Kepiting Soka
Kepiting Soka
SKRIPSI
SKRIPSI
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
NIM : 150302015
kepiting bakau dengan menggunakan metode mutilasi popey dan alami di desa sei
lepan kabupaten langkat” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
Kata kunci :Kepiting bakau cangkang lunak, Survival Rate, Spesific Growth Rate,
Molting, Mutilasi, Popey, danAlami
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan Karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Kabupaten Langkat”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai dan melindungi penulis dalam
penyelesaian skripsi
yang menjadi alasan untuk menggapai cita-cita. Terima kasih untuk doa,
3. Ibu Ipanna Enggar Susetya, S.Kel., M.Si selaku dosen pembimbing yang
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir.
Nurmatias, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Eri Yusni, M.Sc. selaku dosen penguji
serta seluruh pihak staf pegawai dan pengajar yang telah bersedia dalam
4. Ibu Dr. Ir. Eri Yusni, M.Sc selaku ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan.
iii
5. Bapak metro, bang arief, bang zuliady, bang aceng, edo dan andi selaku
ini.
tentang berapa lama waktu pada molting dan bagaimana pengaruh penggunaan
metode mutilasi, popey dan alami pada kepiting bakau (Scylla serrata) khususnya
Perairan dan bagi seluruh kalangan. Demikian usulan penelitian ini dibuat, sekian
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................ i
ABSTRACT .......................................................................................... ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................... 1
Perumusan Masalah ...................................................................... 3
Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
Hipotesis ........................................................................................ 4
Manfaat penulisan .......................................................................... 5
Kerangka Pemikiran ..................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Kepiting Bakau (Scylla serrata) .................................................... 6
Siklus Hidup Kepiting ................................................................... 11
Molting Kepiting ........................................................................... 13
Teknik Popey ................................................................................. 14
Teknik Mutilasi.............................................................................. 14
Karakteristik Parameter Perairan ................................................... 16
Suhu ................................................................................ 16
Salinitas ........................................................................... 16
pH .................................................................................... 17
Disolved Oksigen (DO) ................................................... 18
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 19
Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 19
Rancangan Percobaan .................................................................... 20
Persiapan Wadah ............................................................................ 21
Penenbaran Hewan Uji ................................................................... 21
Pemberian Pakan ............................................................................ 22
v
Pengumpulan Data ......................................................................... 22
Analisis Data .................................................................................. 24
Waktu Kepiting Molting ......................................................... 24
Derajat Kelangsungan Hidup.................................................. 24
Laju Pertumbuhan Bobot Harian ............................................ 24
Jumlah Kepiting Molting ........................................................ 25
Prosentase Molting ................................................................. 25
Mortalitas ................................................................................ 25
Analisis ANOVA SPSS .......................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Singapura. Hal ini disebabkan karena permintaan negara lain terbadap komoditi
negeri terhadap komoditas ini dari tahun ke tahun cenderung meningkat, demikian
oleh peningkatan harga jual. Harga kepiting bakau sernakin meningkat dari tahun
sebagai lahan tambak sekitar ± 1.2 juta Ha dan lahan yang dapat digunakan
sebagai tambak baru 300.000 Ha. Saat ini komoditi kepiting cangkang lunak
(soft shell) merupakan salah satu produk ekspor yang dijual ke negara Amerika,
1
Kepiting bakau dapat dijadikan sebagai kepiting lunak atau kepiting soka.
Kepiting lunak adalah kepiting yang dipanen setelah molting atau sebelum kulit
satu makanan laut seafood di dunia yang terkenal karena kelezatannya, mudah
molting adalah berkisar satu minggu hingga empat bulan tergantung ukuran
kepiting bakau. Periode pemeliharaan yang lama atau waktu molting yang tidak
memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dengan waktu kerja yang panjang.
bakau (Scylla serrata) dengan menggunakan metode mutilasi, popey, dan alami
untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan saat molting dengan
metode yang berbeda, dan metode mana yang lebih cepat melakukan proses
molting. Setelah mengetahui metode mana yang lebih efektif dalam mempercepat
molting dan menghasilkan kepiting lunak yang berkualitas baik untuk diproduksi
kepiting.
2
Perumusan Masalah
dan ekspor semakin meningkat. Untuk meningkatkan volume ekspor setiap tahun
bakau cangkang lunak atau soka untuk menjamin ketersediaan produk sepanjang
dilakukan cara pemotongan capit dan kaki jalan pada kepiting bakau.
diambil adalah :
Tujuan Penelitian
3
kepiting molting, mortalitas dan persentase molting dengan menggunakan
Hipotesis
Manfaat Penelitian
pengaruh metode mutilasi atau pemotongan capit dan kaki jalan, popey dan alami
pada kepiting bakau terhadap derajat kelangsungan hidup (survival rate), laju
4
Kerangka Pemikiran
kadar protein yang cukup tinggi dan sangat banyak diminati oleh masyarakat.
kepiting bakau juga menjadi Kornoditas ekspor yang telah berkembang menjadi
sumber pendapatan di beberapa negara yaitu Thailand, India, Filipina, Taiwan dan
penggantian cangkang lama dengan cangkang baru yang ukurannya lebih besar.
diharapkan dapat dilakukan dengan biaya yang murah dan cepat. Untuk
melakukan proses molting dengan cepat maka dapat dilakukan beberapa metode
antara lain seperti metode alami (kepiting yang tidak dilakukan pemotongan kaki
dan capit), metode popey (pemotongan pada kaki jalan namun tidak pada capit)
dan metode mutilasi (kepiting yang dipotong seluruh capit dan kaki jalan).
