politik yang mendorong agar kegiatan pemerintahan itu dituangkan
dalam bentuk peraturan-peraturan. Dengan kata lain tiap peraturan hukum publik selalumengenai
hubungan hukum yang timbul atau dapat timbul sebagai akibat dari turut campurnya atau kepedulian
pemerintah dalam suatu bidang kehidupan masyarakat. Sedangkan pada hukum privat/hukum perdata,
khususnya hukum perjanjian itu mengandung tiga macam asas, yaitu:
1. asas otonomi (kebebasan dari pihak-pihak untuk mengadakanatau tidak
mengadakanhubungan serta kebebasan untuk menentukan bentuknya;
2. asas kepercayaan, dan
3. asas sebab dan musabab, di mana perjanjian itu merupakan suatu sarana untuk mencapai
suatu tujuan (Indroharto, 1995: 15-16)
Dalam menjalankan tugasnya yang bersifat hukum privat, penguasa telah ikut serta dalam pergaulan
masyarakat seperti badan-badanhukum lainnya. Kemudian apa saja yang dilakukan oleh pemerintah
dengan hukum publik dan hukum perdata, yakni dengan kemungkinan-kemungkinan yang diberikan
oleh kedua bidang hukum tersebut serta dengan perangkat/aparat pemerintahan yang dimilikinya
urusan pemerintahan ini yang menjadi tugasnya dilaksanakan oleh pemerintah, Dalam kehidupan
bermasyarakat ternyata pemerintah itu menduduki posisi yang sangat khusus dan unik, kalau tidak
dikatakan sangat istimewa. Posisinya tersebut bersifat regional dan prinsipal. Karena kedudukannya
yangistimewa tersebut mengakibatkan masalah pertanggunganjawab pemerintah atas tindakan-
tindakan yang dilakukannya dalam melaksanakan tugas pemerintahannya semakin rumit dan pelik.
Hal ini terlihat pada perkembangan yurisprudensi perkara-perkara perbuatan melawan hukum oleh
penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) maupun dalam kehidupan sehari-hari
(M.A.MoegniDjojodirdjo,1979: 184).
Pemerintah pada asasnya sangat bebas (memiliki diskresi) melaksanakantugas-tugas baik
dalam bidang pembuatan peraturan, melaksanakan peradilan maupun pemerintahan, demikian pula
mengenai cara-cara yang dapat ditempuh dalam melaksanakan kebijakan urusan pemerintahan. Karena
negara Indonesia telah menyatakan dirinya sebagai negara yang berdasarkan hukum (negara hukum),
maka dalam melaksanakan urusan pemerintahan itu juga menganut asas legalitas. Akan tetapi terdapat
hal prinsipil, di mana pemerintah dalam segala tindakannya selalu dilakukan demi kepentingan ini.
Karenanya pemerintah itu kadangkala harus boleh (atau justru dilarang) melakukan hal-hal yang
dalam keadaan yang sama dilarang bagi orang lain. Bahkan sampai kepada suatu tingkat tertentu
pemerintah itu boleh melakukan penilaian terhadap kepentingan orang lain dan atas dasar hasil
penilaiannya tersebut melakukan tindakan-tindakan pemerintahan yang dianggap perlu. Sebagian dari
kebebasan-kebebasan itu memang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam hal tidak
diatur pun prinsip tersebut juga berlaku.
Istilah perbuatan melawan hukum lebih dikenal dalam lingkungan hukum perdata sebagai
tertuang dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan perbuatan melanggarhukum adalah
perbuatanyang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa atau
dikenal dengan "onrechtmatige overheidsdaad" di era Otonomi Daerah dapat diartikansecara luas.
Sebagaimana diketahui, bahwa perbuatan melawan hukum sejak tahun 1919. mencakup salah satu dari
perbuatan-perbuatan sebagai berikut: (Munir Fuady, 2002: 6)
1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak oranglain;
2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;
3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan;
101
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan


masyarakat yang baik.
Adanya perbuatan melawan hukum dari penguasa, maka korban menjadi pihak yang akan
mendapatkan ganti rugi (kompensasi) dari pelaku (penguasa). Dan karena menyangkut dengan ganti
rugi yang bersifat perdata, hak-hak dari korban tersebut merupakan hal yang dapat diwariskan, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dalam suatu kasus terdapat perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah akan tetapi pihak yang dirugikan tidak dapat berbuat apa-apa karena yang
menjadi pemegang kekuasaan adalah pemerintah sebagaimana tertuang dalam putusan perkara Nomor:
968.K/PDT/1990 yang hingga sampai saat ini belum menadapatkan kepastian walaupun telah
berulangkali menempuh jalur pengadilan. Pasal 1365 KUHPerdata tidak membeda-bedakan korban
yang menderita kerugian karena adanyaperbuatan melawan hukum penguasa. Asalkan saja kerugian
yang diderita korban terkait dengan hubungan sebab akibat (causaliteit) dengan perbuatan yang
dilakukan, baik hubungan sebab akibat yang faktual (sine qua non) maupun sebab akibat kira-kira
(proximate cause) (Munir Fuady, 2002: 79).
