Dwi Tri Mega Rahayu - Revisi Ke-3 Proposal Tesis
Dwi Tri Mega Rahayu - Revisi Ke-3 Proposal Tesis
PROPOSAL TESIS
oleh :
Dwi Tri Mega Rahayu
0712522006
ILMU EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG, 2023
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
1
PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................................ii
PENGESAHAN PENGUJI.......................................................................................iii
PERNYATAAN........................................................................................................iv
PRAKATA................................................................................................................vi
SARI.........................................................................................................................viii
ABSTRACT...............................................................................................................ix
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR TABEL....................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................17
2
BAB 3 METODE PENELITIAN………..................................................................66
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................75
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
Gambar 1.6 Data Pengeluaran Pemerintah ..............................................................22
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Rata-Rata Indeks Tata Kelola Pemerintah Berdasarkan Kawasan di Dunia
(Sumber :World Governance Indicator)
Berdasarkan gambar 1.1 tersebut dapat terlihat bahwa diantara beberapa kawasan di
dunia pada periode waktu 2015-2021, Benua Asia menjadi kawasan dengan rata-rata indeks
tata kelola pemerintah paling buruk diantara kawasan lainnya di dunia. Kawasan Asia sendiri
merupakan salah satu kawasan dengan jumlah negara berkembang yang cukup banyak di
dalamnya. Adanya data tersebut mengindikasikan bahwa kawasan Asia masih memiliki
masalah tata kelola pemerintah yang belum baik. Hal ini dapat dilihat juga dari banyaknya
tindakan korupsi yang dilakukan para petinggi pemerintahan, adanya krisis multidimensi
yang meliputi krisis kepercayaan, krisis ekonomi dan krisis politik serta pengambilan
6
kebijakan pemerintah yang belum efektif dan efisien. Adanya hal ini dimungkinkan terjadi
karena faktor rendahnya partisipasi dari masyarakat, kualitas sumber daya manusia serta
kedisiplinan dari apartur pemerintah itu sendiri. Berikut ini akan dijelaskan mengenai grafik
rata-rata indeks tata kelola pemerintah di Kawasan Asia untuk melihat dan menganalisis
lebih mendalam mengenai pelaksanaan tata kelola pemerintah negara yang tergabung di
Kawasan Asia
0.8
0.7
0.6 0.66 2015
0.5 2016
0.4 2017
0.3
0.31 2018
0.2
0.1 0.18 2019
0 2020
-0.1 Asia Timur Asia Selatan Asia Tenggara-0.1 Asia Pasifik 2021
-0.2
7
2018) yang mengungkapkan pandangannya mengenai utang publik dan kebijakan fiskal,
bahwa ketika suatu perekonomian beroperasi pada kesempatan kerja penuh dan terjadi
ekspansi fiskal maka akan mendorong terjadinya inflasi dan hal ini dapat dipahami sebagai
kondisi ketika pengeluaran pemerintah tinggi akan menghasilkan adanya inflasi yang tinggi
pula, namun jika terjadi pemotongan pengeluaran pemerintah pada akhirnya akan
menghasilkan inflasi yang lebih rendah sehingga menyebabkan penurunan juga pada utang
publik. Oleh karena itu, diperlukan adanya tata kelola pemerintahan yang baik dalam
mengendalikan pengeluaran pemerintah untuk mengendalikan inflasi melalui pengendalian
korupsi, efektivitas kinerja pemerintah, dan stabilitas politik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Samimi & Abedini, 2018) menyatakan
bahwa adanya pengendalian korupsi yang tinggi di negara berkembang akan menyebabkan
tingkat pajak inflasi yang lebih rendah. Adanya kasus korupsi yang terjadi dalam suatu negara
dapat mengakibatkan adanya leakages (kebocoran) dan inefisiensi penggunaan dana
pembangunan sehingga menyebabkan fungsi stimulus dana dari pemerintah dalam hal
pengeluaran pemerintah menjadi tidak optimal dan mengakibatkan pemerintah harus
meningkatkan pengeluaran belanjanya kembali untuk mengatasi adanya permasalahan yang
timbul dalam pembangunan perekonomian akibat adanya kasus korupsi tersebut. Berdasarkan
hal tersebut, di bawah ini akan dijelaskan mengenai grafik indeks pengendalian korupsi di
kawasan Asia Tenggara pada tahun 2015-2021 untuk melihat pengendalian kasus korupsi di
kawasan Asia Tenggara
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
-0.50 ss... ja ia os ys
ia ar na ra nd am
bo es La nm li pi pu la tn
-1.00 aru m on al
a
ya Fi g a ai e
iD Ka In
d M M S in Th Vi
ne
-1.50
u
Br 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Dapat terlihat berdasarkan gambar 1.3 bahwa indeks pengendalian korupsi di kawasan
Asia Tenggara masih cukup rendah kecuali negara Singapura dan Brunei Darussalam. Hal
8
tersebut mengartikan bahwa sebenarnya tingkat korupsi di kawasan Asia Tenggara cukup
tinggi dan akan menyebabkan adanya mislokasi umum pengeluaran publik dikarenakan
adanya target nilai pada bidang tertentu untuk mengatasi permasalahan korupsi tersebut.
Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh (Al-Marhubi, 2018) disebutkan juga bahwa
variabel korupsi berpengaruh terhadap nilai inflasi di suatu negara karena adanya pengenaan
pajak dan penghindaran pajak yang dapat membuat pemerintah bisa mengendalikan inflasi
sebagai sumber pendapatan pemerintah dan biasanya penghindaran pajak dan pengenaan
pajak ini nilainya akan lebih besar di suatu negara dengan kasus korupsi yang banyak.
Korupsi juga menyebabkan adanya pelarian modal yang berakibat pada turunnya pendapatan
sehingga dapat meningkatkan pengeluaran publik dan mengakibatkan inflasi di negara
dengan pasar keuangan yang kurang berkembang.
Selain korupsi, variabel lain yang mempengaruhi tingkat inflasi melalui pengeluaran
pemerintah adalah efektivitas kebijakan pemerintah. Adanya kebijakan pemerintah yang
efektif tentunya akan mendorong pengeluaran pemerintah yang lebih efisien dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Hal ini
diperkuat oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh (Montes et al., 2019) yang menyatakan
bahwa negara berkembang dengan pemerintahan yang tidak efektif akan memberikan efek
pertumbuhan negatif dari pengeluaran konsumsi pemerintah, selain itu ditemukan juga efek
yang signifikan terhadap pengeluaran pemerintah di negara berkembang dengan
pemerintahan yang tidak efektif. Adanya kebijakan pemerintah yang efektif memungkinkan
pemerintah untuk mengalokasikan pengeluaran pemerintah untuk investasi publik dan
menghasilkan investasi yang produktif.
Hal ini tentunya berbeda apabila terjadi pengeluaran pemerintah yang tinggi namun dari
segi efektivitas kebijakannya masih lemah maka memungkinkan alokasi pengeluaran tersebut
lebih tinggi dan tidak produktif bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, untuk
merangsang pertumbuhan ekonomi yang efektif maka negara berkembang harus membatasi
pengeluaran pemerintah karena beberapa penelitian juga menemukan adanya efek
pertumbuhan yang merugikan di negara-negara berkembang dengan kebijakan pemerintah
yang tidak efektif tersebut. Dengan adanya hal tersebut, maka di bawah ini akan
digambarkan grafik mengenai indeks efektivitas kebijakan pemerintah untuk menganalisis
9
kualitas perumusan dan implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di kawasan
Asia Tenggara
2.50
1.50
0.50
-0.50 m ja ia os ia ar na ra nd am
la bo es La ys nm li pi pu la tn
sa m on al
a
ya Fi g a ai i e
-1.50rus Ka In
d M M in Th V
S
Da
nei
B ru
Dari gambar 1.4 tersebut data terlihat bahwa rata-rata di kawasan Asia Tenggara masih
belum mempunyai kualitas perumusan dan implementasi kebijakan pemerintah yang baik.
Negara dengan kualitas perumusan kebijakan dan efektivitas kinerja pemerintah yang
tergolong sudah baik yaitu negara Singapura, Brunei Darussalam serta Malaysia. Hal ini
mengindikasikan bahwa di kawasan Asia masih banyak negara yang belum mempunyai tata
kelola pemerintahan yang efektif. Selain adanya tata kelola pemerintahan yang buruk seperti
korupsi dan inefisiensi kinerja pemerintah, penyebab lain dari adanya pengeluaran publik
yang besar adalah adanya stabilitas politik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ari
Aisen and Francisco José Veiga, 2019) menyatakan bahwa adanya tingkat ketidakstabilan
poltik yang tinggi berpengaruh positif terhadap inefisiensi pengeluaran publik di dalam suatu
negara dikarenakan adanya sistem pemerintahan baru yang mempunyai seperangkat
preferensi baru terhadap inflasi dan pengangguran lalu dimasukan ke dalam lingkungan
politik dan kelembagaan yang tidak stabil maka kemungkinan besar akan mempengaruhi
pemerintah dalam hal kebijakan moneter dan fiskal dari segi pengeluaran pemerintah yang
tinggi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Samimi et al., 2012) hubungan antara stabilitas
politik dengan pengeluaran pemerintah dapat dikaitkan dengan polarisasi pengeluaran
pemerintah serta adanya pencetakan uang berlebih dalam masyarakat dimana adanya
fragmentasi pemerintah dan stabilitas politik dalam suatu negara akan mempengaruhi
dinamika pengeluaran anggaran yang akan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Hal ini
10
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Vuckovic & Basarac Sertic, 2013) bahwa
adanya stabilitas politik berpengaruh signifikan dengan pengeluaran pemerintah dikarenakan
adanya pengeluaran pemerintah umum di negara-negara anggota UE dan Kroasia
dipengaruhi oleh adanya fragmentasi pemerintah dan stabilitas politik, adanya fragmentasi
pemerintah yang tinggi serta stabilitas politik akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran
pemerintah. Di bawah ini akan dijelaskan juga mengenai indeks stabilitas politik di kawasan
Asia2.00
Tenggara untuk mengukur kemungkinan stabilitas politik dalam suatu negara.
1.50
1.00
0.50
0.00
Brunei Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
-0.50 Darus
-1.00 salam
-1.50
-2.00
12
menciptakan adanya kenaikan permintaan agregat melalui peningkatan konsumsi serta
investasi baik pada sektor publik maupun swasta. Namun, peningkatan kenaikan permintaan
agregat melalui saluran pengeluaran pemerintah ini bisa merangsang adanya tingkat inflasi
yang lebih tinggi dengan asumsi kesempatan kerja penuh karena adanya efek permintaan
agregatif yang positif. Pengeluaran pemerintah ini akan mempengaruhi inflasi dari sisi
permintaan dimana ketika terjadi peningkatan agregat secara moneter namun tidak diimbangi
adanya peningkatan agregat rill maka akan menyebabkan adanya peningkatan harga.
Selain itu, adanya peningkatan pengeluaran pemerintah yang tidak diimbangi dengan
adanya peningkatan pendapatan negara maka akan menyebabkan adanya defisit anggaran.
Adanya defisit anggaran ini akan dibiayai oleh pencetakan uang yang mengakibatkan
peningkatan monetary base sehingga menyebabkan adanya peningkatan harga (inflasi).
Kebijakan fiskal melalui pengeluaran pemerintah mempengaruhi adanya ekspansi ekonomi
melalui peningkatan investasi serta pendapatan nasional serta adanya peningkatan jumlah
uang beredar akibat adanya peningkatan upah juga bisa mempengaruhi tingkat inflasi
dikarenakan kebijakan inflasi mampu meningkatkan permintaan agregat secara langsung.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Kustepeli, 2005) menyatakan bahwa pengeluaran
pemerintah mengalami penyesuaian yang lebih cepat daripada pajak terhadap peningkatan
inflasi dalam suatu negara. Berikut akan dijelaskan grafik mengenai inflasi di kawasan Asia
Tenggara pada tahun 2015-2021 untuk melihat hubungan antara pengeluaran pemerintah
dengan inflasi tersebut
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Brunei Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
-2.00 Darus-
salam
13
fenomena gap antar negara di kawasan Asia Tenggara yaitu antara negara Brunei
Darussalam, Singapura, Thailand, Filipina dan Kamboja dikarenakan adanya ketidaksesuaian
teori dan beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa adanya tata kelola
pemerintah yang baik (good governance) akan berpengaruh signifikan terhadap
terkendalinya pengeluaran pemerintah sehingga pada akhirnya inflasi bisa terkendali dengan
baik. Merujuk pada berbagai data permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya serta
mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai adanya pengaruh
antara tata kelola pemerintah yang baik (good governance) terhadap pengeluaran pemerintah
serta adanya teori mengenai keterkaitan antara pengeluaran pemerintah terhadap tingkat
inflasi di suatu negara maka penelitian ini akan mencoba menggali lebih dalam mengenai
pengaruh antara tata kelola pemerintah yang baik (good governance) terhadap inflasi dengan
pengguanaan variabel pengeluaran pemerintah sebagai variabel intervening. Dengan
demikian, penelitian ini akan membahas mengenai “Analisis Pengaruh Good Governance
Terhadap Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi di Kawasan Asia Tenggara”
1.2. Identifikasi Masalah
Adanya permasalahan fenomena gap yang terjadi antara negara Brunei Darussalam,
Singapura, Thailand, Filipina, dan Kamboja dikarenakan adanya ketidaksesuaian teori dan
penelitian terdahulu oleh (Wardhani et al., 2017) yang menyatakan bahwa adanya tata kelola
pemerintahan yang buruk seperti kasus korupsi, konflik politik serta inefefisiensi kinerja
pemerintahan menjadi salah satu penyebab pemerintah di negara berkembang gagal
mengubah adanya pengeluaran publik yang besar menjadi layanan yang berkualitas tinggi
sehingga nantinya hanya akan berdampak pada peningkatan inflasi di negara tersebut. Selain
itu, dengan mengacu pada teori pengeluaran pemerintah oleh Keynes, yang menyatakan
bahwa adanya tingkat pengeluaran pemerintah yang tinggi secara langsung akan
meningkatkan juga total permintaan dalam suatu perekonomian.
