Anda di halaman 1dari 19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Pengamatan


Pengambilan data dilakukan pada 26 Juli 2022 hingga 27 Juli 2022 di Pusat Sains
Terbuka Tilong, Kabupaten Kupang, NTT. Lokasi pengamatan berada pada koordi-
nat geografis 10°08′ 31′′ LS dan 123°43′ 54′′ BT dengan ketinggian sekitar 100 mdpl
dan zona Waktu Indonesia Tengah (WITA; UTC+8). Gambar 3.1 menunjukkan pe-
ta lokasi Observatorium Nasional Timau yang terdiri dari Observatorium Nasional
di Timau dan Pusat Sains Terbuka di Tilong.

Gambar 3.1 Peta lokasi TNOI yang terdiri dari Observatorium Nasional dan Pusat Sains Terbuka
Tilong. Garis merah menunjukkan jalan administratif dan titik merah menunjukkan Desa/Kelurahan
[31].

Pengamatan dilakukan tepatnya dari pukul 22.00 WITA hingga pukul 02.00
WITA esok harinya. RA Matahari saat itu adalah 6h 17′ sehingga objek pengamatan
yang optimum adalah objek dengan RA dari 10h hingga 2h . Pengamatan diutama-
kan pada langit timur, karena langit barat terpapar oleh polusi cahaya seperti pada
Gambar 3.2. Polusi cahaya terjadi karena pada arah barat dari lokasi pengamatan
merupakan daerah Pusat Kota Kupang.

23
Gambar 3.2 Observatorium di Pusat Sains Terbuka Tilong, 27 Juli 2022. Bangunan putih yang
memiliki kubah adalah tempat pengamatan dari penelitian ini berlangsung. Pada gambar terlihat
Milky Way yang cukup jelas dari arah barat dan terlihat dengan jelas pula polusi cahaya pada daerah
horizon barat.

3.2 Instrumen Pengamatan


Mengetahui instrumen yang digunakan merupakan hal penting karena setiap je-
nis instrumen memiliki karakter yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan
instrumen yang tersedia di Pusat Sains Terbuka Tilong dengan rincian spesifikasi
dijabarkan pada Tabel 3.1.
Bagian pertama Tabel 3.1 menunjukkan spesifikasi kamera CCD yang digu-
nakan pada penelitian ini. Kamera SBIG STF-8300M dipilih karena menggunakan
sensor CCD monokromatik yang dapat digunakan untuk pengamatan fotometri, te-
tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari CCD tersebut. OTA (Optical
Tube Assembly) yang digunakan pada penelitian ini adalah Takahashi Mewlon-250
CRS dengan spesifikasi ditunjukkan pada Tabel 3.1 di bagian kedua. OTA ini meru-
pakan jenis reflektor dengan bukaan 25 cm dan rasio fokus f/10. Dengan kombinasi
kamera dan OTA tersebut maka dapat dihitung medan pandang (FOV) citra penga-
matan, yaitu 24,73′ × 18,55′ dengan skala plat 0,444′′ /piksel atau dengan binning
2 × 2 adalah 0,888′′ /piksel. Medan pandang (FOVp ) dan skala plat (psp ) dapat dihi-
tung dengan persamaan (3.1) dan (3.2).
 
sp 1
FOVp = × 2 × arctan (3.1)
D 2f

24
FOVp
psp = (3.2)
npixp
Dalam persamaan di atas, s merupakan ukuran sensor dengan satuan mm, D ada-
lah diameter teleskop dengan satuan mm, f adalah rasio fokus teleskop, dan npix
merupakan jumlah piksel. Subskrip p menunjukkan bagian vertikal atau horizontal
dari sensor.
Tabel 3.1 Spesifikasi instrumen yang digunakan di Pusat Sains Terbuka Tilong. Instrumen yang
digunakan adalah CCD, OTA, pikulan, dan instrumen pendukung lainnya.

