Anda di halaman 1dari 23

CABANG-CABANG ILMU HADIS

(Ilmu Rijal Al-Hadis, Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta’dil, Ilmu Gharib Al-


Hadis, Ilmu Asbab Wurud Al-Hadis, Ilmu Nasikh Wa Mansukh Al-
Hadis, Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis, Ilmu ‘Ilal Al-Hadis)

Di Susun

Oleh:

NAMA; ROIYANI

NIM: 211007005

MAHASISWA PASCA SARJANA

PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

UIN AR-RANIRY

2021
KATAPENGATAR

‫ِبسْ ِم هَّللا ِ الرَّ حْ َم ِن الرَّ حِيم‬


Syukur Alhamdulillah kami haturkan atas kehadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan kami rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis bisa
menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini dengan tepat waktu.

Pada tugas makalah ini penulis berkesempatan membahas tentang


Cabang-cabang ilmu hadist, kami berharap semoga makalah ini dapat salah satu
landasan kajian untuk kita dalam pengkajian Cabang-cabang ilmu hadist lebih
luas dan terperinci

Dalam penyusunan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini tentunya


masih banyak kekurangan, karena penulis seroang penuntut ilmu yang masih
banyak kekurangan, pengetahuan danpengalaman. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan yang akan datang.

Penulis sangat berterimakasih kepada dosen ppengasuh matakuliayah


Study Al-Hadist: H. Ridwan Muhammad Hasan, M.Th., Ph.D. dan semua
saudara(i) yang telah dalam matakuliyah ini.

Banda Aceh, Oktober 2021

Roiyani
KATAPENGATAR

‫ِبسْ ِم هَّللا ِ الرَّ حْ َم ِن الرَّ حِيم‬

BAB I
Pedahuluan

A. Latar Belakang kajian


B. Rumusan Masalah Kajian
C. Tujuan Kajian

BAB II
Pembahasan Cabang-cabang Ilmu Hadis

A. Ilmu Rijal Al-Hadis


B. Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta’dil,

Pengertian Al-Jarh menurut istilah adalah;

‫ظهور وصف الراوى يفسد عدالة مما يترتب عليه سقوط روايته‬

Pengertian Al-‘adl menurut istilah adalah;


C. Ilmu Gharib Al-Hadis,
D. Ilmu Asbab Wurud Al-Hadis,
E. Ilmu Nasikh Wa Mansukh Al-Hadis,

Secara etimologi, al-naskh mempunyai dua pengertian, yakni al-izalah


(menghilangkan) dan al-naql (memindahkan). Sedangkan dari sisi terminologi,
terdapat perbedaan pengertian oleh para ulama.

Ulama Mutaqaddimiin, ulama abad I hingga III H, memperluas arti naskh


hingga mencakup: pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian; pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang
bersifat khusus yang datang kemudian; penjelasan yang datang kemudian
terhadap hukum yang bersifat samar; dan penetapan syarat terhadap hukum
terdahulu yang belum bersyarat.

Syarat-Syarat Nasakh

1. Adanya mansukh (yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang


dihapus itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat
atau dibatasi dengan waktu tertentu.
2. Adanya mansukh bih (yang digunakan untuk menghapus) dengan syarat
datangnya dari syari’ (Rasulullah saw).
3. Adanya nasikh (yang berhak menghapus), dalam kaitan ini yaitu
Rasulullah saw.
4. Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu adalah orang-orang
yang sudah akil baligh atau mukallaf). Karena yang menjadi sasaran
hukum yang menghapus atau yang dihapus itu adalah tertuju pada
mereka.

Berdasarkan pengertian tersebut, bila dikaitkan dengan mukhtalaf al-hadits,


dapat disimpulkan bahwa apabila diketahui bahwa salah satu dari hadis-hadis
yang tampak bertentangan itu muncul lebih dahulu, maka hadis yang dahulu itu
dinyatakan dinaskh oleh hadis yang lahir belakangan. 1

Dengan demikin dapat difahami, Hadis Nasikh adalah hadis yang


menghapuskan teks atau hukum pada hadis yang terdahulu datangnya dari nabi,
jadi Mansukh adalah hadis yang terhapus teks atau hukunya oleh hadis yang
kemudian datang.

F. Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis,

Mukhtalaf al-hadis, yang terkadang pula dibaca dengan Mukhtalif al-hadis,


adalah istilah yang dalam ilmu hadis memiliki beberapa sinonim, seperti Ikhtilaf al-
hadis, Musykil al-hadis, Ta’arudh al-hadis, dan Talfiq al-hadis

‫سبيل المانعة‬
ِ ‫تقابل الدليلين على‬
“Perbandingan dua dalil dengan cara saling menghalangi (bertolak belakang)”

Istilah yang paling popular untuk menunjukkan hadits yang berlawanan


adalah Ta`arudh al-adillah;

‫الحديثان المقبوالن المتعارضان في المعني ظاهرا ويمكن الجمع‬


‫بين مدلوليها بغير تعسف‬
“dua hadis yang di terima validitasi (maqbul) keduanya yang saling
betentangan dalam makna secara dhahir dan ada kemungkinan
mengkompromikan kedua dalil tersebut dengan cara wajar”2

Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis ialah Ilmu yang membahas hadis-hadis yang terjadi
bertentangan secara dhahir, lalu menghilangkan pertentangan itu, atau
mengkompromikannya, di samping membahas hadis yang sulit dipahami atau
1
Dr. H. Muhammag Yahya, M.Ag,op.cit., Hlm. 186
2
Maizuddin, M.Ag, Metodelogi Pemahaman Hadis,2008, Hayfa Press, Padang, Hlm.77
dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.
Sehingga tidak dimungkinkannya pertentangan satu hadits dengan hadits yang
lainnya

Pertentangan dapat terjadi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Hukum yang ditetapkan oleh dua teks saling berlawanan, seperti halal
dan haram, wajib dan tidak wajib.
2. Obyek (tempat) kedua hukum yang saling bertentangan itu sama.
Apabila obyeknya berbeda maka tidak ada pertentangan
3. Masa atau waktu berlakunya hukum sama. Karena mungkin saja
terdapat dua ketentuan hukum yang bertentangan dalam obyek yang
sama, namun masa atau waktunya berbeda. Seperti dihalalkannya
menggauli istri sebelum dan setelah masa menstruasi, namun
diharamkan menggaulinya dalam masa menstruasi. 3

Berikut adalah contoh hadis Mukhtalaf:

Pertama diriwayatkan oleh Abullah bin al-Muzani :

‫الثالِ َث ِة لِ َمنْ َشا َء َك َرا ِه َي َة َأنْ َي َّتخ َِذ َها‬


َّ ‫ فِي‬:‫ َقا َل‬t،‫ب‬ َ ‫صلُّوا َق ْب َل‬
ِ ‫صالَ ِة ال َم ْغ ِر‬ َ
‫ال َّناسُ ُس َّن ًة‬

“Shalatlah kalian sebelum shalat maghrib, (kemudian) bersabda Rasulullah


SAW setelah yang ketiga kalinya : “bagi siapa saja yang berkehendak!” karena
takut orang menjadikannya sebagai sunnah.”

Kedua diriwayatkan oleh oleh Abu Daud:

3
Dr. H. Muhammag Yahya, M.Ag,op.cit., Hlm. 181
ِ ‫ْت َأ َحدًا َعلَى َع ْه ِد َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫ال َما َرَأي‬ ِ ‫سئل بن ُع َم َر َع ِن ال َّر ْك َعتَي ِْن قَب َْل ْال َم ْغ ِر‬
َ َ‫ب فَق‬
‫ص فِي ال َّر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َد ْال َعصْ ِر‬ َ ‫ُصلِّي ِه َما َو َر َّخ‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬
َ
“Ibnu Umar ditanya tentang dua rakaat sebelum maghrib kemudian dia berkata aku
tidak pernah melihat seseorang pada masa Rasulullah SAW. melakukan shalat tersebut
namun Beliau memberikan keringanan pada dua rakaat setelah ashar”

Dari dua hadits di atas, secara dzahir maknanya saling bertentangan. Yang pertama
menunjukkan boleh shalat sunnah sebelum maghrib, dan hadis yang kedua melarang salat
sunnah sesudah Asar. Maka disini kita akan melihat bagaimana para ulama menyikapi kedua
hadits di atas.

G. Ilmu ‘Ilal Al-Hadis.

Kata “Ilal” dari ‘alla, ya’illu, adalah bentuk jamak dari kata “la-illah”, yang menurut
bahasa artinya “al-marad” (penyakit atau sakit). Manurut ulama ahli Hadits, arti
‘illah, ialah:

‫سبب غامض یقدحفي الحدیث مع ظھور السالمة منه‬


“Sebab yang tersembunyi atau samara-samar yang berakibat tercacatnya Hadis,
namun dari sudut zhahirnya, nampak selamat dari sebab (yang mencacatkannya)
itu”.