Berdasarkan ketiga metode maka akan dilihat metode mana yang mudah
(survival rate), laju pertumbuhan berat tubuh, jumlah kepiting molting, mortalitas
5
KEPITING
BAKAU
BANYAK
PERMINTAAN
KEPITING ASOKA
METODE
MOLTING
REKOMEDASI
6
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis komoditas laut
Kepiting bakau disebut juga kepiting lumpur karena habitatnya dihutan bakau dan
kepiting bakau tergantung kedalam filum Arthropoda (hewan berkaki ruas), kelas
7
krustasea (udang-udangan), ordo decapoda (binatang bertungkai sepuluh), famili
purtunidae (mempunyai sepasang kaki akhir berbentuk dayung) dan genus Scylla
kali lipat daripada panjang karapasnya, sedangkan kepiting betina relatif lebih
pendek. Capit pada kepiting bakau sangat berperan penting sebagai alat
Kepiting jantan dewasa memiliki ukuran capit lebih besar dibandingkan kepiting
betina dengan umur dan ukuran kepiting yang sama (Hasnidar, 2018)
8
Kepiting bakau memiliki bentuk karapaks yang agak bulat, memanjang,
pipih, sampai agak cembung. Panjang karapaks berukuran kurang lebih dua per
tiga ukuran lebar karapaks. Secara umum, karapaks kepiting bakau terbagi atas
empat area, yaitu: area pencernaan (gastric region), area jantung (cardiac region),
area pernapasan (branchial region), dan area pembuangan (hepatic region). Pada
bagian tepi anterolateral kiri dan kanan karapas, atau pada branchial region,
terdapat sembilan buah duri dengan bentuk dan ketajaman yang bervariasi.
Sedangkan pada bagian depan karapaks, atau pada gastric region, tepat di antara
kedua tangkai mata, terdapat enam buah duri kokoh di bagian atas, dan dua duri
kokoh di bagian bawah kiri dan kanan. Sepasang duri pertama pada bagian
anterolateral kiri dan kanan karapas, serta dua pasang duri pada bagian atas dan
bawah karapaks, berada dalam posisi mengelilingi rongga mata, dan berfungsi
melindungi mata. Duri-duri pada bagian depan karapaks, memiliki bentuk dan
ketajaman yang bervariasi, sehingga menjadi salah satu faktor pembeda dalam
Gambar 5. Perbedaan Secara Morfologis Kepiting Bakau Jantan kiri dan Betina
Kanan
(Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian)
Kepiting bakau memiliki jenis kelamin jantan dan betina. Jenis kelamin
9
memiliki abdomen segitiga sama kaki ditandai dengan abdomen bagian bawah
Namun ada juga kepiting yang disebut dengan kepiting banci. Kepiting banci
merupakan kepiting betina yang memiliki bentuk abdomen yang lebih sempit
(a) (b)
Gambar 6. Kaki jalan (a) dan Kaki renang (b)
(Sumber : Siahainenia, 2009)
Kepiting bakau memiliki lima pasang kaki, yang terletak pada bagian kiri
dan kanan tubuh, yaitu: sepasang cheliped, tiga pasang kaki jalan (walking leg)
dan sepasang kaki renang (swimming leg). Tiga pasang kaki berikutnya, disebut
kaki jalan yang selain berfungsi untuk berjalan saat kepiting bakau berada di
darat, juga berfungsi dalam proses reproduksi, terutama pada kepiting bakau
bantuan kaki-kaki jalan kepiting bakau jantan akan mendekap betina di bagian
kepiting bakau yang disebut kaki renang, berbentuk agak membulat dan lebar.
Dua ruas terakhir kaki renang (dactylus dan propondus) berbentuk pipih.
Pasangan kaki renang digunakan sebagai alat bantu semacam dayung saat
10
Siklus Hidup Kepiting
perkembangan antara lain, tingkat zoea yang terdiri atas 5 tingkatan untuk
tingkat megalopa melalui lima kali pergantian kulit (molting), crablet, dan
kepiting dewasa. Larva kepiting bakau stadia zoea bersifat plantonik, namun
setelah mencapai stadia megalopa sampai dewasa bersifat bentik dan suka
yaitu: tahap larva (zoea), tahap megalopa, tahap kepiting muda (juvenil) dan tahap
kepiting dewasa Pada stadia megalopa, tubuh kepiting bakau belum terbentuk
secara sempurna. Meskipun telah terbentuk mata, capit (chela), serta kaki yang
lengkap, namun tutup abdomen (abdomen flap) masih menyerupai ekor yang
panjang dan beruas Selain itu, pasangan kaki renang belum terbentuk sempurna,
11
karena masih menyerupai kaki jalan dengan ukuran yang panjang. Memasuki
stadia kepiting muda (juvenil), tubuh kepiting bakau mulai terbentuk sempurna.
Tutup abdomen telah melipat ke arah belakang (ventral) tubuh, sedangkan ruas
terakhir pasangan kaki renang mulai pendek dan memipih. Meskipun demikian,
tubuh masih berbentuk bulat dengan bagian-bagian tubuh yang tidak proporsional.
Hal ini terlihat pada bentuk mata yang membesar dengan tangkai yang pendek,
sehingga memberikan kesan melekat pada tubuh. Secara umum, tubuh kepiting
bakau dewasa terbagi atas dua bagian utama, yaitu bagian badan dan bagian kaki,
yang terdiri atas sepasang cheliped, tiga pasang kaki jalan, dan sepasang kaki
kepiting bakau betina akan bermigrasi ke perairan laut atau menjauhi pantai,
salinitas perairan) cocok sebagai tempat memijah. Kepiting bakau jantan setelah
Kepiting bakau merupakan hewan yang khas di hutan bakau. Sejak muda
kepiting bakau telah menempati perairan dengan habitat berlumpur. Bila kondisi
mendukung, kepiting bakau dapat bertahan hidup hingga mencapai 3-4 tahun.