Kamera: SBIG STF-8300M

Sensor CCD Kodak KAF-8300 (frontside illuminated)


Resolusi 3326 × 2504 piksel
Ukuran sensor 18 × 13,5 mm
Ukuran piksel 5,4 µm
Kapasitas sumur piksel 25500 e

OTA: Takahashi Mewlon-250CRS

Desain teleskop Dall-Kirkham Cassegrain


Diameter 250 mm
Fokal rasio f/10
Kontrol fokus elektronik (ASCOM)

Pikulan: Paramount MyT GEM

Jenis German Equatorial Mount (GEM)


Kapasitas maksimum 45 kg (instrumen (23 kg) + pemberat)
Kecepatan pointing hingga 6° per detik
Maksimum eror periodik 7′′
Akurasi pointing 30′′

Intrumen Tambahan

Filter Bessel BVR


Filter wheel SBIG FW8-8300
Perangkat lunak kendali Maxim DL dan TheSkyX

25
Bagian ketiga dari Tabel 3.1 menunjukkan spesifikasi pikulan yang digunakan
dalam penelitian ini. Paramount MyT merupakan pikulan berjenis GEM (German
Equatorial Mount) yang mampu menahan beban hingga 45 kg. Pikulan ini lebih dari
cukup untuk digunakan dalam pengamatan fotometri ini ditambah dengan akurasi
pointing dan galat yang cukup kecil untuk pengamatan ini.
Instrumen tambahan lainnya yang tidak kalah penting untuk pengamatan ini
ditunjukkan pada bagian terakhir dari Tabel 3.1. Filter Bessel dipasangkan pada fil-
terwheel SBIG FW8-8300 yang merupakan filterwheel bawaan kamera CCD SBIG
STF-8300M. Perangkat lunak TheSkyX1 digunakan sebagai kendali utama teles-
kop, mulai dari pikulan, OTA, dan kamera yang dihubungkan dengan perangkat
lunak Maxim DL2 sebagai pengambil citra dan kendali kamera.
Informasi terkait linearitas dari kamera CCD yang digunakan juga penting
dalam penelitian ini. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai batasan dalam
pengambilan citra dengan melihat nilai maksimum count pada objek. Linearitas
CCD biasanya ditampilkan dengan plot antara count dan waktu bukaan. Dengan
demikian, waktu bukaan untuk mengamati suatu bintang dengan magnitudo terten-
tu dapat diketahui batasannya. CCD yang baik akan memiliki respons count yang
linear terhadap waktu bukaan. Namun, ketidaklinearan biasanya terjadi ketika men-
dekati nilai kapasitas sumur elektron seperti yang telah dijelaskan di subbab 2.3.

Gambar 3.3 Linearitas CCD ST-8300M yang digunakan dalam pengamatan. Batas Linearitas CCD
dapat ditentukan dengan melihat batas garis merah berada di atas garis biru [32].
1
www.bisque.com/wp-content/cs-content/help/theskyxsaeandpro/Welcome_to_TheSky.htm
2
cdn.diffractionlimited.com/help/maximdl/MaxIm-DL.htm

26
Mengetahui efisiensi kuantum CCD juga berguna sebagai gambaran dari sen-
sitivitas kamera terhadap panjang gelombang tertentu. Seperti contohnya pada ke-
banyakan CCD frontside illuminated, sensitivitas tertinggi CCD berada di sekitar
panjang gelombang 600 nm dengan efisiensi kuantum sekitar 65% seperti yang di-
tunjukkan pada Gambar 2.7 [3].

Gambar 3.4 Efisiensi kuantum CCD ST-8300M yang digunakan dalam pengamatan. Dapat dilihat
bahwa sensor CCD memiliki puncak efisiensi hampir 60% di panjang gelombang 550nm (sekitar
kuning-hijau) [32].

Gambar 3.3 menunjukkan grafik linearitas dari CCD ST-8300M yang diguna-
kan pada penelitian ini. Garis merah merupakan garis dari pengukuran count CCD
terhadap waktu bukaan, sedangkan garis biru adalah garis bantu linear. Terlihat
dari grafik, sebagian garis merah tepat menutupi garis biru hingga waktu bukaan
10 detik dengan nilai count sekitar < 15000 ADU. Artinya CCD yang digunakan
linear pada nilai count maksimal sekitar 15000 ADU saja. Hal ini tentunya harus
diperhatikan ketika pengamatan agar objek yang diamati tidak melebihi batas keli-
nearan. Apabila objek yang teramati melewati batas kelinearan maka objek tersebut
akan menunjukkan nilai fluks yang tidak tepat dengan memengaruhi FWHM dari
objek [33]. Sementara itu, efisiensi kuantum tertinggi dari CCD bernilai kurang dari
60% pada panjang gelombang 550 nm atau sekitar warna kuning-hijau seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.4.

27
Gambar 3.5 Karakter filter Bessel UBVRI yang digunakan pada penelitian. Filter Bessel UBVRI
merupakan filter untuk sistem fotometri Johnson-Cousins [34].

