Anda di halaman 1dari 7

Makalah Komunikasi Antar Budaya

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kita kepada Alloh SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia -Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judulPendekatan
dan Konteks Komunikasi Antarbudaya makalah ini disusun dalam rangka tugas kelompok
Presentasi mata Komunikasi Antarbudaya.
Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen mata
kuliah Komunikasi Antarbudaya Al-Ustadz Kholid Novianto yang telah memberikan ilmunya
kepada kami selaku mahasiswanya.
Makalah yang kami tulis ini masih memiliki banyak kekurangannya baik dalam hal isi
makalah, maupun sistematik dan teknik penulisannya. Walaupun demikian, Kami mengharapkan
kritik dan sarannya yang membangun guna tersempurnanya makalah yang kami susun. Dan
semoga makalah yang kami susun ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi pembaca.

Siman, 19 Maret 2016

DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................................x
Daftar Isi ................................................................................................................xi
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang ..........................................................................................................1
Rumusan masalah .....................................................................................................1
BAB II
Pembahasan ..............................................................................................................2
2.1 Konteks Komunikasi Antarbudaya ............................................................2
a. Komunikasi Antarpribadi ...........................................................3
b. Komunikasi Kelompok ...............................................................3
c. Komunikasi Publik .....................................................................4
d. Komunikasi Organisasi ..............................................................4
e. Komunikasi Massa ....................................................................4
f. Konteks Pendidikan.....................................................................5
g. Komunikasi Gender....................................................................5
h. Konteks Bisnis ..........................................................................6
2.4 Pendekatan dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya .............................6
a. Pendekatan Funsionalis................................................................6
b. Pendekatan Interpretatif...............................................................7
c. Pendekatan Kritis.........................................................................7
BAB III
Penutup.....................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................8
Daftar Pustaka ..........................................................................................................9

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Komunikasi merupakan suatu kaidah terpenting dalam ranah sosial. Tanpa komunikasi maka
manusia bisa dikatakan “tersesat” dalam belantara kehidupan ini. Di dalam islam itu sendiri
Alloh menciptakan berbagai macam makhluk hidup bermacam-macam, berbagai suku dan
budaya yang berbeda termasuk bahasa dan cara berkomunikasi suatu individu dan kelompok.
Dengan adanya ilmu komunikasi antar budaya lah yang bisa menjelaskan kajian disiplin ilmu
yang belum paham akan budaya yang ada baik di dalam maupun mancanegara. Berinteraksi
sesama manusia harus memahami aspek budayanya sehingga komunikasi disana akan berjalan
dengan lancar sesuai kaidah-kaidah KAB. Kemudian komunikasi antarbudaya dapat terjadi
dalam konteks komunikasi manapun. Mulai dari komunikasi dua orang yang intim hingga ke
komunikasi organisasional dan komunikasi massa. Menurut para ahli setiap kali komunikasi
KAB terjadi, semua peserta komunikasi membuat komunikasi lebih rumit dan sulit dilakukan,
terutama karena peserta mungkin tidak menyadari semua aspek budaya lainnya. Oleh karena itu,
konteks dan pendekatan KAB sangat penting untuk dikaji supaya lebih paham akan budaya
masing-masing peserta.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu acuan berdasarkan pada latar belakang masalah diatas
sehingga kami merumuskan masalah berikut :
1. Apa saja yang menjadi konteks KAB?
2. Bagaimana aspek pendekatan dalam KAB?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONTEKS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Menurut Tubbs dan Moss (1996:236) setiap kali komunikasi KAB terjadi, perbedaan
kerangka rujukan (frame of reference) peserta komunikasi membuat komunikasi lebih rumit dan
lebih sulit dilakukan, terutama karena peserta mungkin tidak menyadari semua aspek budaya
lainnya. Sebenarnya kajian komunikasi antar budaya akan menunjukan aspek-aspek perilaku
komunikasi kita sendiri yang tidak kita sadari sebagai “khas”, seperti sikap kita terhadap waktu,
jarak dalam melakukan komunikasi, dan lain-lain. Menurut Devito (1997:473) dalam
mempelajari komunikasi antarbudaya kita perlu memperhatikan hal-hal berikut[1]:
a) Orang dari budaya berbeda berkomunikasi secara berbeda.
b) Melihat cara perilaku masing-masung budaya sebagai sistem.
c) Cara kita berpikir tentang perbedaan budaya.