Pada dasarnya kerugian yang timbul dari adanya perbuatan melawan hukum harusdiganti
olehorang-orangyang dibebankan oleh hukum untuk menggantinya.Dalam KUHPerdata, kerugian dan
ganti rugi dalam hubungannya dengan perbuatan melawan hukum dengan 2 (dua) pendekatan, yakni
ganti rugi umum (Pasal 1243 KUHPerdata), dan ganti rugi khusus (Pasal 1365 KUHPerdata). Namun
demikian dalam hal KUHPerdata tidak dengan tegas atau bahkan tidak mengatur secara rinci tentang
ganti rugi tertentu, atau tentang salah satu aspek dari ganti rugi, maka hakim mempunyai kebebasan
untuk menerapkan ganti rugi tersebut sesuai dengan asas kepatutan, sejauh hal tersebut memang
dimintakan oleh pihak penggugat. Justifikasi terhadapkebebasan hakimini adalah karena penafsiran
kata rugi, biayanya dan bunga tersebut sangat luas dan dapat mencakup hampir segala hal yang
bersangkutan dengan ganti rugi. Permasalahannya, tidak adanya batasan jumlah tuntutan dari korban
yang menderita kerugianakibat perbuatan melawan hukum penguasadalam era Otonomi Daerah, serta
pejabat yang bersangkutan atau pemerintah daerah yang akan membiayai kerugian tersebut belum
jelas.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapatlah dtentukan judul penelitian ini adalah
“Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Putusan Nomor:
968.K/PDT/1990)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditari pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah ditinjau dari hukum administrasi negara?
2. Bagaimana pertanggungjawaban seorang kepala daerah terhadap perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh pemerintahannya dikaitkan dengan Putusan Perkara
Nomor:968.K/PDT/1990?
3. Bagaimana langkah administratif hukum untuk melakukan eksekusi putusan yang sudah
incraht pada sebuah objek yang dikuasai oleh pemerintah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh pemerintah ditinjau dari hukum administrasi Negara
2. Untuk megetahui pertanggungjawaban seorang kepala daerah terhadap perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh pemerintahannya dikaitkan dengan Putusan Perkara
Nomor:968.K/PDT/1990
3. Untuk mengetahui Langkah administratif hukum untuk melakukan eksekusi putusan yang
sudah incraht pada sebuah objek yang dikuasai oleh pemerintah.
D. Metode Penelitian
102
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum normatif bisa disebut juga dengan penelitian hukum doctrinalyaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data primer dan disebut juga penelitian hukum
kepustakaan (library Research). Jonny Ibrahim menyimpulkan bahwa, penelitian hukum normative
adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan
hukum dari sisi normatifnya saja (Johnny Ibrahim. 2006: 57).
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah adalah dengan melakukan pendekatan hasil kajian empiris teoritik dengan
melihat berbagai pendapat para ahli, penulis dan kajian-kajian terhadap peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum terhadap Putusan Pengadilan.
E. Pembahasan
1. Pengaturan Hukum Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh
Pemerintah Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebenarnya sudah dikenal sejak menusia mengenal Hukum
dan telah dimuat dalam Kitab Hukumtertua yang pernah dikenal sejarah yaitu Kitab Hukum
Hammurabi (dibuat lebih dari empat ribu tahun yang lalu). Dalam kitab tersebut diatur mengenai
akibat hukum sesorang yang melakukan perbuatan tertentu yang sebenarnya tergolong dalam
perbuatan melawan hukum (Munir Fuady, 2002: 65).
Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut”. Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur perbuatan
melawan hukum (PMH) sebagai berikut:
a. ada perbuatan melawan hukum;
b. ada kesalahan;
c. ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;
d. ada kerugian
Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang
melanggar/melawan hukum.Dulu, pengertian melanggar hukum ditafsirkan sempit, yakni hanya
hukum tertulis saja, yaitu undang-undang. Jadi seseorang atau badan hukum hanya bisa digugat kalau
dia melanggar hukum tertulis (undang-undang) saja.Tapi sejak tahun 1919, ada putusan Mahkamah
Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919), yang kemudian telah
memperluas pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada undang-undang (hukum tertulis
saja) tapi juga hukum yang tidak tertulis.
Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan.Kesengajaan
maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya itu akan
merugikan orang lain.SedangkanKealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya
dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain (Munir
Fuady. 2002: 73) Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi jadi 2 (dua)
yaitu Materil dan Imateril.Materil misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan,
ongkos barang, biaya-biaya, dan lain-lain.Imateril misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit,
dan kehilangan semagat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang. Jadi berdasarkan
uraian di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsurperbuatan melawan hukum(PMH)bisa dibagi
menjadi 4 unsur; Pertama: unsur adanya perbuatan yang melawan hukum, Kedua: unsur adanya
kesalahan Ketiga: Unsur adanya hubungan kausalitas, dan Keempat: unsur adanya kerugian.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan Paragraf kelima dijelaskan:“Warga Masyarakat juga dapat mengajukan gugatan
terhadap Keputusan dan/atau tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada Peradilan Tata
Usaha Negara, karena Undang-Undang ini merupakan hukum materiil dari sistem Peradilan Tata
Usaha Negara”. Kemudian jika dicermati dalam Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,
103
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

didapati bahwa Tindakan Faktual (Feitelijk Handelingen) juga termasuk dalam definisi KTUN dalam
Undang-Undang PERATUN (Perluasan). Jika memang Tindakan Faktual / Konkret ini dapat diadili di
Peradilan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan pertimbangan Arrest HR tanggal 31 Januari 1919 kemudian diambil kriteria untuk
menentukan suatu perbuatan bersifat bertentangan dengan hukum pada umumnya adalah sebagai
berikut: (Akhmad Budi CahyonodanSurini Ahlan Sjarif, 2008: 122-123)
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Dari uaraian diatas nampaknya ada pergeseran paradigma dalam Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan ini yang menghendaki setiap tindakan administrasi pemerintah baik berupa KTUN
tertulis maupun tindakan faktual merupakan Tindakan Adminstrasi (Administrative action). Oleh
karena itu kesimpulan yang dapat diambil adalah semestinya gugatan Onrechtmatig overheidsdaad
(OOD) atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh penguasa ini diajukan kepada PTUN, tidak lagi
kepada hakim Perdata. Bahkan semestinya segala sengketa OOD / PMH oleh Penguasa di Peradilan
Umum (hakim perdata) yang belum diperiksa Harus Dialihkan kepada PTUN berdasarkan Pasal 87
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Meskipun telah terdapat Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, namun jika terdapat perbuatan pemerintah yang melanggar hak orang
lain dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam bentuk gugatan perbuatan melawan hukum
melalui Pengadilan Negeri. Sesuai dengan sejarah perkembangan Onrechtmatige Overheidsdaad yang
telah disebutkan sebelumnya. Kewenangan hakim perdata sebagai hakim umum tentang gugatan ganti
rugi ini memang tidak pernah dihapus dengan berlakunya Undang-Undang tentang Peradilan Tata
Usaha Negara tersebut (Indroharto, 2004: 50).
Perbuatan melawan hukum dalam gugatan pelaksanaan lelang Keberadaan lelang sebagai fungsi
publik maupun privat sangat dibutuhkan. Pelaksanan lelang sendiri berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 telah memberikan kewenangan kepada KPKNLdalam
melaksanakan yang sangat luas termasuk diantaranya lelang eksekusi. Dalam pelaksanaan lelang
khususnya lelang eksekusi, potensi gugatan sangat tinggi. Total gugatan yang masuk ke
DJKN/KPKNL (berdasarkan Buletin Media Kekayaan Negara Edisi No.14 Tahun IV/2013) adalah
2.458 dan 1.500 lebih adalah gugatan dari lelang eksekusi Pasal 6 Hak Tanggungan.
Gugatan/Bantahan itu tersendiri diajukan sebelum pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Gugatan
sebelum pelaksanaan lelang dimaksudkan oleh penggugat untuk menunda pelaksanaan lelang.
Gugatan/bantahan pasca lelang sangat beragam motif yang melatarbelakanginya. Gugatan
secara umum muncul ketika terjadi ketidakpuasan seseorang. Sebagai Negara hukum/rechtstaat, setiap
warga Negara yang merasa hak-haknya terlanggar, berhak untuk mengajukan gugatan/bantahan
kepada pengadilan sebagai saluran haknya yang terlanggar. Gugatan terhadap pelaksanaan lelang
sebagian besar karena perbuatan melawan hukum (PMH). Dalam banyak kasus gugatan terhadap
pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum penggugat adalah perbuatan melawan hukum (PMH).
Tuntutan/petitum yang diajukan oleh penggugat dalam gugatannya pada intinya adalah gugatan
perbuatan melawan hukum (PMH). Menurut Wirjono Prodjodikoro, perbuatan melawan hukum adalah
tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara
langsung melanggar kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun yang secara tidak langsung juga
melanggar hukum.
Jika gugatan perbuatan melawan hukum berhubungan dengan perbuatan yang tidak langsung
menyatakan pelelangan sebagai perbuatan melawan hukum, maka petitum dan amar putusan lebih
dulu menyatakan perbuatan tersebut, misalnya pengikatan, penyitaan, perjanjian kredit, jumlah hutang,
sebagai perbuatan melawan hukum, kemudian baru menyatakan pelelangan sebagai perbuatan
melawan hukum, karena merupakan tindak lanjut dari perbuatan-perbuatan yang sebelumnya, yang
telah dinyatakan cacat hukum. Dalam lelang eksekusi, penjual tidak langsung sebagai pemilik barang,
tetapi dilakukan oleh kareda adanya kuasa undang-undang dalam hal ini Pengadilan Negeri atau
Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) atau bank kreditor. Kuasa tersebut diberikanberdasarkan
Undang-undang, bukan berdasarkan kesukarelaan pemilik barang, karenanya penjualan lelang bukan
104
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

kesukarelaan pemilik barang, sehigga seringkali timbul gugatan dari pemilik barang, baik oleh debitor
pemilik barang maupun pihak lain.