Gambar 3.5 menunjukkan karakter filter yang digunakan pada penelitian ini,
yaitu filter Bessel UBVRI [35]. Filter tersebut merupakan filter untuk sistem foto-
metri Johnson-Cousins, tetapi hanya filter B, V, dan R saja yang digunakan dalam
penelitian ini. Filter U tidak digunakan karena filter tersebut tidak begitu baik untuk
lokasi pengamatan yang hanya berketinggian 100 mdpl. Filter U sebaiknya digu-
nakan pada ketinggian minimal sekitar 2000 mdpl [2], [7]. Sementara itu, tidak
digunakannya filter I karena filter tersebut saat itu tidak terpasang pada sistem te-
leskop yang digunakan. Oleh sebab itu, analisis persamaan transformasi fotometri
hanya akan terbatas pada transformasi magnitudo V, indeks warna B−V, dan indeks
warna V−R saja meski dalam katalog Landolt menyediakan standar indeks U−B,
R−I, dan V−I.

3.3 Objek Pengamatan


Objek pengamatan diambil dari katalog bintang standar fotometri Landolt UBVRI
dekat ekuator [36] yang dapat digunakan untuk standardisasi CCD karena memiliki
rentang kecerlangan bintang yang cukup redup untuk sensor yang sensitif. Bin-
tang standar target dipilih berdasarkan RA yang sesuai dengan waktu dan lokasi
pengamatan. Selain itu, bintang standar target juga dipertimbangkan berdasarkan
kecerlangan dan indeks warna (B−V dan V−R). Tabel 3.2 merupakan daftar bin-
tang yang dipilih menjadi target pengamatan dari 202 bintang standar pada katalog
Landolt yang digunakan.

28
Tabel 3.2 Bintang standar fotometri Landolt yang digunakan dalam penelitian [36].

Nama Bintang RA2000 DEC2000 V B−V V−R

SA 111 773 19h 37m 15,832s +00°10′ 58,24′ 8,965 +0,209 +0,121
SA 111 775 19h 37m 16,357s +00°12′ 05,56′ 10,748 +1,741 +0,965
SA 112 223 20h 42m 14,583s +00°08′ 59,70′ 11,424 +0,454 +0,273
SA 112 250 20h 42m 26,386s +00°07′ 42,50′ 12,095 +0,532 +0,317
SA 112 275 20h 42m 35,424s +00°07′ 20,22′ 9,905 +1,210 +0,648

SA 112 805 20h 42m 46,753s +00°16′ 08,08′ 12,086 +0,151 +0,064
SA 112 822 20h 42m 54,915s +00°15′ 01,90′ 11,548 +1,030 +0,558
SA 114 637 22h 40m 42,570s +01°03′ 10,62′ 12,070 +0,801 +0,456
SA 114 654 22h 41m 26,140s +01°10′ 10,69′ 11,833 +0,656 +0,368
SA 114 656 22h 41m 35,072s +01°11′ 09,79′ 12,644 +0,965 +0,547

SA 114 750 22h 41m 44,703s +01°12′ 36,36′ 11,916 −0,037 +0,027
SA 114 670 22h 42m 09,288s +01°10′ 16,80′ 11,101 +1,206 +0,645
GD 246A 23h 12m 17,442s +10°46′ 12,87′ 12,962 +0,463 +0,288
GD 246 23h 12m 21,630s +10°47′ 04,30′ 13,090 −0,318 −0,148
GD 246B 23h 12m 28,998s +10°47′ 11,37′ 14,368 +0,919 +0,512

GD 246C 23h 12m 30,920s +10°49′ 13,96′ 13,637 +0,879 +0,484


SA 115 420 23h 42m 36,481s +01°05′ 58,82′ 11,160 +0,467 +0,288
PG 2349+002 23h 51m 53,228s +00°28′ 17,60′ 13,277 −0,191 −0,103

Terdapat 18 bintang yang dijadikan sebagai objek target dalam pengamatan


fotometri CCD ini. Karena pengamatan ini hanya menggunakan filter BVR saja
maka indeks warna yang digunakan hanya B−V dan V−R saja. Dapat dilihat dari
Tabel 3.2, bintang yang dipilih memiliki indeks warna B−V yang beragam mulai
dari −0,318 hingga +1,741, sedangkan indeks warna V−R memiliki rentang dari
−0,148 hingga +0,965. Rentang indeks warna dan massa udara setidaknya adalah
satu. Hal ini diperlukan agar galat dari koefisien persamaan transformasi (koefisi-
en transformasi warna dan ekstingsi) dapat diperkecil sehingga akurasi persamaan
transformasi menjadi lebih baik [37]. Agar rentang massa udara dapat lebih dari
satu maka pengamatan pada massa udara > 2 diperlukan. Dengan menggunakan
persamaan (2.3), secara kasar dapat diperkirakan jarak zenit yang diperlukan seba-
iknya hingga > 60°.

