Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH GIZI DAN DIET

KEBUTUHAN NUSTRISI PADA IBU MENYUSUI

Oleh

Kelompok 1 :

1. Agnes Peni (PO5303201230721)


2. Agung Peter Mou (PO5303201230722)
3. Alvin Toepoe (PO5303201230723)
4. Arlinda R. Allo Leppang (PO5303201230725)
5. Asty A. Here Djawa (PO5303201230726)
6. Aurel Tafin Poli (PO5303201230727)
7. Bekril S. Awang (PO5303201230728)
8. Bendicta U. M. Mauday (PO5303201230729)
9. Berta Julianti Pah (PO5303201230730)

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Yulianti K. Banhae, S.Kep.,Ns.,M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDRAL TENAGA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2023/2024
KATA PENGNTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadapan hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat
dan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Kebutuhan
Nutrisi Pada Ibu Menyusui” sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliag gizi dan diet.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Yulianti K. Banhae, S.Kep.,Ns.,M.Kes
selaku dosen pembimbing mata kuliah gizi dan diet yang telah membimbing dan
mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini, serta semua teman-teman
seperjuangan yang telah membantu dalam Menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh Karena itu kami sangat
mengharapakan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan makalah ini. Kiranya
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.

Kupang, 20 Februari 2024


Penulis

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGNTAR ...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang .................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah............................................................................................................. 2

1.3 Tujuan umum ................................................................................................................... 2

1.4 Tujuan khusus................................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3

2.1 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil trimester I, II, III ........................................................ 3

2.2 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil dengan gangguan anemia ........................................... 5

2.3 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil dengan gangguan pre-eklamasi................................ 11

2.4 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil dengan gangguan hyperemesis gravidarum ............. 12

2.5 Kebutuhan nutrisi pada ibu menyusui ............................................................................ 15

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 18

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 18

3.2 Saran ............................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 19

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Saat kehamilan nutrisi merupakan pengaruh paling utama untuk tumbuh kembang janin.
Jika ibu hamil bermasalah pada asupan nutrisi, akan sangat berdampak pada janin.
Apabila nutrisinya seimbang dan tercukupi, maka janinnya akan sehat dalam kandungan
maupun saat lahir, apabila nutrisinya tidak seimbaang dan tercukupi, maka janin yang
dikandungnya akan berdampak tidak baik hinga kemungkinan terjadi kelainan pada
janinnya. Untuk melihat nutrisi ibu hamil tidak dilihat dari jumlah nutrisi pada tiap porsi
yang dimakan, tetapi dilihat pada kandungan pada tiap porsi makanan yang dikonsumsi
terebut. (Ani Samiatul M, 2018).

Ibu hamil membutuhkan tambahan energi, protein, vitamin, dan mineral untuk
mendukung pertumbuhan janin dan proses metabolisme tubuh. Sebuah kajian penelitian
menyampaikan masalah yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu tidak menyadari adanya
peningkatan kebutuhan gizi selama kehamilan. Oleh sebab itu, penting untuk
menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat
memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal. Konsumsi makanan ibu hamil
harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan
janin atau bayinya. Oleh karena itu, ibu hamil membutuhkan zat gizi yang lebih banyak
dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, dengan konsumsi pangannya tetap
beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan proporsinya. Janin tumbuh dengan
mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya dan dari simpanan zat
gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama hamil, ibu harus menambah jumlah dan
jenis makanan yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil dan janinnya.
Selain itu, gizi juga diperlukan untuk persiapan memproduksi ASI. Bila makanan ibu
sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin akan
mengambil persediaan yang ada di dalam tubuh ibunya, seperti sel lemak sebagai sumber
kalori dan zat besi sebagai sumber zat besi. Oleh karena itu, ibu hamil harus mempunyai
status gizi yang baik sebelum hamil dan mengonsumsi makanan yang beranekaragam
baik proporsi maupun jumlahnya.

1
Dalam sebuah Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 disebutkan tentang angka kecukupan
gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia memberi panduan tentang angka kebutuhan
gizi berdasarkan jenis kelamin dan umur. Kebutuhan zat gizi yang akan meningkat selama
kehamilan di antaranya adalah kebutuhan energi. Pertambahan kebutuhan energi
utamanya terjadi pada trimester II dan III. Penambahan konsumsi energi pada trimester II
diperlukan untuk pertumbuhan jaringan ibu seperti penambahan volume darah,
pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Adapun penambahan
konsumsi energi sepanjang trimester III digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.
Oleh karena itu, jika kebutuhan gizi ibu hamil tidak terpenuhi, maka dapat terjadi masalah
gizi pada ibu hamil. Masalah gizi yang dialami ibu hamil dapat mengganggu kesehatan
ibu dan janin, sehingga pemenuhan gizi pada ibu hamil menjadi penting. Masalah gizi
yang timbul pada ibu hamil saat ini masih banyak ibu hamil di Indonesia yang mengalami
masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronik (KEK) dan anemia.
Selain itu masalah gizi pada ibu hamil yang lain adalah gangguan akibat kekurangan
yodium.

