Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH PEMBERIAN LARUTAN MADU TERHADAP PENURUNAN TEKANAN

DARAH TINGGI (HIPERTENSI) PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA


OELTUA KECAMATAN TAEBENU KABUPATEN KUPANG

PROPOSAL

OLEH :

Kelas/ Semester : B/V

1. Ronald J Anone

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan hadirat-NYA atas segala rahmat serta kasih
sayang dan karunia-NYA yang telah diberikan kepada seluruh ciptaannya, kami dapat
menyelesaikan Proposal yang berjudul “PENGARUH LARUTAN MADU TERHADAP
TEKANAN DARAH LANJUT USIA HIPERTENSI di DESA OELTUA KECAMATAN
TAEBENU KABUPATEN KUPANG”.

Kami banyak mengalami banyak kesulitan dan hambatan, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Kami berharap semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi kami dan bagi para pembaca pada umumnya. Kami sebagai penyusun sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan . Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan
untuk membangun.

Kupang, 14 Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................................4
1.5 Keaslian penelitian .....................................................................................................4

BAB II TINJAUN PUSTAKA .........................................................................................5

2.1 Konsep Hipertensi ......................................................................................................5

2.1.1 Pengertian Hipertensi ........................................................................................5

2.2.2 Tanda dan Gejala Hipertensi ...........................................................................5

2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi ..................................................................................6

2.1.4 Komplikasi Hipertensi ......................................................................................8

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi ........................................................................................10

2.1.6 Pencegahan dan Penanganan Hipertensi ........................................................12

2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi .............................................................................13

2.2 Konsep Lansia .............................................................................................................15

2.2.1 Pengertian Lansia ..............................................................................................15

2.2.2 Batasan Lansia ...................................................................................................16


2.2.3 Karakteristik lansia .........................................................................................16

2.2.4 Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia ...........................................17

2.3 Konsep Larutan Madu ..............................................................................................20


2.3.1 Pengertian larutan Madu ...............................................................................20
2.3.2 Jenis madu .......................................................................................................21
2.3.3 Komposisi dan Kandungan Larutan Madu .................................................22
2.3.4 Manfaat Larutan Madu .................................................................................23
2.3.5 Prosedur Penggunaan Larutan Madu .........................................................25
2.3.6 Efek/pengaruh larutan madu pada lansia ....................................................25

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................26

3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................26

3.2 Hipotesis Penelitian ..............................................................................................27

3.3 Desain Penelitian ...................................................................................................29

3.4 Definisi Operasional .............................................................................................29

3.5 Populasi dan sampel .............................................................................................30

3.6 Lokasi dan waktu Penelitian ...............................................................................34

3.7 Instrumen Penelitian ............................................................................................34

3.8 Etika penelitian .....................................................................................................34

3.9 Jenis dan teknik pengumpulan Data ..................................................................35

3.10 Teknik pengolahan/Analisa data .......................................................................36

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................37

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia merupakan klasifikasi usia pada seseorang yang telah menghadapi fase akhir
kehidupan. Lansia pada umumnya telah melewati proses kehidupan yang disebut dengan
proses menjadi tua (Aging Process). Proses menua lansia mengalami satu fase penurunan
setiap fungsi organ tubuh, seperti kemampuan sosial, fisik, psikologi, dan emosional yang
semakin melemah yang menyebabkan penurunan pada daya tahan tubuh lansia sehingga
lansia rentan terhadap berbagai macam penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Yanti et
al 2020). Menurut data dari World Health Organization (WHO, 2019) pada tahun 2019 jumlah
penduduk lansia dengan usia 60 tahun keatas mencapai satu miliar di seluruh dunia. Jumlah
ini akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 1,4 miliar dan akan bertambah menjadi 2,1
miliar pada tahun 2050. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 lansia
merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas (World Health Organization, 2018).
Hipertensi menjadi masalah yang sering ditemukan pada masyarakat, baik di Negara
maju ataupun negara berkembang terutama di Negara Indonesia. Hipertensi masih menjadi
tantangan besar di Indonesia. Kejadian hipertensi menjadi yang paling banyak ditemukan pada
pelayanan kesehatan primer di Indonesia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2018 sebesar
34,1% yang membuat hipertensi menjadi masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi
(Kemenkes RI, 2019). Hipertensi merupakan suatu kondisi terjadinya peningkatan tekanan
darah sistol ≥140 mmHg atau tekanan diastol ≥90 mmHg atau keduanya. Hipertensi sering
kali tidak menunjukan suatu gejala apapun dalam kurun waktu yang lama sehingga sering
dikenal sebagai the silent killer. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko dari berbagai
penyakit karena pada umumnya hipertensi dapat diidentifikasi jika telah terjadi komplikasi
pada organ seperti otak, jantung, ginjal, dan mata (Oktaviarini et al 2019).
Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2020 jumlah hipertensi
diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan akan mencapai 1,5 miliar
orang di dunia pada tahun 2025. Prevalensi penderita yang akan meninggal akibat hipertensi
dan komplikasinya setiap tahunnya diperkirakan mencapai 9,4 juta orang (Tarigan, 2018).
WHO menyebutkan bahwa negara berkembang memiliki persentase morbiditas sebesar 40%
sedangkan untuk Negara maju sebesar 35%, kawasan Afrika memegang posisi puncak sebagai
penderita hipertensi, yaitu sebesar 40%.
Prevalensi hipertensi dindonesia sebesar 63.309.620 jiwa sedangkan angka kematian di
Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Lebih sering terjadi pada kelompok
umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%),umur 55-64 tahun (55,2%).
Masalah penyakit Hipertensi, juga banyak di derita oleh masyarakat di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Berdasarkan data hasil riset Dinas Kesehatan Kota Kupang di puskesmas
Baumata pada tahun 2021 jumlah lansia yang menderita hipertensi di puskesmas Baumata
berjumlah 1.241 orang. Menurut data yang didapatkan dari puskesmas Baumata, Desa Oeltua
memiliki jumlah lansia yang menderita hipertensi sebanyak 110 orang, dengan perempuan
berjumlah 69 orang, laki-laki berejumlah 41 orang .
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan mengendalikan faktor pemicu
yang sebagian besar merupakan faktor perilaku dan kebiasaan hidup. Apabila seseorang mau
menerapkan gaya hidup sehat, maka kemungkinan besar akan terhindar dari hipertensi.
Penyakit ini berjalan terus seumur hidup dan sering tanpa adanya keluhan yang khas selama
belum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Tingginya angka kejadian hipertensi bisa terjadi
karena berbagai faktor pemicu. Faktor pemicu hipertensi digolongkan kedalam 2 golongan
yaitu faktor yang tidak dapat di kontrol, seperti keturunan, jenis kelamin, umur dan yang dapat
di kontrol seperti kegemukan, gaya hidup, pola makan, aktivitas, kebiasaan merokok, serta
alkohol dan garam (M. Ikhwan1 dkk, 2017).
Hipertensi dapat diatasi dengan pengobatan nonfarmakologis, salah satunya adalah
dengan mengomsumsi madu. Madu berasal dari nektar bunga yang di proses secara alami oleh
lebah menjadi suatu cairan manis yang mengandung gula, protein, enzim, vitamin, mineral
dan komponen fenolat seperti flavonoit (Arawwawala and Hewageegana,2017).
Pada penelitian sebelumnya, pemberian madu setiap hari selama 1 tahun dengan dosis 20
gr dapat menurunkan tekanan darah (Aluko et al, 2014). Penelitian yang dilakukan
sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian madu 70 gr dapat menurunkan kadar glukosa
darah puasa dan tekanan darah systolik – diastolik pada DM tipe 2 dengan pemberian 35 gr di
pagi hari dan sore hari (Rahma, Bahar and Jafar, 2014). Antioksidan yang terdapat pada madu
dapat mengurangi tekanan darah melalui mekanisme vasodilatasi arteri koroner yanmg
memberikan efek hipotensi (Aluko et al, 2014).
Beberapa studi melaporkan bahwa antioksidan yang ada pada madu mampu memperbaiki
tekanan oksidatif atau mengurangi peningkatan tekanan darah. Antioksidan adalah suatu
senyawa yang mampu menyerap atau menetralisir radikal bebas sehingga dapat mencegah
penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, karsinogenesis dan lainnya
(Arawwawala and Hewageegana, 2017). Pemberian madu yang mengandung anti oksidan
alami yaitu flavonoid dapat meningkatkan bioavaibilitas nitrit oksida (NO) melalui
penangkapan super oksida dalam tubuh sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah
(Parawata, 2015). Hal ini sesuai dengan pernyataan Davide Grassi pada penelitiannya terkait
anti oksidan bahwa flovonoid sebagai salah satu jenis anti oksidan alami dalam madu dapat
meningkatkan bioavaibilitas nitrit oksida (NO) dan menentukan stres oksidatif (Grassi,
Desideri and Ferri, 2010).
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Pemberian Larutan Madu Terhadap Penurunan Tekanan Darah Lanjut Usia Penderita
Hipertensi di Desa Oeltua Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: “apakah ada pengaruh pemberian larutan madu terhadap tekanan darah pada lansia
hipertensi ?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui “Pengaruh Pemberian Larutan Madu Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Lanjut Usia Penderita Hipertensi Di Desa Oeltua Kecamatan Taebenu
Kabupaten Kupang.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Hipertensi Sebelum
Pemberian Larutan Madu Di Desa Oeltua.
2. Mengidentifikasi Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Hipertensi Sesudah Pemberian
Larutan Madu Di Desa Oletua.
3. Menganalisis Pengaruh Pemberian Larutan Madu Terhadap Penurunan Tekanan
darah Pada Lanjut Usia Hipertensi Di Desa Oeltua .
1.4 Manfaat Penelitian

Dengan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan


khususnya dalam bidang keperawatan tentang pengaruh larutan madu terhadap
tekanan darah lanjut usia hipertensi.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam
memilih variabel penelitian yang akan dilakukan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Keluarga

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang
dari lingkungan, terutama keluarga.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Salah satu upaya menjalankan misi prodi S1 Keperawatan yaitu keperawatan


berbasis metodologi penelitian dengan diketahuinya pengaruh larutan madu
terhadap tekanan darah lanjut usia.

3. Peneliti lainnya

Penelitian ini menghasilkan data dasar pengaruh larutan madu terhadap tekanan
darah lanjut usia yang dapat dijadikan bahan referensi penelitian selanjutnya .
1.5 Keaslian penelitian
Keaslian penelitian pengaruh pemberian larutan madu terhadap tekanan darah lanjut
usia hipertensi di Desa Oeltua kecamatan Taebenu kabupaten Kupang.
Hasil- hasil penelitian sebelumnya yang menjadi dasar penelitian yaitu :

Nama penelitian, Tujuan Metode penelitian Hasil


Tahun dan judul
penelitian
Siti Aulia Untuk mengetahui Quasy- eksperiment Adanya pengaruh
Musyayyadah, pengaruh intervensi dan rancangan larutan madu
Joyeti Darni, larutan madu control group pre- terhadap tekanan
Fathimah Fathimah. terhadap tekanan posttest design. darah sistolik
(2019) darah sistolik dan sebelum dan
Penelitian pengaruh diastolic lanjut usia. sesudah intervensi
larutan madu dengan P=0,000
terhadap tekanan (P<0,05), serta hasil
darah lanjut usia uji statistic tekanan
hipertensi. darah diastolic
menunjukkan
adanya efek dari
larutan madu pada
tekanan darah
diastolic sebelum
dan sesudah
intervensi dengan
P=0,001 (P<0,05).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah melebihi batas
normal, yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik
≥90 mmHg pada pemeriksaan berulang. Hipertensi juga disebut tekanan darah
tinggi yang terjadi karena gangguan pada pembuluh darah sehingga darah yang
membawa suplai oksigen dan nutrisi terhambat sampai ke jaringan tubuh (Hastuti,
2020).
2.1.2 Tanda dan Gejala Hipertensi
Menurut Dafriani (2019), gejala yang ditimbulkan oleh penderita hipertensi dapat
bervariasi dan bahkan beberapa individu tidak menunjukkan gejala apapun. Pada
umumnya, gejala ditunjukkan oleh penderita hipertensi, antara lain:
1. Sakit kepala
2. Rasa pegal pada tengkuk
3. Perasaan seperti berputar hingga ingin jatuh (vertigo)
4. Detak jantung berdebar kencang
5. Telinga berdenging (tinnitus)
Adapun gejala klinis yang timbul setelah seseorang mengalami hipertensi, antara
lain :
1. Nyeri kepala yang biasanya disertai dengan mual dan muntah, terjadi karena
peningkatan tekanan darah intracranial
2. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
3. Kerusakan susunan saraf pusat yang mengakibatkan ayunan/gerakan yang
berbeda dari biasanya
4. Nokturia yang terjadi karena adanya peningkatan aliran darah ginjal serta
Filtrasi

5. Peningkatan tekanan kapiler yang mengakibatkan edema dependen dan


pembengkakan.
Sedangkan menurut (Hidayah et al., 2021), gejala yang dimiliki oleh penderita
hipertensi diklasifikasikan dalam empat kelompok, antara lain:

1. Masalah muculoskeletal (53%), meliputi myalgia, nyeri punggung serta nyeri


pada lutut.
2. Masalah gastrointestinal (12%), meliputi kembung, mual dan gangguan
pencernaan (dyspepsia).
3. Keluhan di kepala (25%), meliputi sakit kepala/pusing.
4. Lain-lain (9%), meliputi gejala yang tidak termasuk dalam tiga kelompok
diatasi.
2.1.3 Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Dalimartha et al. (2008), faktor risiko pemicu hipertensi diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu:
Faktor risiko tidak dapat dikontrol :
1. Keturunan (Genetik)
Jika terdapat faktor genetik pada keluarga tertentu maka akan berpeluang besar
(sekitar 15-35%) bagi anggota keluarga lainnya memiliki risiko menderita penyakit
yang sama dalam hal ini penyakit hipertensi. Dugaan terjadinya hipertensi esensial
akan jauh lebih besar jika ditemukan adanya riwayat hipertensi pada kedua orang
tua. Hipertensi juga banyak dijumpai pada mereka yang kembar monozigot (satu
telur), apabila salah satu dari keduanya ada yang menderita hipertensi. Penderita
hipertensi yang memiliki usia <55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang yang
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga. Dugaan diatas menyokong bahwa faktor
keturunan/genetik ini memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya hipertensi
(Pikir et al 2015)
2. Umur
Kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Hipertensi pada pria sering terjadi apabila berumur >31 tahun, sedangkan pada
wanita terjadi apabila berumur >45 tahun (menopause). Hal tersebut disebabkan
karena fungsi ginjal dan hati mulai menurun. Selain orang dewasa, remaja yang
berumur 13-17 tahun bahkan anak-anak yang berumur 8-12 tahun juga dapat
berpotensi menderita hipertensi, karena mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik dan tekanan darah diastolik setiap tahunnya. Hipertensi pada anak-anak
dapat terjadi, misalnya disebabkan karena kondisi bawaan seperti ketidakmampuan
tubuhnya dalam menghasilkan nitrogen monoksida atau mengalami kelainan ginjal
(Lingga, 2012).
3. Jenis Kelamin
Hipertensi lebih banyak menyerang pria dari pada wanita. Hal tersebut
disebabkan karena pria memiliki lebih banyak faktor pendorong sehingga lebih
mudah menderita hipertensi, seperti faktor stress, mudah lelah serta makan tidak
teratur yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Sedangkan prevalensi
hipertensi pada wanita meningkat setelah memasuki menopause. Diketahui bahwa
wanita yang berumur diatas 65 tahun memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan pria diakibatkan karena faktor hormonal (Kemenkes RI, 2013).