29
Gambar 3.6 Grafik ketinggian Matahari dan Bulan pada tanggal pengamatan. Garis biru tegas
menunjukkan ketinggian Matahari dan garis putus-putus yang paralel dengan garis biru adalah garis
senja. Garis putus-putus berwarna ungu menunjukkan ketinggian Bulan.

Waktu pengamatan yang tepat dapat dilihat pada Gambar 3.6 yang menun-
jukkan ketinggian Matahari (garis biru) dan Bulan (garis ungu). Waktu pengamatan
yang baik didasarkan dengan mempertimbangkan ketinggian Matahari dan Bulan
sehingga didapat waktu pengamatan yang tepat adalah dari pukul 22.00 s.d. 05.00
WITA. Diketahui bahwa RA Matahari pada tanggal 26 Juni 2022 adalah 6h 17′ maka
dapat diketahui RA meridian pengamat saat Matahari terbenam adalah sekitar 12h
dan saat Matahari terbit adalah sekitar 0h .Tabel 3.2 menunjukkan RA dari bintang
target mulai dari 19h 37m hingga 23h 51m . Jika diperhatikan dari nama bintang tar-
get, dapat diketahui bahwa bintang-bintang dengan kode angka awalan yang sama
mempunyai jarak yang bedekatan dengan satu sama lain. Contohnya SA 111 773
dan SA 111 775. Kedua bintang tersebut memiliki jarak tampak yang berdekatan
dengan hanya sekitar 2′ . Hal ini karena keduanya berada pada daerah langit yang
sama, yaitu SA 1113 . Oleh karena kedua hal tersebut, semua bintang target dapat
diamati pada satu malam pengamatan.
Katalog Landolt yang digunakan dalam pengamatan merupakan versi pem-
baruan dari katalog Landolt dekat ekuator sebelumnya pada tahun 1992 [25]. Sela-
in itu Landolt juga membuat katalog bintang standar UBVRI untuk belahan langit
Utara [39] dan Selatan [40]. Katalog bintang standar Landolt juga dapat digunakan
untuk membuat katalog bintang standar lainnya, misalnya bintang standar UBVRI
pada bintang klaster M67 [41].
3
SA adalah singkatan dari Selected Area dalam sistem penamaan Kapteyn [38].

30
3.4 Perangkat Lunak Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan IRAF (Im-
age Reduction and Analysis Facility) [42], [43] dan bahasa pemrograman Python
3.9 [44] dengan Jupyter notebook [45] sebagai aplikasi editornya.
Perangkat lunak IRAF dikembangkan oleh NOAO (National Optical Astro-
nomy Observatories) yang digunakan untuk tujuan reduksi dan analisis data astro-
nomi. IRAF pertama kali direncanakan pada tahun 1981 di Observatorium Kitt
Peak National dan mulai diperkenalkan secara umum oleh NOAO pada tahun 1985.
Pada penelitian tugas akhir ini, IRAF mempunyai peran penting dalam reduksi dan
analisis fotometri untuk menghitung magnitudo dari data. Reduksi data dilakukan
dengan menggunakan package dari NOAO, yaitu noao.imred, sedangkan anali-
sis fotometri dengan menggunakan noao.digiphot.
Jupyter notebook dengan bahasa Python 3.9 digunakan untuk melakukan per-
hitungan dan pemecahan persamaan transformasi dengan model MLR mengguna-
kan package numpy [46]. Plot visualisasi juga dilakukan dengan Python menggu-
nakan package matplotlib.pyplot [47].

3.5 Kalibrasi Citra Pengamatan


Citra yang ditangkap langsung oleh CCD membawa beberapa sinyal yang tidak
diperlukan atau gangguan. Tujuan dari kalibrasi citra adalah untuk mengoreksi citra
mentah menjadi citra yang dapat dengan akurat menggambarkan intensitas cahaya
objek yang masuk ke CCD saat waktu bukaan [48].
Gangguan sinyal dalam citra CCD antara lain: (1) offset dari tegangan atau
disebut bias, (2) sinyal yang dihasilkan dari emisi termal elektron yang mening-
kat secara linear terhadap waktu bukaan, dan (3) gangguan yang disebabkan oleh
ketidakseragaman cahaya yang masuk ke sensor CCD. Gangguan sinyal tersebut
dapat dihilangkan dengan mengurangi citra dengan bias, dikurangi lagi dengan ther-
mal noise, dan dibagi dengan citra yang menggambarkan ketidakseragaman cahaya
yang dideteksi CCD [48]. Masing-masing jenis citra yang dibutuhkan secara beru-
rutan disebut dengan citra bias, citra dark, dan citra flat. Dengan demikian, kalibrasi
citra dapat dituliskan dalam persamaan (3.3) berikut,