1.2 Rumusan masalah

1. apa kebutuhan nutrisi ibu hamil trimester I, II, III?


2. Apa kebutuhan nutrisi pada ibu dengan gangguan kehamilan: anemia, pre-eklamasi,
dan hyperemesis gravidarum?

1.3 Tujuan umum

Untuk mengetahui konsep ibu hamil dan menyusui

1.4 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada ibu hamil trimester I, II, III
2. Untuk menegtahui kebutuhan nutrisi pada ibu dengan gangguan kehamilan: anemia,
pre-eklamasi, dan hiperemesis gravidarum

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil trimester I, II, III

1. Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil trimester I


Pada trimester pertama, ibu hamil biasanya mengalami morning sickness, dengan
gejala mual, muntah, dan nafsu makan berkurang. Jika ibu hamil enggan makan, bisa
berdampak buruk pada Kesehatan ibu, misalnya, mengalami kekurangan gizi. Selama
hamil, ibu memerlukan semua zat gizi. Oleh karena itu kebutuhan energi, protein,
vitamin, mineral bertambah. Selama kehamilan, di perlukan tambahan protein rata-
rata 17gram/ hari. Akan tetapi pada trimester pertama belum bisa terpenuhi.
Diharapakan 1g/kg protein.
a. Kebutuhan zat gizi minggu ke -1 s/d minggu ke 4
Pada periode kehamilan ini calon ibu perlu mengonsumsi makanan bergizi
tinggi untuk mencukupi kebutuhan kalori tubuh ibu dan janin yang bertambah
180 Kkal per hari dari konsumsi kebutuhan tidak hamil sebesar 2200 Kkal.
Selain untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan oleh si ibu, gizi
diperlukan karena janin sedang terbentuk secara pusat pada periode kehamilan
ini.
b. Kebutuhan zat gizi minggu ke -5 s/d ke-6
Pada kehamila minggu ke-5 si ibu biasanya akan mulai ditandai mual dan
muntah. Agar konsumsi makanan tetap masuk tidak terganggu oleh rasa mual
dan muntah, hal ini dapat disiasati dalam makan porsi kecil tapi sering.
Konsumsi makanan selagi segar dan hangat.
c. Kebutuhan zat gizi minggu ke-7 s/d minggu ke-8
Ibu perlu mengonsumsi aneka jenis makanan berkalsium tingi
untukmenunjang pembentukan tulang rangka tubuh janin yang berlangsung
saat ini. Kebutuhan kalsium ibu hamil ditambah 10 mg dari kebutuhan ibu
wanita tidak hamil sebesar 800 mg.
d. Kebutuhan zat gizi minggu ke-9 s/d minggu ke-12
Pada minggu ke-9, ibu jangan sampai menambah kebtuhan asam folat 0,2 dari
kebutuhan Wanita tidak hamil sebesar 400. Banyak mengonsumsi juga vitamin
c dengan menambah 200 mg dari kebutuhan Wanita tidak hamil sebanyak 75

