Anda di halaman 1dari 5

Latar belakang

Globalisasi selalu memberikan dampak yang besar bagi seluruh lapisan masyarakat
serta telah menimbulkan berbagai permasalahan pula sebagai efek negatifnya. Pengaruh
globalisasi juga telah berdampak sepenuhnya terhadap berbagai bidang kehidupan di
Indonesia terutama yang menjadi sorotan adalah dalam bidang ekonomi. Perkembangan
ekonomi di Indonesia mengalami perubahan karena terjadinya fase Idustrialisasi, yaitu
tahapan pada perkembangan ekonomi suatu negara ketika industri suatu negara
berkembang lebih cepat dibandingkan pertanian dan secara perlahan memainkan peranan
utama dalam sektor ekonomi. Sebagai negara berkembang, Indonesia tidak dapat mengikuti
perkembangan industrialisasi sepenuhnya dikarenakan kurangnya modal yang dimiliki
Indonesia untuk mengembangkan industri. Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut, Indonesia membuka peluang bagi para investor asing untuk berinvestasi di
Indonesia. Investasi yang masuk ke Indonesia lebih banyak disebabkan karena melimpahnya
sumber daya alam yang dibutuhkan oleh perusahaan asing untuk mengembangkan
produknya. Selain itu, besarnya pangsa pasar di Indonesia telah membuat banyak
perusahaan tertarik untuk menjadikan Indonesia sebagai target pasar karena gaya hidup
masyarakat Indonesia sebagai negara berkembang yang telah terkenal konsumtif, serta
tujuan lain dari negara maju berinvestasi di Indonesia ialah untuk mengurangi biaya
distribusi dengan mendekatkan tempat produksi dengan sumber permintaan dan
mendapatkan tenaga kerja/ buruh dengan jumlah banyak yang mau digaji dengan upah
murah dan jam kerja tinggi.

Manfaat yang dapat kita rasakan langsung dari masuknya investasi negara asing ke
Indonesia adalah dengan terbukanya lebih banyak lapangan pekerjaan. Namun hal itu juga
dapat diartikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia dapat dianggap hanya sebagai
masyarakat pekerja/kaum proletar.

Dengan berkembangnya Industrialisasi, keberadaan perusahaan Multinasional yang


merupakan perusahaan berbasis disuatu negara (Home Country) namun mempunyai
kegiatan -- kegiatan produksi atau cabang pemasaran di negara lainnya (Host Country)
cukup meningkat. MNC bertujuan untuk memperluas pasar karena jenuh pada pasar dalam
negeri, sedangkan pertumbuhan pasar asing (Foreign market) terus meningkat dan mencari
bahan baku baru atau teknologi baru ke berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan
produksi di Host Country dan melakukan efesiensi produk. Konsep ini sama saja seperti
bentuk ekspliotasi yang dikatakan oleh karl marx yang artinya adanya ketimpangan antara
kaum Borjuis (para pemilik modal) dan Proletar (buruh) atau terjadinya sistem kelas di
kalangan Masyarakat. Marxisme konflik ini terjadi karena ketimpangan kekuasaan dalam
produksi kapitalis, yang membuat tenaga kerja di buat dengan tuntutan kerja yang tinggi,
untuk produksi dengan jumlah yang besar. Para pelaku investor yang bergerak di bidang ini
memiliki pemikiran untuk melakukan efesiensi dan menurunkan resiko investasi. Globalisasi
memang menghandirkan kemudahan bagi siapapun untuk mempunyai sesuatu untuk di
miliki, namun adanya globalisasi ini membuka jalan yang lebar bagi kapitalisme ini juga,
inilah dampak negatif yang terjadi ketika kapitalisme berjalan dengan adanya globalisasi ini
sendiri. Marxisme beranggapan bahwa kapitalisme sangat ingin menerapkan untung yang
sebesar-besar nya dengan meminimalkan biaya produksi agar selalu mendapatkan untung
yang sebanyak mungkin, dan salah satu caranya untuk menekan biaya produksi agar murah
adalah dengan cara membayar upah pekerja buruh dengan biaya yang murah dalam
melaksanakan pekerjaannya itu sendiri.

