Anda di halaman 1dari 14

PENDEKATAN FILSAFAT PENDIDIKAN

MAKALAH

Dosen Pengampu:
Ma'rifatun Nashikhah, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

1. Ais Indah Lailiyah (037)


2. Farah Ayu Naimah (038)
3. Vania Rofida N. F (039)
4. Sakina Br Ginting (060)
5. Cahya Kusuma Prihandien (061)
6. Novitri Halizatul Maryam (064)
7. Rahma Yulia Sari (066)
8. Amelia Nur Fadillah (068)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BUSANA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FEBRUARI 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat, serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai teori belajar dan filsafat pendidikan. Berkat izin-Nya kami dapat
membuat dan menyelesaikan makalah teori belajar dan filsafat pendidikan ini,
walaupun masih banyak kekurangan. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu
Ma'rifatun Nashikhah, S.Pd., M.Pd. yang telah membimbing kami dan teman serta
keluarga yang memberikan dorongan moral. Besar harapan kami, kehadiran
makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi terselenggaranya pendidikan yang
berkualitas serta mendorong siswa lebih giat belajar.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu dengan kerendahan hati, kami mengharap kritik dan saran dari semua
pihak untuk/memperbaiki makalah ini sehingga menjadi lebih baik.

Surabaya,27 Februari 2024

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................1
PENDAHULUAN ................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG ...................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................2
3. TUJUAN .......................................................................................................2
4. MANFAAT ...................................................................................................2
BAB II ..................................................................................................................3
PEMBAHASAN ..................................................................................................3
BAB III ...............................................................................................................10
PENUTUP ..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Seiring berjalannya waktu, pendidikan berkembang seiring dengan hiruk


pikuk hidup dan kehidupan manusia. Masalah pendidikan muncul seiring dengan
tumbuhnya IPTEK, laju pertumbuhan penduduk, kelemahan tenaga pengajar
dalam menangani tugas yang dihadapinya, serta ketidakbfokusan peserta didik
dalam menjalani proses pembelajaran. Tanggung jawab untuk memecahkan
permasalahan ini terletak pada ilmu pendidikan. Oleh karena itu, tanggung jawab
yang diembannya tidaklah mudah, mengingat permasalahan dunia pendidikan
sangat kompleks. Tidak jarang ilmu pendidikan mencari bantuan dari pihaklain,
khususnya filsafat pendidikan, karena permasalahan yang dihadapinya
melampaui cakupannya dan menyerbu disiplin dan domain dunia nyata.
Latar belakang munculnya teori belajar karena para ahli dibidang pendidikan
banyak melakukan penelitian tentang belajar dan pembelajaran telah ditemukan
fakta bahwa terdapat kesulitan atau hambatan dalam menjelaskan proses
pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses perubahan pola pikir baru setiap
individu sehingga meraka mendapatkan pengalaman atau memory yang di ingat
agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Proses belajar dimulai sejak dini
sampai manusia telah tiada. Setiap manusia memiliki kapasitas proses belajar
yang berbeda-beda. Oleh karena itu muncul teori ini.Perbincangan tentang teori
telah lama berlangsung, terutama setelah filosof Perancis Rene Descartes (abad
ke 16) menyatakan bahwa teori dibangun dari keragu-raguan. (Ia terkenal
dengan motonya "cogito ergo sum", aku berpikir maka aku ada. Ragukan segala
sesuatu, pikirkan, coba pahami, bandingkan, dan berakhir dengan teori.
Ketika permasalahan pendidikan memasuki ranah substantif atau filosofis,
maka ilmu pendidikan menyerahkan kiprahnya kepada filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan menjawab secara filosofis pertanyaan-pertanyaan filosofis
yang muncul dari berbagai belahan dunia pendidikan. Menurut A. Chaedar
Alwasilah: Pedagogi filosofis adalah studi tentang tujuan, hakikat dan isi ideal
pendidikan (Chaedar, 2008: 101). Filsafat pendidikan tidak berbeda dengan
filsafat umum, tetapi filsafat umum diterapkan pada pendidikan sebagai filsafat
khusus dari ikhtiar serius manusia (Knight, 2007: 21). Berdasarkan
pertimbangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah
ilmu yang membahas pendidikan secara filosofis, atau ilmu yang membahas
pendidikan secara filosofis.

1
2. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang yang akan dibahas:


1.Apa yang dimaksud dengan teori pragmatisme, progresivisme,
eksistensialisme, perenialisme, esensialisme dan rekonstruksionisme?

3. TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini yaitu:


1.Memahami yang dimaksud dengan teori pragmatisme, progresivisme,
eksistensialisme, perenialisme, esensialisme dan rekonstruksionisme.
2. Mengetahui perbedaan tentang pendekatan filsafat dan pendidikan lainnya.

4. MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan tim penyusun yaitu:
1. Bagi Tim penyusun
Sebagai latihan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
penulis dalam membuat makalah. Selain itu, sebagai bekal wawasan untuk
menjadi guru atau calon pendidik yang berkompetensi khususnya dalam
materi filsafat pendidikan.
2. Bagi Pembaca
Sebagai referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
berkaitan dengan filsafat pendidikan dalam berbagai macam teori.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-teori pembelajaran

Sebelum berbincang tentang teori-teori pokok belajar, tentunya perlu


penyamaan persepsi kita tentang makna teori. Secara ringkas Dorin,Demmin and
Gabel (1990) dan juga Smith (2009:76) menyatakan bahwa karakteristik teori
adalah sebagai berikut: ((i) teori adalah sebuah penjelasan umum tentang
berbagai pengamatan yang dibuat seiring dengan berjalannya waktu, (ii) teori
menjelaskan dan meramalkan timbulnya perilaku, (iii), suatu teori tidak dapat
dibangun di atas keragu-keraguan, (iv) suatu teori dapat diubah,dimodifikasi,
Kerlinger (1989) menyatakan bahwa teori adalah suatu himpunan dari konstruk-
konstruk (konsep-konsep), definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang saling
berkaitan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis tentang suatu
fenomena dengan cara menentukan hubungan antarvariabel, dengan tujuan
menjelaskan fenomena tersebut.

B. Aliran pokok filsafat Pendidikan

1. Pragmatisme

Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh


Charles Sanders Pierce dalam bukunya How to Make Our Idea Clear (1878).
Pragmatisme sesungguhnya berupaya menjadi penengah antara aliran idealisme
yang dikembangkan oleh Plato dengan aliran realisme yang dikembangkan oleh
Aristoteles dengan cara menggabungkan hal-hal yang bermanfaat dari kedua
aliran tersebut. Kelompok aliran idealisme berpandangan bahwa realita terdiri
dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal, dan jiwa. Kaum idealis menekankan pada
teori koherensi atau konsistensi untuk menguji kebenaran. Sementara itu
realisme berpandangan bahwa objek indera, senses, itu nyata (real), dan berada
diluar diri manusia. Adapun cara memperoleh kebenaran adalah dengan
melakukan kegiatan empirik, pengalaman, yaitu tindakan nyata berdasarkan
eksperimen yang berulang-ulang dilakukan, dan dan tidak dapat jika hanya
dengan ide-ide atau teori-teori saja. Sehubungan dengan pemikiran ini makam
pragmatisme juga disebut eksperientalisme.

Pragmatisme berkeyakinan bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa


hendaknya dimanfaaatkan untuk memahami persoalan yang berkembang di
masyarakat. Hasil pembelajaran digunakan dalam menetapkan tindakan yang
dapat dilakukan untuk kebaikan, kemajuan dan perkembangan masyarakat
dunia. Gagasan pokok filsafat pembelajaran ini adalah meminimalisasi peran

3
guru dan memberikan banyak keleluasaan kepada siswa untuk membuat
penemuan.