3
mg. Pada minggu ke-10, saatnya ibu makan banyak protein untuk memperoleh
asam amino yang tinggi berfungsi untuk pembentukan otak janin. Pada
minggu ke-12 ibu hamil penuhi vitamin tinggi agar janin tidak mengalami
cacat saat lahir. Kebutuhan vitaminnya meliputi A, B1, B2, B3 dan B4
(Kristianto,2014).
2. kebutuhan nutrisi ibu hamil trimester II
Trimester kedua, gangguan morning sickness sudah berkurang, namun kebutuhan gizi
ibu hamil kian bertambah karena pertumbuhan janin lebih cepat dari pada waktu
trimester pertama. Asupan protein bagi ibu hamil harus bertambah, asupan kalori juga
harus tercukupi. Protein dan kalori akan digunakan membentuk plasenta, ketuban,
menambah volume darah, dan mengalirkannya ke suluruh tubuh.
1. Kebutuhan zat gizi minggu 13 s/d minggu ke -16
Jangan makan cokelat, minum kopi, dan teh sebab kaifeinnya juga terdapat
dari teh, kola dan cokelat. Beresiko menggangu perkembangan saraf pusat
janin yang mulai berkembang. Ibu perlu menambah asupan setara dengan 300
kilo kalori per hari untuk tumbuhan energi yang dibutuhkan untuk tumbuh
kembang janin.
2. Kebutuhan zat gizi minggu 17 s/d ke -23
Ibu jangan sampai lupa makan sayur dan buah serta cairan untuk mencegah
sembelit. Kebutuhaan cairan tubuh meningkat pada periode kehamilan
minggu-minggu ini. Pastikan ibu minum 8-10 gelas air putih setiap harinya.
Selain itu konsumsi sumber zat besidan vitamin C untuk mengoptimalkan
pembentukan sel darah merah baru, sebab jantung dan sistem peredaran darah
janin sedang berkembang.
3. Kebutuhan zt gizi minggu 24 s/d minggu ke 28
Pada minggu ke- 28 ibu perbanyak mengonsumsi manakanan yang
mengandung asam lemak omega 3, fungsinya bagi pembentukan otak dan
kecerdasan janin. Vitamin E tinggi sebagai antioksidan harus dipenuhi pula
pada kehamilan minggu ke – 28 ini.
3. Kebutuhan nutrisi ibu hamil trimester III
Trimester ke tiga janin semakin besar dan kebutuhan ibu hamil meningkat. Selain
protein, kalori dan vitamin pada trimester ini ibu hamil juga harus memperhatikan
asupan zat besi. Ibu hamil dapt mengonsumsi suplemen zat besi dengan pengawasan
dokter selama masa kehamilan. Mineral lain yang dibutuhkan ialah iyodium, yang

4
berfungsi sebagai pemebentuk senyawa tiroksin. Senyawa ini berguna untuk
mengontrol metabolisme sel. Kekurangan iodium bisa menyebabkan bayi lahir kerdil
dan pertumbuhanny terlambat (Suromo,2014).

Pada trimester ketiga ini protein bisa mencapai 2g/kg berat badan/ hari. Janis protein
yang dikonsumsi sebaiknya mempunyai nilai biologi tinggi seperti daging, ikan, telur,
tahu, tempe, kacang-kacangan, biji-bijian, susu, sayuran, buah-bauahan dan yogurt.

Pada kehamilan periode trimester ke-3 ini, ibu hamil butuh bekal energi yang
memadai. Selain itu mengatasi beban yang sangat berat juga sebagai Cadangan energi
untuk persalinan kelak. Pertumbuhan otak janin akan terjadi cepat sekali pada dua
bulan terakhir menjelang persalinan (Kristianto,2014).

2.2 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil dengan gangguan anemia

1. pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau
kadar hemaglobin (Hb) lebih rendah dari normal, yang akan mengakibatkan
terganggunya distribusi oksigen oleh darah keseluruhan tubuh . (kemenkes, 2018).

Anemia merupakan suatu kondisi dimana berkurangnya jumlah sel darah merah,
kualitas hemaglobin, dan volume hematrokrit dibawah nilai normal per 100 ml darah.
Ketika seseorang memiliki kadar hemaglobin kurang dari 12 g/100 ml dalam
darahnya, maka dia katakan menderita anemia. Anemia dalam kehamilan adalah
kondisi dimana kadar hemaglobin ibu hamil kurang dari 11 g/dl pada trimester I dan
III, atau pada trimester II kadar hemaglobin kurang dari 10,5 g/dl. Selama masa
kehamilan, terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang serta
kebutuhan zat-zat makanan pun bertambah, oleh karena itu anemia lebih sering
dijumpai dalam kehamilan (walyani,2015 dalam Nur Devinia, 2020).

Kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia tersering karena kehamilan karena
kebutuhan zat besi saat hamil meningkat hingga tiga kali lipat dari wanita yang tidak
hamil. Kebutuhan zat besi ibu hamil harus terpenuhi untuk mencegah anemia pada ibu
hamil dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti bayam,

5
kacang-kacangan dan daging merah.(WHO, Clinical Use of Blood, 2012 dalam Nur
Devinia, 2020).

Selama masa kehamilan, darah akan bertambah banyak. Bertambahnya darah sudah
dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya antara 32-36
minggu usia kehamilan. Perbandingan pertambahan komponen darah yaitu plasma
30%, sel darah 18%, dan Hemoglobin 19%. Namun volume plasma yang bertambah
banyak tidak sebanding dengan pertambahan dari sel-sel darah, sehingga terjadi
pengenceran darah. Pengenceran darah ini merupakan penyesuaian fisiologis dalam
kehamilan yang bermanfaat bagi ibu hamil (Nur Devinia, 2020).