Total permintaan yang berlebih akan menyebabkan timbulnya peningkatan inflasi di
negara tersebut. Namun, dalam kenyataannya berdasarkan data tata kelola pemerintahan di
negara Brunei Darussalam dan Singapura dapat terlihat bahwa meskipun di negara tersebut
sudah mempunyai tata kelola pemerintahan yang baik namun laju inflasi di negara tersebut
masih tergolong tinggi. Sedangkan, pada negara Thailand, Filipina dan Kamboja meskipun
negara tersebut belum mempunyai tata kelola pemerintahan yang baik namun memiliki
14
inflasi yang cukup terkendali bila dibandingkan dengan negara lainnya di kawasan Asia
Tenggara pada periode tahun 2015-2021. Sedangkan, jika dilihat berdasarkan data
pengeluaran pemerintah negara terpilih, dapat terlihat bahwa negara Brunei Darussalam dan
Singapura memiliki angka pengeluaran pemerintah yang cukup terkendali namun nyatanya
memiliki laju inflasi yang cukup tinggi dan sebaliknya pada negara Thailand, Filipina dan
Kamboja memiliki angka pengeluaran pemerintah yang cukup besar namun memiliki laju
inflasi yang cukup terkendali.
1.3. Batasan Masalah Penelitian
Dalam hal ini, pembatasan masalah dalam penelitian dilakukan untuk menimalisir
terjadinya pelebaran rumusan masalah penelitian supaya penelitian ini lebih terarah dan
fokus pada permasalahan penelitian yang dikaji sehingga mempermudah penulis dalam
mencapaai tujuan penelitian. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Ruang lingkup hanya meliputi permasalahan mengenai tata kelola pemerintah yang
berfokus pada pengendalian korupsi, stabilitas politik serta efektivitas kinerja
pemerintahan, terhadap inflasi melalui variabel pengeluaran pemerintah
2. Informasi yang disajikan yaitu mengenai indeks pengendalian korupsi, indeks
stabilitas politik, indeks efektivitas kinerja pemerintah, pengeluaran pemerintah serta
inflasi
3. Lokasi penelitian hanya berada di lingkup kawasan Asia Tenggara, utamanya negara
Brunei Darussalam, Kamboja, Singapura, Filipina, dan Thailand
1.4 Rumusan Masalah Penelitian
Oleh karena adanya hal itu, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Bagiamana pengaruh pengendalian korupsi pengeluaran pemerintah di kawasan Asia
Tenggara?
2. Bagaimana pengaruh stabilitas politik terhadap pengeluaran pemerintah di kawasan
Asia Tenggara?
3. Bagaimana pengaruh efektivitas kinerja pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah
di kawasan Asia Tenggara?
15
4. Bagaimana pengaruh pengendalian korupsi terhadap inflasi di kawasan Asia
Tenggara?
5. Bagaimana pengaruh stabilitas politik terhadap inflasi di kawasan Asia Tenggara?
6. Bagaimana pengaruh efektivitas kinerja pemerintah terhadap inflasi di kawasan Asia
Tenggara?
7. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap inflasi?
8. Bagaimana pengaruh pengendalian korupsi melalui pengeluaran pemerintah terhadap
inflasi di kawasan Asia Tenggara?
9. Bagaimana pengaruh stabilitas politik melalui pengeluaran pemerintah terhadap
inflasi di kawasan Asia Tenggara?
10. Bagaimana pengaruh efektivitas kinerja pemerintah melalui pengeluaran pemerintah
terhadap inflasi di kawasan Asia Tenggara
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah disampaikan, maka dapat ditarik
keimpulan bahwa tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk menganalisis pengaruh antara pengendalian korupsi terhadap pengeluaran
pemerintah di kawasan Asia Tenggara
2. Untuk menganalisis pengaruh antara stabilitas politik terhadap pengeluaran
pemerintah di kawasan Asia Tenggara
3. Untuk menganalisis pengaruh antara efektivitas kinerja pemerintah terhadap
pengeluaran pemerintah di kawasan Asia Tenggara
4. Untuk menganalisis pengaruh antara pengendalian korupsi terhadap inflasi di
kawasan Asia Tenggara
5. Untuk menganalisis pengaruh antara stabilitas politik terhadap inflasi di kawasan
Asia Tenggara
6. Untuk menganalisis pengaruh antara efektivitas kinerja pemerintah terhadap inflasi
di kawasan Asia Tenggara
7. Untuk menganalisis pengaruh antara pengeluaran pemerintah terhadap inflasi di
kawasan Asia Tenggara
8. Untuk menganalisis pengaruh pengendalian korupsi melalui pengeluaran pemerintah
terhadap inflasi di kawasan Asia Tenggara
16
9. Untuk menganalisis pengaruh stabilitas politik melalui pengeluaran pemerintah
terhadap inflasi di kawasan Asia Tenggara
10. Untuk menganalisis pengaruh efektivitas kinerja pemerintah melalui pengeluaran
pemerintah terhadap inflasi di kawasan Asia Tenggara
1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan rujukan peneliti selanjutnya untuk dijadikan sebagai sebuah bahan
evaluasi agar dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi ke depannya. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi
pengembangan kajian penelitian mengenai tata kelola pemerintah pemerintah serta
stabilitas ekonomi khususnya inflasi di negara berkembang
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan terhadap pembaca megenai pengaruh
antara tata kelola pemerintah (good governance) terhadap inflasi melalui variabel
pengeluaran pemerintah. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi bahan
kajian, pertimbangan serta evaluasi bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan
fiskal yang tepat
1.6. Keaslian Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan mengenai analisis pengaruh good governance terhadap
pengeluaran pemerintah dan inflasi di kawasan Asia Tenggara ini mungkin memiliki
karakteristik yang relatif sama dalam hal tema penelitian, meskipun dalam hal variabel
penelitian, subjek, serta metode analisis yang digunakan cukup berbeda bila
dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Penelitian terkait dan hampir sama dengan
penelitian ini yaitu The impact of fiscal deficit on inflation in Namibia yang dilakukan
oleh dimana dalam penelitian tersebut, penulis menjelaskan mengenai pengaruh Indeks
Harga Konsumen Naimbia, Defisit Anggaran, Suku Bunga Pinjaman, dan Indeks Harga
Konsumen di Afrika Selatan dan dalam penelitian tersebut juga menggunakan mmetode
ARDL. Sedangkan, perbedaan dalam penelitian ini yaitu penulis menggunakan variabel
tata kelola pemerintah serta pengeluaran pemerintah yang dilakukan di kawasan Asia
Teggara dengan menggunakan metode penelitian path analysis. Penelitian lain yang
hampir sama yaitu The Corruption-Inflation Nexus : Evidence From Developed And
17
Developing Countries yang dilakukan oleh (Ali et al., 2015) dimana dalam penelitian
tersebut, hanya membahasa pengaruh mengenai variabel korupsi terhadap inflasi di 100
negara berkembang di dunia. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis mencoba
menambahkan adanya variabel stabilitas politik serta efektivitas kinerja pemerintah yang
dihubungkan terlebih dahulu dengan pengeluaran pemerintah serta inflasi. Berdasarkan
uraian di atas, maka peneliti meyakini bahwa topik penelitian serta pokok permasalahan
yang diambil benar-benar asli.
18
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
19
efisien serta berkeadilan bagi seluruh warga negara. Selain itu, negara juga berfungsi
untuk menyediakan layanan publik yang yang akuntabel bagi semua masyarakat dengan
tetap mengedepankan adanya konservasi terhadap lingkungan hidup. Negara juga
berkewajiban untuk menegakan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi seluruh warga negara
serta tetap memastikan adanya standar kesehatan dan keselamatan publik untuk
masyarakat
b. Swasta
Lembaga swasta dalam pelaksanaan good governance berperan sebagai lembaga yang
menjalankan adanya suatu industri yang diharapkan dapat menyediakan adanya lapangan
kerja bagi masyarakat sehingga nantinya bisa meningkatkan standar hidup masyarakat di
suatu negara. Selain itu, lembaga swasta juga berkewajiban untuk melakukan transfer
ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
c. Maysrakat madani
Masyarakat madani dalam pelaksanaan good governance berfungsi untuk menjaga
hak-hak masyarakat agar tetap dapat terlindungi serta mempengaruhi adanya kebijakan
publik yang dibuat oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat madani juga berperan sebagai
pihak yang menjadi jembatan komunikasi antar anggota masyarakat.
Pelaksanaan Good Governance dapat terjadi dengan baik apabila terjadi keseimbangan
antara ketiga pilar tersebut. Hubungan antara ketiga pilar tersebut harus sseimbang untuk
menghindari adanya eksploitasi oleh salah satu komponen pilar. Menurut (Ciroobe, 2018)
pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik juga harus menerapkan adanya prinsip-
prinsip yang harus dijalankan dalam sistem pemerintahan diantaranya yaitu
a) Wawasan ke depan (Visionary)
Dimana segala visi misi dalam perencanaan kebijakan harus disertai adanya strategi
untuk melihat potensi pemerintahan dan pembangunan ekonomi di masa mendatang.
b) Prinsip transparansi (Transparency)
Adanya prinsip transparansi atau keterbukaan juga harus dibangun atas dasar
informasi yang bebas dimana semua pihak yang berkepentingan bisa mengakses
segala informasi yang tersedia baik melalui forum komunikasi langsung dengan
pihak pemerintah ataupun melalui media cetak dan media elektronik.
c) Partisipasi Masyarakat (Participation)
20
Dalam pelaksanaan good governance juga diperlukan adanya partispasi aktif dari
masyarakat (participation) untuk bisa turut andil dalam proses pengambilan
keputusan dalam hal perumusan kebijakan penyelenggaraan pemerintah baik secara
langsung maupun melalui lebaga-lembaga perwakilan yang sah.
d) Supermasi hukum (Rule of Law)
Dalam tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan adanya kerangka hukum yang
adil dan ditegakan secara tidak memihak serta keputusan yang ditetapkan juga
mempunyai sistem yang transparan serta mengikuti peraturan yang telah ditetapkan
e) Akuntabilitas (Accountability)
Diperlukan juga adanya ukuran atau standar mengenai keseusian penyelenggaraan
kebijakan publik dengan peraturan hukum yang berlaku atau dengan kata lain
terdapat akuntabilitas publik dalam sistem pemerintahan yang baik. Adanya
akuntabilitas ini tidak dapat ditegakan tanpa adanya transparansi dan supermasi
hukum
f) Demokrasi (Democracy)
Dalam proses perumusan kebijajan dan penyelenggaraan pemerintah harus melalui
mekanisme yang demokratis dimana masyarakat dapat menyuarakan aspirasi dan
kehendaknya agar nantinya kebijakan yang dirumuskan sesuai dengan keterbutuhan
masyarakat
g) Profesionalisme dan Komepetisi (Professionalism and Competency)
Pada proses menuju tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan adanya apartur
pemerintahan yang mempunyai profesionlisme serta kompetensi tertentu sehingga
nantinya pelayanan publik serta pembangunan dapat dilakukan secara efisien dan
maksimal. Diperlukan adanya kompetensi yang tepat antara tugas pekerjaan dan
kualifikasi.
h) Daya Tanggap (Responsiveness)
Adanya permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat harus segera ditanggapi
secara cepat oleh pihak pemerintah dan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan atau
kebijakan yang tersedia seperti penyediaan pusat pelayanan pengaduan/keluhan
masyarakat dengan tetap mengedepankan adanya akomodasi pada aspirasi
masyarakat
21
i) Efisien dan Efektif (Efficiency and Effectiveness)
Dalam proses tata kelola pemerintahan yang baik, lembaga pemerintah harus selalu
berupaya untuk mencapai adanya hasil yang optimal dalam pemanfaatan sumber
daya yang ada secara efisien dan efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang diharapkan
j) Desentralisasi (Decentralitation)
Prinsip Desentralisasi ini diwujudkan dengan adanya pembagian urusan
pemerintahan kepada lembaga pemerintahan yang ada di bawahnya untuk
mengambil keputusan dalam proses penyelesaian masalah yang terjadi sehingga
nantinya bisa mengurangi beban dan tugas pada lembaga pemerintahan yang ada di
atasnya
k) Kemitraan dengan Dunia Usaha dan Masyarakat (Private and Civil Society
Partnership)
Dalam proses pelayanan publik dan kebutuhan masyarakat, lembaga pemerintah
harus bisa menjalin kerja sama ataupun kemitraan dengan berbagai pihak termasuk
agar nantinya tercapai pembentukan pelayanan satu atap yang terpadu
l) Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Comitment to Reduce Inequality)
Adanya kesenjangan yang terjadi pada suatu masyarakat di sebuah negara tentunya
akan menjadi penghambat bagi pembangunan negara tersebut. Oleh karena itu,
lembaga pemerintah sebagai lembaga eksekutif memiliki tanggung jawab untuk
mengatasi adanya kesenjangan tersebut agar tidak memicu adanya konflik karena
adanya kesenjangan antara pusat dan daerah
m) Komitmen pada Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental Protection)
Pemerintah sebagai lemba eksekutif perlu menaruh perhatian terhadap kelestarian
lingkungan yang ada di negaranya dengan cara menyusun analisis mengenai dampak
lingkungan secara konsekuen serta adanya pengelolaan sumber daya secara lestari
n) Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)
Adanya keterlibatan pemerintah dalam proses dan kegiatan ekonomi harus dilakukan
secara seimbang sehingga nantinya bisa meningkatkan daya saing perekonomian
yang komperatif dikarenakan tidak adanya beban anggaran belanja yang terlalu besar
yang dilakukan oleh pemerintah.
22
Dalam penerapan good governance, terdapat beberapa karakteristik yang ada di dalamnya
yaitu :
1. Government effectiveness
Dalam tata kelola lembaga pemerintahan di suatu negara setidaknya harus bisa
menggunakan sumber-sumber yang terseida secara efisien dan tidak berlebihan.
