PENDAHULUAN
Ikan nila dahulu dikategorikan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau ikan dari
golongan tilapia yang tidak mengerami telurnya dan larva di dalam mulutnya.
Dalam perkembangannya menurut klasifikasi yang baru (1982) nama ilmiah ikan
nila adalah Oreochromis niloticus. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan
dipergunakan oleh ilmuwan, meskipun di kalangan awam tetap disebut T.
niloticus (Amri dan Khairuman, 2008).
Sesuai dengan nama Latinnya O. niloticus berasal dari sungai Nil di Benua
Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu Sungai Nil di Uganda. Selama
bertahuntahun, habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan
(ke hilir) sungai melewati Danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan
bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar di lima benua meskipun
habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis, sedangkan di wilayah
beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik
Ikan Nila secara morfologi memiliki bentuk tubuh pipih, sisik besar dan
kasar, kepala relatif kecil, mata tampak menonjol dan besar, tepi mata berwarna
putih dan garis linea lateralis terputus dan terbagi dua. Ikan Nila memiliki lima
buah sirip yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut
(venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Ikan Nila dikenal
sebagai ikan yang memiliki toleransi sangat tinggi, baik toleransi terhadap
salinitas, suhu, pH, dan bahkan kadar oksigen.
Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang
genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping
lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai
saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih
gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh,
sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar (Suyanto, 2003).
Ikan Nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan Nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau).
Ikan Nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran
salinitas yang lebar). Ikan Nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk
saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan Nila dapat menjadi
masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya
pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan Nila untuk bertahan
hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21° C (Harrysu,
2012).
Seleksi dan penyimpanan induk dimulai dari calon induk, induk produksi dan induk
penjenis/induk pokok. Pengelompokan terhadap induk terpilih atas dasar :
Sifat Kualitatif (asal, warna, bentuk tubuh, gerakan)
Sifat Kuantitaf ( Umur, panjang total, berat tubuh, Fekunditas, dan morfometrik
tubuh lainnya)
Sifat Kualitatif dan kuantitatif induk ini didasrkan pada Kriteria mutu induk ikan
Nila Hitam : SNI = 01 - 6138 – 1999.
Kriteria Kualitatif induk ikan nila
SNI No. 01 - 6138 – 1999
Kriteria Induk
a. Asal Hasil pembesaran dari benih sebar yang berasal dari induk
ikan kelas induk dasar/Grand Parents Stock ( GPS )
b. Warna Hitam keabuan, perut putih sampai keunguan
c. Bentuk Tubuh Normal, Compres (pipih) dengan sisik penuh dan teratur,
tidak caat dan tidak ada kelainan
d. Gerakan Bergerak di permukaan sampai dasar wadah
5
B. PEMATANGAN GONAD
Proses pematangan gonad ikan nila Jatimbulan berlangsung selama 10-
14 hari setelah pembongkaran induk/ seleksi dilakukan. Tempat atau wadah
pematangan gonad yang digunakan berupa kolam. Kepadatan induk 3 – 5 ekor/m³.
Gunakan pakan induk dengan dosis 2 % dari berat pakan ini berupa
tambahan ikan segar atau pindang ikan laut yang digiling. Atau minyak ikan 6 %
dari bobot pakan.
Tempat / wadah untuk pematangan gonad terpisah antara nila jantan
atau nila betina. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa imbas ikan jantan
mempercepat pematangan gonad. Hal ini dapat diatur dengan menyimpan induk
dalam satu kolam yang disekat dimana ikan jantan di bagian depan, dan bagian
belakang induk betina, atau meletakkan happa pematangan gonad jantan dan
betina dalam satu kolam.