2. Definisi Anemia Dalam Kehamilan


Anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai kadar haemoglobin wanita hamil <
11g% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5g% pada trimester 2. Nilai batas
tersebut ada perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2(Nwachi,et al, 2010; saifuddin,2009).

3. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan


1. Anemia defisiensi zat besi
Anemia difisiensi zat besi adalah penurunan jumlah zat darah merah dalam darah
yanag disebabkan oleh zat besi yang terlalu sedikit ( proverawati 2011). Nutrisi tidak
adekuat yang tidak diterapi akan menyebabkan anemia defisiensi besi selama
kehamilan lanjut dan selama masa nifas (bobak et al., 2005).

6
2. Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik adalah gangguan darah dimana ukuran
sel lebih besar dari sel darah merah normal (Proverawati, 2011). Penyebabnya adalah
karena kekurangan asam folat, kekurangan vitamin. B12, malnutrisi, dan infeksi yang
kronik (Sofian, 2011).
3. Anemia Hipoplastik Anemia hipoplastik adalah anemia yang terjadi akibat sumsum
tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Anemia hipoplastik jarang
dijumpai dalam kehamilan, biasanya anemia ini disertai dengan trombositopenia dan
leukopenia (Hutahaean, 2013).
4. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah suatu kondisi dimana tidak ada cukup sel
darah merah dalam darah karena kerusakan dini sel-sel darah merah. Penyebab paling
umum adalah genetik yaitu anemia sel sabit dan talasemia (Proverawati, 2011).
5. Faktor Risiko Anemia
1. Umur Ibu Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil
yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang berumur
kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk
hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun
janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami
anemia.
2. Paritas
Menurut Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454
kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding dengan paritas rendah.
Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka
akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada
ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan

7
bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, konsums pangan, umur, paritas, dan sebagainya. Pengukuran lingkar
lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui resiko Kurang Energi
Kronis (KEK) Wanita UsiaSubur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan tatus gizi dalam jangka pendek.
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan
status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran LILA<23.5 cm. Deteksi KEK dengan ukuran LILA yang
mencerminkan kekurangan protein dalam intake makanan sehari-hari yanag
biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat
diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita
anemia (Darlina, 2003).
4. Infeksi dan Penyakit Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan
daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang
dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan
bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena meningkatnya
kebutuhan tubuh akibat kondidi fi siologis (hamil, kehilangan darah karena
kecelakaan, pascabedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi
(infeksi cacing tambang, malaria, TBC) (Anonim, 2004). Ibu yang sedang hamil
sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya
meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak
berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus, pertumbuhan
janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi
yang di derita ibu hamil biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru
diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit,
ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta zat gizi lainnya (Bahar,
2006). Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi
yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat
mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus
penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit, namun
Demam yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan
keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat
pada janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan komplikasi
kehamilan dan meningkatkan kematian janin 30% (Bahar, 2006).

8
5. Jarak kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan
prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang
dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak
kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk
memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu
hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan.
Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan
janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di
derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai didaerah
pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan
dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat social
ekonomi rendah (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin dkk (2007),
faktor yang mempengaruhi status anemia adalah tingkat pendidikan rendah.
7. Pengaruh Anemia dalam Kehamilan Menurut Manuaba (2010), anemia dalam
kehamilan dapat berpengaruh buruk pada kondisi ibu maupun janin, bahaya
tersebut antara lain yakni :
1. Bahaya selama kehamilan
a. Abortus
b. Persalinan prematuritas
c. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
d. Mudah terjadi infeksi
e. Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6g%)
f. Mola hidatidosa
g. Hiperemesis gravidarum
h. Perdarahan antepartum
i. Ketuban pecah dini (KPD)

2. Bahaya saat persalinan


a. Gangguan HIS (kekuatan mengejan)
b. Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar

9
c. Kala II berlangsung lama sehingga melelahkan dan sering memerlukan
tindakan operasi.
d. Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena
atonia uteri
e. Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri

3. Bahaya kala nifas


a. Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum
b. Memudahkan infeksi puerperium
c. Pengeluaran ASI berkurang
d. Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
e. Anemia kala nifas
f. Mudah terjadi infeksi mamae