Pandangan pokok pada mazhab ini adalah bahwa kita akan belajar sebaik-
baiknya dengan mengalami sendiri segala sesuatu, (we learn best by
experiencing things for ourselves). Berkaitan dengan ini para calon guru dalam
proyek ini dilatih untuk bisa belajar dari pengalaman sebelum mendapatkan
sertifikat dan diterjunkan menjadi guru. Istilah POE sendiri sengaja diambil
dari prinsip pembelajaran sains berbasis pengalaman pembelajar yang meliputi
langkah-langkah yaitu:

a.Predict, memulai pembelajaran dengan menghadapkan para pembelajar


dengan seperangkat alat dan bahan percobaan, kemudian guru menjelaskan
apa saja yang harus dilakukan siswa terkait peralatan tersebut. Setelah itu para
siswa membuat suatu prediksi apa yang terjadi dan mencoba membuat
sejumlah penejelasan awal ( eksplanasi) yang menurut mereka benar, lalu
mereka mengumpulkan dan mendaftar jumlah eksplanasi. Yang terakhir
mereka melakukan pemilihan suara secara bebas dan tertutup untuk
menetapakan eksplanasi mana yang yang paling baik dan harus dibuktikan
kebenarannya dalam pengamatan percobaan.
b.Observe, dilakukan demonstrasi atau percobaan, kemudian diamati.
Dari sini dapat diketahui eksplanasi mana yang paling benar, dan
prediksi ekplanasi mana saja yang ternyata salah.
c.Explain, kelas sebagai kelompok mencoba melakukan dekonstruksi
hasil demonstrasi/percobaan dan menjelaskan mengapa hal
didemonstrasikan tersebut terjadi.

2. Progresivisme
Progresivisme menurut bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat
pendidikan progresivisme adalah suatu aliran yang menekankan, bahwa
pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan pengetahuan
kepada subjek didik, tetapi hendaklah berisi aktivitas-aktivitas yang
mengarah pada pelatihan kemampuan berfikir mereka sedemikian rupa,
sehingga mereka dapat berfikir secara sistematis melalui cara-cara inilah
seperti memberikan analisis, pertimbangan, dan perbuatan kesimpulan
menuju pemilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk
pemecahan masalah yang dihadapi. Aliran progresivisme berkembang
dari pragmatisme, kata kunci dari aliran ini yaitu progresif, yang
maknanya maju. Aliran progresivisme dinamai juga
instrumentalisme,karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia adalah alat untuk hidup, untuk mencapai
kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Aliran
ini juga dinamakan eksperimentalisme,karena aliran ini menyadari dan

4
mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan cara untuk menguji
kebenaran suatu teori.

Kurikulum menurut aliran ini harus dibangun dari pengalaman


pribadi,minat, dan kebutuhan para siswa. Aliran ini amat populer di
sekolah-sekolah perguruan tinggi di Amerika serikat. Filsafat
progresivisme berlandasan kepada teori evolusi dan pragmatisme Johan
deweu. Aliran ini cenderung lebih melihat ke masa depan daripada ke
masa lalu, dan secara umum berasumsi bahwa manusia dilahirkan
dengan perangai baik, sedangkan sesuatu yang baru lebih baik daripada
yang lama.pragmatisme sebagai induk progresivisme menekankan
bahwa pembelajaran harus dilakukan melalui tindakan, berbuat sesuatu,
(learning by doing).

metode dikembangkan oleh aliran progresivisme tidak sekedar


membaca dan memberikan latihan, tetapi ditekankan kepada
pengalaman siswa menghadapi dunia nyata yang berpusat pada
kehidupan siswa sesungguhnya.program-program pendidikan yang
dirancang oleh aliran progresivisme bercirikan antara lain:

a) Penekanan kepada belajar melalui perbuatan, pengalaman langsung,


belajar berdasarkan pengalaman.
b) Kurikulum terintegrasi yang difokuskan kepada satuan- satuan
tematik
c) Dilandasi secara kuat oleh praktik pemecahan masalah dan berpikir
kritis.
d) Pembentukan kelompok kerja dan pengembangan keterampilan
sosial.
e) pemahaman dan perbuatan atau tindakan sebagai tujuan
pembelajaran sebagai lawan dari belajar hafalan.
f) Penerapan proyek-proyek kolaboratif dan kooperatif.
g) Pendidikan dibangun sebagai tanggung jawab sosial dan perwujudan
demokrasi.
h) Integrasi pelayanan masyarakat dan proyek-proyek pembangunan
berbasis pelayanan, (service leraning), ke dalam kurikulum sehari-
hari.
i) pemilihan bahan ajar dengan melihat ke depan tentang keterampilan
apa saja yang diperlukan oleh masyarakat di masa depan.
j) tidak lagi berlandaskan semata-mata dari buku teks untuk
memperoleh sumber belajar yang bervariasi.
k) Menekankan perlunya pembelajaran seumur hidup dan
keterampilan sosial.

5
l) penilaian dilakukan secara evaluasi terhadap proyek-proyek dan
hasil belajar anak.

Aliran ini berpandangan bahwa anak didik memiliki akal dan


kecerdasan sebagai potensi yang merupakan kelebihan dibandingkan
makhluk yang lain.dengan ini kelebihan ini secara kreatif dan dinamis
anak didik memiliki potensi untuk memanjakan berbagai persoalan
kehidupan yang dihadapi.

3. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah cabang filsafat yang mempersoalkan
keberadaan manusia seutuhnya. Eksistensi manusia tersebut dapat
diwujudkan melalui kebebasan.Filsafat ini dibangun oleh kepercayaan
yang kuat terhadap kemauan bebas (free will) manusia, dan kebutuhan
setiap individu untuk membentuk masa depannya sendiri. Aliran ini
mencoba membebaskan manusia dari tradisi masa lalu. Perhatian
pokoknya adalah tentang apa yang harus dilakukan terkait eksistensi
sebagai makhluk manusia di dunia.
Para murid dalam sekolah eksistensialisme, mengontrol, dan
menentukan pendidikannya sendiri. Mereka didorong untuk
mengetahui dan menghargai keunikan dirinya masing-masing serta
bertanggung jawab penuh terhadap setiap tindakannya. Pembelajaran
dengan demikian ditekankan kepada akomodasi kehendak bebas,
pengembangan setiap individu pembelajaran secara autentik, serta cara
bagaimana pembelajaran membuat kehidupan ini menjadi bermakna
bagi dirinya. Di sini para pembelajar harus mengkonfrontasikan,
pandangannya dengan pandangan orang lain sebagai klarifikasi
terhadap pandangannya sendiri. Pengembangan karakter ditekankan
kepada tanggung jawab individu dalam membuat keputusan. Jawaban
sejati tentang makna hidup datang dari dalam individu, bukan dari luar
dirinya sendiri.Pengamatan terhadap hidup dan kehidupan melalui
pemikiran autentik akan melibatkan siswa dalam pengalaman belajar
yang murni. Para eksistensialis anti terhadap pemikiran bahwa siswa
merupakan objek yang harus diukur, dilacak rekornya,dan di bakukan
kinerjanya. Pendidikan semacam ini menginginkan agar pengalaman
Pendidikan berfokus untuk menciptakan kesempatan bagi pengarahan
diri (self-direction) dan aktualisasi diri.

6
4. Perenialisme
Perenialisme adalah aliran yang berpedoman pada nilai-nilai norma
yang sifatnya kekal atau abadi. Aliran ini lahir sebagai bentuk
penentangan terhadap aliran progresif, yaitu kehidupan harus selalu
berpedoman pada perubahan yang baru. filsafat ini berfokus kepada
adanya kebenaran universal yang telah teruji bersama berlalunya
waktu, dari masa ke masa. Hal ini sesuai dengan arti pokoknya,
perenial; hal-hal yang ada sepanjang masa. dengan demikian tujuan
pokok dari pendidikan adalah mengkaji nilai-nilai luhur kemanusiaan
dan pengetahuan yang abadi.para filsuf aliran ini merekomendasikan
agar para siswa belajar dari banyak membaca karya-karya agung dari
para pemikir dan penulis besar sepanjang jalan sejarah manusia.kelas
para perenialis berpusat kepada guru untuk dapat mencapai tujuan
pendidikan (teacher-centered).kurikulumnya bersifat universal dan
berlandaskan pandangan bahwa seluruh umat manusia memiliki sifat-
sifat luhur yang sama.
Peran Guru – perenailisme adalah filosofi yang berpusat pada guru,
di mana guru kurang mementingkan minat siswa dan lebih
mementingkan transfer pengetahuan dari generasi yang lebih tua ke
generasi yang lebih muda. Guru akan fokus pada pentingnya membaca
dan akan sering menggunakan pelajaran membaca yang mendasarinya
untuk membuat poin moral. Guru menggunakan sejarah, agama, sastra,
dan hukum sains untuk memperkuat gagasan universal yang berpotensi
memecahkan masalah apa pun di era apa pun.