6
Pemijahan
A. WADAH/TEMPAT
B. PENGELOLAAN PAKAN
1. Pakan untuk induk nila berupa pellet komersil dengan kandungan protein
28-35%
2. Dosis pakan harian 3-5% dari biomassa dengan frekuensi pemberian
pakan 2 kali sehari
3. Ukuran diameter pakan disesuaikan dengan perkembangan bobot ikan
atau bukaan mulut ikan
4. Waktu yang dibutuhkan untuk pematangan gonad 15-30 hari
D. SELEKSI INDUK
1. Hindari penggunaan induk Inbreeding
2. Tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, organ tubuh lengkap
3. Relatif tahan penyakit
4. Pertumbuhan dan efisiensi pakan bagus
5. Pemilihan induk jantan dan betina
6. Induk ikan nila yang digunakan memenuhi persyaratan kualitatif dan
kuantitatif (SNI 6139:2009)
a. Persyaratan Kualitatif
i. Asal: hasil produksi sesuai dengan SNI 6139:2009
ii. Warna: hitam keabu-abuan
iii. Bentuk tubuh : pipih dan ukuran proporsional
iv. Sisik besar dan kasar berbentuk ctenoid, pola sisik normal
v. gurat sisi dua baris yang dipisahkan oleh tiga sisik pada
bagian dorsa
vi. kesehatan: tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk,
organ tubuh lengkap, sisik teratur, perilaku yang normal,
tubuh tidak ditempeli oleh parasit, tidak menunjukan adanya
gejala klinis infeksi penyakit
b. Persyaratan Kuantitatif
i. perbandingan antara tinggi terhadap panjang standar 1,0 : 2,1
sampai dengan 2,7
ii. Jumlah sisik pada gurat sisi depan antara 22 sampai dengan
23;
iii. Jumlah sisik pada gurat sisi belakang antara 13 sampai
dengan 16;
iv. Jumlah garis tegak pada kedua sisi tubuh antara 8 sampai
dengan 11;
v. Jumlah garis tegak pada sirip ekor antara 6 sampai dengan 8;
vi. Rumus jari-jari sirip: sirip punggung D. XVI - XVII, 12 - 13,
sirip dada P. 13 - 14, sirip perut V. I. 5, sirip dubur A.III. 9 -
1, sirip ekor C. 2. 16 – 18.
Induk yang masuk dalam kolam pemijahan adalah induk yang matang
gonad. Pemijahan tradisional padat tebar 1–2 ekor/m². Seleksi induk dilakukan
pada waktu suhu air tidak panas. Rasio Jantan dan betina yang digunakan dalam
pemijahan adalah 1:3 atau 1:4 yaitu 1 ekor jantan : 3 atau 4 ekor betina. Umur
produktif induk ikan nila adalah 2 – 4 tahun. Adapun hal yang harus diperhatikan
ialah :
1. Penyiapan wadah pemijahan berupa kolam, bak atau hapa dengan
ketinggian air max 1 m
2. Metode pemijahan dilakukan secara alami
3. Padat tebar induk pada kolam pemijahan 1 ekor/m2
4. Jumlah Induk ikan nila jatimbulan yang dipijahkan sebanyak 12 ekor
yang terdiri dari 3 ekor jantan dan 9 ekor betina (rasio induk jantan :
betina = 1 : 3)
10
Selain itu pada saat kegiatan pemijahan Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu :
1. Pemberian pakan sebanyak 3% hingga induk siap memijah
2. Parameter kualitas air untuk pemijahan
a. Suhu: 25 °C - 30 °C
b. pH: 6,5 - 8,5
c. DO: min. 5 mg/l
d. Ketinggian air : 70 cm - 100 cm
e. Kecerahan : > 30 cm
3. Mengamati kemunculan larva berenang di permukaan air kolam pemijahan
setiap hari sejak hari ke 10 setelah pencampuran induk jantan dan betina
F. PANEN
Sistem pemanenan benih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu panen telur dan panen larva.
Panen larva dapat dilakukan dengan dua metode yaitu panen parsial dan panen total.
1. Panen Telur
Panen telur dapat dilakukan pada hari ke 10 – 12 setelah penebaran induk. Masing-
masing strata telur dikumpulkan sesuai dengan umurnya. Telur tanpa titik mata, telur
dengan titik mata, serta larva belum aktif. Tiap kelompok dimasukkan dalam corong
penetasan yang sama. Sedang larva aktif dimasukkan dalam bak perawatan larva.
Tujuan panen telur ialah untuk memperpendek pematangan gonad betina,
mendapatkan keragaman benih lebih baik serta meningkatkan daya tetas. Air bak
pemijahan diturunkan serendah mungkin. Induk ditangkap dengan seser kecil. Gunakan
kaos tangan untuk menangkap induk. Induk yang mengerami telur/larva dapat dilihat dari
bentuk mulut serta insang membesar. Induk juga menyendiri serta mengusir ikan lain,
warna induk lebih pucat.
Tangkap dan buka tutup insang serta mulut dalam cawan/wadah yang telah diisi air
bersih. Celupkan kepala induk betina sampai telur/larva keluar semua.
11
Penghitungan Telur
2. Panen larva
- Parsial
Panen larva parsial dapat dilakukan pada hari ke 14 – 17 setelah penebaran induk.
Telur dan larva belum aktif ditetaskan dalam corong penetasan. Bila minggu pertama
sudah terdapat larva keluar dari eraman induk, lakukan penagkapan larva. Sebab bila
dibiarkan akan menjadi pemangsa larva lebih muda pada pemijahan dengan sistem panen
larva.
Pada pemijahan cara tradisional dengan panen parsial larva dapat dipanen secara
maksimal pada hari ke 15 – 21 setelah penebaran. Panen larva dihentikan setelah hari ke
30 – 35. Benih kecil yang lolos dari panen larva akan menjadi hama. Induk yang memijah
awal akan memijah yang kedua.
Panen larva parsial dilakukan dengan seser segitiga untuk satu orang atau seser segi
empat panjang untuk dua orang. Waktu menyeser larva dapat dilakukan pagi, siang dan
sore. Waktu paling efektif untuk menangkap larva dengan seser ialah siang hari antara
jam 11.00 – 12.00, udara cerah tanpa angin larva cenderung ke tepi bak/kolam dan
mengambang di permukaan. Bila ada angin larva cenderung mendasar dan ke arah angin.
Untuk mengoptimalkan penangkapan larva panen parsial diatur dengan menurunkan
tinggi air 20 – 30 cm. Larva dilepaskan dari eraman induknya. Cara ini dapat dilakukan di
bak, kolam dan happa.
12
G. PEMELIHARAAN LARVA
Larva hasil panen parsial Pemijahan tradisional berumur 10 – 12 hari. Karena
panen yang berurutan untuk seleksi digunakan saringan benih berdiameter 2 mm.
Perawatan larva awal dalam bak, aquarium, happa selama 7 – 10 hari.
Kepadatan 50 – 100 ekor/liter dalam aquarium dan 1.000 – 2.000 ekor/m³ dalam
happa atau bak, pengudaraan secukupnya. Perawatan berupa pembuangan kotoran
dan sisa pakan dengan disipon 1 – 2 kali sehari. Cara ini efisien dalam pemberian
pakan tetapi perlu perawatan/pengamatan yang lebih cermat. Hasil dari perawatan
larva awal disaring dengan saringan 3 – 4 mm. Larva yang lolos dan tidak lolos
dipelihara dalam tempat yang berbeda. Perawatan larva akhir dilakukan dalam bak
atau happa yang lebih luas, ukuran wadah ± 50 m², hal ini untuk menjaga
keselamatan larva bila pengudaraan mati atau air terlalu jelek kualitasnya.
Dosis pakan 100 % dari biomas. Pengudaraan 4 – 5 titik. Tinggi air 50 – 60
cm. Pupuk kotoran ayam 250-500/m2 dibungkus dalam karung plastik, sebagian
diratakan seperlunya. Padat tebar 1.000 ekor/m³, kalau tidak bisa melakukan
perawatan awal sebaiknya pada hari ke 10 – 15 dilakukan penyortiran, diseser
dengan waring hitam. Diameter mata jaring 4 mm. Pisahkan benih yang tidak
lolos waring tersebut.
H. PENDEDERAN
Dalam kegiatan pendederan media yang digunakan bisa bak, kolam tanah atau
happa. Apabila menggunakan kolam dengan dasar tanah Dasar kolam tanah
sedikitnya dibajak/garu sekali setiap 3 kali penebaran. Pengeringan, perataan
dasar, penjemuran 3 – 5 hari. Saluran dan pematang diperbaiki setiap kali
penyebaran. Bila tidak dibajak/garu tanah dasar diratakan dengan sorok
penggaruk tanah sewaktu masih basah berlumpur. Pupuk kandang kotoran ayam
250-500 gram/m2, TSP 20 gram/m2, urea 10 gram/m2 bila perlu.
14
Pengeringan Kolam
J. PAKAN
Diberikan 9 – 10 % berat badan sebanyak 2 – 3 kali sehari. Digunakan pakan
benih akhir atau pakan pembesaran awal, kadar protein 30 – 40 %.
16
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K & Khairuman. 2008. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta :
Agromedia Pustaka