2. Pertanggungjawaban Seorang Kepala Daerah Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Yang
Dilakukan Oleh Pemerintahannya Dikaitkan Dengan Putusan Perkara
Nomor:968.K/Pdt/1990
Putusan Kasasi adalah putusan pengadilan pada tingkat akhir yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung. Salah satu perbedaan antara Putusan Kasasi dengan putusan pada tingkat pertama
(Pengadilan Negeri) dan tingkat Banding (Pengadilan Tinggi) adalah saat diperolehnya status
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pada putusan tingkat pertama dan tingkat banding
terdapat rentang waktu sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Rentang waktu tersebut
dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berperkara untuk melakukan upaya hukum biasa (Banding dan
Kasasi) apabila merasa keberatan dengan isi putusan.
Keistimewaan dari putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah diperbolehkannya
pelaksanaan eksekusi sekalipun ada upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) dari pihak yang
berperkara,sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung yang menyatakan “Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan”.
Dengan dikeluarkannya putusan berkekuatan hukum tetap, maka para pihak diwajibkan untuk
mematuhi dan melaksanakannya. Apabila Pemerintah Kbupaten/Provinsi tidak memenuhi isi putusan
tersebut, maka pihak yang menang dapat memohonkan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar putusan
dapat dilaksanakan. Atas dasar permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri (melalui Ketua Majelis
Hakim yang memeriksa perkara a quo) memanggil Pemerintah provinsi dan memperingatinya agar
memenuhi isi putusan dalam tempo yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, selama-lamanya 8
(delapan) hari setelah peringatan tersebut disampaikan kepada Pemerintah provinsi/Pemerintah
provinsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 196 Herziene Inlandsch Reglement(HIR)/Reglement
Indonesia yang Diperbaharui, yang menyebutkan “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai
memenuhi isi keputusan itu dengan baik, maka pihak yang menang memasukkan permintaan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang dimaksud ayat pertama Pasal 195, baik dengan lisan maupun
dengantulisan agar menjalankan keputusan tersebut. Maka ketua menyuruh memanggil pihak yang
dikalahkan itu serta memperingatkan supaya memenuhi keputusan itu dalam tempo yang ditentukan
olehketua selama-lamanya delapan hari.”
Memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut
dalam perkara:
a. PEMERINTAH RI. Cq. MENTERI DALAM NEGERI Cq. GUBERNUR KDH TK. I
PROVINSI SUMATERA UTARA. Cq WALIKOTAMADYA MEDAN, Cq. KEPALA
KUP KOTAMADYA DATI II MEDAN, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya M. Hudri
Lubis Pegawai KUP Dati II Medan
b. PEMERINTAH RI. Cq. MENTERI DALAM NEGERI Cq.GUBERNUR KDH TK. I
PROVINSI SUMATERA UTARA, Cq. PERUSAHAAN DAERAH ANEKA INDUSTRI
DAN JASA, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Sanwani Nasution, SH. Penasehat
Hukum Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa beralamat di Jl. Putri Merak Jingga,
No. 3 Medan
c. PEMERINTAH RI. Cq. MENTERI DALAM NEGERI Cq. GUBERNUR KDH TK. I
PROVINSI SUMATERA UTARA. Cq WALIKOTAMADYA MEDAN, dalam hal ini
diwakili oleh kuasanya Amirsyah. Dj. bertempat tinggal di Medan Jl. Candi Borobudur
No. 4
d. PEMERINTAH RI. Cq. MENTERI DALAM NEGERI Cq. GUBERNUR KDH TK. I
PROVINSI SUMATERA UTARA, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Abdul Azis, SH.
Pengacara/Penasehat Hukum beralamat di Jl. A. Abdul Rachman sjihab No. 5 D Medan

105
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

;Pemohon kasasi I s/d IV dahulu Tergugat I s/d IV/turut terbandingI s/d III dan
Tergugat/pembanding/juga sebagai termohon kasasi dan turut termohon kasasi
Melawan:
HASAN CHANDRA dahulu SHU CHING HO, pekerjaan dagang merk “PT. PD
INDRABANA” bertempat tinggal di Jl. A. Yani No. 107 B Medan, dalam hal ini diwakili
olehkuasanya Ny. Ida Mahadi, SH. Pengacara/penasehat Hukum beralamat di Jl. Jenderal
Sudirman No. 40 Medan ;Termohon kasasi dahulu Penggugat/pembanding –terbanding juga
sebagai pemohon kasasi V dan PEMERINTAH RI. Cq. MENTERI DALAM NEGERI Cq.
GUBERNUR KDHTK. I PROVINSI SUMATERA UTARA. Cq. PERUSAHAAN DAERAH
ANEKA INDUSTRI DAN JASA Cq. PANITIA PELELANGAN IDLE ASSET
PERUSAHAAN DAERAH ANEKA INDUSTRI DAN JASA PROVINSI DATI I
SUMATERA UTARA, dalam hal ini diwakili oleh ketuanya P. Hasibuan, SH. ;Turut
termohonkasasi dahulu Tergugat V –turut terbanding IV.