mentah − bias − dark


bersih = . (3.3)
flat
Citra bias dapat diambil dengan cara menghalangi cahaya yang masuk ke
CCD, lalu mengambil citra dengan waktu bukaan terendah atau mendekati nol. Cit-
ra dark didapat dengan menghalangi cahaya yang masuk ke CCD, tetapi dengan

31
waktu bukaan yang sama dengan waktu pengambilan citra utama. Selanjutnya, cit-
ra flat didapat dengan memancarkan cahaya yang homogen ke pengumpul cahaya
pada sistem teleskop lalu cahaya tersebut ditangkap CCD dengan waktu bukaan
yang diatur hingga terlihat pola ketidakseragaman pada citra.
Selain gangguan yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat gangguan lain
yang juga dapat memengaruhi kualitas citra yang didapat, yaitu read noise. Read
noise adalah gangguan acak yang terjadi dari proses pembacaan sinyal dari piksel ke
bentuk digital. Gangguan ini tidak dapat dihindari, tetapi dapat diperkecil dengan
melakukan stacking atau penumpukan citra. Menumpuk citra dalam hal ini adalah
menggabungkan dua atau lebih citra menjadi satu citra utuh. Penumpukan citra
dapat dilakukan dengan metode mean, median, atau penjumlahan. Secara kasar

read noise dapat berkurang menjadi 1/ N dengan N adalah banyaknya citra yang
ditumpuk [49].
Pada persamaan (3.3), citra bias, dark, dan flat sebelumnya harus ditumpuk
terlebih dahulu sehingga citra kalibrasi tersebut biasanya disebut sebagai citra mas-
ter bias, master dark, dan master flat. Pada penelitian ini, metode yang diguna-
kan untuk penumpukan citra adalah metode mean atau rata-rata dengan membuang
(clipping) nilai pencilan (outlier) dengan batas pencilan berdasarkan suatu bilangan
dikali nilai MAD (Median Absolute Deviation).
Kalibrasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan IRAF. Pro-
ses pengurangan dan pembagian dalam persamaan (3.3) dapat dilakukan dengan
menggunakan perintah imarith. Penumpukan citra dilakukan dengan perintah
imcobine. Terdapat tiga mode penumpukan citra pada perintah imcombine
yang dapat diatur, yakni mode sum (penjumlahan), mode mean (rata-rata), dan
mode median (nilai tengah). Perintah imcombine juga dapat membuang pen-
cilan dengan memasukkan nilai sigma_clip dan mode_clip. Terdapat dua
metode matematis yang dapat dijadikan sebagai batas pembuangan pencilan, yaitu
dengan MAD dan standar deviasi.

3.6 Magnitudo Instrumen dengan Fotometri Diafragma


Fotometri diafragma atau lebih dikenal dengan aperture photometry adalah salah
satu metode analisis intensitas suatu bintang atau objek langit pada data citra dua
dimensi. Tujuan dari fotometri diafragma adalah untuk mengukur fluks murni dari
sebuah bintang atau objek lainnya. Konsep dari fotometri diafragma cukup seder-
hana, yaitu hanya dengan menghitung jumlah sinyal atau count di dalam diafragma
yang berpusat pada inti bintang, lalu kemudian jumlah sinyal tersebut dikurangi
dengan sinyal dari langit latar belakang.

32
Gambar 3.7 Citra buatan dengan sebuah bintang berukuran 5 piksel FWHM yang dibuat mengguna-
kan PSF Gaussian. Lingkaran yang lebih kecil dengan garis tegas merupakan fotometri diafragma.
Ukuran diafragma biasanya memiliki jari-jari tiga kali FWHM bintang atau 15 piksel pada gambar
ini. Lingkaran dengan garis putus-putus membatasi daerah yang disebut annulus yang digunakan
untuk mengukur count rata-rata langit latar belakang.