Adapun konteks komunikasi antarbudaya dapat meliputi komunikasi antar pribadi,


diantara dua orang (dyad), antara tiga orang (triads), komunikasi gender yakni antara beda jenis
kelamin (antara sesama perempuan, atau antara perempuan dan laki-laki), komunikasi kelompok,
kemunikasi organisasi, komunikasi massa, termasuk antarkhalayak atau lintas khalayak yang
berbeda budaya. Jika kita memahami konsep konteks komunikasi dengan baik dan benar maka
akan membantu kita menyelesaikan semua masalah interaksi, kompetisi, dan konflik
antarbudaya.[2]

Salah satu kunci untuk menentukan komunikasi antarbudaya yang efektif adalah
pengakuan terhadap faktor-faktor pembeda yang mempengaruhi peserta komunikasi, apakah itu
etnik, ras, atau kelompok kategori, yang memiliki kebudayaan tersendiri. Perbedaan itu meliputi
nilai, norma, kepercayaan, sikap, bahasa, dan persepsi, semuanya sangat menentukan pola-pola
komunikasi antar budayayang akan menghasilkan kesalahpahaman, prasangka, stereotip, dan
sikap diskriminasi. Kesimpulannya, kita perlu memahami situasi dan kondisi di mana proses
komunikasi antarbudaya itu beroperasi. Dengan kata lain, kita harus menjawab pertanyaan: in
what and what context, contact, interactions, or communications.[3]

a) Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dengan seseorang secara informal dan tidak
berstruktur, yang terjadi diantara dua atau tidak orang. Dalam kenyataannya, proses komunikasi
ini dipengaruhi oleh faktor-faktor personal maupun kelompok. Dan faktor-faktor personal yang
mempengaruhi komunikasi antarpribadi antara lain adalah faktor kognitif seperti konsep diri,
persepsi, sikap, orientasi diri, dan harga diri. Konteks komunikasi antarpribadi meliputi
komunikasi antarpribadi yang dilakukan dua atau tiga orang yang berbeda latar belakang
kebudayaan.[4]

b) Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi di antara sejumlah orang, komunikasi
antarbudaya sring terjadi di dalam konteks kelompok yang anggotanya berbeda latar belakang
kebudayaan. Termasuk dalam pengertian konteks komunikasi kelompok adalah operasi
komunikasi antarbudaya dikalangan in group maupun out group communication.
c) Komunikasi Publik
Komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang kepada sejumlah
orang dalam situasi pertemuan seperti rapat, seminar lokakarya, dan simposium. Komunikasi
publik menggunakan komunikasi pesan secara baik, dalam bentuk tulisan maupun lisan, yang
dimulai dengan proses satu arah kemudian dibuka dialog antara pembicara dengan audiens.
Kemudian hubungan komunikasi publik dengan komunikasi antarbudaya yaitu adanya latar
belakang budaya yang berbeda dari masing-masing audiens. Karena itu, efektivitas seluruh
proses komunikasi publik ditentukan oleh komunikasi antarbudaya.[5]

d) Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok yang
bersifat impersonal atau komunikasi yang berstruktur yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok
dalam satu organisasi. Organisasi merupakan wadah yang mempekerjakan karyawan yang
berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan
kebudayaan yang berbeda. Karena itu, komunikasi antarbudaya juga berproses dalam konteks
komunikasi organisasi.

e) Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan massa yang umumnya dilakukan
oleh media massa, seperti surat kabar, majalah, buku, radio dan televisi. Khlayak dalam
komunikasi massa merupakan orang atau kelompok yang berbeda latar belakang budaya dan
tersebar di berbagai ruang geografis yang luas. Dampak kehadiran lembaga, pesan dan media
yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda sangat besar terhadap perubahan sikap
khalayak. Karena itu, pemahaman terhadap konsep komunikasi antarbudaya sangat membantu
untuk menganalisis konteks komunikasi massa.