Bahwa berdasarkan alasan-alasan maka Penggugatasli menuntut agar supaya Pengadilan
Negeri Medan memberikan putusan sebagai berikut:
Dalam provisi:
a. Menyatakan tindakan TergugatI, II, III, IV, dan V adalah perbuatan melawan hukum ;
b. Menyatakan surat TergugatI tanggal 21 Agustus 1987 No. 539/14886 batal demi hukum ;
c. Memerintahkan Tergugat III untuk mencabut/cq membatalkan surat Keputusan tanggal 29
September 1987 No. 359/24/KUP/1987 tersebut, setidak-tidaknya menyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum ;
d. Bahwa untuk selanjutnya di mohon agar Pengadilan Negeri memberikan putusan dalam
pokok perkara dengan keputusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoarbaar bij
voorraad)
Primair:
a. Mempertahankan putusan provisionil tersebut ;
b. Menyatakan bahwa Sita jaminan yang diletakkan syah dan berharga ;
c. Menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan TergugatI, II, III, IV, dan V adalah melanggar
hukum (onrechtmatigedaad)
d. Menghukum Tergugat-TergugatI, II, III,IV, dan V membayar secara tanggung renteng
kepada Penggugatuang sebesar Rp. 189.850.000,-(seratus depalan puluh sembilan ratus
juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah) ditambah bunga 2 % setiap bulan terhitung
tanggal gugatan hingga pembayaran lunas ;
e. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membatalkan surat-suratnya ataupun mencabutnya.
Mengadili:
a. Menolak permohonan kasasi
b. Memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 16 Maret 1989
No.486/PDT/1988/PT.MDN. yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan
tanggal 26 Maret 1988 No.294/pdt.G/1987/PN.Mdn. sepanjang mengenai amar putusan
tentang ganti rugi sehingga berbunyi dan harus dibaca sebagai berikut :
c. Menghukum Tergugat-Tergugatsecara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada
Penggugat uang yang jumlahnya disesuaikan dengan kerugian yang nyata serta menurut
keadaan setempat yang ditentukan oleh sebuah Panitia yang dibentuk oleh Ketua
Pengadilan Negeri dengan diketuaioleh seorang Hakim Pengadilan Negeri dan Panitera
sebagai sekretarisnya dangan komposisi anggota barjumlah bilangan ganjil yang terdiri
dari pegawai Instansi Pajak Bumi dan Bangunan 1 (satu) orang serta dari pihak Penggugat
asli dan Tergugat asli masing-masing 1 (satu) orang
d. Menghukum pemohon-pemohon kasasi akan membayar biaya perkara dalam tingkat
kasasi ini yang ditetapkan sebanyak Rp. 20.000,-(dua puluh ribu rupiah).
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari: Jum'at
tanggal 9 September 1994 dengan M. Djaelani, S.H. Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua,
R. Mochamad Iman, S.H. dan Palti Radja Siregar, S.H. sebagai Hakim-Hakim Anggota, dan
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari: Rabu tanggal 14 September 1994 oleh Ketua
106
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

tersebut dengan dihadiri oleh R. Mochamad Iman, S.H. dan Palti Radja siregar, Hakim-Hakim
Anggota, dan Sulem Mahdy, PaniteraPengganti dengan tidak dihadiri olah kedua belah pihak.
Bahwa Setelah perkaratersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk
dijalankanberdasarkan putusan MARI tanggal 14 september 1994 Nomor: 968.K/Pdt/1990 Jo. Putusan
Pengadilan Tinggi Medantanggal 18 maret 1989 Nomor: 486/Pdt./1988/PT.-Mdn Jo. Putusan
Pengadilan Negeri Medan Tanggal 26 Maret 1988Nomor: 294/Pdt.G/1987/Pn-Mdn, oleh ketua
Pengadilan Negeri Medan telah menerbitkan penetapan untuk proses eksekusi dengan penetapan
Anmanningtanggal 16 september 2004 Nomor: 61/Eks/2004/294/Pdt.G/1987/Pn-Mdn terhadap
Termohon eksekusi dahulu Tergugat I sampai IV dan terhadap teguran dimaksud telah dilaksanakan
sebagai tercantum dalam berita acara peneguran Nomor: 61/Eks/2004/294/Pdt.G/1987/Pn-Mdn
tertanggal 22 Desember 2004.