Dalam hal kebijakan pelayanan publik, pemerintah diwajibkan untuk memberi
pelayanan kepada masyarakat dengan efektif dan tanpa melalui banyak prosedur tanpa
mengurangi adanya produktivitas kebijakan pelayanan masyarakat tersebut.
Government effectiveness mencerminkan kualitas layanan publik, dan tingkat
independensinya dari tekanan politik serta mencakup juga mengenai kualitas
perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Government effectiveness pada suatu
negara dapat diukur melalui beberapa indikator di bawah ini :
a) Adanya implementasi keputusan dan kebijakan pemerintah yang efektif
b) Adanya kemampuan mengatur sistem politik tanpa mengubah kebijakan dalam
pelayanan pemerintah
c) Adanya fleksibilitas dan inovasi dalam mengoordinasikan tujuan yang
bertentangan menjadi kebijakan yang bersifat koheren
d) Efisiensi pengelolaan anggaran keuangan negara
e) Adanya kualitas infrastruktur, transportasi dan layanan kesehatan untuk
masyarakat dengan baik
2. Political Stability and absence voilance
Indikator stabilitas politik ini dapat dipahami sebagai indikator yang akan
mengukur stabilisasi politik dalam suatu negara yang diukr dari beberapa aspek seperti
pemberontakan, kudeta, unjuk rasa, perang saudara dan konflik bersenjata
3. Regulatory quality
Indikator ini akan mengukur perumusan dan implementasi kebijakan yang telah
dibuat oleh pemerintah untuk memajukan perkembangan sektor swasta. Indikator ini
juga mencakup mengenai aturan kontrol terhadap tingkat harga dan upah, regulasi
perbankan, pembatasan usaha, dan kebijakan persaingan usaha. Adanya kualitas
sistem peraturan di suatu negara juga ditentukan oleh cara peraturan tersebut disusun
dan dibuat. Terdapat beberapa indikator yang bisa digunakan untuk evaluasi regulatory
23
quality dalam suatu negara seperti berikut :
a) Intervensi pemerintah dalam perekonomian
b) Kompleksitas dan efisiensi dalam sisitem perpajakan negara yang memuat
mengenai kebijakan pajak
c) Kelengkapan antara hukum serta efektivitas peraturan perundang-undangan yang
berlaku di sektor perbankan dan sekuritas
d) Kekuatan sistem perbankan yang ada pada suatu negara yang mencakup mengenai
ada tidaknya hambatan untuk memasuki sektor perbankan
e) Adanya sistem kerangka kebijakan dan kelembagaan hukum yang bida digunakan
untuk mendukung pengembangan sektor keuangan yang efisien, adil dan mudah
diakses oleh semua masyarakat
4. Voice and accountability
Para pembuat kebijakan dalam negara mempunyai tanggung jawab terhadap
masyarakat serta lembaga publik. Dalam penerapan good governance ini, terdapat
beberapa dimensi yang harus dipenuhi dalam sektor birokrasi dan juga publik yaitu
akuntabilitas kejujuran, akuntabilitas hukum, akuntabilitas proses
Good governance dalam suatu negara mempunyai beberapa ciri-ciri seperti berikut
yaitu terdapat interaksi yang baik dalam hal kerja sama antar masyarakat, pemerintah dan
swasta dan juga adanya jaringan multi sistem yang bersinergi dalam menghasilkan output
yang berkualitas. Selain itu, adanya ciri good governance yang baik juga terdapat proses
penguatan diri sendiri untuk mendirikan sistem pemerintah dalam mengatasi adanya kondisi
lingkungan yang tidak terkendali dan adanya keseimbangan kekuatan dalam menciptakan
pembangunan yang berkelanjutan untuk menciptakan harmoni dalam sistem pemerintahan.
Dan yang terakhir, yaitu adanya ketergantungan yang dinamis antar masyarakat, pemerintah
dan swasta.
Tata kelola pemerintahan dalam suatu negara dapat dikatakan baik apabila pemerintah
dalam suatu negara mempunyai kemampuan untuk membangun manajemen publik yang
efisien dan efektif serta akuntabel dan terdapat keikutsertaan masyarakat untuk memperkuat
sistem demokrasi negara. Selain itu, adanya tata kelola pemerintahan yang baik dalam suatu
negara bisa dilihat dari prinsip demokrasi seperti ransparansi dan partisipasi masyarakat
dalam proses pembuatan kebijakan. Untuk mewujudkan adanya tata kelola pemerintahan
24
yang baik maka diperlukan adanya metode untuk mengukur kapasitas tata kelola
pemerintahan tersebut yang sering disebut Indeks Good Governance (IGG) yang mencakup
beberapa indikator didalamnya seperti akuntabilitas, partisipasi, penegakan hukum, keadilan,
responsivitas, politisi, tingkat korupsi kolusi dan nepotisme serta kualitas layanan publik.
25
penelitian yang dilakukan oleh (Dimand, 2015) dikatakan bahwa menurut Fisher kebijakan
yang tepat untuk mengatasi perekonomian yang sedang berada pada masa depresi memang
dengan cara meningkatkan jumlah uang beredar, namun hal ini tidak dimaksudkan untuk
membenarkan adanya kebijakan utang dan pengeluaran pemerintah yang besar. Fisher lebih
menyarankan pemulihan penawaran uang dengan cara lain daripada harus melakukan
kebijakan penambahan utang dan pengeluaran pemerintah yang besar yang akan berakibat
pada inflasi yang tinggi dan tidak dapat dikendalikan. Pada teori kuantitas ini terdapat dua
pemahaman yaitu teori kuantitas tradisonal dan teori kuantitas modern. Pada teori kuantitas
tradisional lebih menekankan pada peningkatan jumlah uang beredar sebagai penyebab dari
inflasi suatu negara karena adanya peningkatan jumlah uang beredar akan menyebabkan
terjadinya kenaikan tingkat harga. Demikian sebaliknya, apabila terjadi penurunan jumlah
uang beredar dalam masyarakat maka akan menyebabkan turunnya tingkat harga.
b) Teori Keynes
Pada teori ini memandang bahwa adanya permintaan agregat dalam suatu negara diukur
melalui adanya variabel pengeluaran rumah tangga, bisnis serta pemerintah. Menurut
Keynes, situasi makro dalam perekonomian sebuah negara ditentukan oleh adanya
permintaan agregat dalam masyarakat. Apabila dalam perekonomian sebuah negara terdapat
permintaan agregat yang lebih besar daripada penawaran agregat maka akan terjadi kondisi
kekurangan produksi dan adanya hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga. Jika, dalam
sebuah perekonomian suatu negara terdapat permintaan agregat yang lebih kecil daripada
penawaran agregat maka hal ini akan mengakibatkan adanya situasi kelebihan produksi dan
akan mengakibatkan harga menjadi turun. Inti dari adanya kebijakan makro Keynes adalah
bagaimana pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat dengan tujuan mendekati
situasi full-employment. Dalam perekonomian tertutup, permintaan agregat dapat
dipengaruhi oleh 3 unsur yaitu (i) Pengeluaran Konsumsi oleh Rumah Tangga (ii)
Pengeluaran Investasi oleh Perusahaan (iii) Pengeluaran Pemerintah
Dalam hal ini, pemerintah bisa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya
permintaan agregat dalam masyarakat melalui peningkatan pengeluaran pemerintah baik
secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Keynes, pengeluaran pemerintah ini juga
ditentukan oleh adanya proses politik yang kompleks dan dalam teori ekonomi makro hal ini
dianggap sebagai faktor eksogen. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai grafik permintaan
26
agregat (agregate demand) melalui kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif dengan
menggunakan variabel pengeluaran pemerintah sebagai unsur pendukungnya
G P
LM
Kurva AD bergeser ke kanan
G2 B P
IS2
G1 A AD2
AD1Y2
IS1 Y2
27
2015) Keynes berpendapat bahwa dirinya menolak adanya kebijakan anggaran pemerintah
yang berimbang dikarenakan kebijakan anggaran yang tepat tergantung pada kondisi
perekonomian masing-masing negara. Pemerintah di suatu negara harus menjalankan adanya
kebijakan defisit anggaran selama masa resesi dan surplus selama periode ketika terjadi
inflasi menjadi suatu masalah di negara tertentu karena adanya permintaan yang berlebih.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Surgawati, 2020) bahwa ketika ada usaha
peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu negara, pemerintah perlu melakukan upaya
dalam bidang kebijakan fiskal baik melalui penerimaan pemerintah maupun pengeluaran
pemerintah. Dampak adanya kebijakan fiskal tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi
ditandai dengan adanya angka pengganda pengeluaran. Angka pengganda pengeluaran disini
menunjukan besarnya kelipatan pertambahan output apabila terjadi penambahan
pengeluaran pemerintah dan investasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Bank
Indonesia, 2011), pada pendekatan Keynes kebijakan fiskal melalui pengeluaran pemerintah
dapat menggerakan perekonomian dikarenakan mempunyai multiplier effect dengan
melakukan stimulasi adanya penambahan barang permintaan terhadap barang konsumsi
rumah tangga. Adanya pendekatan Keynes melalui pengeluaran pemerintah akan
digambarkan melalui grafik di bawah ini
Keynes berpendapat bahwa pada saat terjadi adanya resesi dalam suatu negara,
perekonomian yang bergantung pada mekanisme pasar akan membutuhkan adanya
intervensi dari pemerintah. Dalam hal ini, adanya kebijakan moneter tidak akan mampu
28
untuk memulihkan perekonomian dikarenakan kebijakan moneter hanya bergantung pada
tingkat suku bunga sementara pada saat resesi umumnya tingkat suku bunga sudah sangat
rendah sehingga dibutuhkan adanya kebijakan fiskal. Keynes berpendapat bahwa kebijakan
fiskal dapat membantu menggerakan perekonomian melalui adanya peningkatan
pengeluaran pemerintah untuk menstimulasi kenaikan permintaan terhadap barang konsumsi
rumah tangga. Adanya peningkatan konsumsi rumah tangga ini nantinya akan meningkatkan
marginal prospensity to income (MPC) sehingga berdampak pada kenaikan pengeluaran
yang lebih banyak. Government Spending Multiplier dinyatakan sebagai 1/(1-mpc) dan dari
adanya hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar MPC maka semakin besar pula
dampak pengeluaran pemerintah terhadap permintaan konsumsi masyarakat (demand-side
factor).
Adanya kenaikan permintaan konsumsi masyarakat tersebut akan membuat permintaan
masyarakat akan melebihi jumlah barang yang tersedia. Apabila jumlah permintaan efektif
tersebut tidak didukung oleh adanya faktor lain seperti peningkatan investasi pada pihak
swasta serta upah pada karyawan kemudian jika terjadi peningkatan permintaan yang
melebihi jumlah maksimum barang yang dihasilkan maka akan menyebabkan adanya
inflationary gap.
Inflationary gap timbul karena anggapan bahwa seluruh masyarakat mampu membiayai
keinginan pembelian barang dan jasa pada harga berlaku. Dalam hal ini ketika terjadi
peningkatan pengeluaran pemerintah maka kurva permintaan akan bergeser dari Z 1 ke Z2.
Dengan adanya inflationary gap, maka akan menybebakan kenaikan harga sehingga harga
berubah dari P1 ke P2 . Apabila masyarakat mempunyai kemampuan untuk membayar barang
dan jasa dengan harga P2 tetapi terdapat keterbatasan jumlah output barang dan jasa yang
tersedia maka harga barang dan jasa akan kembali meningkat ke P3 dan seterusnya.
29
AE= C+I+G
Di mana :
AE = Pengeluaran Agregat (agreggate expenditure)
C = Konsumsi rumah tangga
I = Pengeluaran untuk investasi
G = Belanja pemerintah
Permintaan agregat dapat direpresentasikan melalui sebuah kurva yang dinamakan
kurva permintaan agregat yang dapat dipahami sebagai sebuah kurva yang menggambarkan
kombinasi antara tingkat harga (P) dan tingkat output (Y) ketika pasar barang dan pasar
uang berada dalam equilibrium (keseimbangan). Pada kondisi perekonomian tertutup maka
persamaan pengeluaran agregat (AE) akan ditulis kedalam persamaan sebagai berikut :
Persamaan konsumsi C = C0 + bY
Persamaan investasi I = I0 + rl
Di mana
I = Investasi
I0 = Investasi Otonom
b = Respon perubahan investasi akibat perubahan suku bunga
r = Suku bunga
Apabila dalam perekonomian suatu negara terdapat kebijakan fiskal yang ekspasioner
dimana terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah yang diakibatkan oleh adanya krisis
perekonomian maka permintaan agregat (AE) akan mengalami kenaikan. Adanya kenaikan
pengeluaran pemerintah tersebut terjadi sebagai respons krisis perekonomian sehingga
digunakan variabel pengeluaran pemerintah untuk menstimulus perekonomian kembali
seperti semula. Apabila terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah tanpa diikuti oleh
perubahan tingkat bunga apabila terjadi pergeseran dalam kurva IS. Di bawah ini akan
digambarkan pengaruh peningkatan pengeluaran pemerintah terhadap kurva IS
Y=AE
AE= C+I+G2
B AE= C+I+G1
AE2
30
A
AE1
Y1 Y2 Y
IS1 IS
2
r1 E F
Y1 Y2 Y
Pada mulanya, kondisi perekonomian sedang berada dalam keseimbangan pada titik A
dengan AE1 dan Y1, atau berada pada titik E pada kurva IS 1 dengan suku bunga r1 dan
tingkat pendapatan Y1. Kemudian terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah dari G 1 ke G2.
Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut akan menggeser kurva aggregate
expenditure (AE) dari AE1 ke AE2. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah ini juga
akan mengakibatkan adanya kenaikan pendapatan nasional dari Y 1 ke Y2 sehingga akan
menciptakan keseimbangan baru di titik B dengan pendapatan di titik Y 2 dan pengeluaran
sebesar AE2. Adanya perubahan keseimbangan ini tidak diikuti oleh perubahan tingkat
bunga. Adanya perubahan keseimbangan tersebut mengakibatkan pergeseran kurav IS 1 ke
IS2 dengan kondisi suku bunga tetap dan pendapatan mengalami kenaikan dari Y 1 ke Y2 atau
berada pada titik F pada kurva IS. Pengaruh dari adanya pengeluaran pemerintah ini yaitu
akan meningkatkan pendapatan (output) pada keseimbangan di pasar barang tanpa adanya
perubahan pada suku bunga
31
adanya peningkatan pada agreggate demand. Agreggate demand dapat dipahami sebagai
total permintaan dari barang dan jasa yang ada dalam suatu negara. Persamaan agreggate
demand dapat dituliskan sebagai berikut :
AD = C+I+G(X-M)
Di mana :
C = Consumption (konsumsi belanja masyarakat)
I = Investasi
G = Pengeluaran Pemerintah
X = Ekspor
M = Impor
Dalam hal ini, ketika terjadi kenaikan konsumsi belanja masyarakat, kenaikan investasi,
peningkatan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pada ekspor dan impor maka akan
menggeser kurva aggregate demand ke kanan sehingga menybebakan kenaikan juga pada
GDP dan perekonomian akan tumbuh. Ketika variabel konsumsi, investasi, ekspor serta
impor tetap namun pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan maka hal ini tetap akan
menyebabkan adanya pergeseran kurva AD ke kanan sehingga real GDP masih akan naik
dan ekonomi tetap akan tumbuh. Ketika pemerintah melakukan peningkatan pengeluaran
pemerintah maka akan terjadi multiplier effect atau domino effect dalam perekonomian.
Apabila dalam suatu negara ternyata mengalami permasalahan ekonomi seperti korupsi
maupun resesi maka ekonomi masih akan tetap tumbuh namun tidak setinggi ketika tidak
ada korupsi. Namun, adanya kasus korupsi akan mengakibatkan timbulnya biaya ekonomi
yang mahal dikarenakan adanya pembangunan fasilitas umum yang terganggu seperti jalan,
jembatan, pelabuhan serta bandara sehingga menyebabkan para produsen yang ingin
mendatangkan bahan baku akan mengeluarkan biaya yang lebih besar dikarenakan adanya
perjalanan yang lebih lama jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki
pembangunan fasilitas umum yang lancar dan baik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi suatu negara yang bersangkutan
32
Bentuk fungsional dari fungsi produksi Cobb-Douglass yaitu :
Yt = K αt H βt [Gt (ρ) Lt]1-α-β
Keterangan :
Yt = tingkat agregat pendapatan riil
Kt = tingkat modal fisik
Ht = tingkat modal manusia
Lt = jumlah tenaga kerja
Gt = tingkat pengeluaran pemerintah
ρ = tingkat korupsi di negara
G (ρ) <0 0 1 <α<0 1 << +<1
Dimana misalkan dan kondisi ini dapat dipahami bahwa fungsi
produksi menunjukan skala hasil yang konstan dan hasil yang semakin berkurang ke setiap
titik. Dengan menghilangkan istilah korupsi maka model produksi akan menghasilkan hasil
neoklasik standar yang mengartikan bahwa dengan adanya peningkatan investasi pada
modal fisik dan penurunan jumlah penduduk dan adanya tingkat depresiasi modal akan
mengakibatkan kenaikan pada pertumbuhan output perkapita. Kondisi tersebut lalu
diturunkan ke dalam persamaan berikut ini
dK
= sk Yt – δk Kt
dt
dH
= sH Yt – δH Ht
dt
sk, sH, δH δk
Dimana dan merupakan parameter yang mewakili pendapatan yang dialokasikan
untuk investasi modal fisik dan modal manusia. Sementara itu, populasi manusia ditentukan
L ent
secara eksogen sebagai Lt = 0 sehingga adanya pertambahan penduduk akan
dL
diformulasikan seperti /Lt = n. Adanya asumsi kesempatan kerja penuh mengisyaratkan
dt
bahwa laju pertumbuhan angkatan kerja itu konstan sepanjang waktu. Ketika korupsi
mengubah adanya efektivitas pengeluaran pemerintah, pergerakan ke atas dalam korupsi
memiliki hubungan negatif dengan output per kapita. Dalam hal ini, pemerintah tidak akan
membiarkan adanya hambatan produktivitas pada setiap sektor dikarenakan adanya korupsi.
Adanya kekhususan pada fungsi pengeluaran pemerintah maka akan dimisalkan dalam
persamaan sebagai berikut :
33
G1 (ρ) = G%- λt
Dimana 0<ρ<1 dan Gt%=G0egt. Parameter ρ merupakan representasi dari indeks korupsi
dalam model ini dan akan menentukan besarnya dampaknya terhadap pengeluaran
pemerintah. Pengeluaran pemerintah dalam hal ini merupakan variabel eksogen.
Berdasarkan persamaan tersebut, apabila tidak ada korupsi (ρ=0) maka G %=G karena
korupsi tidak mempengaruhi semua produksi dengan cara yang sama. Berikut ini akan
dijelaskan grafik mengenai grafik dinamika korupsi pada modal fisik dan output
Adanya kasus korupsi dalam suatu negara akan mengurangi produktivitas modal yang
dialokasikan dari pengeluaran pemerintah dengan memutar fungsi produksi ke kanan. Pada
titik A tingkat persediaan modal per kapita awal berada pada titik k 0, akibat adanya kasus
korupsi maka persediaan modal awal per kapita akan turun ke tingkat persediaan modal
yang lebih rendah yaitu di titik k 1. Dalam tahap ini, perekonomian sedang menghadapi
pertumbuhan ekonomi yang negatif yang diiringi dengan adanya penurunan tingkat output
per kapita. Korupsi dalam hal ini membuat adanya inefisiensi sehingga membuat
pertumbuhan ekonomi menjadi turun. Adanya kasus korupsi dalam suatu negara akan
mengurangi adanya efektivitas modal serta pendapatan per kapita. Korupsi dalam suatu
negara akan meningkatkan inefisiensi dalam pengeluaran pemerintah serta mengurangi
investasi dan produktivitas yang menyebabkan adanya dampak negatif dari output
34
P1 B C
E
P2
P3 A D
Q1 Q* Q2 TSC
Z TSB
TSB-TSC
35
Kondisi marginal pada alokasi sumber daya yang efisien terjadi ketika seluruh
sumber daya dialokasikan untuk produksi selama setiap periode sampai mencapai
keseimbangan MSB=MSC. Sistem dalam pasar ekonomi akan mencapai kondisi yang
efiisen ketika harga prduk serta layanan sama dengan manfaat marginal sosial (MSB) dan
marginal sosial cost (MSC). Ketika MSB>MSC maka akan terjadi peningkatan tambahan
keuntungan bersih dari tambahan alokasi sumber daya produksi yang didapatkan dari adanya
peningkatan tambahan output dari Q1 ke Q*. Titik output Q1 dan Q2 merupakan posisi yang
tidak efisien dimana pada posisi Q2 ketika terjadi peningkatan produksi barang untuk
mencapai keadaan TSB=TSC maka hal tersebut akan mengurangi total kepuasan bersih
dikarenakan adanya perbedaan antara total manfaat sosial (TSB) dan total biaya sosial (TSC)
karena memproduksi lebih dari Q* unit. Pada saat TSB=TSC total keuntungan bersih yang
baik adalah 0. Adanya usaha untuk memaksimalkan TSB dari suatu barang akan
membutuhkan jangka waktu yang lama untuk memproduksi dan menjual barang tersebut.
Kriteria efisiensi sistem pasar mempertimbangkan keadaan antara total manfaat sosial (TSB)
dan total biaya sosial (TSC). Hal ini akan mencapai keseimbangan antar keduanya dengan
merekomendasikan maksimalisasi perbedaan antara total manfaat sosial dan total biaya
sosial. Adanya inefisiensi dalam sistem pasar terjadi karena adanya harga yang tidak
mencerminkan manfaat sosial marginal secara sepenuhnya yang disebabkan oleh adanya
sifat barang tertentu yang akan membuat barang tersebut susah untuk diperjual belikan di
pasar.
Dalam hal ini, dapat dihubungkan dengan adanya beberapa permasalahan distorsi
yang bisa dihubungkan dengan beberapa variabel dalam penelitian ini seperti korupsi,
stabilitas politik, serta ketidakefektifan kinerja pemerintah dikarenakan perekonomian
merupakan suatu sistem yang kompleks dan berkaitan satu sama lain. Terdapat keterkaitan
antara rumah tangga, perusahaan, pasar barang, pasar faktor produksi dan pemerintah. Jika
terjadi gangguan pada satu sektor maka akan berakibat pada perekonomian negara secara
luas. Adanya kasus korupsi, stabilitas politik serta ketidakefektifan kinerja pemerintah akan
menciptakan adanya inefisiensi alokasi sumber daya yang merugikan perekonomian negara.
Kasus korupsi, stabilitas politik serta ketidakefektifan kinerja pemerintah masuk ke dalam
permasalahan distorsi pada sistem pasar yang akan masuk ke dalam perhitungan biaya
marginal eksternal (MEC) sebagai dampak dari adanya distorsi maupun eksternalitas negatif
36
yang muncul.
Apabila produsen telah memperhitungkan biaya marginal dan biaya sosial marginal
secara keseluruhan, seharusnya pada garis biaya marginal sosial (MSC) sudah
diperhitungkan juga mengenai biaya marginal untuk menghasilkan barang (MPC) yang
ditambah dengan biaya marginal eksternal (MEC). Sebuah pasar yang didominasi dengan
adanya kekuasaan monopolis akan menghasilkan output sebanyak Q M per bulan dengan titik
A dimana posisi MR=MSC. Ketika tersedia output sebanyak Q M maka harga barang akan
menjadi PM yang merupakan MSB atau manfaat sosial marginal. Dikarenakan pendapatan
marginal monoplis lebih kecil dari harga produk marginal maka biaya sosial produksi juga
akan lebih rendah dari tingkat harga. Jadi pada output Q M terjadi adanya inefisiensi
dikarenakan P=MSB>MSC
Supply = MSC=MPC
P1
E’
P E
37
B
Demand=MSB
Q
Q1
Gambar kurva di atas merupakan kurva yang yang mencerminkan antara pemintaan
dan penawaran mengenai suatu barang atau jasa. Pada garis permintaan tersebut
mencerminkan adanya manfaat marginal sosial dari sejumlah unit tertentu dan garis
penawaram mencerminkan biaya marginal sosial dari unit tertentu. Equilibrium output
awalnya berada di titik E dengan unit sejumlah Q dan harga sejumlah P. Pada titik E ini,
dikatakan efisien karena biaya marginal sosial sama dengan manfaat marginal sosial. Ketika
pemerintah melakukan pungutan pajak pada kegiatan ekonomi tertentu maka produsen harus
mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menutupi biaya marginal sosial per
unit. Efek dari pajak adalah mengurangi adanya penawaran barang yang dilakukan oleh
produsen karena harga yang diperlukan untuk menjual satu unit harus sama dengan biaya
produksi yang dikeluarkan dan pajak yang harus dibayar.
Pada gambar kurva di atas, terlihat bahwa terjadi penawaran baru setelah dikenakan
pajak yaitu MPC+T=MSC. Adanya penurunan penawaran akibat adanya pajak maka
mengakibatkan titik equilibrium berganti menjadi E’ dan terjadi peningkatan harga dari P
menjadi P1 serta terjadi juga penurunan output dari q menjadi q 1. Dikarenakan adanya sistem
pajak, mengakibatkan MSB>MSC sehingga mengakibatkan adanya inefisiensi dalam
perekonomian. Pada area arsir E’EB menggambarkan adanya manfaat bersih yang hilang
akibat adanya sistem pajak dalam perekonomian. Pada area tersebut juga menggambarkan
adanya kerugian dalam manfaat bersih yang dapat diartikan sebagai beban pajak yang
berlebih. Adanya pengeluaran pemerintah dalam hal ini dapat memberikan manfaat bersih
kepada masyarakat secara agregat saja ketika manfaat marginal sosial dari pengeluaran
pemerintah melebihi pendapatan pajak yang dikumpulkan.
Selain adanya pajak, subsidi yang diberikan oleh pemerintah juga berakibat pada
terjadinya inefisiensi dalam sistem perekonomian. Dalam hal ini, subsidi bisa mengganggu
38
adanya efisiensi dalam pasar dikarenakan ketika pemerintah menjamin harga tertentu untuk
salah satu barang, maka ketika harga pasar salah satu barang tersebut turun dari harga
“target” yang dijamin oleh pemerintah maka pemerintah akan memberikan sejumlah subsidi
kepada pihak produsen yang berhak mendapat subsidi. Produsen yang sudah mendapatkan
subsidi dari pemerintah akan memproduksi barang sesuai dengan kepurtusannya pada harga
“target” daripada harga pasar. Berikut ini akan dijelaskan mengenai gambar kurva mengenai
adanya pemberia subsidi yang diberikan oleh pemerintah yang akan mengakibatkan adanya
inefisiensi dalam pasar
Price
Supply = MSC
A
PS
P* E
PS
C
Demand = MSB
Q* QS Units
Pada gambar kurva di atas, terlihat bahwa produksi akan menghasilkan barang
sebanyak Qs per tahun karena kuantitas tersebut sama dengan titik A pada kurva penawaran
dimana biaya marginal produk sama dengan P s. Tingkat output Qs lebih besar dari jumlah
kuantitas yang efisien karena biaya marginal sosial lebih besar dari manfaat marginal sosial
pada titik A. Luas EAC merupakan luas yang menggambarkan kerugian dalam manfaat
bersih dari penggunaan sumber daya. Selain hilangnya manfaat bersih akibat adanya distorsi
berupa subsidi pemerintah, adanya kelebihan produksi yang disebabkan oleh adanya subsidi
akan menekan harga produk sampai pada titik C pada kurva permintaan. Pada akhirnya akan
membuat harga barang tidak bisa menutup biaya produksi marginal untuk memproduksi
barang tersebut. Dalam hal ini, penilaian efektivitas alokasi sumber daya yang dilakukan
oleh pemerintah tidak hanya berpatokan pada efisiensi dalam sistem pasar saja, namun juga
39
didasarkan pada adanya kesetaraan atau keadilan yang diarasakan oleh amsyarakat. Dalam
penelitian ini, dapat dihubungkan dengan adanya pemberian alokasi pengeluaran pemerintah
yang harus didasarkan juga pada kesetaraan untuk menentukan dampak kebijakan tersebut
terhadap distribusi kesejahteraan antar masyarakat. Analisis hasil interaksi dalam sistem
pasar dan politik bisa digunakan untuk memberikan informasi mengenai dampak kebijakan
terhadap distribusi pendapatan. Pada bidang keuangan publik, analisis seperti ini dinilai
sangat berguna untuk menentukan dampak dari adanya tindakan atau kebijakan yang
diambil oleh pemerintah pada alokasi sumber daya teretntu dan distribusi kesejahteraan yang
diberikan misalnya dalam hal pengeluaran pemerintah sehingga akan memberikan informasi
kepada masyarakat untuk menilai kesetaraan kebijakan.