f) Konteks Pendidikan
Arnold William dan Lynne McClure dalam buku Communication Training and
Development (2000) menjelaskan relasi yang erat antara komunikasi dengan pengembangan
pendidikan dan pelatihan keterampilan. Menurut mereka dalam bukunya bagaimana
mengembangkan sebuah pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa yang berasal dari berbagai
kebudayaan dan komunikasi pendidikan yang berwawasan antarbudaya perlu memperhatikan
aspek-aspek belajar orang dewasa. Menurut sebagian para ahli memandang dalam proses belajar
para peserta didik dibutuhkan proses pelatihan komunikasi antarbudaya secara terus-menerus.
Karena efektivitas komunikasi antarbudaya dikelas sangat ditentukan oleh aspek bahasa dan
psikologi sosial budaya.

g) Komunikasi Gender
Laurie P. Arliss dan Deborah J. Borisoff dalam Women and Men Communicating:
Challanges And Changes (1999) menulis betapa pentingnya tingkat pemahaman dan usaha
meningkatkan efektivitas komunikasi sebagai syarat penting bagi penciptaan keadilan dan
keseimbangan antarmanusia, terutama yang berwawasan gender. Keduanya menggarisbawahi
pendapat bahwa perbedaan jenis kelamin itu berkaitan erat dengan relasi antarpribadi dan
lingkungan profesional. Barbara Bate dan Judy Bowker dalam Communication And The Sexes
(2000) bahwa pengalaman efektif kalau kita memahami perbedaan bahasa antara laki-laki dan
perempuan, juga perbedaan menggunakan pesan verbal dan nonverbal, derajat kedekatan laki-
laki dan perempuan yang diizinkan oleh budaya, peran keluarga, tingkat pendidikan perempuan
dan laki-laki, organisasi tempat kerja, maupun jenis pekerjaan, tampilan media, dan isu yang
berkaitan tentang gender.

h) Konteks Bisnis
Bisnis merupakan kegiatan yang diharapkan mendatangkan keuntungan bagi individu,
kelompok, bahkan keuntungan bagi bangsa dan negara. Untuk memperoleh keuntungan bersama
itu semua pihak membutuhkan pembicaraan, negosiasi, perundingan bersama utuk menentukan
barang dan jasa yang dibutuhkan, harga yang pantas, metode dan teknik pengiriman dan
penerimaan, strategi bisnis seperti menghadapi persaingan, dialog tentang skala ekonomi, serta
peredaran uang dan sebagainya. Seperti halnya tentang komunikasi bisnis antarbudaya dalam
sebuah seminar bahwa hubungan dagang antara orang Johor dan Singapura sangat dipengaruhi
olehperbedaan latar belakang etnik dan ras, dan bukan bersumber dari kepentingan ideal bisnis
barang dan jasa.[6] Dalam konteks komunikasi bisnis antarbudaya dapat diketahui bagaimana
kita terlibat dalam komunikasi yang didominasi oleh budaya bisnis tersebut, budaya mana
ditentukan oleh pelaku bisnis maupun barang dan jasa yang diperjual belikan.

2.2 PENDEKATAN DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA


Martin dan Nakayama (1997:26) menegaskan bahwa ada tiga pendekatan dalam
mempelajari komunikasi antarbudaya, yakni pendekatan fungsionalis, pendekatan interpretatif,
dan pendekatan kritis.[7]
1) Pendekatan Fungsionalis
Pendekatan fungsionalis ini atau yang dikenal dengan pendekatan ilmu sosial (sosial
science) beranjak dari disiplin ilmu psikologi dan sosial. Pendekatan ini menyatakan bahwa pada
dasarmnya kebiasaan manusia itu dapat diketahui melalui penampilan luar dan dapat
digambarkan. Oleh karena itu, kebiasaan manusia dapat diprediksi dan dapat dikenali melalui
perbedaan-perbedaan budaya.
2) Pendekatan Interpretatif
Pendekatan interpretatif (interpretive approach) ini menegaskan bahwa pada dasarnya
manusia itu mengkonstruk dirinya dan reaalitas yang berada di luar dirinya. Pendekatan ini
meyakini bahwa baik budaya dan komunikasi itu bersifat subjektif. Oleh karena itu, pendekatan
ini memberikan arahan bagaimana menggambarkan dan memahami kebiasaan manusia serta
bukan bermaksud untuk memprediksi kebiasaan.
3) Pendekatan Kritis
Pendekaatan kritis (critical approach) pada dasarnya memiliki kesamaan dalam
pendekatan interpretatif yaitu memandang manusia dalam kacamata subjek. Namun, pendekatan
ini memberikan metode untuk mengetahui bagaimana konteks makro misalnya kekuatan sosial
dan politik memberikan pengaruh terhadap komunikasi. Oleh karena itu, pendekatan kritis tidak
sekadar mempelajari kebiasaan manusia, tetapi dengan mempelajari bagaimana kekuasaan sosial
atau politik itu berfungsi dalam situasi budaya tertentu akan memberikan manusia itu solusi
dalam menyikapi kekuasaan tersebut.

Pendekatan-pendekatan diatas pada dasarnya beranjak dari asumsi dasar tentang sifat
alamiah manusia, kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, bahasa bahkan terhadap konsepsi tentang
budaya dan komunikasi itu sendiri. Martin dan Nakayama (1997:37) juga memandang bahwa
mendekati budaya dan komunikasi bisa dari berbagai sisi. Budaya tidak hanya mempengaruhi
komunikasi, tetapi budaya juga bisa dipengaruhi oleh komunikasi itu sendiri.

[1] Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si., Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013) hal 4.
[2] Dr. Alo Liliweri, M.S. , Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LkiS
Printing Cemerlang, 2002) hal 20.
[3] Dr. Alo Liliweri, M.S. , Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LkiS
Printing Cemerlang, 2002) hal 21.
[4] Ibid, hal 21
[5] Ibid, 22
[6] Dalam Seminar Sociolinguistics Symposion 2000 “The Interface between Linguistics and Social
Theory”: University of west of England UWE, Bristol, 27-29 April 2000
[7] Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya Di Era Siber, (Jakarta: Kencana Prenadama Group,
2012) hal 36.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan tadi kita bisa menyimpulkan beberapa poin-poin terkait Pendekatan
dan Konteks Komunikasi Antarbudaya bahwa dalam berkomunikasi kita hendaknya mengetahui
konteks KAB itu sendiri. Dari mulai komunikasi Antarpribadi, komunikasi organisasi,
komunikasi publik, komunikasi massa, komunikasi kelompok, komunikasi gender, dan konteks
bisnis. Kemudian salahsatu kunci komunikasi Antarbudaya yang efektif mengetahui
latarbelakang perbedaan budaya dari masing-masing audiens atau orang yang diajak kita bicara
mulai dari etnik, ras, nilai, norma, kepercayaan dan bahasa. Perbedaan itulah yang membuat
Komunikasi Antarbudaya kita agak rumit dan sulit. Adapun pendekatan KAB meliputi
pendekatan Fungsionalis, pendekatan Interpretatif, dan pendekatan Kritis. Kemudian relasi
antarbudaya dan komunikasi antara lain :
 Dipengaruhi oleh budaya (Fungsional)
 Budaya dibentuk dan dikembangkan melalui komunikasi (Interpretatif)
 Budaya merupakan pertarungan kuasa. (kritis)
Oleh karena itu, dengan adanya konteks dan pendekatan KAB kita bisa mengidentifikasi
budaya, mengenali perbedaan budaya dari beragam aspek komunikasi dan lebih mengerti dan
lebih peka akan perbedaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Nasrullah, Ruli 2012., Komunikasi Antarbudaya di Era Siber. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2012.
Sihabudin, Ahmad, 2013., Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif MultidimensiJakarta: PT
Bumi Aksara, 2013.
Liliweri, Alo, 2002., Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: PT LkiS
Printing Cemerlang, 2002.

Anda mungkin juga menyukai