Secara terminologis, ada beberapa pengertian yang oleh masing-masing para


ulama memberikan batasan pengertian illat sebagai berikut:

Mahmud Thahan mendefenisikan ‘illat menurut istilah adalah sebagai


berikut:

‫العلة سبب غامض خفي يقدح فى صحة الحديث مع أن الظاهر السالمة منها‬. “
’Illat ialah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadis. Keberadaannya
menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi tidak
shahih.”
Ibnu Shalah melihat jika sebuah hadis yang terbebas dari illat, maka berarti
hadis tersebut adalah sahih;

‫الحديث الصحيح فهو الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل شاذا وال‬
‫ وال يكون‬،‫معالل الضابط عن العدل الضابط إلى منتهاه‬
“Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya yang dinukil oleh periwayat
yang ‘adil dan d}abit} dari periwayat yang sama (‘adil dan dhabith ) hingga terakhir
(jalur periwayatan), tidak syadz dan tidak mu’allal.”

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pengertian ‘illat (cacat) di sini


bukan hanya dalam pengertian umum tentang kecacatan periwayat karena ketidak
adilan dan ketidak dhabitnya periwayat, seperti karena kazzab (pendusta) atau
karena tidak kuat hafalan ataupun karena kefasikan. Tetapi adanya kecacatan
yang terselubung pada suatu hadis yang tidak tampak secara zahir, dan tertutupi
kesahihan zahiriyah,

Terjadinya ‘Illat Dalam Hadis, yaitu ‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad, pada
matan, dan pada sanad dan matan sekaligus, tetapi mayoritas ‘illat hadis terjadi
pada sanad. Terjadinya ‘illat bisa jadi karena sanad hadis terputus seperti;

1. Sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tapi


mauquf.
2. Sanad yang tanpak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tapi mursal.
‘Illat juga diterjadi karena periwayat yang tidak dhabith misalnya;

a. Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain.


b. Terjadi kesalahan penyebutan periwayat, karena adanya lebih dari
seorang periwayat yang memiliki kemiripan nama sedang
4
kualitasnya tidak sama-sama tsiqat.

BAB III
4
Dr. H. Muhammad Yahya, op.cit., Hlm. 111,12 dan122
Penutup

A. Kesimpulan

1. Mempelajari ilmu hadis sangatlah penting, karna kita akan tahu


bagaimana perjalanannya hadis, dari dasulullh SAW sampai ke umat
manusia pada akhir zaman.
2. Dengan mempelajari ilmu hadis, kita mana yang Namanya hadis dan
bukan hadis, karena diera sekarang banyak sekali fitnah kita
perdapatkan dalam masyrakat mengenai dalil-dalil hadis yang tidak
jelas status hadis tersebut di jadikan sebagai landasan dlam
menjastifikasikan seseorang atau sesuatu.
3. Dengan melihat fenomena zaman sekarang, untuk mempelajari atau
mengkaji tentang studi hadis sangatlah penting dan menjadi
keharusan, untuk menyalamatkan kaedah dan hukum islam dari
kekeliruan.

B. Kiritik dan Saran

Makalah ini masih banyak kekurangan, dan mungkin banyak juga


kesalahan, dengen ini penulis mengharapkan masukan dari bapak dosen
pengasuh matakuliyah Studi hadis dan dari saudara(i), kebenaran hanya dating
dari Allah SWT dan RasulNya, kekurangan dan kesalahan pasti datang dari saya.

Daftar Pustaka
- Kaharuddin & Anwar Sadat, Jurnal Ilmiah Mandala Education
http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/index Vol. 5. No. 1.
April 2019 p-ISSN: 2442-9511 e-ISSN: 2656-5862
- Dr. Sulaemang L, M.Th.I, ULUMUL HADITS, AA-DZ, Grafika,Sulawesi
Tenggara, 2017
- Dr. H. Muhammad Yahya, M.Ag Ulumul Al-Hadis (Sebuah Pengantar
dan Aplikasinya),Shahadah, Sulawesi Selatan, 2016.

- Wafi Marzuqi Ammar, Lc.,M.Pd.I.,MA.,Ph.D., ULUMUL HADIS I,


UMSIDA Press, Jawa Timur,2017.

- Maizuddin, M.Ag, Metodelogi Pemahaman Hadis,2008, Hayfa Press,


Padang,2008.