8. Pencegahan Anemia dalam KehamilanNutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk
mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil. Makan makanan yang tinggi
kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau, daging merah, sereal, telur, dan
kacang tanah) dapat membantu tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan
untuk berfungsi dengan baik. Wanita hamil perlu dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin pada kunjungan pertama kehamilan (Proverawati, 2011).
9. Penanganan Anemia dalam Kehamilan
Menurut Tingkat Pelayanan Menurut Saifuddin (2009), penanganan anemia dalam
kehamilan berdasarkan tingkat pelayanannya dibagi menjadi
1. Polindes
a. Membuat diagnosis: klinik dan rujukan pemeriksaan laboratorium
b. Memberikan terapi oral: besi 60 mg/hari
c. Penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui
2. Puskesmas
a. Membuat diagnosis dan terapi
b. Menentukan penyakit kronik (TBC, Malaria) dan penanganannya
3. Rumah Sakit
a. Membuat diagnosis dan terapi
b. Diagnosis talasemia dengan elektroforesis Hb, bila ibu ternyata pembawa
sifat, perlu tes pada suami untuk menentukan risiko pada bayi.

10
2.3 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil dengan gangguan pre-eklamasi

Pre-eklampsia adalah sindrom pada kehamilan (>20 minggu), hipertensi (≥140/90


mmHg) dan proteinuria (>0,3 g/hari). Terjadi pada 2-5% kehamilan dan angka
kematian ibu 12-15% (Malha et al., 2018).

Pre-eklampsia juga dapat disertai gejala sakit kepala, perubahan visual, nyeri
epigastrium, dan dyspnoea. Beberapa faktor telah diidentifikasi terkait dengan
peningkatan risiko pre-eklampsia seperti usia, paritas, pre-eklampsia sebelumnya,
riwayat keluarga, kehamilan ganda, kondisi medis yang sudah ada sebelumnya
(diabetes mellitus tipe I), obesitas dan resistensi insulin, hipertensi kronis, penyakit
ginjal, penyakit autoimun, sindrom anti-fosfolipid, penyakit rematik), merokok,
peningkatan indeks massa tubuh (BMI), peningkatan tekanan darah, dan proteinuria.
Selain itu, beberapa faktor yang terkait termasuk keterpaparan sperma yang terbatas,
primipaternitas, kehamilan setelah inseminasi donor / sumbangan oosit embrio telah
ditemukan memainkan peran penting pada kejadian pre- eklampsia/eklampsia
(Karthikeyan, 2015).

Faktor risiko pre-eklampsia/eklampsia adalah hipertensi kronis, obesitas, dan anemia


parah (Bilano et al., 2014). Faktor risiko utama pre-eklampsia adalah sindrom
antifosfolipid, relative risk, pre-eklampsia sebelumnya, diabetes tipe I, kehamilan
ganda, belum pernah melahirkan (nulliparity), sejarah keluarga, obesitas, usia >40
tahun, hipertensi (English et al., 2015). Sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia
sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes tipe 1. teknologi pembantu reproduksi dan
BMI (body mass index) sangat berkaitan erat dengan terjadinya pre-eklampsia
(Bartsch et al., 2016).

Patofisiologi pre-eklampsia (Leeman et al., 2016)

a) Implantasi plasenta abnormal (cacat pada trofoblas dan spiral arteriol)


b) Faktor angiogenik (faktor rendahnya pertumbuhan plasental)
c) Predisposisi genetik (ibu, ayah, trombofilias)
d) Fenomena immunologi
e) Kerusakan endotelial vaskular dan stres oksidatif
f) Fitur pre-eklampsia berat (Leeman et al., 2016)
g) Peningkatan tekanan darah (sistolik≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg)

11
h) Peningkatan kreatinin (> 1.1 mg/dL [97 µmol/L] atau ≥ 2x normal)
i) Disfungsi hati (transamilase ≥ 2x normal atas) atau nyeri pada tubuh bagian
atas
j) Sakit kepala atau penglihatan kabur
k) Trombosit < 100x10³/µL (100x10/L)
l) Edema paru

2.4 Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil dengan gangguan hyperemesis gravidarum

1. Definisi Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai kejadian mual dan muntah yang
mengakibatkan penurunan berat badan lebih dari 5%, asupan cairan dan nutrisi
abnormal, ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi, ketonuria serta memiliki
konsekuensi yang merugikan janin (Mullin, et al., 2011; Wegrzyniak, et al., 2012).
Kejadian ini dimulai sebelum akhir minggu ke-22 kehamilan dan terbagi dalam tiga
klasifi kasi yaitu ringan, sedang, dan berat dengan gangguan metabolik (Sandven,
2010).
2. Etiologi
Etiologi hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan antara lain: 1) Faktor adaptasi dan
hormonal Ruang lingkup faktor adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia,
primigravida, overdistensi rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa
(Manuaba, 2010). Pada wanita hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi
hiperemesis gravidarum. Hal ini didukung oleh penelitian Sari (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara anemia dengan kejadian
hiperemesis gravidarum yaitu sebanyak 51,6% ibu hamil dengan anemia yang
mengalami hiperemesis gravidarum. Pada anemia terjadi kekurangan zat gizi seperti
vitamin B1 , B6 , B12, vitamin C, zat besi (Fe), asam folat, dan zinc yang
mempengaruhi penurunan kadar serotonin dalam darah sehingga berakibat terjadinya
hiperemesis gravidarum (Sari, 2013; Manuaba, dkk., 2009). Salah satu fungsi
serotonin dalam darah untuk mencegah terjadinya mual dan muntah berlebihan yang
dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dan terjadi dehidrasi (Manuaba, dkk.,
2009). Faktor hormonal seperti Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah
hormon endokrin yang paling mungkin berkontributor sebagai penyebab hiperemesis
gravidarum karena kadar hCG naik dengan cepat pada trimester pertama dan

12
puncaknya antara 10 sampai 12 minggu kehamilan (Sandven, 2010). Hormon hCG
akan menstimulasi kelenjar tiroid yang dapat mengakibatkan mual dan muntah
(Runiari, 2010). 2) Faktor organik Faktor-faktor organik antara lain: masuknya vili
khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik, kekurangan vitamin B,
hiperasiditas lambung, infeksi Helicobacter pylori, gangguan metabolisme
karbohidrat, dan meningkatnya sensitivitas terhadap bau selama kehamilan (Indriyani,
2013). Bezircioglu, et al., (2011) menyatakan bahwa 7 65% kasus kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum juga terinfeksi dengan bakteri Helicobacter pylori
3. Faktor psikologis Hubungan faktor psikologis dengan kejadian hiperemesis
gravidarum belum jelas. Besar kemungkinan faktor psikologis yang terjadi sebelum
kehamilan berkaitan dengan kejadian hiperemesis gravidarum (Sandven, 2010).
Faktor psikologis antara lain: keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan serta takut memikul tanggung jawab
(Indriyani, 2013).
4. Tingkatan Hiperemesis Gravidarum Menurut Hidayati (2009), tingkatan hiperemesis
gravidarum dilihat dari berat ringannya gejala, yaitu :
1. Hiperemesis Gravidarum Tingkat I
a. Termasuk tingkat ringan.
b. Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau
makan, berat badan turun dan nyeri pada epigastrium, denyut nadi
meningkat, tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, serta
mata cekung.
2. Hiperemesis Gravidarum Tingkat II
a. Termasuk tingkat sedang.
b. Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih
parah, apatis, 14 turgor kulit mulai buruk, lidah kering dan kotor, nadi teraba
lemah dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan
turun, mata cekung, tekanan darah menurun, hemokonsentrasi, oliguri dan
konstipasi, dapat juga terjadi aseton uria serta napas bau aseton.
3. Hiperemesis Gravidarum Tingkat III
a. Termasuk tingkat berat.
b. Keadaan umum buruk, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma,
nadi teraba lemah dan cepat, dehidrasi berat, suhu badan naik, tekanan darah
turun serta terjadi ikterus. Jika sampai timbul komplikasi dapat berakibat fatal,

13
berupa: mempengaruhi susunan saraf pusat, ensefalopati wernicke dengan
adanya nistagmus, diplopia, dan perubahan mental.
4. Dampak Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum sering berakibat terjadinya dehidrasi, gangguan
elektrolit, dan kekurangan gizi. Jika tidak tertangani dengan baik, hiperemesis
gravidarum dapat menyebabkan ensefalopati wernicke, disfungsi hati, dan
gagal ginjal (Fejzo, et al., 2012). Wanita dengan hiperemesis gravidarum berat
memiliki peningkatan risiko disfungsi kognitif, perilaku, emosional pada
kehamilan, dan kelahiran prematur spontan dibandingkan dengan wanita tanpa
hiperemesis gravidarum (McCarthy, et al., 2011). Hiperemesis gravidarum
tidak hanya mengancam kehidupan klien, namun dapat menyebabkan efek
samping pada janin seperti abortus, berat badan lahir rendah, kelahiran
prematur dan malformasi pada bayi baru lahir (Runiari, 2010).
1. Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum
Keadaan muntah berlebih dan dehidrasi ringan pada emesis gravidarum
sebaiknya segera dilakukan perawatan, sehingga dapat mencegah
terjadinya hiperemesis gravidarum.
1) Isolasi dan terapi psikologis yang dapat diberikan pada pasien
hiperemesis gravidarum yakni (Hidayati, 2009) :
a. Isolasi di ruangan yang dilakukan dengan baik dapat meringankan
hiperemesis gravidarum karena perubahan suasana rumah tangga.
b. Konseling dan edukasi (KIE) tentang kehamilan yang dilakukan
untuk menghilangkan faktor psikis rasa takut.
c. Memberi informasi tentang diet ibu hamil dengan makan tidak
sekaligus banyak, tetapi dalam porsi yang sedikit namun sering.
d. Saat bangun pagi sebaiknya tidak langsung berdiri karena akan
membuat ibu hamil mengalami pusing, mual, dan muntah.
2) Pemberian Cairan Pengganti Rehidrasi bersama dengan penggantian
elektrolit sangat penting dalam pengobatan hiperemesis. Cairan
Intravena (IV) seperti normal saline harus disediakan untuk mengisi
volume intravaskular yang hilang. Kalium klorida dapat ditambahkan
sesuai kebutuhan pasien hiperemesis gravidarum 16 untuk kelancaran
metabolisme (Wegrzyniak, et al., 2012). Selama rehidrasi
keseimbangan cairan (baik yang masuk dan keluar), nilai tekanan

14
darah, jumlah nadi, suhu, dan rerata pernapasan harus terpantau
(Hidayati, 2009).
3) Diet dan Terapi Nutrisi Diet hiperemesis gravidarum bertujuan untuk
mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis, dan
secara berangsur akan diberikan makanan berenergi dan zat gizi yang
cukup. Menurut Runiari (2010), terdapat tiga macam diet pada
hiperemesis gravidarum, yaitu :
a. Diet hiperemesis I Diberikan kepada klien dengan hiperemesis
berat. Makanan yang terdiri atas roti kering, singkong bakar atau
rebus, ubi bakar atau rebus dan buah-buahan. Cairan tidak
diberikan bersama dengan makanan tetapi 1-2 jam setelahnya. Zat
gizi yang terkandung didalam diet ini kurang, maka tidak diberikan
dalam waktu lama.
b. Diet hiperemesis II Diberikan bila rasa mual dan muntah sudah
berkurang. Diet diberikan secara bertahap dan dimulai dengan
memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tetap tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan
makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi
kecuali kebutuhan energi. Jenis makanan ini rendah kandungan
gizinya kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III Diberikan pada klien hiperemesis gravidarum
ringan. Diet diberikan sesuai kemampuan klien, dan minuman
boleh diberikan bersamaan dengan makanan. Makanan pada diet
ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.

2.5 Kebutuhan nutrisi pada ibu menyusui

Ibu menyusui membutuhkan energi yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan produksi
ASI dan untuk kebutuhan aktivitasnya sendiri. Pemenuhan gizi yang baik bagi ibu menyusui
akan berpengaruh terhadap status gizi ibu menyusui dan juga bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayinya.

Prinsip Gizi Bagi Ibu Menyusui

15
Kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi ibu akan mempengaruhi jumlah ASI
yang dihasilkan. Oleh karena ibu menyusui harus memproduksi sekitar 800-1000 cc ASI,
maka ibu menyusui disarankan untuk mendapatkan tambahan zat makanan sebesar 800 kkal,
dimana 600 kkal digunakan untuk memproduksi ASI sedangkan 200 kkal digunakan untuk
aktivitas tubuh ibu sendiri. Kebutuhan energi dan protein pada ibu menyusui lebih besar bila
dibandingkan dengan ibu hamil. Sedangkan vitamin dan mineral kebutuhannya bisa lebih
besar atau sama dengan kebutuhan ibu hamil, hanya saja untuk besi dan folat kebutuhannya
sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan ketika masa kehamilan. Kebutuhan akan air
bagi ibu menyusui juga besar karena untuk menghindari terjadinya dehidrasi. Ibu menyusui
sebaiknya menghindari konsumsi alkohol, minuman keras, rokok, dan kafein yang
berlebihan, oleh karena dapat mempengaruhi kadar ASI yang dihasilkannya dan
mempengaruhi perkembangan si bayi. Ibu menyusui juga sebaiknya tidak mengkonsumsi
makanan yang beraroma tajam ataupun pedas, oleh karena sebagian bayi alergi terhadap
makanan tertentu yang dikonsumsi ibunya. Ibu menyusui sebaiknya mengkonsumsi makanan
yang mengandung :

a. Asam lemak omega 3 yang akan diubah jadi DHA (sumber bahan makanan diperoleh
dari ikan laut seperti kakap, tongkol, lemuru)
b. Ca seperti susu, keju, teri, kacang-kacangan, dsb c. Fe: daging, hati, golongan
seafood, bayam
c. Zink seperti makanan laut
d. Vitamin C seperti buah-buahan berasa kecut & asam (jeruk, sirsak, apel, tomat)
e. Vitamin B1 dan B2 seperti padi, kacang-kacangan, hati, telur, ikan, dan sebagainya.

Selain itu ibu menyusui juga dapat mengkonsumsi sayuran yang dapat memperbanyak
produksi ASI, seperti daun turi (katuk) dan kacang-kacangan. Status gizi ibu menyusui akan
mempengaruhi volume dan komposisi ASI. Sehingga dibutuhkan gizi yang seimbang agar
kebutuhan ibu dan bayinya dapat terpenuhi dengan baik. Bila ibu menyusui memiliki
pekerjaan, maka sebaiknya ASI tetap diberikan. Seorang ibu menyusui membutuhkan 300-
500 kalori tambahan setiap hari untuk dapat menyusui bayinya dengan sukses. Sebanyak 300
kalori yang dibutuhkan oleh bayi bersumber dari lemak yang ditimbul selama kehamilan.
Pada kenyataannya, tidak ada makanan atau minuman khusus yang dapat memproduksi ASI
secara ajaib, meskipun banyak masyarakat percaya bahwa makanan atau minuman tertentu
akan menambah produksi ASI. Ibu menyusui biasanya cepat merasa haus, sehingga
disarankan agar ibu banyak mengkonsumsi cairan seperti air, susu, jus buah segar dan sup.

16
Hindari minuman seperti soft drink, teh, kopi, sama halnya seperti ketika hamil. Selama
menyusui, sebisa mungkin hindari minuman keras. Selain itu merokok selama menyusui
dapat membahayakan dan mengurangi produksi susu.

17
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nutrisi yang memadai sangat penting selama periode kehamilan dan menyusui untuk
mendukung kesehatan ibu dan perkembangan bayi. Kebutuhan nutrisi ibu hamil dan
menyusui berbeda dengan kebutuhan nutrisi pada masa lain dalam hidup. Gangguan pada ibu
hamil dan menyusui, seperti anemia, pre-eklamasi dan hiperemesis gravidarum.

Pentingnya menerapkan pola makan seimbang dan memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
mengonsumsi berbagai jenis makanan, serta mempertimbangkan suplemen jika diperlukan.

Perawatan prenatal yang adekuat dan pemantauan kesehatan selama kehamilan dan menyusui
sangat penting untuk mencegah dan mengatasi gangguan gizi serta memastikan kesehatan
optimal bagi ibu dan bayi.

3.2 Saran

Kebutuhan nutrisi bagi ibu menyusui tidak hanya penting bagi kesehatan ibu tetapi juga bagi
pertumbuhan dan perkembangan optimal bayi. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang
telah kami bahas, penting bagi ibu menyusui untuk memprioritaskan makanan bergizi dan
seimbang dalam sehari-hari. Pemenuhan nutrisi ibu menyusui adalah suatu tantangan namun
hal ini dapat dicapai dengan pendidikan gizi dan dukungan tenaga medis dalam hal ini
perawat dan pihak -pihak lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sambriong Maria, dkk. 2023. Gizi Dan Diet. CV Tangguh Denara Jaya Publisher. Kupang
Nusa Tenggara Timur.

Dewi Ni,dkk.2023. Penerapan Edukasi Kesehatan Tentang Kebutuhan Nutrisi Pada Ibu
Dengan Kehamilan Anemia. Jurnal Sains dan Kesehatan (JUSIKA). Yogyakarta.

Andarwulan Setiana,dkk. 2022. Gizi Pada Ibu Hamil. CV Media Sains Indonesia. Jawa
Barat.

Mardalena Ida. 2021. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Konsep Dan Penerapan Pada Asuhan
Keperawatan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Rahmawati. 2020. Ilmu Gizi Keperawatan.CV Pustaka Indonesia. Jawa Tengah.

Alatas Haidar. 2019. Hipertensi Pada Kehamilan. Politeknik Kesehatan Kemenkes


Semarang. Purwekerto.

Supriyatiningsih. 2016. Monograf Anemia Dalam Kehamilan Dengan Kejadian Hiperemesis


Gravidum. LP3M Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai