Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

IJTIHAD DAN SYARAT-SYARAT MUJTIHAD (ORANG YANG BERIJTIHAD)


Mata Kuliah Agama Islam
Dosen Pengampu : Bapak Mifedwil Jandra, Prof. Dr., M.Ag.

Disusun Oleh :
Nama : Tri Ulfa Handayani
Kelas : 1A01
Prodi : Manajemen
Nim : 2023008011
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Agama
Islam tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh, serta untuk
menambah wawasan mengenai “ Ijtihad dan Syarat-syarat Mujtahid (orang yang berijtihad )”
Kami berharap semoga mkalah ini bisa menambah wawasan para pembaca namun, terlepas
dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Yogyakarta, 3 Oktober 2023


Penyusun

Tri Ulfa Handayani

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setelah Al-Qur’an dan Sunah terhenti, perilaku, budaya, dan peradaban manusia
tumbuh dan berkembang secara dinamis. Hal ini mengandung makna akan terjadi
ketidakseimbangan antara ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunah yang terbatas dengan
masalah-masalah sosial keagamaan yang tidak terbatas. Dalam kondisi demikian, para
ulama sebagai ahli waris para Nabi (waratsat al-anbiya’) diperkenankan untuk berijtihad
guna menentukan dan menetapkan hukum Islam. Sebagai referensi berijtihad yaitu dalam
kisah Muadz bin Jabal ketika diutus oleh Nabi SAW sebagai hakim di Yaman. Hadisnya
sebagai berikut :
(Diriwayatkan) dari Muadz bin Jabal bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutusnya
ke Yaman bertanya kepada Muadz, “Bagaimana Engkau akan mengadili ketika dihadapkan
kepadamu?” Muadz menjawab, “Dengan Kitab Allah” Rasulullah SAW bertanya
“Bagaimana apabila tidak Engkau dapati dalam kitab Allah?” Muadz menjawab,
“Berdasarkan Sunah Rasulullah” Rasulullah bertanya lagi, “Bagaimana apabila tidak
engkau dapati dasar dalam Sunah?” Muadz menjawab, “Saya akan berijtihad
berdasarkan pemikiran saya” Rasulullah bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah
menunjukkan utusan Rasulullah atas sesuatu yang diridai Rasulullah” Dalam kisah tersebut
menunjukkan bahwa ijtihad menempati posisi strategis dan signifikan atas
keberlangsungan hukum Islam dalam mengatasi problem hukum yang muncul. Pada makalah
ini akan dibahas mengenai definisi ijtihad, objek dan macam-macamnya serta ruang lingkup
mujtahid.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ijtihad?
2. Bagaimana cara Ijtihad?
3. Untuk apa Ijtihad?
4. Apa Ijtihad masih diperlukan sekarang?
5. Apa saja macam-macam dari Mujtahid?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJTIHAD
1. Ijtihad secara Etimologi
Ijtihad diambil dari akar kata bahasa Arab “jahada” (ََ‫)َدَهج‬. Bentuk kata mashdar-nya ada
dua bentuk yang berbeda artinya:
A. Jahdun (َ ‫)ْد َهج‬, artinya kesungguhan atau sepenuh hati atau serius. Contohnya
terdapat di dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 109 :
َْ)١٠٩َ(‫ماعنالا‬:‫ِم ِهنَاْمَيََاْد َهَِج هلِاّٰلَباْ ُو َم ْس َقَاََو‬
Artinya : Mereka dengan Allah sesungguh-sungguh sumpah.
B. Juhdun (َ ‫)ْد ُهج‬, artinya kesanggupan dan kemampuan yang di dalamnya
terkandung arti sulit, berat dan susah. Contohnya terdapat di dalam Al-Qur’an
surah Al-Qur’an surah At-taubah ayat 79:
َ:)٧٩‫ةبوتالْ(ُم ْهِنََم ْنُوَر ْخ َسَيَْفُمَهْدُهَج َّ ِال ََاْنُو دِ َج َي َ ََالْنِيَّذ الَ و‬
Artinya : Dan orang-orang yang tidak memperoleh selain sekadar
kesanggupannya, maka orang munafik itu menghina mereka.
Pengubahan dari kata Jahada ََ‫ َدَهج‬atau Jahida ََ‫ ِد َهج‬menjadi Ijtihada ََ‫ دَاِهْتِج ا‬dengan
cara menambahkan dua huruf, yaitu “alif” diawalnya “ ta ” antara huruf “Jim”
dan “ha”, mengandung enam maksud, satu di antara maksudnya yang tepat
adalah untuk “mubalaghah” ‫ َةَغَالُبم‬yaitu dalam pengertian “sangat”. Bila kata Jahada
dihubungkan dengan dua bentuk mashdarnya tersebut, pengertiannya berarti
“kesanggupan yang sangat” atau “ kesanggupan yang sangat”. Bila arti kata terminologi
ini dihubungkan dengan arti istilah (definitif) tentang Ijtihad, akan terlihat keserasian
artinya karena pada kata Ijtihad itu memang terkandung arti kesanggupan dan
kemampuan yang maksimal dan harus dilakukan dengan kesanggupan serta
sepenuh hati. 1