CABANG-CABANG ILMU HADIS


(Ilmu Rijal Al-Hadis, Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta’dil, Ilmu Gharib Al-
Hadis, Ilmu Asbab Wurud Al-Hadis, Ilmu Nasikh Wa Mansukh Al-
Hadis, Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis, Ilmu ‘Ilal Al-Hadis)

BAB I
Pedahuluan

D. Latar Belakang kajian

Ulumul Hadits adalah satu bidang ilmu yang penting dalam Islam. Ulumul
Hadits merupakan ilmu yang membahas tentang hadits-hadits Nabi Muhammad
SAW. Yang menyangkut sisilah atau sambpainya hadis mulai dari Nabi
Muhammad SAW. Sehingga hadis yang bagaimana boleh dijadikan sebagai dalil
atau sumber ajaran Islam.
Dalam mengkaji studi hadis, tentu banyak istilah untuk menyebut nama-
nama hadis sesuai dengan martabat quahnya hadis fungsinya dalam menetapkan
sebagai dali syari`ah Islam. Ada Hadis Shahih, Hadis Hasan, dan Hadis Dha`if.
masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Sebahagian persyaratan
tersebut yang berkaitan dengan cabang cabang ilmu hadis,

Dalam ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah, pada perkembangan
berikutnya muncullah cabang-cabang ilmu hadits lainnya, seperti ilmu rijal al-
hadits, ilmu al-jarh wa at-ta’dil, ilmu tarikh ar-ruwah, ilmu ‘illal al-hadits, ilmu an-
nasikh wa al-mansukh, ilmu asbab warud al-hadits, dan ilmu mukhatalif al-hadits.
Secara singkat cabang-cabang tersebut akan diuraikan dalam BAB II dalam
makalah ini.

Adapun Ilmu yang berkaitan dengan dengan cabang cabang ilmu hadis
akan membantu kita memahami apakah informasi yang yang terkandung di
dalamnya berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadis
bertentangan dengan dalil lain atau tidak.

E. Rumusan Masalah Kajian

Adapun rumusan masalah dalam kajian Studi Hadist dalam makalah Cabang-
cabang ilmu hadist ini adalah:

1. Apa funggsi ilmu hadis dalam pengkajian hadis Rasulullah SAW. Yang
dijadikan sebagai landasan?
2. Bagamana konsep cabang ilmu hadis dalam mengklarifikasikan martabat
hadis?
3. Hadis yang bagaimana boleh dijadikan dalil-dalil dalam pengkajian ilmiyah
dan penentuan hukum-hukum syar`iyah?

F. Tujuan Kajian
Adapun tujuan masalah dalam kajian Studi Hadist dalam makalah Cabang-
cabang ilmu hadist ini adalah:

1. Untuk mengetahui hadis merupakan landasan dalam pengkajian islam yang


bersumber yang lebih luas.
2. Untuk mengetaui dan bias membedakan hadis shahih dan dhaif serta
klarifikasi hadis sesuai dengan mastabatnya masing-masing.
3. Untuk menentukan hadis-hadis quah atau shahih dalan menjadikan dalil-dalil
hukum.

BAB II
Pembahasan Cabang-cabang Ilmu Hadis

Pembagian dasar dalam kajian ulumul Hadits atau disebut dengan Ilmu
Mashlahah Mursalah Hadits terbagi menjadi dua yaitu Dirayah ialah ilmu
pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-
macam, dan hukum-hukumnya ,serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, serta macam macam hadis yang diriwayatkan dan segala yang
berkaitan denganya. dan Riwayah ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari
hadsi-hadis yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir maupun tingkah lakunya. Dan dari perkembangan dirayah dan
riwayah tersebut diatas lahirlah beberapa cabang ilmu dalam studi Ulumul Hadis,
diantaranya adalah:5

H. Ilmu Rijal Al-Hadis

5
Kaharuddin & Anwar Sadat,Jurnal Ilmiah Mandala Education
http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/index Vol. 5. No. 1. April 2019 p-ISSN: 2442-9511 e-ISSN:
2656-5862
Secara bahasa, kata rijal al-Hadits, artinya orang-orang disekitar Hadits.
Maka kata ilmu rijal al-Hadits, artinya ilmu tentang orang-orang disekitar Hadits.
Secara terminologis, Ilmu Rijal al-Hadits ialah:

ِ ‫ْث َأ َّن ُه ْم ر َُّواةٌ ل ِْل َح ِد ْي‬


‫ث‬ ُ ‫ث ِمنْ َحي‬ َ ‫عِ ْل ٌم يعْ َرفُ ب ِه ر َُّواةُ ْا‬
ِ ‫لحدِي‬

“Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitasnya sebagai perawi
hadis.”