Bahwa Untuk membentuk panitia yang akan melaksanakan penaksiran ganti rugi yang akan
dibebankan kepada Tergugat-Tergugat oleh Pengadilan Negeri Medan denga suratnya tanggal 12
Agustus 2005 Jo. Tanggal 13 Desmber 2005 telahmeminta kepada Termohon Eksekusi agar dapat
mengirimkan 1 (satu) orang dari instansi masing-masing untuk didudukkan sebagai anggota panitia
dimaksud. Bahwa setelah para perwakilan Termohon Eksekusi hadir dan duduk mewakili
masingmasing instansi sesuai dengan daftar hadirnya, selanjutnya oleh ketua pengadilan negeri dengan
penetapannya tanggal 30 Nopember 2006 Nomor: 61/Eks/2004/294/Pdt.G/1987/Pn-Mdn telah
membentuk sebuah panitia penaksiran denga susunan anggota sebagaimana yang dihunjuk sebagai
perwakilannya masing-masing untuk menentukan jumlah ganti rugi yang akan dibayarkah kepada
Pemohon Eksekusi.
Bahwa sesuai dengan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan tanggal 30 Nopember 2006
Nomor: 61/Eks/2004/294/Pdt.G/1987/Pn-Mdnoleh Pengadilan Negeri Medandengan suratnya masing-
masing tanggal 11 Desember 2006, tanggal 20 Desember 2006, tanggal 2 januari 2007 dan tanggal 5
Januari 2007 meminta agar Termohon Eksekusi untuk hadir dalam pelaksanaan eksekusi dimaksud.
Bahwa walaupun surat demi surat baik surat-surat dari ketua Pengadilan Negeri Medan maupun surat
dari bapak Menteri Dalam Negeri RI yang meminta agar Tergugat-Tergugat supaya melaksanakan isi
bunyi penetapan pengadilan negeri tersebut, namun Tergugat-Tergugat tidak bersedia mentaati isi
penetapan dimaksud, kemudian meminta pendapat hukum/Legal Opinionkepada bapak kepala
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Bahwa atas Permohonan Gubernur Sumatera Utara selaku Tergugat I dalam perkara a quo,
oleh bapak ketua kejaksaan tinggi sumatera utara telah memberi Legal Opinion/pandapat hukum
sebagaiman isi suratnya tanggal 10 Februari 2009 Nnomor: B.471/N26/GP.2/02/2009 agar supaya
para Tergugat mengajukan perkara Perlawanan untuk membatalkan Penetapan Eksekusi ketua
Pengadilan Negeri Medan Nomor:61/Eks/2004/294/Pdt.G/1987/Pn-Mdn tanggal 11 Januari 2007
dalam menjadikan Penggugat ic. Ahli waris Hasan Chandra dalam perkara a quo sebagai Terlawan.
3. Langkah Administratif Hukum Untuk Melakukan Eksekusi Putusan Yang Sudah Incraht
Pada Sebuah Objek Yang Dikuasai Oleh Pemerintah
Perlu digarisbawahi bahwa dengan adanya jaminan yang telah dilaksanakan terlebih dahulu,
maka tahap sita eksekusi menurut hukum dengan sendirinya dikecualikan dan dihapuskan. Hal ini
karena pada saat situasi jaminan, tidak diperlukan lagi tahap sita eksekusi sebabnya otomatis berubah
menjadi sita eksekusi pada saat perkara yang mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap (M.
Yahya Harahap, 2012: 68-69).
Eksekusi berasal dari kata “executie”, yang artinya melaksanakan putusan hakim (ten uitvoer
legging van vonnissen). Di mana maksud eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan
pengadilan dengan bantuan kekuatan umum guna menjalankan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (M. Yahya Harahap, 2007: 73). Dalam pengertian yang lain,
eksekusi putusan perdata berarti menjalankan putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia
melaksanakan secara sukarela (Wildan Suyuthi. 2005: 57). Menurut Subekti, istilah eksekusi dialihkan
dengan istilah “pelaksanaan” putusan (Subekti. 1977: 103).
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 195 ayat (6) HIR (pasal 258 ayat (6) R.Bg, pasal 378 Rv),
dimungkinkan pihak ketiga atau pihak lawan mengajukan Derden Verzet(perlawanan) terhadap
107
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetapTerhadap penyitaan yang dilakukan berdasarkan
putusan hakim, pihak ketiga dapat melakukan perlawanan terhadap penyitaan itu apabila ternyata
barang yang disita itu adalah miliknya dan ia dapatmembuktikan hak miliknya tersebut (Abdulkadir
Muhammad, 1990: 228-229). Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam
wilayah hukumnya terjadi penyitaan itu, baik secara lisan maupun secara tulisan. Perlawanan tersebut
akan diperiksa terlebih dahulu oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk diputuskan, setelah
mendengar kedua belah pihak yang berperkara itu. Perlawanan sebagaimana yang dimaksud tidaklah
menghalangi dilakukannya pelelangan atas barang sitaan itu, kecuali jika ketua Pengadilan Negeri
yang bersangkutan memerintahkan supaya menangguhkan pelelangan itu sampai dijatuhkannya
putusan tentang perlawanan yang bersangkutan, sebagaimana dalam pasal 196 ayat (6),pasal 207,
pasal 208 HIR dan pasal 206 ayat (6) , pasal 226, pasal 227, pasal 228 R.Bg.