Sementara itu pada umur 12-14 bulan kepiting sudah dianggap dewasa dan dapat
dipijahkan. Kepiting bakau dewasa akan beruaya (migrasi) ke laut lepas untuk
12
pantai, muara sungai atau perairan berhutan bakau untuk berlindung, mencari
Molting Kepiting
cangkang baru. Cangkang baru berukuran lebih besar, berwarna pucat, dan lunak.
Aktivitas berlangsung hanya beberapa jam, masuknya sejumlah air dan mineral ke
menuju sintesis protein. Pada awal proses molting terjadi retakan pada bagian
melepaskan diri dari cangkang lama. Bagian abdomen terangkat, kaki renang
mulai terlepas dan capit ikut meninggalkan cangkang lama, cangkang lama
terpisah secara sempurna dari tubuh yang baru dengan cangkang baru yang mash
pertambahan bobot, panjang, dan lebar karapaks akan terjadi setelah molting.
kulit. Pada saat ganti kulit tubuh kepiting bakau seluruhnya akan lunak. Cangkang
baru tersebut berukuran lebih besar , berwarna pucat dan lunak. Aktivitas ini
berlangsung selama beberapa jam. Setelah cangkang lama terlepas, air akan
untuk membantu merentangkan cangkang yang masih lunak menjadi bentuk yang
lebih besar Selain itu untuk molting kepiting juga memerlukan kondisi lingkungan
13
yang mendukung. Salinitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses
internal. Faktor Eksternal dari lingkungan seperti cahaya, salinitas, suhu, pH, DO
atau oksigen terlarut dan ketersediaan makanan. Pada faktor internal juga sangat
berperan pada ukuran tubuh yang membutuhkan tempat yang luas. Kedua faktor
hormone molting. Organ-Y adalah sumber hormone molting (Fujaya et al., 2012).
Teknik Popey
kesuksesan budidaya kepiting cangkang lunak adalah molting. Molting yang tidak
bersamaan dibutuhkan waktu yang cukup banyak dengan waktu kerja panjang.
dan kaki jalan dan metode popey (Widyastuti dan Husni, 2007).
sedangkan capit dan kaki renangnya dibiarkan. Pematahan atau pemotongan kaki
Sedangkan untuk capit dibiarkan hanya ujung capit yang dipotong, supaya
kepiting tidak bisa menggigit dan keluar dari kurungan. Saat molting capit
keliatan besar untuk harga kepiting lebih mahal dengan metode popey,
14
Teknik Mutilasi
dan tiga pasang kaki jalan. Kepiting dimutilasi tepat di bagian pangkal kaki dan
capit dengan menggunakan tang ataupun gunting. Pangkal kaki jalan dan capit
Hormone (MIH). Secara alami kepiting akan melepaskan sendiri keempat pasang
organ kakinya hanya dengan cara diganggu – ganggu saja dengan usaha
menghindar dari bahaya yang datang, seperti halnya cecak. Secara sengaja satu
pasang kaki renang tidak di ganggu sehinga kepiting masih bisa berenang mencari
jalan, capit dan kaki renang. Teknik ini merupakan upaya untuk meningkatkan
hormon exdecis untuk memicu terjadinya pergantian kulit dengan cepat. Hormon
yang menghambat kepiting bakau moulting terletak pada organ gerak kepiting
bakau. Bagi kepiting proses dari mutilasi merupakan proses alami yaitu usaha
untuk menumbuhkan kembali anggota badan yang patah atau rusak pada proses
mutilasi diri sendiri. Naluri mutilasi diri sendiri dan menumbuhkan anggota tubuh
yang patah (body building) ini juga ada pada cecak (tetapi cecak tidak melakukan
dan tiga pasang kaki jalan. Secara sengaja satu pasang kaki renang tidak di
ganggu sehinga kepiting masih bisa berenang mencari makan agar tetap hidup
15
sampai molting terjadi. Bagi kepiting proses dari mutilasi merupakan proses alami
hormonal untuk menumbuhkan kembali anggota badan yang patah atau rusak
Suhu
oleh suhu. Suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi
laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai pada batas
tertentu. Suhu optimum untuk kepiting adalah 25-35°C (Fujaya et al., 2012).
kepiting bakau. Suhu air yang lebih rendah dari 20ºC akan mengakibatkan
aktifitas dan nafsu makan kepiting bakau menurun secara drastis. Pada saat itu
Kepiting bakau tumbuh lebih cepat pada perairan dengan kisaran suhu 23-32°C.
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor bagi organisme akuatik yang dapat
memodifikasi peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan pengaruh yang
16
berdampak terhadap organisme. Proses metabolisme kepiting yang dapat
kepiting yang maksimum hanya dapat dihasilkan apabila penggunaan energi untuk
ion-ion dalam air. Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang
budidaya kepiting bakau adalah berkisar antara 15-30 ppt tergantung spesies
pH
pH( per hydronium ion atau power of hydrogen) atau derajat keasaman
merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang terlarut dalam air.
Digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman dan kebasaan yang dimiliki oleh
Pengaruh langsung antara lain adalah mengurangi produktivitas primer dan dapat
perubahan toksisitas zat kimia tertentu, contohnya semakin tinggi pH dan suhu air
maka toksisitas amoniak meningkat. Nilai pH pada media budidaya kepiting lunak
17
Media pH yang optimum akan memberikan dampak pertumbuhan yang
maksimum pada kepiting bakau karena berkaitan dengan derajat keasaman dan
terhadap kelangsungan hidup kepiting bakau S. serrata. Oleh sebab itu, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui nilai pH optimum pada media pemeliharaan untuk
oksigen terlarut yang baik adalah >5,0 ppm. Dibawah 3,0 ppm molting beberapa
menjadi lambat dan dibawah 2,0 ppm kepiting tidak aka nada yang molting. Oleh
karena itu, pentingnya kondisi kualitas air tetap terjaga agar usaha budidaya dapat
kisaran yang rendah pada pagi hari dan tinggi pada sore hari. Kisaran oksigen
yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan kematian pada
Kepiting bakau, kematian beberapa ekor kepiting uji pada saat pagi hari
18
BAB III
METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus
tahun 2019. Penelitian dilaksanakan di kolam Tambak Desa Sei Bilah Kabupaten
Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 8.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keramba sebagai tempat
pemeliharaan, gunting sebagai alat untuk memotong kaki kepiting, ember sebagai
wadah kepiting, Global Positioning System (GPS) sebagai penentu titik kordinat
penelitian, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan (Lampiran 2). Termometer
19
untuk mengukur suhu, pH meter unruk mengukur pH perairan, refraktometer
bahan uji, ikan rucah sebagai pakan, air sebagai media pemeliharaan (lampiran. 3)
Rancangan Percobaan
pemikiran dan tindakan yang dipersiapkan secara kritis dan seksama mengenai
Blok Acak Lengkap (RBAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan masing-masing 4
Perlakuan A : kepiting yang tidak dipotong capit dan kaki jalan (alami)
Perlakuan B : kepiting yang dipotong seluruh capit dan kaki jalan (mutilasi)
Perlakuan C : kepiting yang dipotong sebagian yakni pada kaki jalan (popey)
Persiapan Wadah
20
cm/petakan). Keramba dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan dengan
cara dicuci dan dikeringkan selama 2 hari untuk membunuh patogen-patogen yang
kepiting. Setiap petakan kecil keramba berisi 1 ekor kepiting bakau. Kemudian
setengah dari tinggi keramba bambu sebagai media pemeliharaan kepiting bakau
Hewan uji berasal dari hasil tangkapan alam yang telah melalui proses seleksi
terlebih dahulu dengan bobot tubuh rata-rata 80gr/ekor dan lebar karapas
8cm/ekor dengan padat tebar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1ekor/petakan keramba. Jumlah hewan uji yang digunakan adalah 120 ekor.
Setelah itu dilakukan pengukuran panjang dan bobot kepiting bakau sebagai
gunting sesuai perlakuan yang akan digunakan. Perlakuan alami, benih kepiting
tidak dilakukan pemotongan baik kaki jalan maupun capit sehingga pemeliharaan
semua kaki jalan kepiting, sedangkan capit dan kaki renangnya dibiarkan.
Mutilasi yaitu dengan memotong semua bagian capit dan kaki jalan menggunakan
gunting pada ujung sehingga pangkal kaki jalan patah dengan sendirinya.
(Lampiran 6)
21
Sebelum hewan uji dimasukkan, dilakukan pengukuran kualitas parameter
perairan pada tambak yang meliputi suhu, DO, pH, dan salinitas. Kemudian
adalah sore hari karena menghindari panas dari paparan sinar matahari langsung
dan suhu air cenderung stabil dan tidak membuat kepiting stress
Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan setelah dua hari dari waktu penebaran benih ke
keramba. Pakan yang diberikan berupa ikan Tamban yang telah dipotong-potong
dengan ukuran 2 cm. Dengan pemberian pakan 5% dari bobot hewan uji. Ikan
dengan frekuensi satu kali dalam 2 hari, yaitu sore pukul 16.00 WIB sampai pukul
Pengumpulan Data
kimia perairan.
hidup dan melakukan molting selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan bobot spesifik
(spesific growth rate) dihitung dari nilai bobot kepiting sebelum ditebar dan setelah
molting dihitung dari awal sampai akhir penelitian yang melakukan molting pada
setiap perlakuan.
22
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan dari awal sampai akhir
pH, dan salinitas. Pengukuran kualitas air untuk pH dan Suhu dilakukan setiap
hari sedangkan untuk DO dan salinitas sebanyak empat kali dengan interval waktu
pH - pH-meter
Salinitas ‰ Refraktometer
Analisis Data
kepiting pada awal dan akhir perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari
sekali. Tingkat derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diukur dengan
Keterangan:
23
2. Peningkatan Bobot
W = Wt - W0
Keterangan :
jumlah kepiting yang ditebar pada setiap perlakuan dan dilihat perlakuan yang
4. Persentase Molting
kepiting yang ganti kulit (molting) dan dilihat setiap perlakuan yang lebih tinggi
persentase moltingnya
5. Mortalitas
24
6. Analisis ANOVA SPSS
bakau
bakau.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
hidup (%), Peningkatan berat tubuh (gr), jumlah kepiting molting terhadap waktu,
mortalitas (%), prosentase molting (%), serta data hasil pengamatan parameter
kemudian mutilasi sebesar 87,5%, dan terendah pada perlakuan alami sebesar
50% seperti pada Gambar 10. Data tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau
Gambar 10. Tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau setiap perlakuan dan
ulangan selama 40 hari pemeliharaan
bakau (Syclla serrata) pada setiap perlakuan dan ulangan selama 40 hari maka
26
dilakukanlah dengan uji ANOVA. Hasil analisis data ANOVA pada SPSS
nyata dari perbedaan notasi huruf yang berbeda. Analisis Duncan kelangungan
hidup dengan menggunkana Stastical Pakage of Social Science (SPSS) yang dapat
Dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Nilai sig sumber variansi kelangsungan
Kelangsungan hidup kepiting yang paling efektif adalah pada perlakuan popey
dan mutilasi (karena memiliki pengaruh yang lebih besar dengan notasi tertinggi).
27
Tabel 3. Hasil Perhitungan rata-rata terhadap kelangsungan hidup kepiting bakau
(Syclla serrata) setiap minggu selama 40 hari pemeliharaan
Hari ke-
Perlakuan
7 14 21 28 35 40
P1
39.25±2.619a 36.50 ± 2.619a 36.00 ± 2.619a 35.25 ± 2.619a 35.25± 2.619a 35.25 ±2.619a
(Alami)
P2
40.00 ± 0b 39.50 ± 2.619b 39.50 ± 2.619b 38.75 ± 2.619b 38.75 ± 2.619b 38.75± 2.619b
(Mutilasi)
P3
40.00 ± 0b 39.25 ± 2.619b 38.50 ±2.619ab 38.50 ± 2.619b 38.50 ± 2.619b 38.50 ±2.619b
(Popey)
Keterangan : a dan b ; perbedaan notasi huruf menyatakan adanya perbedaan yang
signifikan antar interaksi perlakuan
alami, mutilasi dan popey pada seluruh organ gerak hingga pada akhir penelitian.
alami dari 80gr menjadi 109.375gr , kemudian diikuti perlakuan Popey dari 75 gr
menjadi 99,4 gr dan berat terendah pada perlakuan mutilasi dari 70 gr menjadi
94,225 gr. Hasil nilai rata-rata pertambahan berat harian selama 40 hari
Gambar 11. Rata-rata berat harian kepiting pada setiap perlakuan dan ulangan
selama 40 hari pemeliharaan
28
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan bobot kepiting
bakau (Syclla serrata) pada setiap perlakuan dan ulangan selama 40 hari maka
dilakukanlah dengan uji ANOVA. Hasil analisis data ANOVA pada SPSS
Tabel 4. Hasil uji analisis variansi (ANOVA) terhadap pertumbuhan berat tubuh
kepiting bakau (Syclla serrata)
ANOVA
Berat Tubuh
Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
478.802 2 239.401 4814.765 .000**
Between Groups
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan bobot. Nilai sig
paling efektif adalah pada perlakuan alami (karena memiliki pengaruh yang lebih
29
Tabel 5. Hasil uji rata-rata terhadap pertumbuhan berat tubuh kepiting bakau
(Syclla serrata)
Hari ke-
Perlakuan
7 14 21 28 35 40
P1
84.42 ±2.619c 87.72±2.619c 89.757±2.619c 94.50 ±2.619c 99.45 ± 2.619c 109.45 ± 2.619c
(Alami)
P2
74.25±2.619a 77.75±2.61a 79.675±2.619a 84.425 ± 2.619a 89.425±2.619a 94.2250 ± 2.619a
(Mutilasi)
P3
79.575±2.619b 81.55±2.619b 84.425±2.619b 89.575± 2.619b 94.625±2.619b 99.45 ± 2.619b
(Popey)
Keterangan : a, b, c ; perbedaan notasi huruf menyatakan adanya perbedaan yang
signifikan antar interaksi perlakuan
mutilasi jumlah kepiting molting tertinggi terdapat pada hari ke-28 yakni
terdapat pada hari ke-28 sebanyak 26 ekor dan pada perlakuan alami jumlah
kepiting molting terdapat pada hari ke 35 sebanyak 7 ekor. Molting pertama kali
terjadi yakni pada hari ke-8 sampai hari ke-40, selama pemeliharaan 40 hari
lamanya.
Gambar 13. Jumlah kepiting molting perhari setiap perlakuan dan ulangan
selama 40 hari pemeliharaan
30
Mortalitas
tertinggi terjadi pada hari ke 28 dengan nilai 7,5%. Dan pada perlakuan popey
Prosentase Molting
Pada prosentase molting kepiting bakau dapat kita lihat pada ketiga
perlakuan yaitu alami, mutilasi, dan popey. Dari hasil yang didapat perlakuan
popey memiliki prosentase molting tertinggi pada hari ke-28 yaitu dengan jumlah
65%. Pada perlakuan alami memiliki prosentase molting tertinggi terjadi pada hari
ke-35 dengan jumlah 17,5% dan pada perlakuan mutilasi prosentase molting
31
Gambar 15. Persentase molting kepiting bakau perminggu pada perlakuan dan
ulangan selama 40 hari pemeliharaan
kandungan oksigen terlarut (DO). Hasil parameter suhu dengan nilai rata-rata
30.85, pH dengan nilai rata-rata 7.29, DO dengan nilai rata-rata 5.77, dan salinitas
dengan nilai rata-rata 25.85. Data pengamatan kualitas air selama penelitian dapat
Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air minimum dan maksimum selama 40 hari
pemeliharaan
Hari Ke-
Parameter Rata-rata
Kualitas air 7 14 21 28 35 40
32
Pembahasan
dengan cara mengamati dan menghitung jumlah kepiting bakau pada awal dan
menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang ada dalam media pemeliharaan yaitu
P1, P2 dan P3 memberi pengaruh yang sangat nyata dan pengaruh nyata terhadap
tingkat kelangsungan hidup kepiting sehingga uji ANOVA tidak dapat dilanjutkan
hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal
percobaan. Kelulusan hidup merupakan peluang hidup dalam suatu saat tertentu.
derajat kelangsungan hidup kepiting bakau pada perlakuan alami ini disebabkan
karena faktor kondisi media pemeliharaan dan ukuran tubuh kepiting yang kurang
cocok dengan keadaan tempat kepiting hidup. Wadah yang digunakan adalah
wadah bambu dengan petakan kecil yang membuat kepiting yang hiperaktif
menjadi stress. Namun, tingkat stres yang dialami kepiting diduga masih berada
pada level yang dapat ditoleransi sehingga tidak menyebabkan kepiting mati
seluruhnya. Hal ini sesuai dengan Fujaya et al (2012) yang menyatakan bahwa
ada beberapa faktor yang mempengaruhi molting yaitu informasi eksternal dan
33
internal. Selain itu juga informasi internal sangat berperan antara lain ukuran
pakan alami dari sumber hewani yaitu ikan tamban. Pemberian pakan dilakukan 2
molting. Pemberian pakan yang berlebihan dapat menyebabkan kerugian dari segi
pembiayaan dan juga merusak kualitas air. Kualitas air yang buruk sangat
dinyatakan bahwa pemberian pakan masih dalam proses terkontrol dengan baik,
Watanabe (1998) dalam Siregar dan Adelina (2009) bahwa kelulushidupan dapat
dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik terdiri dari umur dan
abiotik antara lain ketersediaan makanan dan kualitas media hidup. Ketersediaan
makanan dalam penelitian ini diduga cukup untuk memenuhi kebutuhan kepiting
bakau dalam mempertahankan diri, serta kualitas air media budidaya masih dalam
kepiting bakau.
organisme yang dapat dilihat dari satuan waktu. Berdasarkan penelitian dilakukan
34
yang berbeda-beda. Rata-rata pertambahan berat tertinggi selama penelitian
perlakuan Popey dari 75 gr menjadi 99,4 gr dan berat pada perlakuan mutilasi
dari 70 gr menjadi 94,225 gr. Pertambahan bobot tubuh terjadi setelah terjadinya
molting atau pergantuan kulit lama dengan yang baru kemudian kepiting akan
sebagai pakan alami dalam penelitian ini selain karena disukai kepiting juga
karena kandungan nutrisinya, mudah dicerna dan sesuai kebiasaan makan kepiting
bakau. Hal ini didukung oleh Septian et al. (2013) yang menyatakan bahwa pakan
ikan rucah segar mudah tenggelam sehingga peluang dimakan kepiting lebih besar
karena kepiting lebih suka mencari makan pada dasar. Selain itu ikan rucah
memiliki daging yang empuk sehingga kepiting bakau mudah untuk memotong
dan merobeknya.
Pakan yang digunakan adalah ikan tamban. Pakan ikan tamban didapatkan
dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) babalan. Pakan diberikan dengan frekuensi
satu kali 2 hari pada pukul 16.00 WIB dengan jumlah pakan yang diberikan 5%
dari bobot tubuh kepiting. Sebelum penebaran, benih kepiting dipuasakan selama
satu hari terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan benih kepiting masih berada pada
tingkat stres yang tinggi akibat perubahan salinitas perlakuan. Hal ini di dukung
oleh (Ghiasvand et al., 2012) secara fisiologis, pertumbuhan hanya dapat terjadi
apabila terdapat kelebihan energi, setelah energi melalui pakan yang dikonsumsi.
35
Terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama salinitas akan memengaruhi
Bobot kepiting bakau pada perlakuan alami lebih cepat meningkat dari
pada perlakuan mutilasi dan popey, disebabkan oleh faktor pakan yang dimakan
oleh kepiting. Kepiting bakau pada perlakuan alami juga masih memiliki organ
kaki capit, kaki jalan, dan kaki renang yang masih lengkap atau tidak dilakukan
kepiting yang masih mempunyai capit, kaki jalan, dan kaki renang masih bisa
memegang makanan yang diberi dan dimakan. Pakan yang masuk kedalam tubuh
pada ketiga perlakuan. Berdasarkan hasil yang tertera pada Gambar 13 terlihat
bahwa pada perlakuan Mutilasi jumlah kepiting molting tertinggi terdapat pada
hari ke-28 yakni sebanyak 18 ekor. Pada perlakuan popey jumlah kepiting molting
tertinggi terdapat pada hari ke-28 sebanyak 26 ekor dan pada perlakuan alami
pertama kali terjadi yakni pada hari ke-8 sampai heri ke-40, selama pemeliharaan
40 hari lamanya. Dari hasil yang telah dilakukan diperoleh perlakuan mutilasi dan
popey melakukan proses molting lebih cepat dan jumlahnya banyak. Sedangkan
pada perlakuan alami jumlah molting sedikit dan menghabiskan waktu lama
menggunkan pemotongan kaki jalan dan capit untuk menghasilkan proses molting
36
yg optimal dan efisien dalam biaya. Menurut Hasnidar (2018) menyatakan bahwa
untuk menghasilkan proses molting yang optimal dan ekonomis terus dilakukan.
menghasilkan proses molting yang efisien dengan biaya yang murah. Upaya untuk
molting yaitu pada perlakuan mutilasi, hal ini desebabkan karena perlakuan
mutilasi dapat lebih cepat merangsang organ tubuh kepiting untuk tumbuh
kembali lebih cepat dibagian tubuh yang rusak dan hilang dibandingkan perlakuan
lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Husni et al. (2006) yang menyatakan
bahwa secara biologis pematahan capit dan kaki jalan dapat merangsang organ
tubuh kepiting untuk tumbuh kembali. Setelah capit dan kaki jalan kepiting lepas,
cara melakukan pergantian kulit sehingga akan terbentuk bagian tubuh yang baru
Mortalitas
tertinggi terjadi pada hari ke 28 dengan nilai 7,5%. Dan pada perlakuan popey
tertinggi terjadi pada hari ke 14 dengan nilai 7,5%. Mortalitas tertinggi terjadi
pada hari ke 14 yang disebabkan karena cuaca yang tidak stabil dan sering terjadi
hujan pada malam hari sampai pagi hari, sehingga kepiting stress dan banyak
37
mati. Hujan yang turun dapat mempengaruhi kualitas perairan tidak stabil dan
organisme akuatik.
lingkungan pemeliharaan yang kurang baik hal ini diduga karena sangat banyak
tumbuhan lumut yang menempel pada wadah pemeliharaan dan bagian kerapaks
kepiting yang menyebabkan kepiting stress dan daya tahan tubuh terganggu dalam
dikarenakan kecerahan air dan intensitas cahaya ditambak masih tinggi, dan lumut
lumut yang tumbuh pada bagian tubuh kepiting dapat menghambat proses
moulting dan ada pula organisme uji yang berhasil dibudidayakan hingga
hipoosmotik, kepiting bakau melakukan kerja osmotik yang tinggi sebagai respon
38
bahkan kehilangan energi untuk proses ganti kulit, dengan kata lain bahwa
beban kerja osmotik sebagai respon fisiologis dalam proses osmoregulasi, yang
secara langsung berdampak pada disfungsi alokasi karbohidrat dan lemak sebagai
mempengaruhi adalah wadah yang tidak terlalu luas dengan adanya pergerakan
yang hiperaktif pada kepiting alami sehingga kemampuan biota tidak dapat
lengkapnya organ kaki capit, kaki jalan, dan kaki renang pada kepiting sehingga
kepiting lebih aktif dalam bergerak. Menurut Adelina (2019) menyatakan bahwa
Prosentase Molting
kepiting yang ganti kulit (molting) selama 40 hari pemeliharaan. Pada prosentase
molting kepiting bakau dapat kita lihat pada ketiga perlakuan yaitu alami,
mutilasi, dan popey. Dari hasil yang didapat perlakuan popey memiliki prosentase
molting tertinggi pada hari ke-28 yaitu dengan jumlah 65%. Pada perlakuan alami
memiliki prosentase molting tertinggi terjadi pada hari ke-35 dengan jumlah
17,5% dan pada perlakuan mutilasi prosentase molting tertinggi terjadi pada hari
ke-28 dengan jumlah 45%. Persentase moulting individu yang tertinggi dicapai
metode mutilasi biasanya melakukan pemotongan pada bagian organ kaki jalan,
39
capit dan kaki renang. Teknik ini merupakan upaya untuk meningkatkan produk
Kualitas Air
pH
7.14, siang hari 7.38, dan sore hari 7.59, dengan rata-rata pH harian 7.37. Kepiting
kehidupan kepiting bakau dan angka tersebut masih dalam kiasaran optimum
maksimum pada kepiting bakau karena berkaitan dengan derajat keasaman dan
Suhu
Pengukuran Suhu pada pagi hari 28,58oC, siang hari 30,55oC, dan sore
hari 31,10oC, dengan rata-rata suhu harian 30.08oC. dan dikategorikan dalam
kondisi suhu dapat ditoleransi oleh kepiting bakau dan dapat memenuhi kriteria
untuk kehidupan kepiting bakau. Menurut Fujaya (2012), suhu merupakan salah
40
sejalan dengan kenaikan suhu sampai pada batas tertentu. Suhu optimum untuk
menyatakan bahwa suhu air mempunyai pengaruh besar pertukaran zat atau
zat, suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut dalam air, semakin
tinggi suhu suatu perairan maka akan semakin cepat perairan tersebut mengalami
sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut,
letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air.
Hal ini sesuai dengan Silalahi (2010) yang menyatakan bahwa suhu air
DO
Pada penelitian pengukuran DO pada pagi hari 5.034 mg/L, siang hari
6.088 mg/L dan sore hari 6.158 mg/L, dengan rata-rata 5,76 mg/L dan
41
adalah >5 mg/L, namun juga dinyatakan bahwa kepiting bakau memiliki toleransi
terhadap konsentrasi oksigen terlarut yang rendah atau lebih kecil dari angka
tersebut.
Salinitas
26.23‰ dan dikategorikan dalam kondisi salinitas dapat ditoleransi oleh kepiting
dalam air. Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
yang sering terjadi di malam hari dan di pagi hari . Jika salinitas perairan tambak
rendah maka akan meghasilkan nilai kadar garam yang rendah. Perubahan nilai
salinitas di luar kisaran optimal dapat menyebabkan kepiting stress dan mati.
Menurut Hasnidar (2018) salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang
oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu
42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Waktu molting kepiting bakau pada perlakuan mutilasi waktu terbaik untuk
mortalitas berjumlah 28 ekor dari jumlah awal 120 ekor menjadi 92 ekor
serrata).
Saran
dapat mempengaruhi waktu molting kepiting bakau selain faktor-faktor yang telah
43
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D. G., A. Beland and P. Lim. 1992. Water Quality in Three Ancient
Arms of TheGeronne River, Spatio-Temporal Variabelity. Rev. Sci. Eau 5
(2): 131-156.
Fujaya, Y., S. Aslamyah., E.F. Mallombasang dan N. Alam. 2012. Budidaya dan
Bisnis Kepiting Lunak dan Stimulasi Molting dengan Ekstrak Bayam.
Penerbit Brilian Internasional, Surbaya
Habibi, M.W., Dyah Hariani, dan Nur Kuswanti. 2013. Perbedaan Lama Waktu
Moulting Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dengan Metode Mutilasi
dan Ablasi. Lenterabio Vol. 2 No. 3 : 265-270 Hlm.
44
Hastuti, Y. P. H. Nadeak, dan R. Affandi, Kurnia Faturrohman1. 2016. Optimum
pH Determination For Mangrove Crab Scylla Serrata Growth In
Controlled Containers. Jurnal Akuakultur Indonesia 15 (2):171–179
Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Bhatara. Jakarta.