Ilmu yang membahas secara umum tentang hal ihwal kehidupan para
perawi, baik dari golongan sahabat, tabi’in, maupun angkatan sesudahanya. Ilmu
rijal al-hadits dinamakan juga ilmu tarik al-ruwah, ialah ilmu untuk mengetahui
keadaan para perawi hadis.

Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius


ilmu ini, ialah al-Bukhari. ‘Izz ad-Din al-Atsir atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Ibn al-Atsir (630 H), ulama abad ketujuh hijriah, berhasil menyusun kitab
Usud al-Gabah fi Asma’ ash-Shahabah. Kitab ini memuat uraian tentang para
sahabat Nabi saw., atau rijal al-Hadits pada thabaqah pertama, meskipun di
dalamnya terdapat nama-nama yang bukan sahabat. 6

I. Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta’dil,

Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis, dari segi yang dapat
menunjukan keadaan mereka, baik mecacatkan atau membersihkan mereka,
dengan ungkapan atau lafal tertentu. Sehingga dapat ditentukan siapa diantara
perawi yang dapat diterima atau ditolak sebuah riwayatnya.

Pengertian Al-Jarh menurut istilah adalah;

6
Dr. Sulaemang L, M.Th.I, 2017, ULUMUL HADITS, AA-DZ Grafika,Sulawesi Tenggara, Hlm.85
‫ظهور وصف الراوى يفسد عدالة مما يترتب عليه سقوط روايته وضعفها‬
‫وردها‬

“Nampak suatu sifat pada perawi yang mampu merusakkan integritasnya,


karenanya gugurlah riwayat atau dipandang lemah”

Secara terminologi, al-jarh dalam tradisi para muhadditsûn adalah


nampaknya/munculnya satu sifat dalam seorang perawi yang dapat merusak
keadilannya, atau merusak hafalan dan kedhabtannya. Dengan tampaknya sifat
itu, kesaksian dan khabar-nya ditolak, atau paling tidak digantung, atau tidak
begitu diperhatikan.

Para ulama hadits membagi perawi yang cermat ke dalam dua:

1. Dhabit dhabthi sama‘iy adalah perawi mampu mengingat apa yang ia


dengar dari syeikhnya, dimana ia dapat mengeluarkannya kapan saja; dari
sejak ia mendengarnya sampai dapat mengeluarkan dan meriwayatkannya.
2. Dhabith dhabthi kitaby: perawi dapat memeliharadengan cermat dan teliti
tulisannya dan memeliharanya dari apa saja yang dapat merubahnya, sejak
ia mendengar dan mengoreksinya hingga mengeluarkan dan
meriwayatkannya.7

Pengertian Al-‘adl menurut istilah adalah;

Al-‘adl adalah melaksakan kewajiban-kewajiban agama (al-farâ’idh),


menjauhi hal-hal yang diharamkan serta cermat (al-dhabth) terhadap apa yang dia
riwayatkan atau yang diakabarkan.

7
Dr. H. Muhammag Yahya, M.Ag, 2016,Ulumul Al-Hadis (Sebuah Pengantar dan Aplikasinya),
Shahadah, Sulawesi Selatan, Hlm.133 dan 134
Menurut Dr. Dhiya’ al-Rahman, al-‘adâlah itu terealisir dengan lima hal:
1. Islam;
2. Kedewasaan (al-baligh);
3. Nalar (al-‘aql);
4. Ketakwaan (al-taqwa);
5. Etika jiwa (âdâb nafsâniyyah) yang membawa seseorang untuk konsisten
dalam menetapi moral dan kebiasaan yang baik. 8

J. Ilmu Gharib Al-Hadis,

Ilmu yang menerangkan tentang lafazh-lafazh yang sulit dipahami dalam


matan hadis, karena lafazh tersebut jarang sekali digunakan, karena terkandung
nilai sastra yang sangat tinggi.

Hadis gharib ini ada yang sahih dan tidak sahih, Tapi kebanyakannya
adalah dhaif. Imam Ahmad berkata: "Kalian jangan menulis Hadis-Hadis gharib ini.
Sesungguhnya ia Hadis-Hadis munkar, dan kebanyakannya dari perawi-perawi
dhaif.”