2. Ijtihad secara Terminologi.


Amir Syarifuddin, Ushul fiqh Jilid 2 (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 237-238.
2
B. Dasar Hukum Ijtihad
Dapat dipahami bahwa Ijtihad merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh
seorang Mujtahid dalam setiap zaman dalam rangka untuk menjawab persoalan yang
terus berkembang. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh adanya
kekosongan Mujtahid dalam setiap zaman yang mana mereka dikuatkan oleh Imam
al-Syatibi. Dasar Utama argumentasi mereka adalah sabda Nabi SAW:
َُ ‫هالَّٰل َّىَلَِِّص ِيَّبنَْالَنََع َةْبُع َِش ْنَِبَةرِيُغ ْم َْالَنَع‬
‫َُّٰل‬
‫ٍْس َيَْقَنَِع لِيعَاْم ِٕس َاَنَعَىسُو َُم ْنَِبهال ْد َيُبَع َاَنَثَد ََح ََقَّم َلَس َِو ْهَيَلَََُع َالَز َي‬
‫َُّٰل‬
‫نُو ِرهَاَْظُمَهَِو هال ْر َٔم َْاُمَهِئْت َاَيَىَتََح ْنيِ ِرهَاَظِيَّتُٔم َْاِنَم َةِف ىَاط‬.َ ‫َََالاليراخبَالهاوَر‬
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Ismail dari Qais dari
Mughirah bin Syu’bah dari Nabi Shalallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: “Akan
senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegar di jalan kebenaran hingga
keputusan Allah datang kepada mereka, dan mereka selalu tegar dalam jalan
kebenaran.” (HR.Bukhari).
Orang yang tegar dalam jalan kebenaran adalah para mujahid, yang mana mereka
terus berusaha dengan kemampuan Intelektual mereka untuk memahami nash-nash
syari’at, yang mana umat yang lain tidak melakukan itu. Ungkapan senantiasa (ََ(ََُ ‫لَ َز َي‬
‫َال‬menunjukkan keberlangsungan tanpa putus. Oleh karena itu, para mujahid yang
berijtihad akan terus ada sepanjang zaman, sampai hari kiamat nanti. 3 Dilihat dari sisi
ruang lingkupnya, ijtihad dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu:
1. Al-Masail Al-Furu’iyyah Al-Dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak
ditentukan secara pasti oleh Nash Al-Qur’an dan Hadits. Hukum Islam tentang
sesuatu yang ditujukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang
statusnya Dhoni mengandung banyak penafsiran sehingga memerlukan upaya
ijtihad untuk sampainya pada ketentuan yang meyakinkan.
2. Al-Masail Al-Fiqhiyah Al-Waqa’iyah Al-Mu’ashirah, yaitu hukum Islam tentang
sesuatu yang baru, yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-
Qur’an, hadits, maupun Ijma’ para ulama’.
Agus Miswanto, Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam jilid 2, (Yogyakarta: UNIMMA
PRESS, 2018), hlm.14-16.
Agus Miswanto, Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam jilid 2, (Yogyakarta: UNIMMA
PRESS, 2018), hlm.19.
3
C. Macam Macam Ijtihad
Dalam menetapkan macam-macam ijtihad para ahli membagi ijtihad dengan melihat
kepada beberapa titik pandang yang berbeda :
1. Karya ijtihad dilihat dari segi dalil yang dijadikan pedoman, ada tiga macam :
a. Ijtihad bayani yaitu ijtihad untuk menemukan hukum yang terkandung dalam
nash, namun sifatnya dhanni, baik dari segi ketetapannya maupun dari segi
penunjukkannya. Misalnya : menetapkan keharusan ber’iddah tiga kali suci
terhadap istri yang dicerai dalam keadaan tidak hamil dan pernah
dicampuri, berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 228
:
َ:)٢٢٨َ‫ةرقبالٍۗ(ْۤء ُو ُر ََقَةٰث َلََّثِنِهُس ْفَنِاََبْنَّص َبَر َتَُيٰت َّقَلُطْم الَ و‬
Artinya : istri-istri yang tertalak hendaknya ber’iddah tiga kali quru’.
Dalam ayat tersebut memang disebutkan batas waktu ‘iddah yaitu tiga kali
quru’, namun lafaz quru’ itu memiliki dua pengertian yang berbeda : bisa
berarti suci, bisa juga berarti haid. Ijtihad untuk menetapkan pengertian quru’
dengan memahami beberapa petunjuk (qarinah) yang ada disebut dengan
ijtihad bayani.
b. Ijtihad qiyasi, yaitu ijtihad untuk menggali dan menetapkan hukum terhadap
suatu kejadian yang tidak ditemukan dalilnya secara tersurat dalam nash, baik
secara qath’i maupun secara dhanni, juga tidak ada ijma’ yang telah
menetapkan hukumnya. Pada intinya Ijtihad ini terdapat permasalahan yang
tidak terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan
metode qiyas.
c. Ijtihad istilahi, yaitu Ijtihad yang menggali, menemukan, dan merumuskan
hukum syar’i dengan cara menerapkan kaidah Kulli untuk kejadian yang
ketentuan hukumnya tidak terdapat Nash, baik qath’i maupun zhanni, dan tidak
memungkinkan mencari kaitannya dengan Nash yang ada, juga belum
diputuskan dalam ijma’.
2. Macam-macam ijtihad dilihat dari segi pelaksanaan dan segi siapa yang terlihat
langsung dalam melakukan penggalian dan penemuan hukum untuk kasus
tertentu.
5 Amir Syarifuddin, Ushul fiqh Jilid 2..., hlm. 283-284
D. Mujtahid
1. Pengertian Mujtahid
4
Dalam kitab Jam’u al-jawami disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mujtahid
adalah ahli fiqh. Meskipun tidak dijelaskan siapa siapa yang dimaksud ahli fiqh. Akan
tetapi jika dikaitkan dengan penjelasan terminologis fiqh yang tidak lain adalah
pemahaman tentang hukum syarak yang diambil dari peroleh dari dalil-dali yan
terperinci berkenanaan dengan perilaku seseorang. Akan dapat dikatakan bahwa
Mujtahid itu adalah seseorang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menggali
hukum-hukum syarak dari sumber aslinya. Yaitu Al-Quran dan Sunah.
Al-Jurjani dalam kitab al-Ta‘rifat juga menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan mujtahid adalah orang yang menguasai ilmu Al-Quran dan ilmu tafsir yang
sangat diperlukan dalam memahami makna ayat-ayat Al-Quran, menguasai ilmu
riwayah dan dirayah hadis sehingga mempu menjelaskan maksud suatu hadis,
mampu melakukan penalaran analogis, dan tanggap terhadap problem-problem
kekinian.
2. Syarat-syarat Mujtahid
Menurut Nasrun Rusli yang mengutip pendapat al-Syaukani, syarat yang harus
dimiliki sorang mujtahid adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui al-Qur’an dan Sunnah, terutama yang berhubungan dengan
hukum
b. Memgetahui ijma’ sehingga tidak mengeluarkan fatwa yang berbeda. Al-
Syaukani tidak menempatkan ijma’ secara ketat, hanya bagi merka yang
berkeyakinan bahwa ijma’ sebagai sumber hukum
c. Mengetahui bahasa Arab
d. Mengetahui ilmu ushul fiqh, ilmu ini sangat pokok bagi seorang mujtahid
karena dengan ilmu ini mujtahid akan bergerak atau ber-ijtihad merespon
segala persoalan yang muncul
e. Mengetahui naskh Mansukh
Sedangkan menurut Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Mustasyfa menyatakan
mujtahid mempunyaidua syarat :
a) Mengetahui dan menguasai mendahulukan apa yang wajib didahulikan
danmembelakangkan apa yang mesti dikemudiankan.
b) Ia hendaknya sorang yang adil. Menjauhi segala ma’siyat membuat
cemarkansifat dan sikap keadilan. Ini yang penting karena syarat ini 5

menjadilandasan apakah fatwanya dapat dijadikan pegangan atau tidak. Orang yang
tidak mempunyai sifat yang demikian , fatwanya tidak boleh dijadikan pegangan.
Adapun sifat yang tidak adil untuk dirinya sendiri, artinya fatwa atau
ijtihadnya itu untuk dirinya sendiri, sifat tidak adil itu tidaklah
menjadihalangan. Artinya didalam ia bersifat tidak adil itu boleh saja boleh
saja berijtihad untuk dirinya sendiri, dan fatwanya menjadi pegangan untuk
dirinya sendiri.
Adapun syarat lebih rincinya pendapat ulama ushul terhadap orang yangmengemukakan
ijtihad adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang al-Qur’an serta memahaminya mencakup
ilmu yang berkaitan denganya, seperti nasikh mansukh, asbabual-Nuzul mujmal dan
mubayyan, muthlaq muqayyad, mantuq dan mafhumlafadz ‘amm khas
b. Hafal al-Qur’an seluruhnya (Imam syafi’i )
c. Mempunyai pengetahuan Sunnah Nabi meliputi al-Jarh wata’dil,asbabulwurud al-Hadist,
ilmu hadist dirayah wa riwayah dan ilmu lainyang berhubungan dengan hadist
d. Mengetahui masalah-masalah hukum yang menjadi ijma’ para ulama terdahulu
e. Mengetahui bahasa Arab dengan baik dan sempurna, paham ilmu nahwudan lainya
f. Mengetahui Ushul fiqh
g. Mengetahui maqashid as-Syari’ah h. Iman, cerdas dan lainya.

Ibid, him. 160


Ibid

E. Macam Mujtahid
Dalam literatur ilmu ushul fiqh, secara teoretis, kriteria mujtahid dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan sebagai berikut.
1) Mujtahid mustaqill atau mujtahid mutlak, yaitu orang yang mampu
mengistinbatkan hukum suatu masalah secara langsung dan independen dari
sumber hukum aslinya, yaitu nas Alquran dan Sunah melalui penalaran normatif
secara deduktif-makro. Di antara para ulama yang termasuk kategori ini dari
kalangan tabi’in adalah Sa’id bin al-Musayyab dan an-Nakha’i. Adapun dari
kalangan mujtahid mazhab adalah Ja’far ash-Shadiq, al-Baqir, Abu Hanifah,
Malik, al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, dan lain 6
sebagainya.
2) Mujtahid muntasib, yaitu orang-orang yang dalam berijtihad bergantung dan
menggunakan manhaj ulama lain tetapi memiliki ketetapan hukum yang berbeda.
Maka inilah para ulama pengikut mazhab tertentu. Seperti pengikut Abu Hanifah,
Malik, akl-Syafi’I dan Ahmad bin hanbal. Diantara ulama yang termasuk katagori ini
adalah Abu Yusuf. Muhammad bin al-Hasan dan Zufar dari pengikut Abu Hanifah ;
Al-Muzni dari pengikut Mazhab al-Syafii’I :Abd al-Rahman bin al-Qosim, ibn’ Abd
al-Hakam, dan lain Sebagainya.
3) Mujtahid Fi al-mazhab yaitu para ulama yang mengikuti pendapat para imam mujthid
mutlak baik dalam hal mitodologi (manhaj) ijtihad yang digunakan maupun dalam
produk pemikiran hukumnya. Teknis pelaksanannya, Langkah pertama adalah
mencermati kaidah-kaidah ushul fiqh yang digunakan para imam mazhab sebelumnya
da kaidah-kaidah fiqh. Kemudian secara induktif kaidah-kaidah tersebut diterapkan
dalam kasus hukum di Masyarakat dan belum pernah ditemukan sebelumnya.
Menurut ilmu ushul fiqh. Praktik ijtihad yang demikian dikenal dengan istilah tahqiq
al-manath.

7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ijtihad dalam arti etimologi berarti kesanggupan dan kemampuan yang
maksimal dan harus dilakukan dengan kesanggupan serta sepenuh hati. Sedangkan
secara terminologi, ijtihad merupakan suatu aktifitas ulama untuk mengintroduksi dan
mengeksplorasi makna serta materi hukum (maqashid al-syarui’ah) yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Sunah (hadist). Prinsip utama ijtihad adalah bahwa suatu ayat atau
hadist yang mengandung satu pemahaman yang jelas dan pasti sehingga tidak
dimungkinkan adanya pemahaman lain maka tidak ada peluang bagi ijtihad. Mujtahid
dalam kitab al-Ta’rifat yaitu orang yang menguasai ilmu Al-Qur’an dan ilmu tafsir yang
sangat diperlukan dalam memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an, menguasai ilmu
riwayah dan dirayah hadis sehingga mampu menjelaskan maksud suatu hadis,
mampu melakukan penalaran analogis, dan tanggap terhadap problem-problem
kekinian.

DAFTAR PUSTAKA
A Bahrudin, M. 2019. Ilmu Ushul Fiqh. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja.
Miswanto, Agus. 2018. Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam Jilid 2. Yogyakarta:
UNIMMA PRESS.
Supriyanto, Agus. 2010. Ijtihad: Makna dan Relasinya dengan Syariah, Fiqih, dan
Ushul Fiqh. Maslahah. 1(1): 12-13.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Kencana

9
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................

................................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................

................................................................................................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................................................

........................................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................................

........................................................................................................................................................1

BAB II LAPORAN HASIL WAWANCARA ........................................................................................

................................................................................................................................................................2

A. Pengertian Ijtihad .............................................................................................................................

........................................................................................................................................................2

B. Dasar Hukum Ijtihad........................................................................................................................

........................................................................................................................................................3

C. Macam-Macam Ijtihad ....................................................................................................................

........................................................................................................................................................4

D. Mujtahid ..........................................................................................................................................

........................................................................................................................................................5

E. Macam-Macam Mujtahid ................................................................................................................

........................................................................................................................................................6

BAB III PENUTUP .................................................................................................................................

................................................................................................................................................................8

A. KESIMPULAN ...............................................................................................................................

........................................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................

...............................................................................................................................................................9
ii

Anda mungkin juga menyukai