40
Teori ini dikembangkan oleh Leeper dan Woodford yang menjelaskan bahwa kebijakan
fiskal memainkan peranan penting terhadap tingkat harga (inflasi). Seiring dengan itu,
adanya fenomena inflasi tidak hanya terjadi pada sektor moneter saja namun juga terjadi
pada sektor riil dan fiskal melalui anggaran pemerintah dan keseimbangan pajak. Teori ini
menjelaskan bahwa tingkat harga juga dipengaruhi oleh adanya rencana pengeluaran
pemerintah serta utang pemerintah. Teori ini mencoba menghubungkan kebijakan moneter
dan kebijakan fiskal melalaui kendala anggaran pemerintah atau dapat dipahami sebagai
kondisi kesanggupan pemerintah dalam membayar utang atas sektor keuangan publik dalam
jangka panjang. Hal tersebut dapat diketahui saat seignorage termasuk dalam surplus primer
pemerintah sebagai sumber pendapatan, sedangkan utang publik nominal masuk dalam
perhitungan monetary base karena hal tersebut menyebabkan sektor publik berhubungan
dengan pemerintah dan bank sentral. Selain itu, Fiscal Theory of Price Level juga
menjelaskan efek pendapatan pemerintah dari utang pemerintah merupakan jalur tambahan
dari pengaruh fiskal teradap harga (inflasi( atau peningkatan utang akan meningkatkan
kekayaan rumah tangga konsumen sehingga mampu meningkatkan permintaan akan barang
dan jasa, dan akan menekan laju inflasi
Kendala anggaran dalam Fiscal Theory of Price Level diasumsikan dalam kondisi
keseimbangan pendapatan periode mendatang dan pengeluaran primer yang bersifat
exogenous terhadap kewenangan fiskal. Oleh karena itu, dalam discount rate tertentu jika
discount value dari surplus primer lebih kecil daripada tingkat nominal utang, tingkat harga
akan mengalami kenaikan untuk menyesuaikan kendala anggaran pemerintah. Kebijakan
fiskal yang berada pada sektor riiil menjadi suattu indikator di dalam menjaga kestabilan
harga sehingga tercapai kesinambungan fiskal. Kebijakan fiskal menurut teori ini juga
mampu menghasilkan besaran inflasi mendatang dan tidak terkait dengan pertumbuhan
peredaran uang dimana tingkat harga didetreminasi dari kebijakan anggaran pemerintah oleh
otoritas fiskal. Selain itu, dalam teori ini juga mengaitkan pengaruh antara ketidakstabilan
politik dengan defisit anggaran dimana ketika semakin banyak kekuatan politik dalam
dewan legislatif, maka hal ini akan meningkatkan kemumgkinan konflik politik yang terjadi
dan pada akhirnya menimbulkan dampak pada peningkatan defisit anggaran serta timbulnya
krisis dalam perekonomian.
Apabila dalam suatu negara terdapat kebijakan fiskal yang bersifat eksplasioner seperti
41
adanya peningkatan pengeluaeran pemerintah maka hal ini akan menyebabkan kenaikan
juga pada permintaan agregat. Inflasi yang terjadi dalam suatu negara terjadi karena adanya
ketergantungan pemerintah pada seigniorage (pencetakan uang berlebih) serta adanya
kebijakan anggaran otoritas fiskal. Inflasi dalam suatu negara juga terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran yang didikte oleh adanya otoritas fiskal yang ada dalam negara
tersebut. Negara dengan sistem politik yang tidak stabil dan institusi lemah cenderung tidak
memiliki sistem pajak yang efisien sehingga menybebakan pemerintah memilki
ketergantungan pada seigniorage (pencetakan uang berlebih) untuk memenuhi kebutuhan
pengeluaran publik di negaranya sehingga berakibat pada defisit anggaran yang lebih besar
dan peningkatan utang pemerintah.
Dampak dari defisit anggaran menurut teori ini adalah positif. Semakin tinggi defisit
anggaran, maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap inflasi. Defisit anggaran
dapat dipahami sebagai kondisi ketika pengeluaran pemerintah lebih besar daripada pajak
yang didapatkan. Defisit anggaran akan mempengaruhi inflasi jika menghasilkan uang untuk
meningkatkan basis moneter ekonomi, sehingga meningkatkan jumlah uang beredar dalam
amsyarakat sehingga menyebabkan peningkatan tingkat harga. Defisit anggaran ini menurut
Fiscal Theory of Price Level dapat terjadi karena adanya realisasi yang menyimpang dari
dimana rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang telah
direncanakan.
42
di negara dengan pasar keuangan yang kurang berkembang.
Dalam penelitian (Al-Marhubi, 2015) ini juga menjelaskan keterkaitan antara stabilitas
politik dan inflasi menggunakan identifikasi dari teori perpajakan optimal. Pertama, menurut
teori perpajakan optimal, pemerintah dimungkinkan untuk menciptakan inflasi melalui adanya
pencetakan uang. Adanya penghindaran pajak dan pengumpulan pajak yang lebih banyak
terjadi di negara-negara dengan kondisi politik yang tidak stabil memungkinkan pemerintah
untuk menggunakan pajak inflasi sebagai sumber pendapatan pemerintah. Kedua, adanya
ketidakstabilan politik memungkinkan terjadinya penurunan output dan investasi dan adanya
hal ini akan mengakibatkan peningkatan ketergantungan pada pajak inflasi. Dan terakhir,
dengan melakukan peningkatan pengeluaran pemerintah, ketidakstabilan politik juga dapat
berkontribusi pada defisit fiskal yang lebih besar yang memungkinkan mengakibatkan
konsekuensi inflasi untuk negara dengan pasar keuangan yang kurang berkembang.
Ketidakstabilan politik ini pada akhirnya akan memberikan celah yang melemahkan
kompetensi pemerintah dalam ketahanannya untuk mengatasi adanya guncangan sehingga
pada akhirnya akan mengakibatkan adanya ketidakseimbangan makroekonomi yang ditandai
dengan terjadinya inflasi yang fluktuatif.
Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh (Acemoglu et al., 2003) juga
menggunakan teori ini untuk menjelaskan keterkaitan antara stabilitas politik terhadap inflasi
dalam suatu negara. Dengan mengacu pada teori perpajakan optimal, penelitian (Acemoglu et
al., 2003) menjelaskan bahwa institusi pemerintahan merupakan elemen penting yang
berkaitan dengan volatilitas, krisis dan pertumbuhan ekonomi. Adanya kinerja kinerja
makroekonomi yang buruk, yang disebabkan oleh adanya institusi yang lemah dan kondisi
politik yang tidak stabil pada akhirnya akan berimbas pada kebijakan makroekonomi yang
buruk juga. Hal ini dikarenakan kondisi pemerintahan yang tidak stabil lebih condong pada
kebijakan inflasi terutama yang timbul dari adanya pemborosan fiskal dan korupsi. Negara
dengan kondisi politik yang tidak stabil dan terpolarisasi secara sosial seringkali rentan
terhadap guncangan politik yang menyebabkan ketidakseimbangan pada sisi moneter dan
fiskal yang menghasilkan volatilitas inflasi yang lebih tinggi
43
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk untuk mengetahui
bagaimana keterkaitan dan pengaruh antara pengendalian korupsi, stabilitas politik serta
efektivitas kinerja pemerintah terhadap inflasi suatu negara khususnya kawasan Asia
Tenggara melalui transmisi pengeluaran pemerintah sebagai variabel intervening. Data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data World
Governance Indicator (WGI) serta Asian Development Bank pada periode tahun 2002-2021.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis data panel dengan jumlah 100
sampel data.
44
Gambar 4.1.1 Indeks Pengendalian Korupsi di Kawasa Asia Tenggara 2015-2021
(Sumber :World Governance Indicators)
45
mengenai stabilitas politik dalam suatu kawasan di dunia telah dirangkum oleh
sebuah lembaga yang bernama World Governance Indicators (WGI) dalam
bentuk indeks stabilitas politik pada berbagai negara di dunia. Indeks ini
menggunakan skala -2,5 dampai 2,5 dimana skala -2,5 dapat dipahami sebagai
skala yang menngindikasikan suatu negara memilki stabilitas politik yang belum
baik dan skala 2,5 mengindikasikan bahwa negara memilki stabilitas politik
yang baik.
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
-0.50 lam ja ia os ia ar na ra nd m
bo es La ys nm li pi pu la na
-1.00russ
a m do
n al
a
ya Fi g a ai i et
Ka In M M S in Th V
a
iD
-1.50
une
Br -2.00
46
Selain itu, berdasarkan gambar grafik tersebut juga terlihat bahwa negara
Brunei Darussalam memilki skor indeks stabilitas politik yang tinggi dan dapat
ditarik kesimpulan bahwa negara Singapura dan Brunei Darussalam merupakan
negara di kawasan Asia Tenggara yang sudah mempunyai kualitas pemerintahan
dan stabilitas politik yang baik Sedangkan untuk negara Indonesia, Myanmar
dan Filipina memilki rata-rata skor indeks stabilitas politik dibawah angka 50.
Hal ini mengnidikasikan bahwa negara Indonesia, Myanmar dan Filpinan belum
memilki kualitas pemerintahan serta stabilitas politik yang baik.
48
12.000
10.000
6.000
4.000
2.000
0.000
-2.000
49
pengeluaran pemerintah (inefisiensi alokatif), adanya barang dan jasa yang tidak
bisa diproduksi pada biaya minimum (inesfisiensi produktif), kasus korupsi,
institusi anggaran yang lemah serta adanya oknum politikus yang rent seeker
pada akhirnya mengakibatkan adanya mislokasi sumber daya anggaran yang
dikeluaran oleh pemerintahan
2.1.2.5 Variabel Inflasi
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan di dunia yang memiliki
negara berkembang didalamnya. Sebagai kawasan yang memiliki negara
berkembang didalamnya, Asia Tenggara tidak terlepas dari adanya masalah
perekonomian salahs satunya inflasi. Lembaga Dana Moneter Internasional atau
IMF memberikan informasi bahwa tingkat inflasi di negara berkembang cukup
tinggi dikarenakan adanya kenaikan harga komoditas dunia yang disebabkan
oleh adanya konflik antara negara Rusia dan Ukraina. Hal ini mengartikan juga
bahwa adanaya stabilitas politik bisa menyebabkan adanya permasalahan inflasi
dalam suatu negara.
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
-2.00
50
adanya krisis ekonomi akibat adanya kudeta militer yang mengakibatkan harga
bahan bakar
dan bahan makanan menjadi tinggi. Myanmar merupakan salah satu negara di
kawasan Asia Tenggara yang memilki kebijakan ekonomi dan pemerintahan yang
tidak efisien serta tidak memiliki stabilisasi moneter dan fiskal sehingga
perekonomian Myanmar mengalami adanya ketidakstabilan makroekonomi
termasuk inflasi. Sedangkan, berdasarkan gambar grafik tersebut negara dengan
inflasi yang terkendali ada pada negara Kamboja, Filipina dan Thailand. Adanya
inflasi yang terkendali di negara tersebut terjadi karena adanya upaya dari
pemerintah dalam hal pengendalian harga dan pemotongan pajak bahan bakar.
51
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
developing statistik berkembang pencetakan uang sebagai sumber
countries Indikator dan maju pendapatan untuk mendorong
(Ali et al., Pembangunan yang ekspansi moneter yang lebih tinggi
2015) WDI- Bank mewakili dan
Dunia. lima wilayah pada akhirnya akan menyebabkan
selama adanya inflasi
Variabel yang periode
digunakan yaitu 2000–2012
IHK dan Indeks
Pengendalian
Korupsi (COC)
Menggunakan
metode kuadrat
terkecil standar
(OLS) untuk
perbandingan
dan juga
menggunakan
metode Variabel
Instrumental
(IV)
52
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
and negara yang dampak parameter CORR pada persamaan 1
Inflation terdiri dari korupsi pada adalah 3egative dan signifikan,
Tax: New negara Timur pajak sehingga semakin meningkat
Evidence Tengah dan inflasi di pengendalian korupsi di suatu
From Afrika Utara dan negara- negara akan memberikan kontribusi
Selected negara negara terhadap penurunan pajak inflasi.