Memang benar jika pada dasarnya prinsip dari bisnis dan industri tersebut kebanyakan
adalah mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Tetapi hal ini nyatanya berdampak
pada ketimpangan sosial yang semakin hari kian terasa. Secara tidak langsung perusahaan
industri tersebut melakukan perbudakan yang tidak manusiawi hanya demi mendapatkan
dan mencapai tujuan yang mereka inginkan. Hal inilah yang menjadi dampak dari globalisasi
ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dan kemiskinan yang mana kedua hal tersebut
saling berkaitan. ketimpangan sosial ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat yang disebabkan perbedaan status sosial, ekonomi,
ataupun budaya. Ketimpangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor
penghambat, sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses
atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Faktor penghambat internal tersebut berasal
dari diri seseorang di masyarakat. Yaitu dimana terdapat rendahnya kualitas sumber daya
manusia disebabkan oleh tingkat pendidikan atau keterampilan ataupun kesehatan yang
rendah, serta adanya hambatan budaya atau adanya budaya kemisikinan. Selain itu ada pula
faktor penghambat eksternal dimana faktor tersebut berasal dari luar kemampuan
seseorang. Hal ini terjadi karena adanya birokrasi dan peraturan-peraturan resmi atau
kebijakan, sehingga dapat memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan
dan peluang yang tersedia (hambatan struktural).
Permasalahan

Investasi telah membawa pemasalahan baru dalam masyarakat, yaitu munculnya


ketimpangan sosial. Hal ini dikarenakan dengan adanya Investasi dinilai telah memperkaya
negara maju sehingga kondisi mereka semakin kaya, sedangkan negara berkembang yang
telah menyumbang buruh dan sumber daya alam, buruh mereka tersebut hanya
mendapatkan upah murah dengan jam kerja yang tinggi dan kesejahteraan yang tidak
terjamin. Oleh karena itulah para kelompok anti globalisasi menentang adanya globalisasi
karena globalisasi telah dinilai hanya semakin memperkaya negara kaya dan semakin
membuat miskin negara berkembang/negara dunia ketiga. Kesejahteraan buruh yang tidak
terjamin tersebut telah menunjukkan bahwa regulasi yang ditetapkan oleh perusahaan guna
mensejahterakan buruh dinilai dampak dari regulasi tersebut tidak sampai kepada para
pekerja (buruh) dalam prakteknya langsung di lapangan. Sementara masyarakat Indonesia
saat ini tidak memiliki pilihan lain karena jumlah pengangguran yang semakin meningkat,
sehingga mereka dengan terpaksa bekerja sebagai buruh yang tidak terlalu diperhatikan
kesejahteraannya.

Investasi memang membawa manfaat bagi keuntungan Indonesia, tetapi dengan


masyarakatnya yang berubah menjadi kaum proletar juga membawa dampak buruk bagi
kesejahteraan kehidupan kaum proletar. Pemerintah yang cenderung mengutamakan
keuntungan belum tentu dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja secara seimbang.
Hingga saat ini, buruh di Indonesia masih berkutat soal kesejahteraan. Tak heran, dilihat dari
indikator rata-rata upah minimum saja, besarannya masih rendah, yakni di bawah Rp 3 juta
per bulan. Tidak sampai separuh dari total provinsi di Indonesia yang upah minimumnya di
atas Rp 3 juta per bulan. Di beberapa provinsi, upah minimumnya bahkan di bawah Rp 2
juta per bulan, seperti Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah.Kenaikan upah sering
kali tidak sesuai dengan harapan buruh. Untuk upah minimum tahun 2023, misalnya,
kenaikan atau penyesuaian upah minimum tidak boleh melebihi 10 persen. Hal itu tertuang
dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022. Publik pun
menilai kesejahteraan buruh masih buruk.Fleksibilitas pasar kerja yang diperburuk oleh
dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian serta kehadiran Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ikut memperburuk kondisi bekerja. Informalisasi dunia
kerja semakin tinggi dengan maraknya sistem kontrak danoutsourcing(mempekerjakan
buruh alih daya). Buruh dan pekerja pun bekerja di tengah situasi yang penuh
ketidakpastian dan minim perlindungan.
Selain itu permasalahan lainnya dari investasi akibat globalisasi yaitu munculnya
ketimpangan sosial yang dapat pula di ibaratkan dengan 200 perusahaan besar di seluruh
belahan dunia ini dapat menguasai perekonomian negara dunia ketiga atau negara
berkembang. Kaum-kaum Borjuis mengeksploitasi kaum-kaum Proletar, memperkerjakan
mereka dengan upah yang sangat minim bahkan dengan intensitas kerja yang melebihi
batas kemampuan manusia untuk bekerja, buruh diperlakukan bagai mesin yang akan terus
bekerja hingga si pemilik mengatakan bahwa pekerjaan mereka telah selesai. Adanya
ketimpangan dalam hal pembagian upah ini juga menjadi sorotan. Contohnya seperti ketika
sepatu dengan harga sekitar Rp. 1,400,000- diperjualkan dikalangan dunia, sementara upah
yang diterima oleh buruh pembuat sepatu tersebut hanyalah sekitar Rp.
9000,-. Ketimpangan inilah yang akhirnya menimbulkan konflik antara kelas Borjuis dengan
Proletar. Meskipun, pada akhirnya para kaum Proletar tidak dapat berbuat apa-apa selain
mengikuti prosedur yang diperintahkan oleh perusahaan dari kaum Borjuis.

Solusi masalah

Permasalahan yang disebabkan oleh kesejahteraan buruh ini dapat diselesaikan dengan
kerjasama antara pemerintah, perusahaan, dan buruh itu sendiri. Karena dengan peran
penting berbagai pihak, terutama pemerintah yang berwenang untuk memutuskan
perlindungan terhadap kesejahteraan pekerja, maka kesejahteraan buruh dapat
diwujudkan. Hingga saat ini terdapat berbagai solusi dan upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan. Dan upah bukan satu-satunya
faktor penentu kesejahteraan. Faktor lain adalah sisi pengeluaran yang dapat dikompensasi
dengan kebijakan sosial negara seperti penguatan akses pendidikan, kesehatan, keuangan,
transportasi, dan perumahan yang layak. Contohnya seperti:

1. Percepatan peningkatan kompetensi kerja, Perjuangan buruh juga harus mulai


menyentuh persoalan kompetensi. Serikat pekerja harus mulai mendorong dan memikirkan
anggotanya bagaimana meningkatkan kompetensi.Untuk mempercepat peningkatan
kompetensi pekerja dan buruh, Kemnaker melakukan terobosan melalui program 3R BLK
atau Revitalisasi, Reorientasi, dan Rebranding Balai Latihan Kerja.

2 . Kepastian kenaikan upah tiap tahun, Pemerintah pada tahun 2015 juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. PP ini memberikan
kepastian upah pada dunia usaha, kepastian kenaikan upah setiap tahun bagi pekerja, dan
memperbanyak lapangan pekerjaan.
3. Jaminan sosial untuk pekerja, Peningkatan perlindungan terhadap pekerja dan buruh juga
terlihat dari bertambahnya jumlah kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan. Hingga Februari
2017 tercatat sebanyak 22,16 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan,
sementara hingga akhir tahun ini peserta yang ditargetkan bertambah menjadi 25,2 juta.

4. Ketersediaan hunian terjangkau, Rusunami ini akan menyediakan sembilan ribu unit
perumahan. Di mana enam ribu di khususnya khusus untuk masyarakat hunian rendah.

5. Penyediaan fasilitas kesejahteraan,Faskes adalah sarana pemenuhan kebutuhan jasmani


dan rohani yang disediakan oleh perusahaan untuk pekerja/buruh beserta keluarganya yang
secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas kerja. Jenis fasilitas
kesejahteraan pekerja/buruh yang wajib disediakan oleh perusahaan meliputi: Pelayanan
KB, Tempat penitipan anak dan ruang laktasi, Perumahan pekeria/buruh, Fasilitas ibadah,
Fasilitas olahraga, Fasilitas kantin, Fasilitas kesehatan, Fasiitas rekreasi, dan Transportasi.
Data Kemnaker tahun 2016: terdapat 1.256 Peraturan Perusahaan (70% dari data nasional
sejumlah 1.795) yang disahkan dan 198 Perjanjian Kerja Bersama (90% dari data nasional
sejumlah 219) yang didaftarkan di Kementerian Ketenagakerjaan dan memuat pengaturan
penyediaan fasilitas kesejahteraan.

Dari sisi buruh, kesadaran dari pihak buruh sendiri untuk meningkatkan kualitas dan
kemampuan dengan memanfaatkan sebaik-baiknya berbagai program yang telah disediakan
oleh pemerintah juga sangat menentukan kesejahteraan yang akan buruh dapatkan.

Dari sisi perusahaan sendiri, yaitu perusahaan dapat turut berperan dalam upaya
mensejahterakan buruh dengan cara:

1.)Memberikan cuti bagi buruh yang dapat mencakup cuti tahunan, cuti sakit, cuti hamil,
cuti melahirkan, atau jenis cuti lainnya sesuai dengan peraturan perusahaan. Manfaatnya
termasuk memberikan buruh kesempatan untuk beristirahat, memulihkan energi, dan
menjaga keseimbangan kerja-kehidupan pribadi.

2.) Perusahaan dapat memberikan regulasi mengenai jam kerja bagi para buruh, sehingga
buruh tidak bekerja dengan jam kerja yang terlalu tinggi namun mendapatkan upah yang
minim, namun dengan memperhatikan pula jumlah jam kerja dengan upah yang sesuai
untuk didapatkan disesuaikan dengan Pendapatan minimum yang telah ditetapkan
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai