Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 60 TAHUN DENGAN RHINOSINUSITIS


AKUT

Oleh:

Ratu
Nurul
Fadhilah G992008047

Farah Nadhifa Tyas Djatmika G992102023

Pembimbing: dr. Niken Dyah A. K., Sp.THT-KL, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RS UNS

SURAKARTA

2022
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS

Kasus responsi yang berjudul:

SEORANG PEREMPUAN 60 TAHUN DENGAN RHINOSINUSITIS AKUT

Disusun oleh:

Ratu Nurul Fadhilah G992008047

Farah Nadhifa Tyas Djatmika G992102023

Periode: 20 Desember 2021 - 16 Januari 2022

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dari Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok - Kepala Leher
RS UNS - Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Januari 2022

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Staff Pembimbing

dr. Niken Dyah A. K., Sp.THT-KL, M. Kes

BAB I

STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS

1. Identitas
Nama : Ny.W
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Boyolali
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/ras : Jawa
No. RM : 053XXX

2. Keluhan Utama
Nyeri wajah pipi kanan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik THT RS UNS pada tanggal 30 Desember
2021 dengan keluhan nyeri wajah sejak 1 bulan SMRS. Keluhan nyeri wajah
dirasakan di area pipi disertai nyeri di bagian kepala. Pasien juga mengatakan
hidung sering tersumbat. Keluhan tersebut dirasakan terus-menerus dan
semakin memberat, sehingga menyebabkan pasien sulit untuk tidur dan
makan. Pasien mengaku sempat mengeluarkan lendir berwarna jernih. Pasien
juga merasakan adanya lendir yang mengalir dari belakang tenggorokan.
Keluhan dirasakan memberat di pagi hari. Pasien mengaku sudah
mengkonsumsi obat, tetapi tidak memperingan keluhan. Pasien memiliki gigi
geraham yang berlubang di sisi kiri atas. Keluhan seperti penurunan
penciuman, demam, nyeri telinga, sulit menelan disangkal pasien. Riwayat
selalu bersin-bersin di pagi hari disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan serupa setahun yang lalu, tetapi


kemudian kambuh kembali. Tidak ada riwayat operasi telinga, hidung, dan
tenggorok. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi maupun DM. Tidak
terdapat riwayat alergi obat maupun makanan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa. Tidak ada
riwayat DM dan hipertensi di keluarga pasien.

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berobat ke dokter menggunakan BPJS. Pasien sehari-hari


hanya beraktivitas di rumah. Pasien mengatakan tinggal di lingkungan yang
cukup bersih.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis
a. Kesadaran : E4V5M6 (kompos mentis)
b. Keadaan umum : tampak sakit ringan
c. Tanda vital
1. Tekanan darah : 140/90 mmHg
2. Frekuensi nadi : 83 kali/menit
3. Frekuensi nafas : 20 kali/menit
4. Suhu : 36,4 C
d. Thorax : tidak dilakukan pemeriksaan
e. Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
f. Paru-paru : tidak dilakukan pemeriksaan
g. Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan

2. Status THT-KL
a. Telinga
Dextra Sinistra
Subjek

normotia, edema (-), normotia, edema (-),


Daun Telinga
hiperemis (-) hiperemis (-)
Canalis lapang, hiperemis (-), serumen lapang, hiperemis(-), serumen
Auricularis (-) (-)
intak, cone of light (+) pada intak, cone of light (+) pada
Membran Timpani
jam 5 jam 7
Tragus Pain - -
Hearing Loss - -
Discharge - -

b. Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Hidung Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dextra Sinistra

Cavum nasi lapang lapang


Discharge (-) (-)

Konka nasalis edema (-), hiperemis edema (-), hiperemis


inferior (-), hipertrofi (-) (-), hipertrofi (-)

Meatus nasi Discharge (-),massa (-) Discharge (-),massa


medius (-)
Meatus nasi Discharge (-),massa (-) Discharge (-),massa
inferior (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Provokasi lesi tidak dilakukan tidak dilakukan
Nyeri tekan sinus positif pada sinus -
 Sinus frontalis maksilaris
 Sinus maksilaris
 Sinus sfenoidalis
 Sinus etmoidalis
Os nasal krepitasi (-), nyeri tekan krepitasi (-), nyeri
(-) tekan (-)
Lain-lain (-) (-)
c. Mulut

Subjek Hasil

Bibir mukosa basah, ulkus (-), trismus (-),


drooling (-), sianosis (-)
Ginggiva edema (-), hiperemis (-)

Gigi berlubang pada gigi geraham kiri atas

Lidah ulserasi (-)

KGB Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

d. Tenggorokan

Subjek Dextra Sinistra

Tonsil T1, hiperemis (-), detritus (-) T1, hiperemis (-), detritus (-)

Faring Hiperemis (-), granulasi (-) Hiperemis (-), granulasi (-)

Adenoid Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan


pemeriksaan
Lain - lain uvula di tengah uvula di tengah

3. Resume

Seorang perempuan usia 60 tahun datang memeriksakan diri dengan


keluhan nyeri di wajah Keluhan nyeri wajah dirasakan di area pipi disertai
nyeri di bagian kepala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan
pada daerah sinus maksila dextra. Pada pemeriksaan telinga dan tenggorok
tidak ditemukan adanya kelainan.

4. Diagnosis Banding
a. Rhinosinusitis akut
b. Rhinitis alergi
c. Rhinitis vasomotor
5. Diagnosis:
Rhinosinusitis akut

6. Terapi
Medikamentosa:
a. cuci hidung dengan NaCl 0,9%
b. fluticasone propionate 50 mcg
Non-medikamentosa:
a. Edukasi untuk merutinkan cuci hidung setiap hari
b. Memperbaiki/memeriksakan kondisi gigi yang berlubang kepada dokter
gigi
c. Menjaga higienitas, terutama sekitar mulut dan hidung

7. Planning
Evaluasi terapi selama 2 minggu
Jika gejala belum membaik, rujuk ke spesialis THT

8. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

RHINOSINUSITIS

A. Definisi
Rhinosinusitis adalah peradangan simtomatik pada sinus paranasal dan rongga
hidung. Istilah rinosinusitis lebih direkomendasikan karena sinusitis hampir
selalu disertai dengan peradangan pada mukosa hidung yang berdekatan
(Rosenfeld et al., 2015).

B. Etiologi
Kavitas hidung dikolonisasi oleh banyak flora normal pernapasan, yang mana
dapat dengan mudah mengkontaminasi material yang didapat dari sinus
paranasal. Rhinosinusitis akut biasanya dipresipitasi oleh infeksi saluran napas
atas yang dialami sebelumnya, secara umum berasal dari virus. Sebagian besar
disebabkan oleh karena infeksi rhinovirus, coronavirus, dan virus influenza.
Virus lainnya juga dapat menyebabkan rhinosinusitis, di antaranya adenovirus,
virus human para influenza, dan metapneumovirus. Apabila penyebab berasal
dari bakteri, tiga agen kausatif yang paling sering menyebabkan infeksi adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella
catarrhalis (Mustafa et al., 2015). Rhinosinusitis kronis disebabkan oleh
banyak faktor termasuk infeksi, inflamasi, dan faktor struktural. Oleh
karenanya, etiologi lain seperti rhinitis alergi, paparan iritan yang menyebar
lewat udara, paparan asap rokok, adanya polip hidung atau septum deviasi,
kondisi imunodefisiensi, dan infeksi jamur perlu dipertimbangkan (Kwon &
O’Rourke, 2021).

C. Patofisiologi
Patogenesis rinosinusitis melibatkan tiga elemen kunci: rongga/ostia sinus
yang sempit, disfungsi badan siliaris, dan sekret sinus yang kental. Lapang
yang sempit dari ostia sinus memengaruhi untuk terjadinya obstruksi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi ostia terhadap obstruksi termasuk faktor-faktor
yang menyebabkan pembengkakan mukosa dan yang menyebabkan obstruksi
mekanis secara langsung. Dari beberapa penyebab ini, virus infeksi saluran
napas atas dan peradangan alergi adalah yang paling sering dan paling penting.
Ketika obstruksi ostium sinus terjadi, ada peningkatan tekanan sementara di
dalam rongga sinus. Karena oksigen habis dalam ruang yang tertutup ini,
tekanan dalam sinus menjadi relatif negatif terhadap tekanan atmosfer.
Tekanan negatif yang tercipta menyebabkan masuknya bakteri hidung ke
dalam sinus selama mengendus atau meniup hidung. Ketika obstruksi terjadi,
sekresi mukus oleh mukosa tetap berlanjut, mengakibatkan akumulasi cairan
di dalam sinus. Waktu pembersihan mukosiliar melambat secara signifikan
selama fase akut penyakit. Diperkirakan perubahan yang sama dalam struktur
dan fungsi mukosa hidung selama ISPA juga terjadi pada mukosa sinus. Hal
tersebut berkontribusi pada pengurangan klirens dari material dan
meningkatkan kemungkinan ostia sinus untuk terinfeksi (Mustafa et al., 2015).

