Pada abad ke-14, seorang raja Prancis, yaitu Raja Philip IV yang memerintah antara tahun 1285–
1314 memiliki ambisi untuk memusatkan seluruh kekuasaan di tangannya. Ia menegaskan bahwa tidak
ada kekuasaan lain, termasuk Paus, berhak ikut campur dalam pemerintahan Prancis. Meskipun begitu,
Raja Philip IV dijuluki Philip the Fair. Julukan ini secara tidak langsung merupakan ‘sindiran’ karena
penampilannya yang tampan justru bertolak belakang dengan sifat buruknya selama memimpin kerajaan.
Raja Philip IV juga meminta klerus atau golongan rohaniwan agar membayar pajak kepada negara.
Padahal, sejak berabad-abad, gereja dibebaskan dari membayar pajak. Aturan tersebut akhirnya memicu
konflik antara Raja Philip IV dengan Paus Bonifasius VIII. Paus pun mengeluarkan bulla (surat
keputusan) yang melarang raja memungut pajak pada klerus tanpa persetujuan Paus. Raja Philip IV
kemudian membalasnya dengan melarang gereja dan negara mengirim derma (atau pemberian berupa
uang atau barang kepada yang membutuhkan) apapun ke Roma, tempat Paus berkuasa. Hal tersebut
berakibat pada krisis keuangan yang melanda Roma. Saat terjadi krisis keuangan, Paus Bonifasius VIII
mengumumkan tahun 1300 sebagai tahun Jubilee, atau tahun khusus untuk pengampunan dan
penghapusan dosa yang disebut indulgensi. Setiap surat pengampunan dosa yang akan digunakan harus
dibayar dengan derma. Sejak saat inilah, praktik ‘jual-beli’ surat pengampunan dosa terjadi. Akibatnya,
Roma terbebas dari krisis ekonomi dan hasil penjualan surat pengampunan dosa dipergunakan untuk
membiayai Perang Salib, membangun gedung-gedung gereja yang megah, dan lain sebagainya.
Gerakan Reformasi Gereja diawali ketika Martin Luther memaku 95 dalil di depan pintu atau tembok
Gereja Wittenberg di Jerman. Secara garis besar, ke-95 dalil tersebut berisi kepercayaan, doktrin, dan
praktik dalam Gereja Katolik yang menurut Luther, harus segera direformasi. Di dalam 95 dalil, terdapat
daftar penyimpangan yang terjadi di lingkungan gereja, termasuk para pejabatnya mulai dari imam,
uskup, kardinal, sampai Paus. Namun, 95 dalil yang diinisiasi Luther tidak digubris oleh pihak gereja.
Justru pemikiran Luther dianggap sesat. Luther bahkan diminta untuk mencabut ke-95 dalilnya oleh Paus
Leo X dan Kaisar Charles V (Karl V) karena dianggap menyimpang. Tapi, Luther menolak permintaan
tersebut. Pada 18 April 1521, sebagai bentuk penolakannya, Luther memulai Gerakan Protestan. Gerakan
Protestan menginginkan ajaran agama dilaksanakan sesuai dengan Alkitab. Gerakan inilah yang
menandai lahirnya Kristen Protestan, dan karena dibawa oleh Martin Luther, maka ajarannya disebut
Lutheran.
Bidang Politik
Dalam bidang politik, Reformasi Gereja berdampak pada dua hal. Pertama,
memperlemah pengaruh Gereja Katolik dalam pemerintahan. Akibatnya, peran negara semakin
kuat. Kedua, menguatnya peran negara menyebabkan munculnya sekularisme, yaitu pemisahan
urusan agama dari pemerintahan.
Bidang Sosial
Dalam bidang sosial, perbedaan agama yang dihasilkan Reformasi Gereja memicu
gesekan dalam masyarakat yang sering berakhir dengan perang. Contohnya, di Holy Roman
Empire, sang kaisar menganut Katolik, tapi banyak rakyatnya yang menganut Protestan. Hal ini
kemudian menjadi salah satu latar belakang terjadinya Perang 30 Tahun (1618–1648) di sana.
https://www.ruangguru.com/blog/reformasi-gereja-lahirnya-agama-protestan-di-dunia