Developing berkembang berkembang Temuan ini mengungkapkan bahwa
Countries lainnya dari model regresi data panel
(Samimi et periode tahun mendukung pandangan tentang
al., 2018) 2003-2010. hubungan positif antara korupsi
dan pajak inflasi
Menggunakan
variabel Control
of Coruption
Indeks (CCI)
dan Inflasi
Menggunakan
regresi dan
variabel dummy
pada indeks
pengendalian
korupsi
menggunakan
data panel
4. Corruption Data terdiri dari Makalah ini Semua indikator korupsi masuk
and 41 negara yang bertujuan persamaan inflasi dengan perkiraan
Inflation dari tahun 1980- untuk koefisien negatif dan signifikan,
(Al- 1985 yang menganalisis menunjukkan bahwa negara-negara
Marhubi, diperoleh dari hubungan dengan lebih banyak korupsi
2015) Indeks antara mengalami inflasi yang lebih
Pembangunan korupsi dan tinggi. Hubungannya kuat dengan
Dunia inflasi masuknya faktor-faktor penentu
menggunaka inflasi lainnya, termasuk tingkat
Menggunakan n indikator independensi bank sentral,
variabel inflasi alternatif stabilitas politik, dan karakteristik
yang diukur dari korupsi struktural lainnya.
logaritma
perubahan
presentase
tahunan rata-rata
deflator PDB,
PDB riil per
53
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
kapita, rasio
impor dan
ekspor terhadap
PDB
Menggunakan
estimasi OLS
5. Inflation Menggunakan Makalah ini Hasil penelitian menunjukkan
Versus data tahunan bertujuan bahwa pengeluaran publik dan
Public mulai dari tahun untuk inflasi terkointegrasi dan dengan
Expenditure 1970 – 2002. menyelidiki demikian ada ada hubungan
Growth In hubungan ekuilibrium jangka panjang antara
The Us: An Menggunakan antara dua variabel. Ada juga hubungan
Empirical variabel pertumbuhan bi-kausal antara pertumbuhan
Investigatio pengeluaran pengeluaran pengeluaran publik dan inflasi di
n (Ezirim et pemerintah dan publik dan Amerika Serikat. Inflasi secara
al., 2018) inflasi inflasi di signifikan mempengaruhi
Amerika keputusan pengeluaran publik di
Makalah ini Serikat Amerika Serikat. Pertumbuhan
menggunakan dengan belanja publik terlihat semakin
regresi Dicker- menggunaka memperparah tekanan inflasi di
Fuller dan n dalam negeri, di mana penurunan
augmented analisis belanja publik cenderung
Dicker-Fuller kointegrasi menurunkan inflasi. Dengan
untuk dan Granger demikian, seperti dalam studi
melakukan uji Causality sebelumnya, efektivitas kebijakan
akar unit untuk Model fiskal Keynesian sebagai alat yang
variabel, yaitu nyata untuk memerangi inflasi di
pengeluaran negara maju tidak dipalsukan
publik (EXP)
dan Inflasi
(INF)
6. The Studi ini Makalah ini Menurut penjelasan teoritis,
Consequenc menggunakan bertujuan korupsi meningkatkan inflasi,
es of kumpulan data untuk Untuk terutama karena pemerintah di
Corruption Freedom from menyelidiki negara-negara tanpa sistem pajak
on Inflation Corruption yang hubungan yang efisien memilih untuk
in untuk 20 negara antara mengkompensasi hilangnya
Developing selama periode korupsi dan pendapatan melalui pencetakan
Countries: 1995–2015 inflasi uang.. Selain itu, pembayaran suap
Evidence diselidiki meningkatkan tingkat harga umum
from Panel Metode untuk sebagai biaya tambahan.
Cointegratio penelitian 20 negara Demikian pula, korupsi merusak
n and menggunakan selama distribusi sumber daya keuangan
54
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
Causality metode uji akar periode dan publik yang efektif, dan secara
Tests(Özşah unit pada 1995–2015 negatif mempengaruhi
in & Üçler, analisis produktivitas dan kinerja ekonomi.
2017) ekonometrika Hasil penelitian menunjukkan juga
bahwa terdapat hubungan positif
dan signifikan secara statistik
antara inflasi dan korupsi di 6 dari
20 negara berkembang. Dengan
demikian, peningkatan korupsi
menyebabkan tingkat inflasi yang
tinggi. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pengendalian
korupsi dengan kebijakan yang
efektif juga dapat membantu dalam
mengurangi tingkat inflasi dan
mencapai stabilitas harga.
7. Corruption Makalah Tujuan dari Makalah penelitian menunjukkan
And penelitian makalah ini dampak positif korupsi terhadap
Inflation In menggunakan adalah untuk inflasi sementara kekuatan
Transition data yang menyelidiki pengaruhnya lemah. Selain itu juga,
Eu Member mencakup total dampak dampak korupsi terhadap inflasi
Countries sepuluh negara korupsi sebagian besar tidak langsung dan
(Piplica, transisi. terhadap terjadi dengan penundaan waktu
2017) Kerangka waktu inflasi di UE karena diperlukan beberapa periode
yang dicakup selama waktu untuk mengalihkan "biaya
oleh penelitian kondisi korupsi" kepada pemegang akhir
ini dari tahun khusus biaya tersebut. Indikator untuk
1995-2008 transisi waktu transisi yang diamati terkait
ekonomi dengan Kroasia, lebih cocok
Penelitian ini sosialis ke dengan data yang diamati dari
menggunakan masyarakat negara-negara transisi lainnya.
variabel indeks wirausaha
persepsi korupsi modern
sebagai ukuran
terbaik korupsi
di negara-
negara yang
diamati
sementara
inflasi diukur
dengan
indeks harga
konsumen
55
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
Menggunakan
analisis regresi
berganda
8. The impact Penelitian ini Makalah ini Hasil empiris menunjukkan bukti
of fiscal menggunakan bertujuan efek positif jangka panjang dari
deficit on data triwulanan mengkaji defisit fiskal terhadap inflasi di
inflation in untuk periode dampak Namibia. Hal ini menunjukkan
Namibia 2002 – 2017 defisit bahwa defisit fiskal memiliki efek
(Eita et al., fiskal langsung pada inflasi di Namibia.
2021) Menggunakan terhadap Studi ini juga menemukan
empat variabel inflasi di kausalitas searah mulai dari defisit
Indeks Harga Namibia fiskal hingga inflasi di Namibia.
Konsumen Studi tersebut menegaskan bahwa
Naimbia, Defisit harga Afrika Selatan memiliki efek
Anggaran, Suku positif pada inflasi di Namibia.
Bunga
Pinjaman, dan
Indeks Harga
Konsumen
Afrika
Selatan
Makalah ini
menggunakan
pendekatan
Autoregressive
Distributed Lag
Model (ARDL)
dan
kausalitas
Granger
9. Budget Menggunakan Tujuan dari Hasil penelitian menunjukkan
Deficits and data tahunan makalah ini adanya hubungan jangka panjang
Inflation in untuk periode adalah untuk antara inflasi dan defisit anggaran.
Thirteen 1950-1999 untuk Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Asian mengetahui defisit anggaran adalah inflasi di
Developing Variabel yang hubungan negara-negara berkembang Asia.
Countries digunakan yaitu jangka Perkiraan model ECM kami
defisit anggaran, panjang menunjukkan adanya hubungan
(Habibullah jumlah uang antara defisit jangka panjang antara inflasi dan
et al., 2018) beredar dan anggaran dan defisit anggaran (dengan adanya
inflasi inflasi di tiga jumlah uang beredar sebagai
belas negara variabel ketiga); (3) Tes
Menggunakan berkembang pemeriksaan diagnostik
56
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
metode Asia menunjukkan tidak ada bukti non-
kausalitas normalitas residu, autokorelasi, dan
Granger dalam heteroskedastisitas. Bukti ini
kerangka model mendukung kekokohan model yang
koreksi diperkirakan dalam penelitian ini;
kesalahan dan (4) Terakhir, berdasarkan bukti
(ECM) empiris, kita dapat menyimpulkan
bahwa defisit anggaran bersifat
inflasioner di negara-negara
berkembang Asia terpilih yang
dicakup dalam
penelitian ini
10. Public Menggunakan Tujuan dari Temuan utama pada penelitian ini
Expenditure data sekunder makalah ini yaitu jumlah uang beredar (M2)
And tahun 1970- adalah untuk menunjukan tanda positif
Inflation 2004 meneliti menyiratkan bahwa jumlah uang
Dynamics apakah ada beredar menginduksi inflasi.
In Menggunakan hubungan Pembiayaan pemerintah melalui
Nigeria variabel inflasi jangka utang meningkatkan JUB dan
(Cooke, sebagai variabel panjang menyebabkan tekanan inflasi.
2018) dependen dan antara dua Untuk variabel pengeluaran
pengeluaran variabel yaitu pemerintah juga menunjukan tanda
pemerintah serta pengeluran positif yang menunjukan bahwa
uang pemerintah pengeluaran pemerintah benar-
beredar sebagai dan inflasi benar menyebabkan inflasi, korupsi
variabel khususnya dan penggelapan dana yang
independen selama bertujuan untuk merangsang
periode 1970- permintaan agregat dan
Menggunakan 2004 meningkatkan harga pasar mungkin
metodologi telah
kointegrasi menjelaskan perilaku ini
untuk mencoba
membangun
hubungan
jangka panjang
antar variabel
11. Dampak Menggunakan Tujuan dari Hasil empiris menunjukkan bahwa
Kebijakan data triwulanan, makalah ini terdapat hubungan kointegrasi
Fiskal mencakup adalah untuk antara pengeluaran pemerintah dan
Terhadap periode 1990 – melihat pajak terhadap output dalam jangka
Output Dan 2009 dampak panjang. Dalam jangka panjang
Inflasi kebijakan pengenaan pajak berdampak positif
(Surjaningsi Dalam fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
h et al., penelitian ini terhadap sementara pengeluaran pemerintah
2017)
57
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
terdapat 3 output dan tidak.
variabel inflasi serta Penyesuaian jangka pendek
kebijakan fiskal melihat menunjukkan bahwa shock
yang umum apakah kenaikan pengeluaran pemerintah
digunakan yaitu terdapat berdampak positif terhadap output
pengeluaran diskresi sementara shock kenaikan pajak
pemerintah, kebijakan berdampak negatif.Lebih
penerimaan fiskal dan dominannya pengaruh pengeluaran
pajak dan defisit bagaimana pemerintah terhadap output dalam
fiskal dampaknya jangka pendek dibandingkan
yang merupakan terhadap dengan pajak menunjukkan masih
selisih antara volatilitas cukup efektifnya kebijakan ini
penerimaan dan output dan untuk menstimulasi pertumbuhan
pengeluaran inflasi. ekonomi khususnya dalam masa
Model Vector resesi. Sementara itu kenaikan
Studi ini Error pengeluaran pemerintah
menggunakan Correction menyebabkan penurunan inflasi,
dua teknik sementara peningkatan pajak
estimasi; (i) menyebabkan peningkatan inflasi.
model Vector
Error Correction
Model
(VECM) dan (ii)
model regresi
linear.
Pendekatan
pertama yakni
VECM
12. Pengaruh Penelitian ini Pengeluaran pemerintah
Jumlah Data yang bertujuan berpengaruh negative dan
Uang digunakan untuk signifikan terhadap inflasi di
Beredar adalah kurun mengetahui Indonesia. Pengaruh negative
Dan Tingkat waktu (time pengaruh disebabkan oleh pemerintah
Suku Bunga series) dari jumlah uang mengambil kebijakan fiskal berupa
Serta tahun 2006 – beredar, suku tindakan memperkecil pengeluaran
Pengeluaran 2015 bunga dan pemerintah. Berkurangnya
Pemerintah pengeluaran pengeluaran pemerintah
Terhadap Variabel pemerintah menyebabkan jumlah uang yang
Inflasi Di Tingkat Inflasi, terhadap akan beredar di mayarakat
Indonesia Variabel Jumlah inflasi di berkurang dan dengan menaikkan
(Surjaningsi Uang Beredar, Indonesia pajak berarti penghasilan seseorang
h et al., Variabel akan berkurang karena sebagian
2017)
Tingkat Suku dari penghasilannya itu dalam
Bunga, Variabel bentuk pajak telah di berikan
58
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
Pengeluaran kepada pemerintah. Artinya,
Pemerintah pendapatan disposibel berkurang
yang pada gilirannya menyebabkan
Penelitian ini daya beli masyarakat juga akan
dilakukan berkurang. Keadaan ini
dengan menyebabkan harga-harga barang
menggunakan tidak naik lagi sehingga demand
alat analisis pull
regresi linier inflation dapat dikendalikan dan
berganda inflasi akan turun.
13. The Studi ini menilai Tulisan ini Analisis fungsi respon impuls
Dynamic bagaimana bertujuan ortogonal memberikan bukti bahwa
Relationship guncangan dapat untuk hubungan antara inflasi dan korupsi
Between mempengaruhi menjelaskan tidak searah dan kausalitasnya
Corruption– hubungan hubungan bilateral.
Inflation: korupsi dan kausalitas Jelaslah bahwa korupsi secara
Evidence inflasi di 180 campuran bersamaan
From Panel negara sampel antara merupakan sebab dan akibat dari
Vector korupsi dan inflasi. Hubungan ini kuat tetapi
Autoregress Menggunakan inflasi. heterogen di seluruh subsampel
ion (Sassi & model dengan tingkat pendapatan yang
Gasmi, autoregresi berbeda. Di kedua sub-sampel
2017) vektor panel ekonomi, variasi korupsi
mempengaruhi tingkat inflasi.
14. The Effect Makalah ini Penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
Of menggunakan bertujuan bahwa korupsi berkontribusi
Corruption, data panel dari untuk untuk terhadap inflasi baik secara sendiri
Seigniorage 72 negara mengetahui maupun bersama-sama dengan
And selama periode analisis indeks keuangan publik. Hasilnya
Borrowing 1995-2011 hubungan signifikan dan memiliki rambu-
On Inflation antara rambu yang tepat, yang
(Elkamel, Variabel utama korupsi, membuktikan kontribusi pejabat
2019) penelitian ini sarana korup terhadap peningkatan inflasi,
adalah korupsi, keuangan sehingga pada akhirnya
seigniorage, publik, menghambat pertumbuhan. Hasil
pinjaman dan seigniorage positif dan signifikan yang
inflasi. Selain dan mengaitkan pembiayaan utang
itu, disertakan pinjaman, dengan korupsi menunjukkan
juga variabel terhadap bahwa pejabat korup memiliki
PDB per kapita tingkat sumber dana alternatif yang
untuk inflasi dari 72 dengannya mereka berkontribusi
mengontrol negara terhadap inflasi yang tinggi.
tingkat selama tahun Dengan demikian, independensi
59
No Judul Metodologi Tujuan Hasil Penelitian
Artikel Penelitian Penelitian
pembangunan di 1995-2011 bank sentral mungkin tidak
seluruh negara menjamin penghapusan dampak
korupsi terhadap inflasi. Bagi
Penelitian ini pembuat kebijakan, mengurangi
dilakukan dampak korupsi terhadap inflasi
dengan memerlukan strategi ganda yang
menggunakan melibatkan independensi bank
menggunakan sentral dan pinjaman
model Fixed pemerintah.
Effect dan Two-
Stage
Least Squares
(2SLS
15. Dampak Penelitian ini Penelitian ini Hasil penelitian melalui uji estimasi
Kebijakan dilakukan bertujuan menunjukkan permintaan agregat
Ekspansif dengan untuk melihat secara signifikan dipengaruhi oleh
Pemerintah menggunakan bagaimana pengeluaran pemerintah melalui
Melalui data time series pengaruh pemberian Tunjangan Prestasi
Tunjangan pada periode kebijakan Kerja (TPK),secara positif dalam
Prestasi Januari 2010- ekspansif jangka panjang, Untuk variabel
Kerja (Tpk) April 2015, pemerintah pengeluaran pemerintah dalam hal
Terhadap melalui ini tunjangan prestasi kerja tidak
Permintaan Penelitian ini pemberian berpengaruh terhadap inflasi.
Agregat dilakukan tunjangan kesimpulannya kebijakan ekspansif
Dan Inflasi dengan prestasi kerja ini masih bisa dijalankan.
(Jayanti, menggunakan di Kesimpulan dari hasi penelitian
2017) metode Lingkungan adalah bahwa shok kenaikan
kuantitatif pemerintahan pengeluaran pemerintah melalui
deskriptif Provinsi pengeluaran rutin insentif
dengan Aceh tambahan berdampak
menggunakan terhadap positif terhadap permintaan agregat
Ordinary Least Permintaan namun tidak begitu significant
Square (OLS). Agregat dan
Inflasi
60
dalam penelitian ini yaitu penelitian ini mencoba mengembangkan hasil penelitian
sebelumnya mengenai pengaruh tata kelola pemerintah terhadap bidang ekonomi khusunya
inflasi melalui variabel indeks pengendalian korupsi, stabilitas politik serta efektivitas
kinerja pemerintah dengan menggunakan variabel pengeluaran pemerintah sebagai variabel
intervening. Selain itu, dalam penelitian ini akan melihat pengaruh secara langsung dan
pengaruh tidak langsung dari adanya pengguanaan variabel intervening berupa pengeluaran
pemerintah. Penelitian terdahulu mengenai permasalahan inflasi dalam suatu negara
seringkali membahas dari sisi moneter saja namun dalam penelitian ini akan
menghubungkan adanya kebijakan fiskal dan tata kelola pemerintah yang ada pada suatu
negara terhadap permasalahan inflasi yang terjadi.
2.2 KerangkaTeoritik
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian serta landasan
teori yang telah dikemukakan sebelumnya maka hubungan antar variabel dalam penelitian ini
akan digambarkan melalui sebuah kerangka pemikiran teoritis yang memuat perpaduan
antara teori, fakta, observasi dan kajian kepustakaan yang akan dijadikan dasar untuk
menjelaskan lebih runtut mengenai permasalahan yang akan diteliti sehingga bermanfaat
dalam menjawab permasalahan yang akan dibahas. Berikut ini merupakan paradigma
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
INFLASI (Y2)
EFEKTIVITAS KINERJA
PEMERINTAH (X3)
Fiscal Theory of Policy
61
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian serta landasan
teori yang telah dikemukakan sebelumnya maka hubungan antar variabel dalam penelitian
ini akan digambarkan melalui sebuah kerangka pemikiran teoritis yang memuat perpaduan
antara teori, fakta, observasi dan kajian kepustakaan yang akan dijadikan dasar untuk
menjelaskan lebih runtut mengenai permasalahan yang akan diteliti sehingga bermanfaat
dalam menjawab permasalahan yang akan dibahas
‘
PENGENDALIAN H1
KORUPSI (X1)
H8 PENGELUARAN
H4 H9 PEMERINTAH (Y1)
H2 H10
STABILITAS POLITIK
H7
(X2)
H5
H3 INFLASI (Y2)
EFEKTIVITAS KINERJA
PEMERINTAH (X3)
H6
62
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara efektivitas kinerja
pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah
d) Pengaruh Antara Pengendalian Korupsi Terhadap Inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pengendalian
korupsi terhadap inflasi
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengendalian korupsi
terhadap inflasi
e) Pengaruh Antara Stabilitas politik Terhadap Inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara stabilitas politik
terhadap inflasi
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara antara stabilitas politik
terhadap inflasi
f) Pengaruh Antara Efektivitas Kinerja Pemerintah Terhadap inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara efektivitas kinerja
pemerintah terhadap inflasi
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara efektivitas kinerja
pemerintah terhadap inflasi
g) Pengaruh Antara Pengeluaran Pemerintah Terhadap inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pengeluaran pemerintah
terhadap inflasi
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengeluaran pemerintah
terhadap inflasi
h) Pengaruh Antara Pengendalian Korupsi Melalui Pengeluaran Pemerintah Terhadap
Inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pengendalian
korupsi melalui pengeluaran pemerintah terhadap inflasi
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengendalian korupsi
melalui pengeluaran pemerintah terhadap inflasi
i) Pengaruh Antara Stabilitas politik Melalui Pengeluaran Pemerintah Terhadap Inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara stabilitas politik
melalui pengeluaran pemerintah terhadap inflasi
63
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara stabilitas politik melalui
pengeluaran pemerintah terhadap inflasi
j) Pengaruh Antara Efektivitas Kinerja Pemerintah Melalui Pengeluaran Pemerintah
Terhadap Inflasi
H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan efektivitas kinerja
pemerintah melalui pengeluaran pemerintah terhadap inflasi
Ha : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara efektivitas kinerja
pemerintah melalui pengeluaran pemerintah terhadap inflasi
BAB 3
METODE PENELITIAN
65
Dalam penelitian ini akan digunakan variabel terikat berupa indeks pengendalian
korupsi, indeks kestabilitan politik, dan indeks efektivitas kinerja pemerintah yang
diperoleh dari World Governance Indicators yang disediakan oleh World Bank untuk
memberikan informasi mengenai tata kelola pemerintahan di seluruh negara. Berikut
ini akan dijelaskan mengenai masing-masing variabel independen yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Indeks pengendalian korupsi ini dapat dipahami
sebagai persepsi atau penilaian terkait dengan penyelesaian kasus korupsi di suatu
negara. Indeks pengendalian korupsi dikumpulkan melalui sumber data dari sejumlah
sumber berbeda yang memberikan informasi dan persepsi bagi para pelaku bisnis dan
kegiatan ekonomi lainnya mengenai tingkat korupsi di sektor publik. Penilaian
mengenai indeks pengendalian korupsi berkisar dari rentang -2,5-2,5. Apabila suatu
negara mendapat skor penilaian<-2,5 maka pengendalian mengenai permasalahan
korupsi di negara tersebut masih sangat lemah. Namun, apabila dalam suatu negara
mendapatkan skor penilaian >2,5 maka dapat dikatakan bahwa pengendalian korupsi
di negara tersebut kuat.
Variabel stabilitas politik disini dapat dipahami sebagai adanya kemungkinan
perubahan kekuasaan yang dapat berakibat tidak hanya pada keberlanjutan kebijakan
tetapi juga berdampak pada semua sektor salah satunya sektor ekonomi dalam suatu
negara. Indeks stabilitas politik dapat dipahami juga sebagai indkes yang mengukur
stabilitas suatu negara dari segi standar pemerintahan yang baik, tatanan
konstitusional serta penghoratan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM. Indkes
stabilitas politik dinilai melalui adanya skor dengan rentang -2,5-2,5. Skor <-2,5
menunjukan adanya stabilitas politik yang sangat rendah, sementara skor >2,5
menunjukan stabilitas politik yang tinggi. Namun, rata-rata di semua negara masih
memiliki permasalahan stabilitas politik yang kompleks.
Variabel efektivitas kinerja pemerintah dapat dipahami sebagai indeks yang
menggambarkan ukuran kualiats pelayanan publik dan sipil serta tingkat
independensinya dari adanya tekanan dan permasalahan politik, implementasi
kebijakan dan kredibilitas komitmen pemerintah terhadap kebijakan tersebut.. Dalam
penelitian ini, akan digunakan indeks efektivitas kinerja pemerintah yang bersumber
dari World Governance Indicators pada periode tahun 2002-2021. Kriteria dalan
66
penilaian indeks efektivitas kinerja pemerintah ini menggunakan skor penilaian dari
rentang -2,5-2,5. Jika dalam suatu negara mendapatakan nilai indeks sebesar<-2,5
maka dapat dikatakan bahwa negara terebut masih sangat lemah dalam hal efektivitas
kinerja pemerintahannya. Sedangkan, apabila dalam suatu negara mendapatkan
skor>2,5 maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut sudah memiliki efektivitas
kinerja pemerintahan yang baik.
c) Variabel Intervening
Dapat dipahami sebagai variabel perantara antara variabel dependen dan variabel
independen dimana variabel independen tidak secara langsung mempengaruhi
variabel dependen. Dalam penelitian ini akan digunakan variabel intervening yaitu
pengeluaran pemerintah yang dipengaruhi juga oleh variabel independen yaitu
pengendalian korupsi, stabilitas politik serta efektivitas kinerja pemerintah.
Pengeluaran pemerintah sendiri dapat dipahami sebagai bagian uang yang berasal dari
kas pemerintah ataupun kas negara yang digunakan untuk mebiayai adanya aktivitas
pemerintah ataupun tujuan lain yang menjadi kewenangan pemerintah. Dalam
penelitian ini, akan digunakan variabel pengeluaran pemerintah yang didapatkan dari
World Bank pada periode tahun 2002-2020 yang digunakan sebagai variabel
intervening terhadap inflasi dengan satuan %. GDP
3.4 Data dan Sumber Data
1. Penelitian ini akan menggunakan data sekunder yaitu data yang bersumber dari
data yang tidak langsung. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan data panel yang merupakan gabungan dari data time series dan data
cross section. Data cross section dalam penelitian ini yaitu data di lima negara
terpilih di kawasan Asia Tenggara yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Singapura,
Filipina, dan Thailand dengan data time series periode 2002-2021.
2. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sumber data
sekunder yang bersumber dari World Government Index (WGI), World Bank, dan
Asian Development Bank pada tahun 2002-2021. Selain itu, dalam penelitian ini
juga menggunakan data sekunder yang berasal dari buku, jurnal dan penelitian
terdahulu
3.5 Teknik Pengumpulan Data
67
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode dokumentasi berupa observasi tidak langsung dari website yang bersangkurtan
dan melihat laporan-laporan tertulis baik berupa angka dan keterangan sehingga
diperoleh laporan yang berkaitan dengan indeks pengendalian korupsi, indeks stabilitas
politik, indeks efektivitas kinerja pemerintah, pengeluaran pemerintah serta inflasi yang
ada di kawasan Asia Tenggara pada khsusunya
3.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif dan path analysis dengan menggunakan alat analisis Eviews 10.
Path analysis ini akan dilakuakan melalui bantuan regresi linear sederhana dan uji sobel
untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara tata kelola pemerintah terhadap
inflasi melalui pengeluaran pemerintah sebagai variabel intervening dalam model.
Adapun persamaan struktural yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai
berikut :
GEit = α + α1X1it + α2X2it + α3X3it + ε1……………..... (1)
INFit= β + β2X1it + β3X2it + β4X3it + β5Y1it + ε2……..(2)
INFit= µ0 + α1Y1 + ε3………………………………… (3)
INFit = = t + t1 X1it + t2 X2it + t3 X3it+ ε4………………(4)
Keterangan :
X1it : Pengendalian Korupsi
X2it : Stabilitas politik
X3it : Efektivitas Kinerja Pemerintah
Y1it : Pengeluaran Pemerintah
Y2it : Inflasi
α : Konstanta
β1 :Koefisien jalur pengaruh langsung pengendalian korupsi terhadap
pengeluaran pemerintah
β2 :Koefisien jalur pengaruh langsung stabilitas politik terhadap
pengeluaran pemerintah
β3 :Koefisien jalur pengaruh langsung efektivitas kinerja pemerintah terhadap
pengeluaran pemerintah
68
β4 :Koefisien jalur pengaruh langsung pengendalian korupsi terhadap inflasi
β5 :Koefisien jalur pengaruh langsung stabilitas politik terhadap inflasi
β6 :Koefisien jalur pengaruh langsung efektivitas kinerja pemerintah terhadap
inflasi
β7 :Koefisien jalur pengaruh langsung dari pengeluaran pemerintah terhadap
inflasi
t1 :Koefisien jalur pengaruh tidak langsug dari pengendalian korupsi terhadap
inflasi melalui pengeluaran pemerintah
t2 :Koefisien jalur pengaruh tidak langsug dari stabilitas politik terhadap
inflasi melalui pengeluaran pemerintah
t3 :Koefisien jalur pengaruh tidak langsug dari efektivitas kinerja pemerintah
terhadap inflasi melalui pengeluaran pemerintah
εit :Error Term
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam teknik analisis data ini akan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif
dan analisis jalur. Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai
berikut:
3.7.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis ini akan menggambarkan adanya deskripsi atau penjabaran secara umum
mengenai suatu data berdasarkan karakteristik dari masing-masing variabel penelitian
yang dilihat dari milai rata-rata (mean), maximum dan minimum. Analisis statistik
deskriptif ini akan digunakan untuk memberikan gambaran atau penjelasan mengenai
variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Jenis penyajian dalam statistik
deskriptif yaitu tabel, grafik, diagram, ukuran pemusatan data dan penyebaran data.
