Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

HALUSINASI

DISUSUN OLEH :

TITIK NURCAHYANI

048SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3

TAHUN 2024
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
HALUSINASI

TITIK NURCAHYANI

048SYE21

Laporan Pendahuluan/Asuhan Keperawatan telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendindikan Pembimbing Klinik

Zurriyatun Thoyibah, S.Kep., Ners., M.Kep Henny Fitria, S.Kep., Ners


LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Masalah Utama : Gangguan sensori Persepsi: Halusinasi


B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala ganggua sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
pengelihaan, penecapan, perabaan, atau penghinduan tanpa stimulus nyata
(Rohayati, 2020).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun ampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan menal penderita yang
“teresepsi” (Fahmawati, 2019).
2. Jenis-jenis halusinasi dan data penunjang
a. Halusinasi Pendengaran
Data Obyektif : Bicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara, marah-
marah tanpa sebab, mencondongkan telinga kearah tertentu, menutup
telinga.
Data Subyektif : Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang meyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Data Obyektif : Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan terhadap
obyek yang tidak jelas.
Data Subyektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hanu atau moster.
c. Halusinasi Penciuman
Data Obyekif: Menghindu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
Data Subyektif: Membaui bau-bauan seperti mencium bau darah,
urine, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Pengecapan
Data Obyektif : Sering meludah bahkan muntah
Data Subyektif : Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Data Obyekif: Menggaruk garuk permukaan kulit.
Data Subyektif: Mengatakan ada serangga di permukaan kulit atau
merasa seperti tersengat listrik
3. Penyebab terjadinya halusinasi
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain :
1. Factor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang
menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson
nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan (Rahmadani,
2019).
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15%
mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 % (Rahmadani, 2019).
2. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
renan terhadap stress (Rahmadani, 2019).
3. Faktor Sosialkultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya (Rahmadani, 2019).
4. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapa bersifat halusinogenik
neurokimia. Akiba stress berkepanjangan menyebabkan eraktifitasnya
neurotransmiter otak (Rahmadani, 2019).
5. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak beranggung jawab mudah
terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepa demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaatdan lari dari
alam nyata menuju alam hayal (Rahmadani, 2019).
b. Faktor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, keakutan,
perasaan tidak aman, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan
nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas
dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi, menurut Yusuf (2020), yaitu :
1) Dimensi fisik
Ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan demam hingga delirium,
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu sendiri.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
kurangnya aspek spiritual. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rizki, menyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan akhirnya memburuk.
4. Rentang respon halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada (Farhanah,
2021).
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
1. pikiran logis 1. distorsi pikiran 1. gangguan pikitran/delusi
2. persepsi akurat 2. ilusi 2. halusinasi
3. emosi konsisten dengan 3. reaksi emosi berlebihan 3. sulit berespon emosi
pengalaman atau kuran 4. prilaku disorganisasi
4. prilaku sesuai 4. prilaku aneh tidak biasa 5. isolasi sosial
5. berhubungan sosial 5. menarik diri

5. Tahapan halusinasi
Tahapan Halusinasi menurut Hafizuddin (2021), yaitu:
a. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah kampus, dan sebagainya.
b. Comforting (halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami)
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya cemas,
kesepian, perasaan berdosa, dan mencoba memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecendrungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
c. Condemning (secara umum halusinasi sering mendatangi klien)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien melai merasa tidak dapat lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan obyek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama
d. Controling Severe Level of Anxiety (fungsi sensori menjadi tidak relevan
dengan kenyataan)
Klien mencoba melawan suara-suara atu sensori yang abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari
sinilah dimulai gangguan psikotik.
e. Conquering Panic level of Anxiety (klien mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya)
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapiutik. Tarjadi gangguan psikotik berat.
6. Tanda dan gejala
a. Bicara, tersenyum bahkan ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
f. Merasa ada sesuatu pada kulitnya.
g. Merasakan mencium bau-bauan yang tidak wajar
h. Disorientasi waktu, tempat bahkan orang
i. Menarik diri dari orang lain
j. Bertindak merusak diri, orang lain dan bahkan lingkungan.
k. Tidak dapat mengurus diri
C. Pengkajian
Format pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori:
Halusinasi menurut Masturoh & Anggita (2018), yaitu:
Persepsi:
1. Jenis Halusinasi: pendengaran
2. Isi halusinasi: Klien mengatakan mendengar suara-suara yang berisi
“ngapain kamu disini? Pulang saja percuma hidupmu sudah hancur” dan
juga mendengar suara-suara yang mengajaknya bersetubuh.
3. Waktu halusinasi: menurut klien suara itu muncul saat menjelang tidur dan
saat klien menyendiri selain itu juga ketika klien berada dikamar mandi.
4. Frekuensi halusinasi: sehari bisa 5 – 10 kali
5. Situasi halusinasi: saat klien menyendiri
6. Respon klien: menuup telinga saat suara-suara itu muncul

D. Pohon masalah
Effect Resiko perilaku kekerasan

(Diri sendiri, Orang lain, Lingkungan dan verbal)

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Gambar 1: Pohon masalah Halusinasi menurut (Masturoh & Anggita, 2018)


E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
F. Intervensi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan Sensori TUM: Setelah 2x pertemuan, Bina hubungan saling
Persepsi: Halusinasi Pasien mampu : pasien dapat percaya dengan
1. Mengenali menyebutkan : mengungkapkan prinsip
halusinasi yang 1. Isi, waktu, komunikasi terapeuik :
dialaminya frekuensi, situasi 1. Sapa klien
2. Mengontrol pencetus, perasaan dengan ramah
halusinasinya 2. Mampu baik verbal
3. Mengikuti memperagakan maupun
program cara dalam nonverbal
pengobatan mengontrol 2. Perkenalkan diri
halusinasi dengan sopan
TUK: 3. Tanyakan nama
1. Klien dapat lengkap dan
membina hubungan nama panggilan
saling percaya yang disukai
4. Jelaskan tujuan
pertemuan
5. Jujur dan
menepati janji
6. Unjukkan sifat
empati
7. Beri perhatian
pada klien dan
penuhi
kebutuhan dasar
klien
SP I
1. Bantu pasien
mengenal
halusinasi (isi,
waktu
terjadinya,
frekuensi,
situasi pencetus,
perasaan saat
terjadi
halusinasi)
2. Latih
mengontrol
halusinasi
dengan cara
menghardik
Tahapan tindakannya
meliputi :
1. Jelaskan cara
menghardik
halusinasi
2. Peragakan cara
menghardik
3. Minta pasien
memperagakan
ulang
4. Pantau
penerapan cara
ini, beri
penguatan
perilaku pasien
5. Masukkan
dalam jadwal
kegiatan pasien

TUK 2: Setelah 2x pertemuan, SP 2


1. Klien dapat pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan
mengenal 1. Menyebutkan yang lalu (SP1)
halusinasinya kegiatan yang 2. Latih berbicara /
sudah dilakukan bercakap dengan
2. Memperagakan orang lain saat
cara bercakap- halusinasi muncul
cakap dengan 3. Masukkan dalam
orang lain jadwal kegiatan
pasien
TUK: Setelah 2x pertemuan SP 3
1. Klien dapat pasien mampu: 1. Evaluasi
mengontrol 1. Menyebutkan kegiatan yang
halusinasinya kegiatan yang lalu (SP1 dan
sudah dilakukan 2)
dan 2. Latih kegiatan
2. Membuat jadwal agar halusinasi
kegiatan sehari- tidak muncul
hari dan mampu Tahapannya :
memperagakannya 1. Jelaskan
. pentingnya
aktivitas yang
teratur untuk
mengatasi
halusinasi
2. Diskusikan
aktivitas yang
biasa dilakukan
oleh pasien
3. Latih pasien
melakukan
aktivitas
4. Susun jadwal
aktivitas
sehari-hari
sesuai dengan
aktivitas yang
telah dilatih
(dari bangun
pagi sampai
tidur malam)
5. Pantau
pelaksanaan
jadwal
kegiatan,
berikan
penguatan
terhadap
perilaku pasien
yang (+)
Setelah 2x pertemuan, SP 4
pasien mampu: 1. Evaluasi
1. Menyebutkan kegiatan yang
kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
sudah dilakukan 2. Tanyakan
2. Menyebutkan program
manfaat dari pengobatan
program 3. Jelaskan
pengobatan pentingnya
penggunaan
obat pada
gangguan jiwa
4. Jelaskan akibat
bila tidak
digunakan
sesuai program
5. Jelaskan akibat
bila putus obat
6. Jelaskan cara
mendapatkan
obat/ berobat
7. Jelaskan
pengobatan
(5B)
8. Latih pasien
minum obat
9. Masukkan
dalam jadwal
harian pasien

TUK: Keluarga Setelah 1x pertemuan SP 1


mampu: keluarga mampu 1. Identifikasi
1. Merawat pasien di menjelaskan tentang masalah
rumah dan halusinasi keluarga dalam
menjadi sistem merawat pasien
pendukung yang 2. Jelaskan
efektif untuk tentang
pasien halusinasi :
3. Pengertian
halusinasi
4. Jenis halusinasi
yang dialami
pasien
5. Tanda dan
gejala
halusinasi
6. Cara merawat
pasien
halusinasi (cara
berkomunikasi,
pemberian obat
& pemberian
aktivitas
kepada pasien)
7. Sumber-
sumber
pelayanan
kesehatan yang
bisa dijangkau
8. Bermain peran
cara merawat
9. Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
Setelah 1x pertemuan SP 2
keluarga mampu: 1. Evaluasi
1. Menyelesaikan kemampuan
kegiatan yang keluarga (SP 1)
sudah dilakukan 2. Latih keluarga
2. Memperagakan merawat pasien
cara merawat 3. RTL keluarga /
pasien jadwal keluarga
untuk merawat
pasien
Setelah ….x pertemuan SP 3
keluarga mampu : 1. Evaluasi
1. Menyebutkan kemampuan
kegiatan yang keluarga (SP 2)
sudah dilakukan 2. Latih keluarga
2. Memperagakan merawat pasien
cara merawat 3. RTL keluarga /
pasien serta jadwal keluarga
mampu membuat untuk merawat
RTL pasien
Setelah ….x pertemuan SP 4
keluarga mampu : 1. Evaluasi
1. Menyebutkan kemampuan
kegiatan yang keluarga
sudah dilakukan 2. Evaluasi
2. Melaksanakan kemampuan pasien
Follow Up- RTL Keluarga :
rujukan 1. Follow Up
2. Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Fahmawati, F. (2019). Halusinasi-Keperawatan Jiwa. Rabit : Jurnal Teknologi Dan


Sistem Informasi Univrab, 1(1), 2019.
http://www.ghbook.ir/index.php?name=‫ای‬LLLLLLLLLL‫انه ه‬LLLLLLLLLL‫گ و رس‬LLLLLLLLLL‫فرهن‬
‫وین‬LL‫&ن‬option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=7
3&chkhashk=ED9C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component
%0Ahttp://www.albayan.ae%0Ahttps://scholar.google.co.id/scholar?
hl=en&q=APLIKASI+PENGENA

Farhanah. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Halusinasi. OSF


Preprints, 1–47. https://osf.io/fdqzn

Hafizuddin. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan Masalah. Osf.Io,
1–37. https://osf.io/9xn25/

Masturoh, I., & Anggita, N. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN


MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN PADA Tn. N DENGAN DIAGNOSA
MEDIS SKIZOFRENIA DI RUANG VI B RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA.

Rahmadani, B. (2019). Konsep Halusinasi pada keperawatan jiwa. Paper


Knowledge . Toward a Media History of Documents, 7–40.

Rohayati, W. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn . K Dengan


Masalah Halusinasi Pendengaran Di Batu Besar Kecamatan Nongsa
Kota Batam. Osf.Io, 1–36. https://osf.io/preprints/kh63n/

Yusuf, A. . (2020). Konsep Asuhan halusinasi. 1–23.

Anda mungkin juga menyukai