Faktor Risiko Dapat Dikontrol

1. Kegemukan/Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko yang sangat menentukan tingkat
keparahan hipertensi. Semakin besar berat badan seseorang, maka semakin
banyak pula darah yang dibutuhkan untuk membawa oksigen dan nutrisi ke otot
dan jaringan lainnya. Panjang pembuluh darah meningkat diakibatkan oleh
obesitas, sehingga resistensi darah juga mengalami peningkatan. Akibat dari
peningkatan resistensi darah menyebabkan tekanan darah menjadi lebih tinggi
yang dimana kondisi tersebut juga diperparah oleh sel-sel lemak yang
memproduksi senyawa, sehingga merugikan jantung dan pembuluh darah
(Kowalski, 2010)
2. Konsumsi Garam Berlebih
Konsumsi garam yang berlebihan dengan sendirinya akan meningkatkan
tekanan darah karena garam mempunyai sifat menahan air, sehingga volume
darah meningkat dan terjadi penyempitan diameter pada pembuluh darah arteri.
Konsumsi garam dapur yang dianjurkan, yaitu tidak lebih dari 6 gr (1 sendok teh)
dalam sehari (Widyartha et al., 2016).
3. Konsumsi Lemak Berlebih
Semakin sering seseorang mengkonsumsi makanan berlemak, maka akan
semakin tinggi pula prevalensi kejadian hipertensi, begitu pula sebaliknya.
Kementerian Kesehatan menyarankan agar mengkonsumsi lemah tidak lebih dari
20-25% (5 sendok makan) dalam sehari. Mengkonsumsi lemak secara berlebihan
dapat menyebabkan meningkatnya kolesterol, sehingga terjadi endapan dalam
pembuluh darah. Konsumsi lemak yang berlebihan dapat menyebabkan
aterosklerosis, yaitu terkumpulnya lemak dalam pembuluh darah yang
mengakibatkan penurunan elastisitas pembuluh darah, sehingga peluang
terjadinya tekanan darah tinggi akan lebih besar (Mangerongkonda et al., 2021).
4. Kurang Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik dapat membuat seseorang cenderung memiliki
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi, sehingga otot jantung harus bekerja
lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras otot jantung dalam memompa
darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada arteri. Seseorang yang
beraktivitas ringan mempunyai kecenderungan sekitar 3050% menderita
hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang melakukan aktivitas sedang atau
berat. Untuk mengurangi terjadinya peningkatan hipertensi dianjurkan untuk
melakukan aktivitas fisik minimal 15-30 menit dalam sehari serta dapat
menghasilkan gerakan yang dapat memelihara keseimbangan dalam tubuh
(Marleni et al., 2020).
5. Kebiasaan Merokok
Zat-zat kimia beracun yang terkandung didalam rokok, seperti nikotin dan
karbon monoksida dapat merusak lapisan endotel pada pembuluh darah arteri,
mengakibatkan aterosklerosis hingga tekanan darah tinggi. Merokok setiap
batang dalam sehari meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg serta
menambah detak jantung 5-20 kali per menit. Merokok dapat menyebabkan
risiko jangka panjang pada pembuluh darah, sehingga bisa menimbulkan
penyakit lain, yaitu stroke, penyakit jantung, dll (Elvira & Anggraini, 2019).
6. Konsumsi Alkohol
Etanol yang terkandung dalam alkohol bila dikonsumsi secara rutin akan
berdampak bagi kesehatan. Keasaman darah akan meningkat dan menjadi kental
apabila seseorang mengkonsumsi alkohol. Jika mengkonsumsi alkohol dalam
jangka panjang, maka akan terjadi peningkatan kadar kortisol dalam darah,
sehingga tekanan darah meningkat. Untuk mengurangi terjadinya peningkatan
tekanan darah, maka konsumsi alkohol harus dibatasi agar tidak lebih dari 20-30
gr etanol dalam sehari bagi pria, sedangkan bagi wanita tidak lebih dari 10-20 gr
dalam sehari (Mayasari et al., 2019).
2.1.4 Komplikasi Hipertensi
Apabila hipertensi tidak dikendalikan, maka akan menimbulkan terjadinya
komplikasi yang mengganggu fungsi dari organ lainnya. Sikap penderita hipertensi
yang kurang baik menjadi salah satu faktor yang memperberat terjadinya hal tersebut
(V. R. I. Sinaga & Simatupang, 2019). Komplikasi Hipertensi Apabila hipertensi tidak
dikendalikan, maka akan menimbulkan terjadinya komplikasi yang mengganggu fungsi
dari organ lainnya. Sikap penderita hipertensi yang kurang baik menjadi salah satu
faktor yang memperberat terjadinya hal tersebut (V. R. I. Sinaga & Simatupang, 2019).
Komplikasi dari penyakit hipertensi yang dapat timbul adalah sebagai berikut:
1. Stroke
Stroke juga dikenal dengan sebutan CVA (Cerebrovascular Accident) dan Brain
Attack. Stroke yang berarti to strike (pukulan) merupakan gangguan peredaran
darah di otak yang dapat terjadi secara tiba-tiba karena hal tertentu. Hipertensi dapat
memicu pendarahan di otak yang disebabkan karena pecahnya dinding pembuluh
darah (stroke hemoragik) atau akibat pembekuan darah didalam pembuluh darah
(thrombosis) yang dapat mengakibatkan darah mengalir tidak normal dan terhenti
atau berkurangnya aliran darah pada sebagian daerah di otak (stroke iskemik)
(Lumbantobing, 2013 dalam Hanum et al., 2017).
2. Penyakit Jantung Koroner
Hipertensi dapat menyebabkan pengaruh terhadap jantung akibat adanya
kenaikan tekanan darah yang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap dinding
arteri dan jika terjadi secara terus menerus maka akan merusak endotel yang dapat
memicu aterosklerosis. Terdapat hubungan antara tekanan darah dengan
aterosklerosis, karena kenaikan pembuluh darah disebabkan oleh terjadinya
perubahan aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Akibat kerja jantung yang
keras karena hipertensi menyebabkan terjadinya hipertrofi miokardium ventrikel
kiri dan kondisi ini akan memperkecil rongga jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh sehingga beban kerja jantung bertambah (Nelwan, 2019 dalam
Naomi et al., 2021).
3. Gagal Ginjal
Menurut Budiyanto (2009 dikutip dalam Masi & Kundre, 2018), hipertensi yang
berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh yang ditandai
dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Arteriosklerosis akibat
hipertensi pada ginjal akan menyebabkan nefrosklerosis, yaitu gangguan yang
terjadi akibat iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal serta
penyumbatan arteri dan arteriol. Terjadinya penyumbatan menyebabkan kerusakan
pembuluh glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga terjadi penurunan jumlah nefron
yang aktif bahkan jika nefron bekerja lebih keras, maka lama kelamaan makin
banyak nefron yang mengalami kerusakan.
4. Gangguan Penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan gangguan penglihatan, sehingga penglihatan
menjadi kabur bahkan menyebabkan kebutaan yang ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah pada mata. Hipertensi dapat menyebabkan kelainan pada mata,
salah satunya yaitu retinopati hipertensif. Retinopati hipertensif adalah kelainan
saraf yang terjadi pada retina yang disebabkan karena adanya perubahan pada
pembuluh darah akibat hipertensi (Yastina et al., 2017)
2.1.5 Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut JNC VII, memberikan klasifikasi tekanan darah bagi dewasa usia 18 tahun ke
atas yang tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita
penyakit serius dalam jangka waktu tertentu (Kristiawani, 2017).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
Kategori tekanan darah Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi >140 <90

Stadium 1 140-159 90-99

Stadium 2 160 >100

Klasifikasi berdasarkan etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah, 2012).