D. Epidemiologi
Rinosinusitis akut menyumbang 1 dari 5 resep antibiotik untuk orang dewasa,
menjadikannya alasan paling umum kelima untuk resep antibiotik. Sekitar 6%
sampai 7% dari anak-anak dengan gejala pernapasan memiliki rinosinusitis
akut. Diperkirakan 16% orang dewasa didiagnosis dengan ABRS (acute
bacterial rhinosinusitis) setiap tahun. Mengingat sifat klinis dari diagnosis ini,
ada kemungkinan perkiraan yang berlebihan. Diperkirakan 0,5 hingga 2,0%
rinosinusitis virus (VRS) akan berkembang menjadi infeksi bakteri pada orang
dewasa dan 5 hingga 10% pada anak-anak (DeBoer and Kwon, 2012).

E. Faktor Risiko

Faktor risiko dapat dibagi menjadi dua; faktor risiko untuk rhinosinusitis akut
dan kronik. Risiko terjadinya rhinosinusitis akut lebih tinggi pada perokok
aktif dan penderita rhinitis alergi. Faktor risiko untuk terjadinya rhinosinusitis
kronik di antaranya:

1. Perokok (perokok pasif memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami


rhinosinusitis dengan paparan dahulu maupun kini)
2. Riwayat keluarga mengalami rhinosinusitis kronik
3. Asma, terutama adanya rhinosinusitis dengan polip hidung
4. Rhinosinusitis akut
5. Rhinitis kronis
6. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
7. Apnea tidur
8. Adenotonsilitis (Husain et al., 2018)

F. Gejala dan Tanda


Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan sebagai :
• inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau
lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti
atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
dan salah satu dari
• temuan nasoendoskopi:
- polip dan/ atau
- sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau
- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
dan/ atau
• gambaran tomografi komputer:
- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus
(EPOS, 2012)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto
polos bisa menggunakan Foto Polos Waters, PA dan lateral. Pemeriksaan ini
umumnya mampu menilai kondisi sinus sinus besar seperti maksila dan
frontal. Kelainan yang terlihat berupa perselubungan, air fluid level, atau
penebalan mukosa. Gold standart diagnosis Sinusitis yaitu dengan CT scan
sinus. Namun karena mahal hanya dikerjakan untuk penunjang diagnosis
sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau sebagai syarat
pra operasi untuk panduan operator saat melakukan operasi sinus. (Iskandar,
2017)

H. Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan Durasi Gejala
a) Rhinosinusitis akut, yaitu durasi gejala kurang 12
b) Rhinosinusitis kronik, yaitu durasi gejala 12 minggu atau lebih
2. Klasifikasi berdasarkan Keparahan Gejala
Untuk tujuan klinis, pedoman EP3OS dan BSACI mengkategorikan
keparahan penyakit berdasarkan skala analog visual (VAS) 10 cm yang telah
divalidasi secara statistik untuk digunakan pada pasien dengan Rhinosinusitis.
Pasien menjawab pertanyaan “Seberapa menggangunya gejala rinosinusitis
Anda?” memberikan peringkat, dengan skala mulai dari 0 ("tidak
menganggu") hingga 10 ("sangat menganggu"). Skor dikategorikan sebagai
berikut, antara 0 dan 3, penyakit ringan; lebih besar dari 3 sampai 7, penyakit
sedang; dan lebih besar dari 7 sampai 10, penyakit parah. Skor lebih besar dari
5 telah berkorelasi dengan penurunan kualitas hidup (Meltzer, 2011).

I. Tatalaksana
Tujuan pengobatan pada pasien dengan rinosinusitis akut adalah untuk
mengelola gejala dan meningkatkan atau mempertahankan kualitas kehidupan.
Perawatan diarahkan untuk meningkatkan pembersihan mukosiliar,
memperbaiki sinus drainase/aliran keluar, pemberantasan infeksi lokal dan
peradangan, dan meningkatkan akses untuk obat topikal.
1. Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%)
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa setidaknya irigasi saline
setiap hari mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pada
pasien dengan rinosinusitis akut. Irigasi salin tekanan rendah, volume
tinggi (240 mL) dapat secara signifikan mengurangi sinonasal gejala pada
50% pasien. Saat ini, irigasi salin isotonik direkomendasikan sebagai
komponen terapi medis standar untuk rinosinusitis akut.

2. Steroid intranasal
Semprotan kortikosteroid intranasal tetap terapi lini pertama dalam
manajemen medis rinosinusitis akut, biasanya dilakukan bersama dengan
irigasi saline isotonik.

3. Antibiotik
Terapi antibiotik untuk rinosinusitis kronis dapat bersifat jangka pendek
(sampai tiga minggu) dan jangka panjang. Antibiotik dapat diberikan pada
pasien dengan rinosinusitis akut dan bukti infeksi (misalnya, drainase
mukopurulen pada endoskopi).

4. Kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah pilihan untuk perbaikan jangka pendek dari
gejala parah pada pasien dengan polip yang sudah menjalani terapi
pemeliharaan (irigasi saline hidung dan semprotan kortikosteroid
intranasal)

5. Pembedahan (Sedaghat, 2017)

Gambar 1. Algoritma tatalaksana rhinosinusitis akut (EPOS,2012)


J. Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada rinosinusitis akut atau
rinosinusitis akut dengan ekserbasi akut berupa kelainan orbita atau
intrakranial
1. Kelainan orbita : Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra,
selulitis orbita, abses orbita
2. Kelainan intrakranial : meningitis, abses otak (Iskandar, 2017)

K. Prognosis
Pada rhinosinusitis akut, hasil bergantung pada faktor yang mendasari.
Contohnya jika terjadi obstruksi akibat kelainan septum, maka dapat
dikoreksi terlebih dahulu dengan tindakan bedah dan aliran mukosa sinus
menjadi baik (Iskandar, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Albu S. (2020). Chronic Rhinosinusitis-An Update on Epidemiology,


Pathogenesis and Management. Journal of clinical medicine, 9(7), 2285.
https://doi.org/10.3390/jcm9072285

DeBoer, D. and Kwon, E., 2012. Acute Sinusitis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov.


Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547701/>
[Diakses 2 January 2022].

EPOS (2012). Rhinology. Rhinology Official Journal of The European and


International Societies, 50, 305. Retrieved from
http://www.ep3os.org/EPOS2012.pdf

Husain, S., Amilia, H. H., Rosli, M. N., Zahedi, F. D., Sachlin, I. S., &
Development Group Clinical Practice Guidelines Management of
Rhinosinusitis in Adolescents & Adults (2018). Management of
rhinosinusitis in adults in primary care. Malaysian family physician : the
official journal of the Academy of Family Physicians of Malaysia, 13(1),
28–33.

Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al (ed). 2017. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-7.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kwon E, O'Rourke MC. Chronic Sinusitis. [Updated 2021 Aug 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441934/

Meltzer, E. O., & Hamilos, D. L. (2011). Rhinosinusitis diagnosis and


management for the clinician: a synopsis of recent consensus
guidelines. Mayo Clinic proceedings, 86(5), 427–443.
https://doi.org/10.4065/mcp.2010.0392

Mustafa M., Patawari P., Iftikhar HM., Shimmi SC., Hussain SS., Sien MM.
2015. Acute and Chronic Rhinosinusitis, Pathophysiology and Treatment.
International Journal of Pharmaceutical Science Invention, 4(2)

Rosenfeld RM., Piccirillo JF., Chandrasekhar SS., Brook I., Kumar KA.,
Kramper M., Orlandi RR., Palmer JN., Patel ZM., Peters A., Walsh SA.,
Corrigan MD. 2015. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis.
Otolaryngology–Head and Neck Surgery, 152(2S)

Sedaghat, A., 2017. Chronic Rhinosinusitis. [online] Aafp.org. Available at:


https://www.aafp.org/afp/2017/1015/p500.html#sec-3 [Diakses 2 Januari
2022].

Anda mungkin juga menyukai