Gambar 3.7 merupakan citra negatif buatan yang menunjukkan sebuah bin-
tang yang menggambarkan konsep fotometri diafragma. Area di dalam lingkaran
dengan garis tegas disebut aperture dan area di antara dua lingkaran dengan garis
putus-putus disebut annulus. Aperture atau diafragma mengukur count bintang di
dalamnya dengan menjumlahkan semua nilai piksel di dalam radius aperture. Se-
mentara itu, annulus atau cincin menghitung rata-rata nilai piksel yang merupakan
count langit latar belakang.
Terdapat tiga langkah untuk menentukan nilai fluks dari suatu bintang, yaitu:
mencari titik tengah dari bintang, menentukan rata-rata count langit latar belakang,
dan kemudian menghitung count dari bintang di dalam aperture yang mengelilingi
pusat bintang. Dengan asumsi bahwa sinyal bintang atau point source terdistribusi
secara normal (Gaussian) pada citra maka pusat bintang dapat diperkirakan berada
pada piksel dengan nilai count tertinggi.
Count bintang dapat ditentukan dengan menghitung jumlah nilai dari setiap
piksel di dalam aperture dan kemudian dikurangi dengan nilai langit latar belakang.
Persamaan (3.4) menghitung jumlah nilai setiap piksel di dalam aperture,
!
XX
S⋆ = Sxy . (3.4)
x y

Notasi x dan y merupakan koordinat dari piksel di dalam aperture pada citra dua
dimensi. Nilai S⋆ kemudian dikurangi dengan rata-rata nilai langit latar belakang

33
yang sudah dikali dengan banyaknya jumlah piksel di dalam aperture seperti pada
persamaan (3.5),
I⋆ = S⋆ − Npix B̄sky , (3.5)

Npix adalah banyaknya piksel di dalam aperture, dan B̄sky adalah nilai langit latar
belakang per piksel atau rata-rata nilai piksel di dalam annulus langit. Dibutuhkan
jari-jari aperture (rap ) yang cukup besar agar seluruh cahaya bintang dapat dihitung.
Biasanya jari-jari aperture adalah tiga kali dari FWHM bintang, rap = 3 · FWHM,
sehingga dapat mencakup 100% bobot bintang dalam PSF (point-spread function)
Gaussian [50].
Tahap terakhir adalah menghitung rasio foton dari sebuah bintang. Rasio
foton ini merupakan rasio antara jumlah foton dengan waktu bukaan atau eksposur
saat penangkapan citra. Nilai I⋆ dari persamaan (3.5) masih dalam satuan ADU
(analog to digital unit) yang dikeluarkan oleh CCD. Jumlah foton yang ditangkap
oleh CCD dapat dihitung dengan persamaan n⋆ = gI⋆ , dengan g adalah gain dari
CCD dengan satuan foton/ADU (biasa ditulis juga dengan elektron/ADU). Rasio
count dapat dihitung dengan persamaan (3.6),

n⋆ gI⋆
ṅ⋆ = = , (3.6)
texp texp

dengan texp adalah waktu bukaan. Magnitudo instrumen kemudian dapat diketahui
dengan persamaan (2.1) sehingga menjadi persamaan (3.7) sebagai berikut,

m = −2.5 log(ṅ⋆ ) + C. (3.7)

Nilai C adalah nilai yang biasa digunakan agar nilai magnitudo instrumen men-
dekati nilai standar atau dalam command IRAF digiphot disebut dengan zmag
(zero-magnitude). Nilai C biasanya memiliki rentang 24 s.d. 25 untuk teleskop
berdiameter satu meter [3].

3.7 Persamaan Transformasi Fotometri Absolut


Persamaan transformasi magnitudo merupakan persamaan linear dengan tiga koefi-
sien, yaitu koefisien titik nol fotometri, koefisien transformasi warna, dan koefisien
ekstingsi atmosfer. Berikut merupakan bentuk persamaan tersebut dalam persama-
an prediksi seperti pada persamaan (2.18),

Ŷ = b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 . (3.8)

34
Persamaan prediksi digunakan dengan asumsi bahwa nilai galat adalah IID
dengan rata-rata nol. Koefisien b1 merupakan koefisien titik nol fotometri dengan
variabel x1 yang merupakan vektor satu. Dengan persamaan transformasi magnitu-
do dan persamaan magnitudo terkoreksi ekstingsi yang telah dijabarkan di subbab
2.4, persamaan transformasi dapat dibentuk dalam persamaan prediksi sebelumnya
dengan bentuk sebagai berikut: untuk persamaan transformasi magnitudo V,