1. Hipertensi esensial (primer)


Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana saat ini belum diketahui
penyebabnya secara pasti. Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-
satunya tanda hipertensi primer.Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti:
1. Genetik Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi
mendapatkan penyakit hipertensi.
2. Jenis kelamin dan usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah
menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3. Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak. Konsumsi garam yang tinggi
atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung
berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
4. Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering
dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
5. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan konsumsi alkohol
sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat
yang terkandung dalam keduanya.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder berasal dari penyebab dan patofisiologi yang dapat diketahui
dengan jelas sehingga dapat dikendalikan melalui terapi farmakologi dengan tepat.
Hipertensi berasal dari penyakit lain. Sehingga tatalaksananya dapat direncanakan dengan
baik Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :

1. Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi beberapa


tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut
dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas
area kontriksi.
2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit utama
penyebab hipertensi sekunder.
3. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal
pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan
infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
4. Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara oral yang
memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan terjadinya hipertensi melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion
5. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal setelah beberapa bulan
penghentian oral kontrasepsi.
6. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
7. Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga. 10 g) Stres, yang cenderung
menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara waktu.
2.1.6 Pencegahan dan Penanganan Hipertensi
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan Primordial adalah usaha pencegahan predisposisi terhadap
hipertensi, belum terlihat faktor yang menjadi risiko penyakit hipertensi. Contoh:
adanya peraturan pemerintah membuat peringatan agar tidak mengonsumsi
rokok,dan melakukan senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya
hipertensi
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor
risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan
seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur, buah, rendah garam dan
lemak, rajin melakukan aktivitas dan tidak merokok. Tujuan pencegahan primer
adalah untuk menghindari terjadinya penyakit. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan mengadakan penyuluhan dan promosi kesehatan, menjelaskan dan
melibatkan individu untuk mencegah terjadinya penyakit melalui usaha tindakan
kesehatan gizi seperti melakukan pengendalian berat badan, pengendalian asupan
natrium dan alkohol serta penghilangan stres
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menjadikan orang yang sakit
menjadi sembuh, menghindarkan komplikasi, dan kecacatan akibatnya. Misalnya
mengukur tekanan darah secara rutin dan skreening. Pencegahan sekunder juga
dapat dilakukan terapi nonfarmakologis seperti menejemen stres dengan relaksasi,
pengurangan berat badan dan berhenti merokok. Untuk menegakkan diagnosa
hipertensi dapat diperoleh dari data anamnese penderita, pemeriksaan tekanan darah
secara akurat yang dilakukan setelah cukup istirahat 5- 10 menit. Pemeriksaan yang
lebih teliti pada target organ untuk menilai komplikasi dan pemeriksaan
laboratorium sebagai data pendukung seperti pemeriksaan gula, urine kalium dalam
darah dan kreatinin pemeriksaan laboratorium ini juga diperlukan untuk mengikuti
perkembangan pengobatan dan untuk menilai kemungkinan dari efek samping yang
timbul.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
atau kematian. Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier ini yaitu menurunkan
tekanan darah sampai batas yang aman dan mengobati penyakit yang dapat
memperberat hipertensi. Pencegahan tersier dilaksanakan agar penderita hipertensi
terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup
dan memperpanjang lama ketahanan hidup (Ismayadi, 2012).
2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan dari pengobatan hipertensi yaitu mengendalikan tekanan darah untuk
mencegah terjadinya komplikasi (Irwan, 2016). Adapun penatalaksanaan pada
penderita hipertensi yaitu:
1. Non Farmakologi
Lukito dan Harmeiwaty (2019) Penatalaksanaan hipertensi secara non
farmakologi dapat dilakukan dengan mengintervensi gaya hidup sehat karena
sangat berperan penting dalam pencegahan tekanan darah tinggi. Terapi
nonfarmakologi merupakan upaya untuk menurunkan dan menjaga tekanan darah
dalam batas normal tanpa menggunakan obat- obatan. Contoh tindakan yang
dapat digunakan seperti menurunkan berat badan karena kegemukan dapat
menyebabkan bertambahnya volume darah, mengurangi konsumsi garam dapur
karena terdapat hubungan antara mengonsumsi natrium berlebih dapat
meningkatkan tekanan darah, merubah pola makan dengan banyak mengonsumsi
nutrisi seimbang yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah- buahan
segar, gandum, ikan, susu rendah lemak, asam lemak tak jenuh dan membatasi
mengonsumsi daging merah, asam lemak jenuh serta olah raga teratur memiliki
manfaat dalam menurunkan tekanan darah dengan melakukan 30 menitan aerobik
intensitas sedang seperti berjalan, joging, berenang, bersepeda 5-7 kali dalam
seminggu. Kemudian berhenti merokok karena risiko tinggi terkena
kardiovaskular (Huseini, 2021).
Selain dari pada itu, Hipertensi dapat diatasi dengan mengomsumsi madu.
Madu berasal dari nektar bunga yang di proses secara alami oleh lebah menjadi
suatu cairan manis yang mengandung gula, protein, enzim, vitamin, mineral dan
komponen fenolat seperti flavonoit (Arawwawala and Hewageegana,2017).
Pemberian madu setiap hari selama 1 tahun dengan dosis 20 gr dapat
menurunkan tekanan darah (Aluko et al, 2014). Pemberian madu 70 gr dapat
menurunkan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah systolik – diastolik
pada DM tipe 2 dengan pemberian 35 gr di pagi hari dan sore hari (Rahma, Bahar
and Jafar, 2014). Antioksidan yang terdapat pada madu dapat mengurangi
tekanan darah melalui mekanisme vasodilatasi arteri koroner yanmg memberikan
efek hipotensi (Aluko et al, 2014).
2. Farmakologi
Pemberian obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan
dosis rendah agar tekanan darah tidak menurun drastis dan mendadak. Kemudian
setiap 1-2 minggu dilakukan penaikan dosis sampai tercapai efek yang diinginkan
atauditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia. Dosis
tunggal lebih diprioritaskan karena kepatuhan lebih baik dan lebih murah.
Sekarang terdapat obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua obat dari
golongan berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan
mengurangi efek samping. Jenis-jenis obat antihipertensi yang digunakan untuk
terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika
(terutama jenis Thiazide atau Aldosteron Antagonist), beta blocker, calsium
channel blocker, angiotensin converting enzyme inhibitor, dan angiotensin II
receptor blocker (Huseini, 2021).
1. Diuretik, Bekerja dengan cara mengeluarkan natrium tubuh dan mengurangi
volume darah. Contohnya: Tiazid dapat menurunkan TPR sedangkan nontiazid
digunakan untuk pengobatan hipertensi esensial dengan mengurangi
sympathetic outflow dari sistem saraf autonom (Wijayanti, 2020).
2. Beta Blocker, obat ini selektif memblok reseptor beta-1 dan beta-2. Kinerja
obat ini tidak terlalu memblok beta-2 namun memblok beta1 sehingga
mengakibatkan brokodilatasi dalam paru. Agens tersebut tidak dianjurkan
pada pasien asma, dan lebih cocok pada penderita diabetes dan penyakit
vaskuler perifer (Supriati, 2020).
3. CCB (Calsium channel blocker), cara kerja dari obat ini yaitu memblok atau
mencegah masuknya ion kalsium kedalam sel yang mengakibatkan terjadinya
dilatasi koroner dan penurunan tahanan perifer dan koroner (Huseini, 2021).
4. Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, dengan menghambat sistem
renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan tekanan darah turun. Inhibitor
ACE dapat menghambat enzim dengan mengubah angiontensin I menjadi
angiotensin II ( Vasokonstriktor kuat) (Supriati, 2020).
2.2 Konsep lansia
2.2.1 Pengertian lansia
Menurut peraturan Presiden nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional
Kelanjutusiaan, yang dimaksud dengan Lanjut usia (lansia ) adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Proses penuaan akan berdampak pada berbagai aspek
kehidupan, baik aspek sosial, ekonomi maupun aspek kesehatan (UU no 13 Tahun
1998).
Lansia merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan
secara individual (Efendi, 2009).
Lansia atau usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan manusia dan
hal tersebut merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan
akan dialami oleh setiap individu (Prasetya, 2010).

2.2.2 Batasan Lansia


Batasan Usia lanjut menurut WHO meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

Menurut Depkes RI 2006, batasan lansia terbagi menjadi 4 yaitu :

1. Pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun
2. Usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut
antara 55-64 tahun,
3. Kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun keatas, dan
4. Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun
atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti,
menderita penyakit berat, atau cacat.
2.2.3 Karakteristik Lansia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan
masalah kesehatan lansia adalah :
1. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah
kesehatan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki sibuk
dengan BPH, maka perempuan mungkin menghadapi osteoporosis
2. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
3. Living arrangement
Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak, atau
keluarga lainnya.
4. Kondisi kesehatan
Kondisi umum : kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain
dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air besar dan air kecil.
Frekuensi sakit : frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak produktif
lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
5. Keadaan ekonomi
a. Sumber pendapatan resmi : pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau
masih aktif
b. Sumber pendapatan keluarga : atau atau tidaknya bantuan keuangan dari anak,
atau keluarga lainnya, atau mungkin masih ada anggota keluarga yang
tergantung pada lansia.
c. Kemampuan pendapatan : lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi,
sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat terancam,
sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam
kehidupan, menentukan kondisi hidup yang dengan perubahan status ekonomi
dan kondisi fisik.
2.2.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan - perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari : (Nugroho, 2000)
1. Perubahan fisik
a. Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan
intraseluler menurun.
b. Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan
stress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga
menyebabkan kurangnya respon motorik dan reflek.
c. Pendengaran
Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-
tulang pendengaran mengalami kekakuan.
d. Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
e. Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah untuk oksigenasi.
f. Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta
terjadi penyempitan pada bronkus.
g. Muskuluskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian
membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, dan tendon mengerut dan
mengalami sklerosis.
h. Gastrointestinal
Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan
peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.
i. Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan
telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut
memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta
kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk (Maryam, 2008:57).
2. Perubahan kognitif
a. Memori (daya ingat, ingatan)
b. IQ ( Intellegent Quecient)
c. Kemampuan belajar (1earning)
d. Kemampuan pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi
3. Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
konsep diri.
4. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir, bertindak dalam sehari-hari.
(Murray dan Zentner, 1970).
2.3 Konsep larutan madu
2.3.1 Pengertian larutan madu
Larutan madu adalah bahan alami yang memiliki rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah dari nektar atau sari bunga atau cairan yang berasal dari
bagian-bagian tanaman hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan
senyawa tertentu oleh lebah kemudian disimpan pada sarang yang berbentuk
heksagonal (Al Fady, 2015).
Larutan madu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki rasa
manis dan kental yang berwarna emas sampai coklat gelap dengan kandungan
gula yang tinggi serta lemak rendah (Wulansari, 2018).

Gambar 1. Madu hutan

Dibidang kedokteran, madu mendapatkan perhatian untuk digunakan sebagai


agen antibakteri dalam perawatan ulserasi, luka, dan infeksi lain akibat luka bakar
maupun luka lainnya. Efektivitas dalam mengatasi infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan disebabkan oleh adanya aktivitas antibakteri yang terdapat pada madu.
Aktivitas antibakteri madu terjadi karena adanya hidrogen peroksida, flavonoid, dan
konsentrasi gula hipertonik. Hidrogen peroksida dibentuk di dalam madu oleh aktivitas
enzim glucose oxide yang memperoduksi asam glukonat dan hidrogen peroksida dari
glukosa. Enzim ini akan aktif apabila madu diencerkan. Hidrogen peroksida yang
terbentuk akan terakumulasi dalam medium biakan yang akan menginhibisi
pertumbuhan bakteri (Suranto, 2008).

2.3.2 Jenis madu


Madu berdasarkan sumber bunga (nektar) dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Madu monofloral
Madu monofloral berasal dari satu jenis nektar atau didominasi oleh satu nektar,
misal madu randu dan madu kelengkeng.
2. Madu multifloral
Madu multifloral adalah madu yang berasal dari berbagai jenis tanaman sebagai
contoh madu hutan dari lebah yang mendapatkan nektar dari berbagi jenis
tanaman.

Madu berdasarkan asal nektarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1. Madu Flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Yang berasal dari
satu jenis bunga disebut madu monoflora, yang berasal dari aneka ragam bunga
disebut madu polyfloral. Madu polyfloral dihasilkan dari beberapa jenis tanaman
dari nektar bunga.
2. Madu Ekstraflora
Madu Ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar di luar bunga seperti
daun, cabang atau batang tanaman.
3. Madu Embun
Madu Embun adalah madu yang dihasilkan dai cairan hasil suksesi serangga yang
meletakkan gulanya pada tanaman, kemudian dikumpulkan oleh lebah madu dan
disimpan dalam sarang madu (Wulansari, 2018).
2.3.3 Komposisi dan Kandungan larutan madu hutan
Madu hutan adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai
sumber nektar. Madu hutan tersusun atas 17,1% air; 82,4% karbohidrat total; 0,5%
protein; asam amino; vitamin dan mineral (Al fady, 2015). Madu hutan mengandung
banyak mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor dan
kalium. Vitamin-vitamin yang terdapat dalam madu adalah thiamin (B1), riboflavin (B2),
asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan
vitamin K.
Enzim yang penting dalam madu hutan adalah enzim diastase, invertase, glukosa
oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah
karbohidrat komplek (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida).
Enzim invertase adalah enzim yang memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Enzim oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam
peroksida. Enzim peroksidase melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua zat
tersebut berguna bagi proses metabolisme tubuh (Suranto, 2008 ).
Madu hutan memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak.
Kandungan gula dalam madu hutan mencapai 80% dan dari gula tersebut 85% berupa
fruktosa dan glukosa. Asam utama yang terdapat dalam madu hutan adalah asam
glutamat. Sementara itu, asam organik yang terdapat dalam madu hutan adalah asam
asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat
(Suranto, 2008). Komposisi kimia madu hutan dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1. Komposisi Kimia Madu Hutan per 100 gram (Suranto, 2008)

No Komposisi Jumlah
1 Kalori 328 kal
2 Kadar Air 17,2 g
3 Protein 0,5 g
4 Karbohidrat 82,4 g
5 Abu 0,2 g
6 Tembaga 4,4-9,2 mg
7 Fosfor 1,9-6,3 mg
8 Besi 0,06-1,5 mg
9 Mangan 0,02-0,4 mg
10 Magnesium 1,2-3,5 mg
11 Thiamin 0,1 mg
12 Riboflavin 0,02 mg
13 Protein 0,5 g
14 Niasin 0,20 mg
15 Lemak 0,1 g
16 pH 3,9
17 Asam total 43,1 mg