5. Esensialisme
Esensialisme merupakan aliran pedidikan yang didasarkan pada
nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia.
Esensialisme berpandangan bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah
untuk melaksanakan pewarisan dan revitalisasi budaya serta inti,esensi,
pengetahuan kepada generasi muda. filsafat ini berfokus kepada
pembelajaran tentang esensi pokok atau dasar-dasar pengetahuan
akademik, keterampilan-keterampilan, dan pengembangan karakter.para
esensialis berpandangan bahwa guru harus mengajarkan nilai-nilai
moral dan kebijakan tradisional seperti tradisi menghargai para
penguasa (otoritas), para sesepuh, belajar untuk mengembangkan
ketangguhan dan keuletan, keterikatan kepada tugas-tugas mulia,
menghargai orang lain,pengetahuan-pengetahuan praktis dan intelektual
yang akan membekalinya sebagai warga negara yang baik.

7
Kurikulum dibangun atas disiplin disiplin tradisional seperti
matematika, ilmu alamiah, sejarah, bahasa asing dan sastra. Aliran ini
tidak setuju terhadap perlunya pengembangan keterampilan vokasional
di sekolah. Dalam sekolah-sekolah berpaham esensialisme,
pembelajaran diwajibkan menguasai informasi dan teknik-teknik dasar
di kelas tertentu sebelum mereka naik ke kelas yang lebih tinggi. Konten
kurikulum berkembang bertahap makin lama makin kompleks, makin
sulit dipahami dan makin rinci. Esensialisme berpaham teacher-
oriented,tanggung jawab sepenuhnya kepada guru.

Guru bertindak sebagai model moral dan modal intelektual bagi


siswa. di dalam kelas siswa duduk mendengarkan ceramah guru duduk
dan membuat catatan dan tertib, dalam deretan-daratan bangku yang
bersifat klasikal. Para esensialis berpandangan, setelah siswa lulus dan
meninggalkan sekolah, mereka tidak sekedar menguasai pengetahuan
dan keterampilan, tetapi juga harus mampu mendisiplinkan diri,
memiliki pemikiran praktis,serta mampu mengaplikasikan hikmah
pembelajaran yang dimiliki di dalam dunia nyata.

6. Rekontruksionisme
Pemahaman ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran
progresivisme, tetapi lebih berfokus kepada peran sosial pendidikan.
Keyakinan pokok paham ini adalah bahwa tujuan pokok pendidikan
yaitu membangun pola-pola kebudayaan yang baru dan menghapuskan
seluruh masalah-masalah sosial, termasuk penyakit-penyakit sosial.
Mereka cenderung menggabungkan antara kajian di sekolah dengan
kegiatan sosial serta berkeyakinan bahwa sekolah dan masyarakat
seharusnya bekerja sama, bahu membahu dalam membangun
masyarakat, serta menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di
masyarakat. Paham ini dikembangkan oleh George S. Counts, Theodore
Brameld, dan Paulo Freire. Namun jika dilacak dalam sejarah, ternyata
Karl Marx bahkan Adolf Hitler juga menganut paham ini.

Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa pandangan pokok dari aliran


rekonstruksionisme dilandasi oleh dua premis. Pertama, masyarakat
secara terus-menerus memerlukan rekonstruksi atau perubahan. Kedua,
perubahan sosial semacam itu melibatkan pendidikan yang
dimanfaatkan untuk melakukan rekonstruksi masyarakat (Bazile,
2004). Secara lebih khusus, yaitu dalam dunia pendidikan, Webb,
Metha & Jordan (1991: 109-115) menyatakan ada enam gagasan dasar
dari teori rekonstruksionisme sosial tentang pendidikan, yaitu:

8
1) Tujuan dari sekolah adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
secara keseluruhan, bukan semata-mata kebutuhan sosial dari setiap
individu siswa;
2) Agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung (survive) diperlukan
perubahan atau rekonstruksi;
3) Pendidikan harus memimpin proses rekonstruksi masyarakat;
4) Sebagai lembaga fundamental dalam masyarakat modern,
pendidikan dengan kurikulumarya harus merefleksikan gagasan
demokratisasi dan berfokus kepada literasi kritis (melek huruf yang
kritis);
5) Sebagai pembentuk masyarakat baru, guru harus berpandangan
bahwa sekolah merupakan bagian dari evolusi budaya, memandang
pendidikan dalam perspektif global yang terbuka terhadap berbagai
perbedaan;
6) Sekolah harusnya menjadi model bagi penyelesaian masalah sosial
dan membentuk siswa sebagai pemecah masalah sosial (social
problem solvers) dan agen perubahan sosial.

Setelah mempelajari berbagai filsafat pendidikan, dapat disimpulkan


bahwa sebenarnya tidak ada aliran filsafat pendidikan yang mutlak
benar dan harus diikuti sepenuhnya, karena setiap aliran ternyata
memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Suatu contoh
teori belajar konstruktivisme yang berasal dari filsafat pragmatisme dan
rekonstruksionisme sosial itu banyak dipuji dan digalakkan
penerapannya di mana-mana. Mungkin dalam membentuk kesadaran
sosial, kesetiakawanan sosial, gotong royong, kerja sama dan berbagai
keterkaitan kemanusiaan lain, teori ini penting dan bermakna untuk
diterapkan. Namun, jika kita menerapkan teori ini, harap diingat bahwa
landasan kedua aliran filsafat tersebut merupakan teori evolusi yang
menyangkal keberadaan Tuhan. Jadi, penerapan ajaran yang
mengatakan bahwa kita harus pandai-pandai memilih yang baik dan
membuang yang buruk tetap relevan.

9
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menengahi antara idealisme dan


realisme, membantu ide-ide bermanfaat dari kedua aliran tersebut.
Progresivisme mendorong pembelajaran aktif dan pengembangan kemampuan
berpikir siswa, dan fokus pada kemajuan menuju kehidupan yang lebih baik.
Eksistensialisme menyerap keberadaan manusia secara utuh dan
mengutamakan kebebasan individu serta pencarian makna hidup. Perenialisme
memandang kebenaran sebagai nilai yang kekal dan fokus pada pengajaran
nilai-nilai universal yang telah teruji waktu. Esensialisme tekanan pewarisan
dan revitalisasi budaya dan pengetahuan yang mendasar kepada generasi muda.
Rekonstruksionisme menggunakan progresivisme dengan peran sosial
pendidikan dalam membangun pola-pola Kebudayaan yang baru dan mengatasi
masalah sosial.

2. Saran

1. Memahami perbedaan dan persamaan antara berbagai aliran filsafat


pendidikan yang disajikan dalam teks.
2. Mengidentifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendasari masing-
masing aliran filsafat pendidikan tersebut.
3. Menganalisis implikasi dari setiap aliran filsafat pendidikan terhadap praktik
pendidikan dalam konteks nyata.
4. Mengaitkan pemahaman tentang aliran filsafat pendidikan dengan praktik
dan kebijakan pendidikan yang ada, serta potensi dampaknya dalam konteks
sosial dan budaya.
5. Berdiskusi dan berdebat dengan sesama mahasiswa atau dosen untuk
mendapatkan sudut pandang yang beragam tentang aliran filsafat
pendidikan yang dibahas dalam teks.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hariyanto.suyono.2011 BELAJAR DAN PEMBELAJARAN.Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

11

Anda mungkin juga menyukai