Bantahan mengenai pokok perkara yang telah diputuskan dalam putusan hakim tidak dapat
digunakan untuk melawan sita eksekutorial (Sudikno Mertokusumo, 1998: 250). HIR kiranya tidak
mengatur mengenai perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir dan sita revindicatoir, dimana
perlawanan terhadap eksekusi riil juga tidak diatur, sekalipunbegitu perlawanan sedemikian tersebut
dalam prakteknya tetap dapat diajukan (Supomo, 1985: 195). Dalam praktek menurutyurisprundensi
Mahkamah Agung tanggal 31 November 1962 No. 306 K/Sip/1962 dalam perkara CV. Sallas dkk.
melawan PT. Indonesian Far Eastern Pasific Line, dinyatakan bahwa meskipun mengenai perlawanan
terhadap sita conservatoirtidak diatur secara khusus dalam HIR, menurut yurisprundensi perlawanan
yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita
conservatoir, walaupun belum disahkan (van waarde verklaard).
Adapun proses pemulihan yang demikian terhadap pihak ketiga sebagai pemenang lelang,
dikatakan dalam salah satu putusan Mahkamah Agung No. 323K/Sip/1968 yang pada pokoknya
mengatakan bahwa pemulihan kembali terhadap barang yang dikuasai pihak ketiga harus dinyatakan
tidak dapat dijalankan atau non-executable, dan eksekusinya harus lebihdahulu melalui gugatan biasa.
Objek lelang yang dimiliki pemenang lelang yang terjadi berdasarkan lelang eksekusi putusan tidak
bisa langsung dieksekusi begitu saja berdasarkan putusan yang dimenangkan oleh pihak yang
menjatuhkan sita eksekutorial terhadap objek tersebut. Eksekusi objek sengketa yang dikuasai
pemenang lelang hanya bisa dilakukan melalui gugatan perdata terlebih dahulu. Dimana dengan
adanya proses persidangan tersebut diberi kesempatan bagi pemenang lelang untuk melindungi
kedudukan berkuasanya tersebut atas dasar pembeli beritikad baik.
Jadi terhadappemenang lelang sebagai pembeli beritikad baik dalam hal terjadinya eksekusi
ulang objek perkara,upaya perlindungan hukum yang dapat dilakukan adalah melalui kewajiban
diajukannya proses gugatanterlebih dahulu, dimana terhadap objek yang telah dimiliki oleh pemenang
lelang tidak dapat langsung dieksekusi begitu saja oleh pemenang putusan tetapi harus melalui proses
gugatan terlebih dahulu sebagai sarana bagi pemenang lelang yang merupakan pembeli beritikad baik
untuk melindungi hak-haknya.Upaya perlindungan hukum lainnya adalah dengan mengajukan
perlawanan terhadap penetapan eksekusi, dimana pemenang lelang sebagai pembeli beritikad baik
dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan eksekusi dengan dasar kepemilikannya sebagai
pemenang lelang.
Pada prinsipnya lelang dapat digolongkan sebagai salah satu cara bagi transaksi penjualan
dengan melakukan penawaran untuk mencari harga tertinggi. Jika dilihat definisi dari lelang menurut
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016, dinyatakan bahwa lelang adalah, “Lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau
lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan
Pengumuman Lelang.” Tidak jauh berbeda dengan definisi sebelumnya, Purnama T. Sianturi
memberikan kesimpulan terkait lelang yang tidak lain adalah kegiatan menjual sesuatu dan memiliki
sifat terbuka bagi semua lapisan masyarakat, diawali dengan mencari pembeli/peminat yang akan
diumumkan sebelumnya lewat pemberitahuan resmi untuk mencari harga tertinggi dan diakhiri dengan
pengikatan secara hukum didepan pejabat lelang (Sianturi, Purnama T, 2013: 54). Berdasarkan
pembahasan diatas, dapat disimpulkan jika pembeli yang mempunyai itikad baik wajib mendapatkan
perlindungan secara hukum.

108
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

Hubungan dalam hukum merupakan korelasi/kaitan antar subyek dalam hukum dimana sama-
sama mempunyai kewajiban dan juga hak atau bisa kita sebut denganrelevansi hukum sebagai akibat
adanya hubungan hukum yang ada tersebut.Apabila dilihat berdasarkan bunyi Pasal 1 angka 24
Peraturan Menteri Keuangan Repblik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 yaitu, “Legalitas Formal
Subjek dan Objek Lelang adalah suatu kondisi dimana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi
oleh Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum
antara Penjual (subjek lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek lelang), sehingga meyakinkan
Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang.”
Selama proses pelaksanaan lelang, terkadang masih kita temukan beberapa kendala yang masih sering
terjadi, diantaranya adalah kondisi barang yang akan dilelang merupakan barang yang dijaminkan dan
dalam proses sita perdata yang akan dieksekusi.