2.3.4 Manfaat madu hutan


Madu hutan terkenal di dunia kesehatan karena banyak mengandung manfaat (khasiat)
diantaranya yaitu:
1. Pengganti gula
Madu hutan bisa dijadikan untuk pengganti gula karena madu hutan lebih
menyehatkan dibanding gula yang ada dipasaran. Untuk meningkatkan rasa
manisnya, bisa menambahkan susu pada madu hutan. Campuran susu dan madu hutan
ini dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia (Sakri, 2015).
2. Mudah dicerna
Madu hutan mudah dicerna oleh perut yang paling sensitif sekalipun karena
molekul gula pada madu dapat berubah menjadi gula lain (fruktosa menjadi glukosa)
(Sakri, 2015).
3. Sumber vitamin dan mineral
Madu hutan mengandung berbagai vitamin dan mineral. Jenis vitamin dan
mineral dan kuantitas mereka tergantung pada jenis bunga yang digunakan untuk
pemeliharaan lebah. Umumnya madu hutan mengandung vitamin C, kalsium, dan zat
besi (Sakri, 2015).
4. Sebagai penyembuhan Luka
Pemberian madu hutan pada proses penyembuhan luka karena karena
kemampuannya dalam proses pembersihan infeksi yang cepat, debridemen luka,
menekan peradangan dan meminimalkan jaringan parut, serta angiogenesis, granulasi
jaringan, pertumbuhan epitel. Madu hutan efektif untuk menyembuhkan luka karena
tidak menyebabkan iritasi, tidak beracun, steril, bersifat bakterisida dan banyak
mengandung nutrisi (Wulansari, 2018).
5. Antioksidan
Sebagai antioksidan madu hutan mengandung berbagai senyawa fitokimia seperti
asam organik, vitamin, dan enzim yang dapat berfungsi sebagai sumber antioksidan
makanan. Jumlah dan jenis senyawa antioksidan ini sangat bergantung pada sumber
atau variasi bunga pada madu hutan. Madu yang lebih gelap lebih tinggi dalam
kandungan antioksidan dari padu madu yang lebih terang. Kandungan fitokimia pada
madu hutan salah satunya adalah polifenol dapat bertindak sebagai antioksidan
(Wulansari, 2018).
6. Antimikroba
Madu hutan memiliki efek sebagai antikmikroba terutama pada bakteri gram
positif, baik yang bersifat bakteriostatik maupun efek bakterisida yang dapat melawan
banyak bakteri yang bersifat patogen. Glukosa oksidase yang terdapat pada madu
hutan menghasilkan agen antibakteri yaitu hidrogen peroksida. Efek antimikroba
madu hutan berkaitan dengan berbagai senyawa misalnya asam aromatik dan
senyawa dengan berbagai sifat kimia serta bergantung dari sumber tanaman darimana
madu itu berasal. Konsentrasi gula yang tinggi pada madu hutan bertanggung jawab
terhadap aktivitas antibakteri (Wulansari, 2018).
2.3.5 Prosedur pengelolaan larutan madu
1. Bahan : 1- 2 sendok makan (15-30 gr) madu

: 1 cangkir (240 mililiter) air panas

2. Metode 1
a. Didihkan sedikit air dengan menggunakan cerek atau microwave untuk
mendidihkan air . usahakan untuk menggunakan air distilasi/suling atau air leding
biasa mengandung terlalu banyak mineral dan bahan kimia. Jika Anda
menggunakan microwave, panaskan air selama 1 – 2 menit.
b. Tuangkan air tersebut kedalam mangkuk dan biarkan menjadi sedikit dingin.
Idealnya, air tersebut harus hangat. Anda dapat menggunakan air panas, tetapi
sebaiknya tidak mendidih. Penambahan madu kedalam air mendidih akan
merusak enzim-enzim bagus dan menyehatkan dan terkandung dalam madu.
c. Tambahkan 1 sampai 2 sendok makan (15 sampai 30 gr) madu kedalam mug
(cangkir besar) atau gelas. Jika Anda tidak menyukai minuman manis, cukup
gunakan 1 sendok makan ? (15 gr) madu.
d. Aduklah madu hingga larut. Gunakan sendok yang sama yang Anda gunakan
untuk menakar madu. Dengan cara ini Anda tidak akan membuang madu sedikit
pun.
e. Ciciplah air madu tersebut, dan tambahkan madu jika diperlukan. Madu akan
membuat air terasa sangat manis, tetapi Anda mungkin memang menyukai air
yang terasa manis. Ingatlah bahwa madu hanya diperlukan untuk menambah
sedikit rasa pada air. Anda tidak perlu meminum madu murni.
f. Minumlah air madu tersebut saat masih hangat. Air madu hangat memungkinkan
Anda mendapatkan manfaat terbaik dari madu. Salah satu manfaat madu yang
paling hebat adalah meringankan sakit tenggorokan.
2.3.6 Efek/pengaruh larutan madu pada lansia
Tekanan darah pada lansia yang diberikan larutan madu cenderung
mengalami penurunan dibandingkan dengan lansia yang tidak diberikan larutan
madu. Terdapat pengaruh yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan
terapi madu 20 gr secara oral terhadap penderita hipertensi pada lansia (Aini,
2015).
Penurunan tekanan darah setelah intervensi madu juga dipaparkan oleh
Aluko dan Helen dalam penelitiannya terhadap penurunan tekanan darah pada
menit ke 15, 30 dan 60 setelah meminum madu (Aluko et al,2012).
2.4 kerangka teori

Konsep Larutan Madu Konsep Lansia

1. Pengertian 1. Pengertian
2. Jenis madu 2. Batasan lansia
3. Komposisi dan kandungan 3. Karakteristik lansia
madu 4. Perubahan-perubahan
4. Manfaat yang terjadi pada lansia
5. Prosedur penggunaan
madu
6. Efek atau pengaruh larutan
madu

Penurunan Tekanan Darah Tinggi


(Hipertensi)

(Al Fady, 2015). (Wulansari, 2018). (Suranto, 2008). (Efendi, 2009). (Prasetya, 2010).
(Nugroho, 2000), (Hastuti, 2020). (V. R. I. Sinaga & Simatupang, 2019).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian merupakan suatu cara yang di gunakan untuk
menjelaskan penjelasan hubungan atau kaitan antara variabel yang akan diteliti. Peneliti
ini merupakan penelitian interversional pre experimenta study yang bertujuan untuk
mengetahui larutan madu terahadap tekanan darah lanjut usia Hipertensi.
Kerangka konsep penelitian sebagai berikut: variabel dependen dalam penelitian ini
adalah Hipertensi pada lansia, sedangkan variabel independen dari penelitian ini adalah
umur, jenis kelamin, pekerjaan, diagnosis dan jenis pengobatan. Kerangka konsep dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema Penelitian

Kelompok Pre Test Tekanan Pemberian larutan Post Test Tekanan


intervensi darah Lanjut Usia madu darah Lanjut Usia

Tekanan darah
Kelompok Kontrol
lanjut usia

Keterangan:

: Di teliti

: Pengaruh

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian adalah Hipotesis kerja ( Hipotesis alternatif H0 atau H1) yaitu
hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab pernasalahan dengan menggunakan teori –
teori yang ada hubungannya (Relevan) dengan masalah penelitian dan belum berdasarkan
fakta serta dukungan data yang nyata di lapangan.

Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap intervensi larutan madu dengan dosis
Madu 35 dan 70 gr terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada Lansia.
3.3 Jenis dan Desain Penelitian
Menurut Sugiono (2018:213) metode penelitian adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat yang digunakan untuk meneliti pada kondisi ilmiah
(eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument, teknik pengumpulan data dan di
analisis yang bersifat kualitatif lebih menekan pada makna. Jenis penelitian yang
digunakan adalah metode kuantitatif. Desain penelitian menurut Moh. Pabundu Tika
(2015 : 12 ) adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan
menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan secara
efesien dan efektif sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini jenis penelitian
yang digunakan adalah Quasy Eksperiment. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan Control group pre-posttest design.

Subjek Pre Intervensi Pasca Test


K O X O1
T Waktu 1 Waktu 02

Keterangan :
O1 : Pre-test (sebelum melakukan pemberian larutan madu)
X : Intervensi
O2 : Post-test (Sesudah melakukan pemberian larutan madu)

3.4 Defenisi Operasional


Menurut pan ra ahli mendefenisikan bahwa operasional adalah :
1. Budi Pranata (2013:18) merupakan kapasitasi atau kuantitas yang tidak sesuai.
2. Husein Umar (2008:125) merupakan penentuan konstruct sehingga menjadi
variabel maupun variabel- variabel yang dapat diukur.

No. Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur Skala


Operasional
A. Independen
1. Larutan Madu Pemberian Sendok dan - -
intervensi gelas
tarapi larutan
madu pada
lansia agar
tekanan darah
menurun.
B. Dependen
2. Tekanan Darah Hipertensi Rekam Medik Normal Nominal
adalah
(Hipertensi) dan
tekanan
darahmelebihi Kuesioner
ambang batas
normal
dimana
tekanan darah
sistolik ≥ 140
mmHg atau
tekanan darah
diastolik ≥ 90
mmHgyang
terjadi pada
seorang
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi
Populasi adalah objek penelitian atau objek yang di teliti (Notoatmojdo 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Lansia yang berada di Desa Oeltua
Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang sebanyak 110 orang.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah respresentasi populasi yang dijadikan sebagai sumber informasi
bagi semua data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian yang
dihadapi (Notoadmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini yang berada di Desa
Oeltua Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang berjumlah 40 responden yang terbagi
menjadi 2 kelompok, 1 intervensi dan 1 kelompok control .
3.6 Lokasi dan waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian adalah serangkain gambaran umum yang menjelaskan
lokasi teknik pengumpulan data dalam sebuah riset. Penelitian ini dilakukan di Desa Oeltua
Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang selama dua bulan yaitu pada bulan Mei – Juni
2023.
3.7 Instrument Penelitian
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian dalam mengumpulkan
data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, sehingga mudah diolah
(Sugiyono, 2015). Instrumen yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan Kuesioner.
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan
secara langsung berupa stunting, umur, jenis kelamin, pekerjaan, diagnosis
penyakit dan jenis pengobatan Desa Oeltua Kecamatan Taebenu Kabupaten
Kupang.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instasiyang terkait diantara
yaitu data dari Puskesmas dan Desa Oeltua yaitu data hipertensi.
c. Teknik pengumpulan data
Teknik Pengumpulan Data dilakukan melalui wawancara dan observasi.
3.8.2 Teknik pengolahan Data
Teknik Pengolahan data. Data yang terkumpul diolah menggunakan komputer
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2018),
1. Pemeriksaan data (editing)
Setiap lembar kuisioner yang telah diisi, diteliti dengan tujuan untuk mengetahui
kelengkapan jawaban dan kebasahan jawaban.
2. Penandaan (Coding)
Setelah data di edit maka di lakukan penandaan pada setiap pertanyaan untuk
memudahkan dalam pemindahan data.
3. Pemasukan data (Entry)
Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke komputer sesuai dengan variabel
yang ditetapkan.
4. Pembersihan data (Cleaning)
Mengecek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kesalahan dan
ketidak lengkapan kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi dan selanjutnya
dianalisis dengan teknik komputerisasi.

3.9 Analisa Data


3.9.1 Analisa Univariat

Analisis univariat adalah anaisis yang dilakukan terhadap masing- masing


variabel dan hasil penelitian dan dianalisis untuk mengetahui distribusi dan
persentase dari tiap variabel. Kemudian hasil yang didapatkan dimasukan
dalam tabel frekuensi. Analisis univariat dilakukan menggunakan rumus berikut
(Notoatmodjo, 2010):
X
P= x 100%
N

Keterangan :

P : Presentase

X : Jumlah kejadian pada responden

N : Jumlah seluruh responden

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis data yang dilakukan untuk mencari korelasi
atau pengaruh antara 2 variabel atau lebih yang diteliti. Pada penelitian ini sebelum
dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk
mengetahui normal atau tidaknya data yang ada. Pengujian normalitas dilakukan
dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan membandingkan nilai
skewness dan kurtosis (Notoatmodjo, 2010).

Bila data telah terdistribusi normal maka analisis bivariat dilakukan


menggunakan uji korelasi product moment karena data berbentuk interval.
Namun bila data tidak terditribusi normal maka skala data diturunkan menjadi
ordinal atau nominal sehingga analisis bivariat yang digunakan adalah uji korelasi
product moment (Sugiyono, 2011).

r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿

Keterangan :

N : jumlah responden

X : pertanyaan nomor ke-x

Y : skor total
XY : skor pertanyaan nomor ke-x dikali skor total

Apabila dari perhitungan didapatkan nilai signifikansi (p) lebih kecil dari taraf
kesalahan 5% (0,05) maka hipotesis (H1) diterima dan H0 ditolak yang artinya ada
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika didapatkan nilai signifikansi
(p) lebih besar dari taraf kesalahan 5% (0,05) maka hipotesis (H1) ditolak dan H0
diterima yang artinya tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
(Sugiyono, 2011).

3.9.3 Pengujian Hipotesis


1. Uji Paired sampel t-Test

Paired sampel t-Test merupakan uji beda dua sampel berpasangan. Sampel
berpasangan merupakan subjek yang sama, tapi mengalami perlakuan yang berbeda.
Model uji beda ini digunakan untuk menganalisis model penelitian sebelum dan
sesudah. Menurut Widiyanto (2013:35), paired sample t-test merupakan salah satu
metode pengujian yang digunakan untuk mengkaji keefektifan perlakuan, ditandai adanya
perbedaan rata-rata sebelum dan rata-rata sesudah diberikan perlakuan.

Asumsi dasar penggunaan uji ini adalah observasi atau penelitian untuk masing-
masing pasangan harus dalam kondisi yang sama. Perbedaan rata-rata harus berdistribusi
normal. Varian masing-masing variabel dapat sama atau tidak.Untuk melakukan uji ini,
diperlukan data yang berskala interval atau ratio. Yang dimaksud dengan sampel
berpasangan adalah kita menggunakan sampel yang sama, tetapi pengujian yang dilakukan
terhadap sampel tersebut dua kali dalam waktu yang berbeda atau dengan interval waktu
tertentu. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significant 0.05 (α=5%) antar variabel
independen dengan variabel dependen.

Dasar pengambilan putusan untuk menerima atau menolak Ho pada uji ini adalah
sebagai berikut.

a Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima atau Ha ditolak (perbedaan kinerja
tidak signifikan).
b Jika nilai signifikan < 0.05 maka Ho ditolak atau Ha diterima (perbedaan kinerja
signifikan).

Pengujian ini untuk membuktikan apakah sampel penelitian sebelum dan setelah IPO
memiliki rata-rata yang berbeda secara signifikan ataupun tidak.

Alasan penulis menggunakan alat analisis ini adalah karena dalam penelitian ini
digunakan dua sampel yang berpasangan. Sampel berpasangan ini sebagai sebuah subjek
yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda, yaitu
sebelum dan setelah IPO.

Rumus Paired T-test


t=
SD
√N

Rumus 3.1 Paired T-test

t = Nilai t hitung

𝐷̅ = Rata Rata pengukuran sampel 1 dan 2

SD = Standar deviasi pengukuran sampel 1 dan 2

N = Jumlah sampel

Untuk mengintepretasikan Paired sample t-test terlebih dahulu harus ditentukan :

- Nilai α
- df (degree of freedom) = N-k .Untuk paired sample t-test df = N-1
- Bandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel

Selanjutnya t hitung tersebut dibandingkan dengan t tabel dengan tingkat signifikansi 95%.
kriteria pengambilan keputusannya adalah:

T tabel > T hitung = Ho diterima atau Ha ditolak


T tabel < T hitung = Ho ditolak atau Ha diterima

2. Uji One-way ANOVA

Pengujian hipotesis dilakukan dengan alat uji statistik yaitu analisis varians. Menurut
Hakim (2002:208), analisis varians merupakan uji hipotesis mean lebih dari dua populasi.
Analisis varian yang digunakan adalah One-way ANOVA (Anova Satu Arah). One-way
ANOVA biasa dikenal dengan nama onefactor completely randomized design of ANOVA
adalah uji hipotesis beda mean atau lebih dari dua populasi jika setiap anggota yang terlibat
dalam pengukuran bebas untuk terletak di populasi mana saja, artinya tidak ada kesenjangan
untuk mengatur letak suatu anggota dalam suatu populasi tertentu (sehingga disebut
completely randomized). (Hakim, 2002:221)

Menurut Ilhamzen (2013), Uji ANOVA Satu Arah (One Way ANOVA) adalah Jenis
Uji Statistika Parametrik yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-
rata antara lebih dari dua group sampel. Yang dimaksud satu arah adalah sumber keragaman
yang dianalisis hanya berlangsung satu arah yaitu antar perlakuan (Between Group).

Hipotesis yang digunakan adalah:

Ho : µ1 = µ2 … = µk (mean dari semua kelompok sama)

Ha : µ1 ≠ µ2 (terdapat mean dari dua atau lebih kelompok tidak sama)

Setelah dilakukan uji ANOVA dan hasilnya signifikan, dilakukan uji Lanjut Post Hoc
LSD untuk mengetahui kelompok mana saja yang memiliki Perbedaan signifikan atau tidak
signi

3.10 Etika Penelitian


Etika penelitian adalah pertimbangan rasional pertimbangan rasional mengenai
kewajiban-kewajiban moral seorang peneliti atas apa yang dikerjakannya dalam
penelitian, publikasi, dan pengabdiannya kepada masyarakat.
Penelitian kesehatan pada umumnya menggunakan manusia sebagai objek yang
diteliti, hal ini berarti adanya suatu hubungan timbal balik antar orang sebagai peneliti
dan orang sebagai diteliti. Oleh sebab itu sebagai etika dan moral seperti yang telah
diuraikan maka dalam pelaksanaan penelitian kesehatan khususnya, harus diperhatikan
hubungan antara kedua belah pihak ini secara etika atau biasanya disebut sebagai etika
penelitian (Nursalam 2020).Dalam penelitian ini perlu diperhatikan masalah etika yang
meliputi :
1. Surat Persetujuan (Informed concent).
Informed concent merupakan susatu bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan.Informed concent yang di
berikan kepada subjek/responden. Sebelum subjek di beri kesempatan untuk
membaca isi lembar persetujuan, jika sebelum menerima menjadi responden untuk
diteliti maka peneliti tidak bisa memaksa responden untuk diteliti dan menghormati
hak dari responden.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek/responden penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan di sajikan. Dilakukan
untuk menjaga kerahasiaan responden sebagai objek peneliti, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kusioner yang diisi oleh responden,
peneliti hanya memberikan nama inisial atau kode tertentu.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasian subjek/responden di jaga kerahasiaan oleh peneliti, baik informasi
maupun masalah-masalah lain yang di berikan oleh subjek atau responden. Masalah
ini merupakan masalah dengan memberikan jaminan kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.
4. Keadilan (Justife)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka
tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian dalam melakukan penelitian, peneliti
selalu menjelaskan prosedur penelitian dan menjamin bahwa semua subjek penelitian
memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama.
5. Bermanfaat Dan Tidak Merugikan (Beneficeence And nonmaleficence)
Dalam melakukan penelitian memperhatikan manfaat penelitian ini bagi subjek
penelitian. Selain itu peneliti juga harus mempertimbangkan dan melihat kerugian
yang dapat merugikan subjek pada setiap kegiatan penelitian. Oleh karena itu peneliti
harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan timbul.
DAFTAR PUSTAKA

Alaydrus S, 2017. Profil Penggunaan Obat pada pasien Hipertensi di Puskesmas Marawola
Periode Januari - Maret 2017.Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 3.No.2
Adam L, 2019. Determinan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jambura Health And Sport Journal.
Baharuddin, 2018. Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping Obat Anti Hipertensi terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Puskesmas Baranti.
Bandiyah, S. (2018). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Eko Surahmanto. E & Gloria Pandean, V. (2018). Hubungan Hipertensi dengan Fungsi Kognitif
di Poliklinik SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. R
Fananis. dkk, 2014.Health Belief Model pada Pasien Pengobatan Alternatif
SupranaturaldenganBantuanDukun.JurnalPsikologiKlinisdan Kesehatan Mental.
Herdiansyah H, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Aini, R (2015) ‘Pengaruh pemberian madu terhadap perubahan tekanan darah pada penderita
hipertensi diwilayah kerja upk puskesmas khatulistiwa kecamatan pontianak, JURNAL
PRONERS, 3 (1)

Ikhwan, M., Livana PH., & Hermanto. 2017. Hubungan Faktor Pemicu Hipertensi Dengan
Kejadian Hipertensi.
Johnson RJ, et al, 2015. Comprehensive Clinical Nephrology. 5 editions. Elseiver Saunders;
Philadelpia.
Muriyati and Yahya, S. (2018) “Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di
Wilayah Pegunungan Dan Pesisir Kabupaten Bulukumba”, Jurnal
Kesehatan Panrita Husada, 3(2), pp. 35–51. doi:
10.37362/jkph.v3i2.157.
Moleong J, 2010. Metodologi penelitian kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Oktaviani E, dkk. (2019). Faktor yang Beresiko Terhadap Hipertensi pada Pegawai di Wilayah
Perimeter Pelabuhan. Jurnal Epidemiologi Kesehatan komunitas.
utri Luh S. A, dkk, 2019. Gambaran Pola Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien
Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2016. Jurnal
Medika Udayana, Vol. 8 No.6.
Rihiantoro, Tori, and Muji Widodo. 2018. “Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan
Kejadian Hipertensi Di Kabupaten Tulang Bawang.” Jurnal Ilmiah Keperawatan
Sai Betik 13(2):159. doi: 10.26630/jkep.v13i2.924.
Sarifudin B dkk,2017. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Hipertensi Rawat Jalan
Peserta Askes Dan Dampaknya Pada Biaya.Jurnal Info Kesehatan Vol 15, No.2.
Susilowati, & Cici Risnawati. (2017). Gambaran Pola Pengobatan Hipertensi Di
Puskesmas Berbah Sleman Yogyakarta Bulan Januari 2017. Jurnal
Kefarmasian Akfarindo, 25-32. Retrieved from
https://jofar.afi.ac.id/index.php/jofar/article/view/18
Suryaningsih, T., & Raharjo, M. (2017). Kadar asam urat darah dengan kejadian
hipertensi di RSUD Sukorhajo. Digital Digital Repository Repository Universitas
Universitas Jember Jember
Sari Ayu P., dkk, 2018. Perubahan Tekanan Darah pada Lansia Dengan Hipertensi Melalui
Therapeutical Gardening di Upt Pslu
Magetan.Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 4.
Sudorsono , E. K. R. et all 2017. Simorangkir, L. Hubungan Pengetahuan Dan
Motivasi Dengan Pencegahan Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Pakan Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.Universitas
Sumatra Utara
Susilowati A, 2017. Gambaran Pola Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Berbah Sleman
Yogyakarta Bulan Januari 2017. Journal homepage: http://jofar.afi.ac.id
AKFARINDO VoL. 2 No.1.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,dan
R&D.Bandung: Alfabeta.
Said R, 2017. Hipertensi. Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan Rl.
Tarigan Ar, Zulhaida Lubis, Syarifah. Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Keluarga
Terhadap Diet Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016.
Jurnal Kesehatan. 2018;11(1):9–17.
Tyashapsari W. dkk, 2012. Penggunaan Obat Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang. Majalah Farmaseutik, Vol. 8
No. 2. Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta.
Tommy Steven Johanes A, 2019. Hipertensi Esensial: Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru pada
Dewasa. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya, Jakarta, Indonesia.
World Healt Organisation (WHO). (2020). Data Global Status Report on Communicable Disease
Yanti et all 2020. Hubungantingkat Pengetahuan Komplikasi Hipetensi Dengan Tindakan
Pencegahan Komplikasi. Jakarta Indonesia.
KUSIONER PENELITIAN

NAMA :

USIA :

JENIS KELAMIN :

Berikan tanda cheklist pada bagian yang sesuai dengan pernyataan dibawah ini !

No. Pernyataan Benar Salah

1. Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah melebihi


batas normal, yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pemeriksaan berulang.

2. Hipertensi disebabkan ketika konsumsi garam berlebihan

3. Faktor penyebab lain pada hipertensi yaitu karna faktor usia

4. Tanda dan gejala pada hipertensi biasanya demam

5. Hipertensi dapat menyebabkan stroke

6. Larutan madu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki rasa
manis dan kental yang berwarna emas sampai coklat gelap dengan
kandungan gula yang tinggi serta lemak rendah.

7. Mengonsumsi madu dapat meningkatkan tekanan darah

8. Madu hutan mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium,


magnesium, alumunium, besi, fosfor dan kalium. Vitamin-vitamin
yang terdapat dalam madu adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), asam
askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam
folat, dan vitamin K.
9. Mengonsumsi madu saja bisa menyembuhkan penyakit hipertensi

10. Madu sebagai penyembuhan luka

Anda mungkin juga menyukai