(V − v) = ζv − kv X + ϵ(B − V ) (3.9)

dengan Ŷ = (V − v); b1 = ζv ; x1 = 1; b2 = −kv ; x2 = X; b3 = ϵ; dan


x3 = (B − V ). Sementara itu, untuk persamaan transformasi indeks warna B−V
adalah,
(B − V ) = ζbv − µkbv X + µ(b − v) (3.10)

dengan Ŷ = (B − V ); b1 = ζbv ; x1 = 1; b2 = −µkbv ; x2 = X; b3 = µ; dan


x3 = (b − v). Setelah itu, untuk persamaan transformasi indeks warna V−R adalah
sebagai berikut,
(V − R) = ζvr − ψkvr X + ψ(v − r) (3.11)

dengan Ŷ = (V − R); b1 = ζvr ; x1 = 1; b2 = −ψkvr ; x2 = X; b3 = ψ; dan


x3 = (v − r).
Dari ketiga persamaan tersebut dapat dilihat bahwa tidak adanya variabel x1 ,
hal ini karena variabel tersebut digunakan sebagai koefisien titik potong dalam per-
samaan linear atau dalam persamaan transformasi digunakan sebagai koefisien titik
nol fotometri. Oleh karena itu, x1 merupakan vektor satu.
Menggunakan metode OLS, koefisien-koefisien dari ketiga persamaan (3.9-
3.11) dapat ditentukan estimasinya dengan menggunakan persamaan (2.18). De-
ngan mengansumsikan nilai minimum QOLS (b) dari persamaan (2.18) adalah nol
maka turunan pertama dari persamaan tersebut terhadap masing-masing koefisien
b1 , b2 , dan b3 secara berurutan adalah sebagai berikut,
n
X n
X n
X
b1 n + b2 xi,2 + b3 xi,3 = yi , (3.12)
i=1 i=1 i=1
n
X n
X n
X Xn
b1 xi,2 + b2 x2i,2 + b3 xi,2 xi,3 = yi xi,2 , (3.13)
i=1 i=1 i=1 i=1
n
X n
X n
X n
X
b1 xi,3 + b2 xi,2 xi,3 + b3 x2i,3 = yi xi,3 . (3.14)
i=1 i=1 i=1 i=1

Persamaan (3.12) hingga (3.14) kemudian dapat dibentuk dalam persamaan matriks

35
(3.15),
 Pn Pn    P 
n
n i=1 xi,2 i=1 x3  b1  i=1 yi 
 
Pn Pn 2 Pn    Pn
   =  i=1 yi xi,2  . (3.15)

 i=1 xi,2 i=1 xi,2 i=1 xi,2 xi,3  b2 
P P 
n Pn Pn 2 n
i=1 xi,3 i=1 xi,2 xi,3 i=1 xi,3 b3 i=1 yi xi,3

Jika persamaan matriks tersebut dapat ditulis dalam persamaan A B = C maka


matriks koefisien B dapat ditentukan dengan melakukan inversi matriks A yang
kemudian dikalikan dengan matriks C. Dengan demikian, matriks koefisien didapat
dengan B = A−1 C.
Pemecahan persamaan untuk mendapatkan nilai koefisien dalam persamaan
transformasi magnitudo juga dapat menggunakan persamaan (2.20). Dengan dike-
tahui p = 3 maka dapat ditentukan nilai Y, X, dan XT adalah,
   
y x x1,2 x1,3  
 1  1,1  x1,1 x2,1 . . . xn,1
   
 y2   x2,1 x2,2 x2,3   
 ..  , X =  ..
Y= ..  ,dan XT = x1,2 x2,2 . . . xn,2 
 
..
  
.  . . .   
    x1,3 x2,3 . . . xn,3
yn xn,1 xn,2 xn,3

Matriks Y, X, dan XT ini digunakan untuk menentukan nilai estimasi dari b atau
dalam metode ini dinotasikan dengan β̂OLS .
Nilai galat dari parameter juga perlu ditentukan agar akurasi dari masing-
masing koefisien dapat dinilai. Galat parameter (σ(bi )) dapat dihitung dengan meng-
gunakan persamaan (3.16) berikut [51],
q
σ(bi ) = m.e.1 × A−1
ii . (3.16)

Nilai A−1ii didapat dari elemen diagonal pada matriks invers A


−1
yang juga me-
rupakan matriks kovarian dari sistem matriks dalam pemecahan persamaan linear.
Notasi subskrip i menunjukkan nilai elemen dari vektor B. Nilai m.e.1 adalah me-
an error of unit weight atau bisa disebut juga standar eror. Nilai galat ini adalah
nilai standar deviasi dari residual r. Persamaan (3.17) merupakan persamaan untuk
menentukan m.e.1,
r P
r2
m.e.1 = , (3.17)
N −n
dengan nilai r adalah nilai residual antara nilai model dan nilai data, N adalah
jumlah data, sedangkan n adalah banyaknya parameter atau koefisien.

