Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional“


(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Internasional )

Disusun Oleh
RONALDO R. PALIKI (2022H11001)

STIH ICHSAN
GORONTALO UTARA
T. A 2022-2023

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami. Semoga sholawat beserta salam
senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Hukum
Internasional. Dalam menyelesaikan makalah kami banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan serta arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami
ingin menyampaikan ucapan terimakasih. Walaupun pelaksanaan penulisan makalah
ini telah dilakukan secara maksimal, namun makalah ini tidak luput dari kekurangan
dan kekeliruan. Karena itu kritikan dan saran yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan makalah ini sangat di harapkan. Harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama buat kami sendiri. Akhirnya kepada
Allah SWT saya berserah diri semoga makalah ini bernilai sebagai amalan ibadah
hendaknya Amin.

Gorontalo, 19 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………..…….1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I 4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................
1. Latar Belakang...........................................................................................................................
2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................
3. Tujuan..........................................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengaturan Hukum Internasional Tanggung Jawab Negara Dalam
Perlindungan Hak Asasi Manusia ........................................................................................
B. Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia
Berdasarkan Hukum Internasional ......................................................................................
BAB III.........................................................................................................................................
PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................................................
Saran ................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dirunut dengan menggunakan optic historical, sejarah HAM bermula dari
dunia Barat (Eropa) melalui kristalisasi pemikiran seorang filosuf Inggris pada
abad ke-17 bernama John Locke. Ia menyatakan adanya hak kordati (natural
rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu ha katas hidup, hak
kebebasan, dan hak milik. Hak kordati ini terpisah dari pengakuan politis yang
diberikan negara kepada mereka dan terlebih dahulu ada dari negara sebagai
komunitas politik. Justru negaralah yang harus melindungi dan melayani hak-
hak kordati yang dimilki oleh setiap individu. Sejarah perkembangan HAM
juga ditandai dengan adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu
Magna Charta, Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Korelasi dengan
proposisi tersebut, terlebih dahulu signifikan dikemukakan perkembangan
system pemikiran HAM di dunia.

Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hak dasar yang dimiliki manusia,
eksistensinya melekat pada kodrat manusia sejak dilahirkan. Hal tersebut juga
sebagai tanda bahwa ia adalah “manusia”. Manusia yang dimaksud dalam hal
ini ialah, pertama “manusia seutuhnya” yang merupakan ciptaan Tuhan YME
dilengkapi dan dianugerahi seperangkat hak kodrati yang bersifat sangat asasi,
karenanya tidak boleh diabaikan dan dimarjinkan oleh siapa pun. HAM
dimiliki manusia semata karena ia manusia, bukan karena diberikan oleh
negara, hukum ataupun pemberian manusia lainnya. Oleh karena itu,
eksestensinya pun sama sekali tidak bergantung pada pengakuan dari negara,
hukum atau manusia lainnya. Kedua, manusia yang dimaksud adalah “semua
manusia” bukan hanya manusia-manusia tertentu, dan tetap harus diakui

4
bahwa “semua manusia” memiliki hak asasi yang dianugerahi oleh Sang
Penciptanya, yakni Tuhan YME, sehingga “semua manusia” karena hak yang
dimilkinya itu mempunyai martabat tinggi dan keberadaanya harus diakui,
dihormati serta dijunjung tinggi oleh “semua manusia” di dunia. Dengan
demikia HAM bersifat universal, artinya keberlakuannya tidak dibatasi oleh
ruang atau tempat (berlaku dimana saja), tidak dibatasi oleh waktu (berlaku
kapan saja), tidak terbatas hanya pada orang-orang tertentu (berlaku untuk
siapa saja), serta tidak dapat diambil, dipisahkan dan dilanggar oleh siapapun.

Pada tahun 1948 lahirlah suatu Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration on Human Rights). Deklarasi ini merupakan
suatu acuan moral bagi seluruh negara anggota PBB, walaupun bukanlah
suatu hukum sempurna, tetapi berhasil membuat suatu dasar kesepahaman
universal. Hal di atas dapat menjadi perdebatan karena adanya aliran Cultural
Relativist yang dengan tegas dan gigih menentang adanya hak yang bersifat
universal, dimana tiap kebudayaan mempunyai konsepsi yang berbeda atas
hak-hak tertentu. Dengan hadirnya suatu pernyataan mengenai hak manusia
dan hak-hak asasi manusia, walaupun dalam rumusan yang tidak terlalu jelas,
telah tercapai suatu pemahaman bersama yang menjadi acuan tentang hak
manusia

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok utama dalam
pembahasan makalah ini adalah membahas tentang bentuk negara federal di
Amerika Serikat. Pembahasan tersebut dapat dibentuk dalam sebuah rumusan
masalah sederhana agar mempermudah dalam memahami. Adapun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah rumusan dan pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia
dan Kewajiban Negara Dalam Hukum Hak Asasi Manusia
Internasional?

5
2. Bagaimanakah rumusan dan pengaturan mengenai tanggung jawab
negara atas hak asasi manusia berdasarkan hukum internasional?

C. Tujuan
1. Mengetahui rumusan dan pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia dan
Kewajiban Negara Dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional
2. Mengetahui rumusan dan pengaturan mengenai tanggung jawab negara
atas hak asasi manusia berdasarkan hukum internasional.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengaturan Hukum Internasional Tanggung Jawab Negara Dalam


Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Kewajiban negara dalam Perlindungan hak asasi manusia ditetapkan dalam
tiga tingkatan tahap, yaitu:
1. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia,
2. Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan
3. Pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Kewajiban yang akan dibahas lebih dalam adalah kewajiban perlindungan hak
asasi manusia, negara wajib untuk mengambil tindakan positif dalam
melindungi warga dan orang-orang lainnya dalam wilayah jurisdiksinya dari
pelanggaran hak asasi manusia baik dari negara lain, perusahaan swasta,
maupun negara itu sendiri. Kewajiban negara dalam Penghormatan Terhadap
Hak Asasi Manusia dapat dibedakan menjadi dua yaitu Kewajiban Langsung
(Immediate Obligations) dan Kewajiban Progresif (Progresive Obligations).
Kewajiban Langsung negara terhadap Hak Asasi Manusia seringkali
diwujudkan dalam bentuk proses yuridis, sementara Kewajiban Progresif adalah
kewajiban yang bisa ditanggalkan apabila kekurangan sumber daya penunjang.
Kewajiban Negara untuk Menghormati (Penghormatan) Hak Asasi Manusia dan
Kewajiban Untuk Melindungi (Perlindungan) Hak Asasi Manusia dilihat
sebagai Kewajiban Langsung.
Terdapat juga kewajiban secara hukum yang terkait langsung dengan
Pemenuhan Terhadap hak Asasi Manusia. Kewajiban secara hukum ini (legal
Obligations) diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu: 1. Kewajiban Untuk

7
Meningkatkan, yang diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan negara,
pembentukan institusi-institusi publik demi terpenuhinya hak-hak tersebut. 2.
Kewajiban Untuk Menyediakan, seperti penyediaan sumber daya yang
dinikmati oleh umum demi terpenuhinya hak-hak asasi manusia.4 Kewajiban
secara hukum ini merupakan bagian dari Kewajiban Progresif negara dalam
Hukum Hak Asasi Manusia Internasional. Kewajiban ini memiliki sifat
progressive dalam artian bahwa pemenuhan kewajiban ini adalah kelanjutan
dari kewajiban perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia,
dan penerapannya relatif pada kemampuan negara untuk melaksanakannya.
Haruslah dipahami bahwa negara-negara berbeda dalam kemampuannya untuk
mendukung kewajiban progresif tersebut, oleh karenanya sering kali digunakan
ukuran minimal dalam standarisasi realisasi kewajiban tersebut.
Kewajiban Langsung menjadi tolak ukur utama dalam Hukum Hak Asasi
Manusia Internasional, sedangkan Kewajiban Progresif diamantkan lebih
spesifik dalam konstitusi negara masing-masing, seperti di Indonesia yang diatur
dalam pasal 33 Undang-Undang dasar 1945.
Hukum internasional tentang tanggung jawab negara adalah hukum
internasional yang bersumber pada perjanjian internasional dan hukum
kebiasaan internasional. Kebiasaan internasional berkembang melalui praktik
negara-negara dan putusan-putusan pengadilan internasional. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International
Court of Justice), praktik demikian akan semakin memperkuat kedudukan
hukum kebiasaan internasional (yang mengatur tentang pertanggungjawaban
negara) sebagai sumber primer hukum internasional.
Terdapat beberapa instrumen internasional HAM yang sekarang berlaku :
a. Instrumen Universal
1. Deklarasi Universal HAM, diadopsi oleh Sidang Umum PBB pada
tahun1948.

8
2. Konvensi tentang Pencegahan Dan Pemberian Hukum Kejahatan Genosida
tahun 1948.
3. Perjanjian Internasional tentang HakHak Sipil Dan Politik tahun 1948.
4. Perjanjian Internasional tentang HakHak Sosial Dan Ekonomi tahun 1966.
5. Konvensi tentang Pencegahan Dari Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan 1881.
6. Konvensi Anti Penyiksaan dan Kekejaman Lain, Tindakan Tindak
Manusiawi atau Penghukuman atau Perlakuan yang Merendahkan Martabat
tahun 1984.
7. Konvensi tentang Hak-hak Anak tahun 1989.
b. Instrumen Regional
1. Konvensi Eropa tentang HAM 1950
2. Konvensi Amerika tentang HAM 1969
3. Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Rakyat tahun 1981
Secara historis prinsip tanggung jawab negara memiliki kaitan erat dengan HAM.
HAM yang dewasa ini telah diatur dalam hukum HAM internasional, pada awalnya
dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara atas perlakuan terhadap orang
asing (state responsibility for the treatment of aliens)
Dalam hukum hak asasi manusia internasional, persoalan tanggung jawab negara
berkaitan dengan kewajiban negara dalam pemenuhan, perlindungan dan penghornatan
hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Tanggung jawab negara timbul,
sebagai akibat dari pelanggaran hukum internasional oleh negara yaitu:
1. melakukan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (action), dan melalaikan, tidak
melakukan tindakan apapun, atau melakukan pembiaran (ommision) terhadap
pelanggaran hak asasi manusia.
2. Melakukan tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap kewajiban
internasional.

B. Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia


Berdasarkan Hukum Internasional

9
Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan orang per orang telah
berhasil disidangkan oleh pengadilan internasional. Pencapaian dalam
persidangan terhadap orang per orang ini tidak memuaskan, karena sering kali
pelanggaran hak asasi manusia yang berskala besar dilakukan oleh negara, atau
setidaknya, merupakan kegagalan negara dalam menegakkan perlindungan hak
asasi manusia.
Tanggung jawab negara bersumber juga pada Doktrin Persamaan (Doctrine
of Equality) dan Doktrin Kedaulatan Negara (Doctrine of State’s Souvereignty),
negara dengan persamaan derajatnya dapat menuntut pertanggung-jawaban
negara lain atas pelanggaran kedaulatannya. Latar belakang yang juga
mendasari lahirnya konsepsi tanggung-jawab negara adalah bahwa tidak
satupun negara dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak
negara lain.
Pasal 12 dari Draft Articles menyatakan bahwa dianggap telah ada
pelanggaran terhadap kewajiban internasional apabila suatu perbuatan negara
“is not in comformity with what is required of it by that Obligation, regardless of
its origin or character” (tidak sesuai dengan apa yang diperlukan terhadapnya
oleh kewajiban tersebut, tanpa memandang asal dan karakternya.) Salah satu
contoh adalah putusan kasus Rainbow Warrior (New Zealand v Prancis) yang
memandang bahwa: “any violation by a State of any Obligation, of whatever
origin, gives rise to State Responsibility and consequently, to the duty of
reparation”. Setiap pelanggaran apapun oleh negara terhadap suatu kewajiban,
atas dasar apapun, menghasilkan Tanggung Jawab Negara dan selanjutnya,
Kewajiban atas Reaparasi) International Court of Justice memandang bahwa
sudah menjadi baku untuk negara apabila negara tersebut melakukan
pelanggaran maka selayaknyalah negara tersebut bertanggung jawab. “when a
State has committed an internationally wrongful act, its international
Responsibility is likely to be involved whatever the nature of the Obligation it
has failed to respect”, (saat negara telah melakukan sebuah tindakan yang salah

10
secara internasional, prinsip tanggungjawab internasionalnya akan melibatkan
apapun sifat asli dari kewajiban yang telah gagal dilaksanakan negara tersebut.)
Tanggung Jawab negara telah melangkah jauh dari konsepsi awalnya, bahwa
tanggung jawab negara hanya berlaku pada perlakuan terhadap orang asing
(State’s Responsibility for the treatmeant of aliens), pertanggung jawaban
negara terhadap negara lainnya dalam pelanggaran kedaulatan, dan pertanggung
jawaban negara terhadap pelanggaran kontraktual. Dalam konsepsi tanggung
jawab negara nampaklah bahwa Hak Asasi Manusia telah mendapatkan
pengakuan yang lebih tinggi di mata masyarakat internasional. Pasal 13 Draft
Article ILC mendasari masuknya Hukum Hak Asasi Internasional, terutama
ketentuan kewajiban negara dalam International Bill of Rights sebagai bagian
dari kewajiban internasional yang apabila dilanggar adalah sebuah perbuatan
yang dimaksudkan dalam internationally wrongful act.
Menurut Miriam Budiarjo Negara merupakan organisasi kekuasaan atau
intergrasi dari kekuasaan politik, Negara merupakan agensi (alat) dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan hubungan
manusia dalam masyarakat.10 Sebagai suatu agensi dari masyarakat, artinya
adalah Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai
tanggungjawab untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan masyarakat dan
menyelesaikan konflik apabila terjadi suatu konflik dalam hubungan manusia
didalam masyarakat.
Secara singkat, kewajiban dan tanggung jawab negara terhadap HAM ada 3
(tiga), yaitu :
1. Menghormati
Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati Hak
Asasi Manusia masyarakatnyadengan cara tidak ikut campur atau ikut mengatur
warganegaranya dalam hal melaksanakan hak-haknya, bisa jugadikatakan
bahwa Negara wajib secara mutlak untuk tidakmenghambat kebutuhan Hak
Asasi warganya.

11
2. Melindungi
Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan
perlindungan dan kepastian hakasasi setiap warganya. Hal ini bisa dilakukan
denganmembentuk badan pertahanan dan keamanan seperti TNIPolri guna
melindungi dari pelanggaran hak asasi warganyabaik dari faktor internal
maupun eksternal negara.
3. Memenuhi
Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi serta
mencukupi kebutuhan hak asasiwarganya. Hal ini bisa dilakukan dengan
membentuk lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif, dan yudikatif agar
pemenuhankebutuhan hak asasi. warganya dapat terealisasikan denganlangkah
yang nyata.Sistem nilai yang menjelma dalam konsep HAM tidaklahsemata-
mata sebagai produk Barat, melainkan memiliki dasarpijakan yang kokoh dari
seluruh budaya dan agama.Pandangan dunia tentang HAM adalah pandangan.
Dalam tataran hukum nasional, konsep mengenai tanggung jawab negara
terhadap pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM diwujudkan dalam
bentuk pengaturan didalam konstitusi negara/dasar hukum negara, yaitu dalam
UUD 1945 amandemen ke II, tepatnya pada Pasal 28 A sampai dengan 28 J dan
beberapa pasal lain yang terkait dengan perlindungan dan Pemenuhan HAM
yaitu pada Pasal 29, Pasal 31, Pasal 33 dan Pasal 34. Pengaturan beberapa hak
dalam konstitusi/UUD 1945 amandemen ke II telah menyiratkan bahwa negara
memiliki kewajiban moral/state obilgation untuk memberikan jaminan bagi
pengakuan dan penegakaan HAM setiap warga Negara Indonesia.
Sementara itu di dalam sistim perundangundangan Indonesia pada
hakiktanya telah dikenal konsep tanggung jawab negara dan pengakuan negara
terhadap HAM. Ketentuan tersebut telah diatur di dalam UU No 39 Tahun 1999
tentang HAM menyatakan:
“Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan kebebasan dasar manusia yang secara kodrati melekat pada dan tidak

12
terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati dan ditegakkan demi
penigkatan martabat manusia, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta
keadilan” Bunyi ketentuan pasal tersebut, memberikan ruang penafsiran yang
tegas. Bahwa setiap pemenuhan dan penegakkan HAM warga Negara
merupakan kewajiban Negara sebagai organisasi kekuasaan melalui
perangkatnya. Perangkatnya disini bermakna setiap penyelenggara negara baik
eksekutif, yudikatif maupun legislatif sebagai kesatuan negara.
Peraturan Perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan HAM
terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, UndangUndang Nomor. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya) dan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hak Asasi Manusia telah mencapai posisi yang tinggi dalam Hukum
Internasional melalui tercapainya kesepahaman Universal di antara Negara-
Negara dan Bangsa-Bangsa di dunia sehingga kewajiban negara terhadap
perlindungan Hak Asasi Manusia telah juga menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari negara-negara dalam pergaulan masyarakat Internasional
berdasarkan Hukum Internasional. Perbedaan konsepsi Hak Asasi Manusia
tidak lagi menjadi halangan bagi negaranegara untuk mencapai kesepahaman
bahwa terdapat Hak-Hak yang tidak dapat di-derogasi karena hak-hak tersebut
adalah esensial bagi kehidupan manusia, dengan demikian usaha untuk
melidungi serta mengembangkan kehidupan manusia telah mencapai kemajuan
secara global.
2. Tanggung jawab negara masih merupakan suatu usaha yang belum mencapai
bentuk serta tujuan yang sempurna, terutama tanggung jawab negara terhadap
perlindungan Hak Asasi Manusia. Masih terdapat penghalang serta alasan bagi
negara untuk tidak mengambil tanggungjawab dalam kewajibannya m asasi
manusia. Negara-negara belum secara sempurna mengambil tempatnya dalam
perlindungan Hak Asasi Manusia.
B. Saran
Diperlukan kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya
perlindungan dan pemenuhan HAM. Hal ini dikarenakan bahwa Paham yang

14
terkandung dalam HAM memiliki sifat universalitas yang luar biasa dalam
menghargai prinsip manusia sebagai makhluk social, oleh karena itu, negara
sebagai pihak yang memangku tanggung jawab, semua negara dituntut harus
melaksanakan dan memenuhi semua kewajiban yang dikenakan kepadanya
secara sekaligus dan segera. Jika kewajiban-kewajiban tersebut gagal untuk
dilaksanakan maka negara akan dikatakan telah melakukan pelanggaran
DAFTAR PUSTAKA

Yanes S. Merentek, Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan Hak Asasi


Manusia Menurut Hukum Internasional, Lex Privatum Vol. VI/No.
9/Nov/2018

Christanugra Philip, Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Hak Asasi


Manusia Menurut Hukum Internasional, Lex Administratum, Vol. IV/No.
2/Feb/2016

Dr. A. Widiada Gunakaya S.A.,S.H.,M,H, Hukum Hak Asasi Manusia Lex


Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Natanael Christian Henry Gurinda, Peran Pbb Dalam Perlindungan Hak Asasi
Manusia Menurut Kajian Hukum Internasional, Lex Et Societatis Vol.
VII/No. 9/Sept/2019

15

Anda mungkin juga menyukai