Jika dilihat dalam ruang lingkup teoritis, asas itikad baik dalam pelaksanaanya yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban dalam suatu hubungan hukum bersifat lebih dinamis. Sedangkan sifat dari
kejujuran pada saat berlakunya suatu hubungan hukum akan bersifat lebih statis. Asas itikad baik
sangat diperlukan mengingat bahwa asas ini menjadi landasan dalam suatu hubungan hukum antara
dua pihak atau lebih. Sebagai contoh dari penerapan asas itikad baik yaitu seorang penjual barang
lelang berkewajiban untuk memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang penting berkenaan
dengan barang yang akan dijual dalam lelang, sedangkan bagi pihak yang akan membeli barang lelang
berkewajiban untuk memeriksa keabsahan dari kepemilikan objek lelang yang akan dibelinya tersebut
agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
E. Penutup
1. Kesimpulan
Pengaturan hukum terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintahsecara
umum dapat dilihat didalam Pasal 1365 KUHPerdata Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat
ditarik unsur-unsur perbuatan melawan hukum (PMH)sebagai berikut:ada perbuatanmelawan
hukum;ada kesalahan;ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;ada kerugian.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah sama halnya dengan perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh perorangan karena merupakan sama-sama merupan
subjek hukum yang dapat simintakan pertanggungjawan hukum. Pengaturan perbuatan
melawan hukum oleh pemerintah juga juga dijelaskan di dalamUndang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Pertanggungjawaban seorang kepala daerah
terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintahannya dikaitkan dengan
Putusan Perkara Nomor: 968.K/PDT/1990, kepala daerah bertanggungjawab penuh terhadap
segala tindakan hukum yang dilakukan oleh jajaran pemerintahan yang dipimpinnya, terkait
kasus yang sedang penulis teliti kepala daerah seharusnya tidak memberikan contoh yang baik
bagi masyarakat tetapi justru sebaliknya dengan mencari-cari celah agar tidak terjadinya
eksekusi terhapa putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dibuktikan dengan
melakukan upaa-upaya hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Langkahadministratif hukum untuk melakukan eksekusi putusanyang sudah incrahtpada
sebuah objek yang dikuasai oleh pemerintahyaitu dengan cara mengajukan
Permohonaneksekusi kepada ketua pengadilan negeri agar putusan itu dijalankan atau
dilaksanakan dan pengajuan permohonan terjadi karena pihak yang kalah tidak mau
melaksanakan putusan hakim secarasukarelaatau paling tidak mengajukan sita jaminan
terhadap objek perkara yang sudah dimenangkan oleh pihak lawan. Untuk menghindari
intmidasi dari pihak pejabat pemerintahan bisa diajukan permohonan perlindungan hukum
terhadap pihak tyang berwenang.
2. Saran
Terhadap pengaturan hukum perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
seharusnya dipisahkan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan badan hukum
perorangan dan diberikan sanksi yang lebih berata agar tidak terjadi kesewenang-wenangan
yang kemungkinan dilakukan oleh oknum-oknum pejabat/kepala pemerintahan maupun
jajarannya. Terhadap pertanggungjawaban kepala daerah terhadap kasus yang sedang penulis
teliti seharusnya kepala daerah pro-aktif dalam menjalankan perintah putusan yang sudah
109
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Pemerintah Terhadap Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara(Studiputusan Nomor: 968.K/Pdt/1990)
Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Sayed Faisal)

memiliki kekuatan hukum tetap agar tidak menimbulkan keruian yang lebih banyak bagi
orang lain, kepala daerah juga seharusnya memberikan contoh yang baik bagi warga
masyarakatnya. Langkah-langkah administratif yang harus dilakukan oleh pihak yang
dirugikan oleh perbuatan pejabat pemerintahan yang tidak melaksanakan isi putusan yang
sudah incracht seharusnya mendapat dukungan aktif dari para penegak hukum juga pejabat
pemerintahan yag berada diatasnya pada umumnya disebut keaktifan lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Agar terwujudkepastian hukumyang jelas.

Refrensi
Abdul Kadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti
Akhmad Budi CahyonodanSurini Ahlan Sjarif, 2008.Mengenal Hukum Perdata, Jakarta: CV Gitama
Jaya
Djaja S. Meliala, 1987.Masalah Itikad Baik Dalam KUH Perdata.Bandung: Binacipta
Indroharto, 1995. Perbuatan Pemerintahan Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Indroharto, 2004. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara: Buku
I,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan metodologi penelitian hukum normatif. Cetakan ke 2. Malang: Bayu
media Publishing
M. Yahya Harahap, 2006. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,edisike-2, akarta:
Sinar Grafika
M. Yahya Harahap, 2012. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, eksekusieksekusi
atau eksekusi beslag merupakan tahap lanjutan dari proses eksekusi pembayaran sejumlah
uangJakarta: Rineka Cipta
M.A Moegni Djojodirdjo,1982.Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita
Munir Fuady, 2002. Perbuatan Melawan Hukum.PT. citra Aditya Bhakti:Bandung
Wildan Suyuthi. 2005. Sekitar Acara dan Hukum Perdata Agama.Jakarta: PUSDIKLAT Pegawai
Mahkamah Agung RI
Ismail, I. “Sertifikat sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah dalam Proses Peradilan.”Jurnal Ilmu Hukum
Universitas Syiah Kuala 13. No. 1 (2011): 23.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHPerdata)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

110

Anda mungkin juga menyukai