Ukuran pemusatan data merupakan ukuran yang digunakan untuk menggambarkan
letak ditribusi data terpusat. Jenis dari ukuran pemusatan data ini terdiri dari rata-
rata(mean), minimum dan maksimum, nilai tengah(median), serta modus. Sedangkan,
ukuran penyebaran data merupakan suatu ukuran parameter maupun statistik yang
digunakan untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan sata yang terjadi dari titik
pusatnya
3.7.2 Analisis Jalur (Path Analysyis)
69
Analisis Jalur (Path Analysyis) merupakan pengembangan dari adanya model
regresi yang bertujuan untuk menguji hubungan sebab akibat dari beberapa variabel
dalam suatu model. Analisis Jalur (Path Analysyis) menggunakan diagram jalur yang
kompleks dengan tujuan mengetahui pengaruh secara langsung dan pengaruh tidak
langsung dari variabel bebas kepada variabel terikat. Dalam Analisis Jalur (Path
Analysyis) terdapat dua variabel yang digunakan yaitu variabel eksogen atau bisa
disebut dengan variabel independen dan variabel endogen atau variabel dependen.
Analisis Jalur (Path Analysyis) ini telah dikembangkan oleh Sewal Wright sebagai
salah satu metode untuk menguji adanya pengaruh lansgung dan pengaruh tidak
langsung dari variabel yang telah dihipotesiskan sebagai penyebab efek variabel yang
dibutuhkan dalam penelitian. Analisis jalur sebenarnya digunakan untuk menemukan
adanya penjelasan tentang pola hubungan langsung dan tidak langsung dari suatu
model dan bukan digunakan untuk menemukan suatu penyebab. Dalam analisis ini
juga harus menggunakan adanya standarisasi untuk membuat satu unit dari variabel
menjadi seragam, dengan rumus berikut :
X−μx
𝑋′ =
α
Keterangan :
𝑋′ : variabel eksogen yang telah dibakukan
𝑋 : variabel eksogen sebelum dibakukan
𝜇𝑥 : rata-rata dari X
𝜎𝑥 : simpangan baku dari X
Dalam penggunaan Analisis Jalur (Path Analysyis) ada beberapa prinsip dasar yang
mendasari penggunaan metode ini, yaitu (i) Hubungan dalam variabel bersifat liner.
(ii) Mempunyai hubungan kausal satu arah dan tidak mempunyai hubungan
kausalitas yang berbalik (iii) Data yang digunakan memiliki skala interval (iv)
Variabel endogen yang digunakan mempunyai ukuran minimal dalam skala ukur
interval dan rasio (v) Menggunakan teknik pengambilan sampel dengan memberikan
peluang yang sama pada semua anggota populasi untuk menjadi sampel (vi)
Menggunakan model yang telah diidentifikasi berdasarkan teori dan konsep
pemikiran yang relevan
70
3.7.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi pada model
regresi supaya nantinya menghasilkan karakteristik yang tidak bias, konsisten dan
efisien (disebut best, linear, unbiassed estimator, BLUE). Dalam penelitian ini, uji
asumsi klasik yang diperlukan yaitu uji normalitas, uji linearitas, multikolinearitas dan
uji heteroskedatisitas dengan kriteria uji sebagai berikut :
a) Uji normalitas
Uji normalitas ini sebenarnya bertujuan untuk menguji apakah model yang
digunakan dalam regresi mengganggu atau residual memiliki distribusi nirmal.
Ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam melakukan uji normalitas ini
yaitu dengan metode analisis grafik dan uji statistik. Data berdistribusi normal
atau tidak dapat diketahui dari nilai probabilitas Jarque Berra Test (JB-Test). Jika
probabilitas data lebih dari α maka data berdistribusi normal, dan juga sebaliknya.
b) Uji linearitas
Uji linear ini bertujuan untuk menguji hubungan linear antara dua variabel
atau lebih. Uji ini dikatakan liniar jika memiliki nilai signifikansi lebih besar dari
alfa 0,05. Uji linearitas biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis
korelasi.
c) Uji multikolinearitas
Multikolinearitas sendiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadi korelasi yang oerfect atau exact di antara sebagian atau semua variabel
bebas dalam model regresi sehingga nantinya akan menyulitkan untuk
mengidentifikasi variabel bebas dan variabel terikatnya. Adanya korelasi
sebenarnya merupakan suatu hal yang wajar, justru adanya hubungan
antarvariabel dalam suatu model nantinya dapat memberi hasil taksiran yang
valid. Namun, korelasi yang dimaksud bukanlah korelasi yang bersifat linear yang
nantinya dapat menyebabkan gagalnya proses estimasi dan adanya kesulitan
dalam hal inferensiasi. Untuk melakukan deteksi terjadinya multikolinearitas
dapat menggunakan berbagai cara diantaranya melalui perbandingan nilai R2
parsial dengan nilai R2 model utama, dimana jika nilai R2 > R1 maka dapat
dikatakan terdapat masalah multikolinearitas dalam model. Selain itu, dapat
71
dilakukan dengan mengecek keberadaan koefisien determinasi (R2), semakin
besar nilai R2 suatu model maka semakin tinggi pula kemampuan variabel bebas
menjelaskan variabel terikatnya. Multikolinearitas ini terjadi ketika R2 cukup
tinggi namun hanya sedikit variabel bebas yang signifikan secara statistik. Dan
yang terakhir, dengan melihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), apabila
nilai hasil perhitungan VIF ternyata mencapai hasil lebih dari sepuluh maka dapat
dikatakan bahwa model tersebut mengalami masalah multikolinearitas
d) Uji heteroskedastisitas
Heteroskedasitisitas merupakan kondisi berkaitan dengan nilai residual
dalam model yang memiliki sifat tidak minimum dan berubah sepanjang
waktu/observasi. Terjadinya masalah heteroskedastisitas mengakibatkan adanya
estimasi tidak bisa menghasilkan estimator yang bersifat Best Linear Unbiassed
Estimator (BLUE) tetapi hanya menghasilkan estimator yang bersifat Linear
Unbiassed Estimator. Adanya masalah heteroskedastisitas akan mengakibatkan
model menjadi tidak efisien. Cara untuk melakukan pengecekan adanya masalah
heteroskedastisitas ini dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel terikat dengan residualnya. Selain itu, dapat juga dilakukan
pengujian dengan menggunakan metode Breusch Pagan-Godfrey Test dimana
ketika nilai Fhitung>Ftabel maka mengindikasikan adanya masalah
heteroskedastisitas dalam model
3.7.4 Uji Hipotesis
1. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji T statistik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Uji t-
statistik dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas t dengan alfa 0.05.
Dalam penelitian ini uji t statistik dilakukan agar peneliti mengetahui apakah
terdapat pengaruh antara pengendalian korupsi, stabilitas politik, dan efektivitas
kinerja pemerintah terhadap inflasi dengan pengeluaran pemerintah sebagai
variabel intervening. Ada beberapa kriteria yang bisa digunakan dalam
mennetukan uji signifikansi parameter, yaitu jika nilai signifikansi < 0,05 maka
hipotesis diterima. Hal ini akan mengindikasikan bahwa masing-masing variabel
72
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan jika
ternyata nilai signifikansi yang dihasilkan > 0,05 maka hipotesis ditolak, dan hal
ini mengindikasikan bahwa masing-masing variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
2. Uji Sobel (kriteria dari mediasi)
Digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel intervening yaitu pengeluaran
pemerintah dalam model. Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan uji
Sobel yang dikembangan oleh Sobel pada tahun 1982. Uji sobel ini dilakukan
untuk emnguji pengaruh tidak langsung variabel X ke Y melalui variabel
intervening (M) Uji sobel ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut :
Sab = √ b2 S a2 +a2 S b2 + Sa2 S b 2
Keterangan :
𝑆𝑎 : Standart error X-M
𝑆𝑏 : Standart error M-Y
𝑏 : Koefisien regresi M-Y
𝑎 : Koefisien regresi X-M
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung secara parsial maka dapat
dihitung melalui adanya rumus sebagai berikut :
ab
Z=
s ab
Apabila hasil pengujian nilai z lebih besar dari nilai 1,96 (standar nilai z
mutlak) maka terjadi pengaruh mediasi dalam model dengan kata lain, variabel
intervening yang digunakan berhasil menghubungkan pengaruh antara varaibel
bebas terhadap variabel terikat
73
DAFTAR PUSTAKA
Acemoglu, D., Johnson, S., Robinson, J., & Thaicharoen, Y. (2003). Institutional causes,
macroeconomic symptoms: Volatility, crises and growth. Journal of Monetary
Economics, 50(1), 49–123. https://doi.org/10.1016/S0304-3932(02)00208-8
Ali, B., Sami, M., & Sassi, S. (2015). The corruption-inflation nexus : evidence from developed
74
and developing countries. https://doi.org/10.1515/bejm-2014-0080
Ari Aisen and Francisco José Veiga. (2019). Does Political Instability Lead to Higher Inflation ?
A Panel Data Analysis Author ( s ): Ari Aisen and Francisco José Veiga Source :
Journal of Money , Credit and Banking , Vol . 38 , No . 5 ( Aug ., 2006 ), pp .
1379-1389 Published by : Ohio State Unive. 38(5), 1379–1389.
Ball, L., Mankiw, N. G., & Romer, D. (1988). The New Keynesian and Trade-off the Output-
Economics Inflation. Brookings Papers on Economic Activity, 19(1), 1–82.
Barugahara, F. (2015). The impact of political instability on inflation volatility in Africa. South
African Journal of Economics, 83(1), 56–73. https://doi.org/10.1111/saje.12046
Carlstrom, C. T., & Fuerst, T. S. (2000). of the Price Level. June, 22–32.
Dimand, R. W. (2015). Irving Fisher and the Quantity Theory of Money: The Last Phase.
Journal of the History of Economic Thought, 22(3), 329–348.
https://doi.org/10.1080/10427710050122549
Eita, J. H., Manuel, V., Naimhwaka, E., & Nakusera, F. (2021). The impact of fiscal deficit on
inflation in Namibia. Journal of Central Banking Theory and Practice, 10(1),
141–164. https://doi.org/10.2478/jcbtp-2021-0007
Goldsmith, A. A., & Goldsmith, A. A. (1987). Does Political Stability Hinder Economic
Development ? Mancur Olson ’ s Theory and the Third World Published by :
Comparative Politics , Ph . D . Programs in Political Science , City University of
75
New York Stable URL : https://www.jstor.org/stable/421818 . 19(4), 471–480.
Hein, E. (2018). Autonomous government expenditure growth, deficits, debt, and distribution in
a neo-Kaleckian growth model. Journal of Post Keynesian Economics, 41(2),
316–338. https://doi.org/10.1080/01603477.2017.1422389
Johnson, D. R. (2002). The effect of inflation targeting on the behavior of expected inflation:
Evidence from an 11 country panel. Journal of Monetary Economics, 49(8),
1521–1538. https://doi.org/10.1016/S0304-3932(02)00181-2
Keynesian. (2018). the Keynesian Theory of Inflation. International Economic Review, 1(4),
841862.
Khan, S. U., & Saqib, O. F. (2011). Political instability and inflation in Pakistan. Journal of
Asian Economics, 22(6), 540–549. https://doi.org/10.1016/j.asieco.2011.08.006
Montes, G. C., Bastos, J. C. A., & de Oliveira, A. J. (2019). Fiscal transparency, government
effectiveness and government spending efficiency: Some international evidence
based on panel data approach. Economic Modelling, 79, 211–225.
https://doi.org/10.1016/j.econmod.2018.10.013
Neely, C. J., & Rapach, D. E. (2011). International comovements in inflation rates and country
characteristics. Journal of International Money and Finance, 30(7), 1471–1490.
https://doi.org/10.1016/j.jimonfin.2011.07.009
Özşahin, Ş., & Üçler, G. (2017). The consequences of corruption on inflation in developing
countries: Evidence from panel cointegration and causality tests. Economies, 5(4).
https://doi.org/10.3390/economies5040049
Radu, M. (2015). Political Stability - A Condition for Sustainable Growth in Romania? Procedia
Economics and Finance, 30(15), 751–757. https://doi.org/10.1016/s2212-
5671(15)01324-6
Samimi, A. J., Abedini, M., & Laharemi, S. H. (2012). Political stability and inflation tax:
76
Evidence from MENA region. Middle East Journal of Scientific Research, 11(1),
85–89.
Sassi, S., & Gasmi, A. (2017). The Dynamic Relationship Between Corruption–Inflation:
Evidence From Panel Vector Autoregression. Japanese Economic Review, 68(4),
458–469. https://doi.org/10.1111/jere.12134
Siregar, S., & Masri, T. (2019). Teori Inflasi Menurut Al-Maqrizi. Jurnal Mudharabah, 2(1), 60–
67.
Sugata Ghosh and Kyriakos C. Neanidis. (2018). Corruption in Public Finances, and the Effects
on Inflation, Taxation, and Growth.
Tanzi, V. (1998). Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope and Cures. IMF
Staff Papers.
Vuckovic, V., & Basarac Sertic, M. (2013). The effect of political institutions on the size of
government spending in European Union member states and Croatia. Financial
Theory and Practice, 37(2), 161–179. https://doi.org/10.3326/fintp.37.2.2
Wardhani, R., Rossieta, H., & Martani, D. (2017). Good governance and the impact of
government spending on performance of local government in Indonesia.
International Journal of Public Sector Performance Management, 3(1), 77–102.
https://doi.org/10.1504/IJPSPM.2017.082503
77