36
3.8 Diagram Alir
Bagian ini menjelaskan alur penelitian dalam bentuk diagram alir, hal ini berguna
untuk mempermudah pembaca dalam memahami proses penelitian yang dilakukan.
Diagram alir dibagi menjadi empat bagian, yaitu proses pemilihan bintang standar
target, proses pengamatan bintang standar, proses kalibrasi data citra, dan proses
pengolahan-dan-visualisasi data.
Gambar 3.8 merupakan diagram alir yang menjelaskan tentang pemilihan ob-
jek bintang standar target dalam katalog Landolt. Pemilihan objek dipertimbangkan
berdasarkan lokasi pengamat, kecerlangan objek, dan indeks warna. Gambar 3.9
adalah diagram alir yang menunjukkan langkah-langkah pengamatan bintang stan-
dar target yang sebelumnya sudah dipilih. Pengamatan dilakukan dengan menggu-
nakan instrumen yang sudah dijelaskan di subbab 3.2. Tahapan kalibrasi data citra
dijabarkan dalam diagram alir pada Gambar 3.10. Citra kalibrasi seperti citra bias,
dark dan flat diambil ketika pengamatan berlangsung. Diagram alir pada Gambar
3.11 menunjukkan proses pengolahan data dengan menggunakan Python untuk me-
nentukan koefisien persamaan transformasi dan visualisasi data.

37
MULAI

Katalog Landolt
1992 [25]

Bintang Eliminasi bin-


Landolt ke-i tang Landolt ke-i

18h ≤ RA < 24h Tidak


atau 0h ≤ RA < 6h

Ya

Tidak
Magnitudo V < 14

Ya

Tidak Rentang indeks


warna B − V > 1

Ya

Bintang stan-
dar target

SELESAI
Gambar 3.8 Diagram alir penentuan bintang standar Landolt yang dijadikan target pengamatan.

38
MULAI
Bintang
standar target

Pilih bintang
standar BVR

n-target bin-
tang standar

Pointing bin-
tang target (i)

Tangkap citra pada filter


BVR dan citra kalibrasi

Citra bintang standar(i)


+ citra kalibrasi (i)

Bintang stan- Tidak Target berikutnya,


dar ke-n? i = i+1

Ya

Tangkap citra
flat+darkflat

Data bin-
tang standar Citra flat BVR

SELESAI
Gambar 3.9 Diagram alir prosedur pengamatan objek bintang standar target.

39
MULAI

Buka IRAF Data bintang


pada folder data standar

Citra bintang standar(i)


+ citra kalibrasi (i)

n-dark n-citra bintang


flat(filter) darkflat(filter)
(filter, i) standar(filter, i)

imcombine imcombine
darkflat(filter) dark(filter,i)

master-
master-dark(filter,i)
darkflat(filter)

imarith flat(filter) (-) imarith citra(filter,i)


master-darkflat(filter) (-) master-dark(filter,i)

clean-flat(filter) clean-citra(filter,i)

imcombine
master-flat(filter)
clean-flat(filter)

imarith clean(filter,i)
(/) master-flat(flat)

Citra bersih

Data citra
terkalibrasi
SELESAI
Gambar 3.10 Diagram alir kalibrasi citra yang telah ditangkap.

40
MULAI

Data citra Waktu peng-


Koordinat pengamat
terkalibrasi ambilan citra

Menghitung massa udara


dengan persamaan (2.5 dan 2.4)

Massa udara

Aperture photometry dengan


IRAF (apphot.qphot)

Magnitudo Data magnitu-


katalog Landolt do instrumen

Pemecahan persamaan trans-


formasi magnitudo Y (xi,p , βp )

β̂p (ζ, k ′ , (ϵ, µ, ψ))

Persamaan transformasi
magnitudo Ŷ (xi,p , β̂p )

Magnitudo ter-
transformasi (Ŷ )

Ya Eliminasi
Apakah r̂i > 3σ?
variabel ke-i

Tidak

Plot magnitudo
tertransformasi

SELESAI
Gambar 3.11 Diagram alir pengolahan data untuk mencari nilai koefisien persamaan transformasi.

41

Anda mungkin juga menyukai