Kumlu, M., O.T. Eroldogan and B. Saglamtimur. 2001. Effect of Salinity and
Added Substrates on Growth and Survival of Metapenaeus monoceros
(Decapoda: Penaeidae) post larvae. Aquaculture, 196: 177-188.
45
Siahainenia, L. 2009. (Morphological Structure of The Mud Crab, Scylla
paramamosain). Jurnal TRITON. 5: 11-21
Widyastuti, Y. dan R., Husni. 2007. Pemanfaatan tambak udang “Idle” untuk
produksi kepiting bakau cangkang lunak (soft shell crab). Media
Akuakultur. 2(1):169-172.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Bagan Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Keterangan :
Perlakuan terdiri atas 30 ekor kepiting/perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali.
Maka simbol unit-unit percobaan sebagai berikut:
P1= Alami (kepiting yang tidak dipotong capit dan kaki jalannya)
P2= Mutilasi (kepiting yang dipotong seluruh capit dan kaki jalannya
P3= Popey (kepiting yang dipotong sebagian yakni pada
48
Lampiran 2. Alat Yang Digunakan
49
Lampiran 3. Bahan yang Digunakan
50
Lampiran 4. Alat Ukur Kualitas Perairan
Refraktometer
Termometer
Ph Meter DO Meter
51
Lampiran 5. Denah Peletakan Keramba
52
Lampiran 6. Kegiatan Kerja
53
Lampiran 6. Lanjutan
54
Lampiran 7. Analisis Anova SPSS Survival Rate pada Kepiting Bakau
(Scyllaserrata)
Cases
Report
55
Lampiran 7. Lanjutan
ANOVA Tablea,b
Total 2.250 11
Total 34.917 11
Total 54.000 11
Total 55.000 11
Total 55.000 11
Total 55.000 11
56
Measures of Association
Lampiran 7. Lanjutan
ANOVA
Survival Rate
Total 5866.667 11
Homogeneous Subsets
H7
Duncana
1 2
ALAMI 4 39.25
POPEY 4 40.00
MUTILASI 4 40.00
57
H14
Duncana
1 2
ALAMI 4 36.50
POPEY 4 39.25
MUTILASI 4 39.50
H21
Duncana
1 2
ALAMI 4 36.00
MUTILASI 4 39.50
H28
Duncana
1 2
ALAMI 4 35.25
POPEY 4 38.50
MUTILASI 4 38.75
58
H35
Duncana
1 2
ALAMI 4 35.25
POPEY 4 38.50
MUTILASI 4 38.75
H40
Duncana
1 2
ALAMI 4 35.25
POPEY 4 38.50
MUTILASI 4 38.75
59
Lampiran 8. Analisis Anova SPSS pertumbuhan bobot pada Kepiting Bakau
(Scylla serrata)
Cases
Report
60
75.000 79.416 82.341 84.616 89.500 94.500 101.04 66.00
Mean
0 7 7 7 0 0 17
Total
Std. Error of 1.232 1.232 1.232 1.232 1.232 1.232 1.232 1.232
Kurtosis
Lampiran 8. Lanjutan
ANOVA Tablea,b
Total 207.397 11
Total 203.189 11
Total 203.457 11
Total 203.440 11
Total 201.520 11
61
Between (Combined 478.802 2 239.401 4814.76 .000
Groups ) 5
H40 *
Perlakuan Within Groups .448 9 .050
Total 479.249 11
Measures of Association
62
Lampiran 8. Lanjutan
ANOVA
Berat Tubuh
Total 479.249 11
Homogeneous Subsets
H7
Duncana
1 2 3
MUTILASI 4 74.2500
POPEY 4 79.5750
ALAMI 4 84.4250
H14
Duncana
1 2 3
MUTILASI 4 77.7500
POPEY 4 81.5500
ALAMI 4 87.7250
63
Sig. 1.000 1.000 1.000
H21
Duncana
1 2 3
MUTILASI 4 79.6750
POPEY 4 84.4250
ALAMI 4 89.7500
H28
Duncana
1 2 3
MUTILASI 4 84.4250
POPEY 4 89.5750
ALAMI 4 94.5000
H35
Duncana
1 2 3
MUTILASI 4 89.4250
POPEY 4 94.6250
ALAMI 4 99.4500
64
H40
Duncana
1 2 3
MUTILASI 4 94.2250
POPEY 4 99.4500
ALAMI 4 109.4500
65
Lampiran 9. Data Jumlah Kepiting Molting Terhadap Waktu Molting
66
Lampiran 10. Data Jumlah Kepiting Molting, Mortalitas dan Prosentase molting
67
Lampiran 12. Data rata-rata Bobot kepiting bakau
68
Lampiran 13. Data Survival rate
SR
NO Hari Ke- jumlah
Perlakuan ulangan (Ekor) 0 7 14 21 28 35 40 Mati NT SR
1 10 0 1 5 1 0 0 0 7 3 30
2 10 0 1 3 1 1 0 0 6 4 40
3 10 0 1 1 1 2 0 0 5 5 50
Alami 4 10 0 0 2 0 0 0 0 2 8 80
Rata-
rata 10 0 0.75 2.75 0.75 0.75 0 0 20 5 50
1 10 0 0 1 0 1 0 0 2 8 80
2 10 0 0 0 0 1 0 0 1 9 90
3 10 0 0 0 0 1 0 0 1 9 90
Mutilasi 4 10 0 0 1 0 0 0 0 1 9 90
Rata-
rata 10 0 0 0.5 0 0.75 0 0 5 8.75 87.5
1 10 0 0 1 0 0 0 0 1 9 90
2 10 0 0 1 0 0 0 0 1 9 90
3 10 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100
Popey 4 10 0 0 1 0 0 0 0 1 9 90
rata-
rata 10 0 0 0.75 0 0 0 0 3 9.25 92.5
69