Contoh Hadis gharib yang sahih:

ُ ْ‫ َس ِمع‬:‫ب َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َقا َل‬


‫ت‬ ِ ‫ْن ْال َخ َّطا‬ ِ ‫ص ُع َم َر ب‬ ٍ ‫َعنْ َأ ِمي ِْر ْالمُْؤ ِم ِني َْن َأ ِبيْ َح ْف‬
ِ ‫ ِإ َّن َما ْاَألعْ َما ُل ِبال ِّنيَّا‬:ُ‫هللا صلى هللا عليه وسلم َيقُ ْول‬
‫ت َوِإ َّن َما لِ ُك ِّل ا ْم ِرٍئ َما‬ ِ ‫َرس ُْو َل‬
ِ ‫هللا َو َرس ُْولِ ِه َف ِهجْ َر ُت ُه ِإ َلى‬
ْ ‫ َو َمنْ َكا َن‬،ِ‫هللا َو َرس ُْولِه‬
‫ت‬ ِ ‫ت ِهجْ َر ُت ُه ِإ َلى‬
ْ ‫ َف َمنْ َكا َن‬.‫َن َوى‬

َ ‫ِهجْ َر ُت ُه لِ ُد ْن َيا يُصِ ْي ُب َها َأ ْو امْ َرَأ ٍة َي ْن ِك ُح َها َف ِهجْ َر ُت ُه ِإ َلى َما َه‬
‫اج َر ِإ َل ْي ِه‬

8
Ibid, Hlm. 134
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata,
“Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya
setiap perbuatantergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan
yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya
(akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (HR:Bukhary)

Contoh Hadis gharib yang dhaif:

‫ ُعد ِْل َن َل ُه ِب ِع َبا َد ِة‬، ‫ َل ْم َي َت َكلَّ ْم فِي َما َب ْي َنهُنَّ ِبسُو ٍء‬، ‫ت‬
ٍ ‫ت َر َك َعا‬ ِ ‫صلَّى َبعْ دَ ْال َم ْغ ِر‬
َّ ِ‫ب س‬ َ ْ‫َمن‬
‫ِث ْن َتيْ َع ْش َر َة َس َن ًة‬

“Barangsiapa melakukan shalat sunnah enam rakaat setelah shalat Maghrib dan
di antara shalat-shalat itu tidak berkata dengan kata-kata yang buruk, maka
shalatnya sebanding ibadah dua belas tahun”.(HR:At-turmuzy)

At-Tirmidzi berkata: Hadis ini gharib. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari
riwayat Zaid bin Al-Hubab dari Umar bin Abi Khats'am .9

K. Ilmu Asbab Wurud Al-Hadis,

Kata asbab wurud al-Hadits atau disebut juga dengan asbab shudur al-
Hadits, secara bahasa artinya ialah sebab-sebab adanya Hadits itu. Secara
terminologis, ilmu Asbab Wurud al-Hadits ialah:

9
Wafi Marzuqi Ammar, Lc.,M.Pd.I.,MA.,Ph.D.,2017, ULUMUL HADIS I, UMSIDA Press, Jawa Timur, Hlm. 56
‫ث َو ُم َنا َس َبا ُته‬ َ ‫عِ ْل ٌم یُعْ َرفُ ِب ِھ َأسْ َبابُ وُ ر ُْو ِد ْا‬
ِ ‫لح ِد ْی‬
“Ilmu pengetahuan yang menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang
diwurudkannya Hadis, dan hal-hal yang berkaitan dengannya.”

Banyak di antara Hadits Rasul, yang diwurudkan karena adanya suatu


sebab tertentu. Seperti sebuah Hadits tentang kedudukan air laut sebagai alat
bersuci, yang artinya “laut itu suci air nya dan halal bangkainya. (H.R. al-
Khamsah).

Hadits ini diwurudkan, karena kesulitan seorang sahabat untuk


mendapatkan air wududengan lautan. Persediaan air yang dibawanya sangat
terbatas; jika ia gunakan untuk berwudu’,maka tidak ada cadangan untuk
keperluan minum, begitu pula persoalan sebaliknya. 10

L. Ilmu Nasikh Wa Mansukh Al-Hadis,

Secara etimologi, al-naskh mempunyai dua pengertian, yakni al-izalah


(menghilangkan) dan al-naql (memindahkan). Sedangkan dari sisi terminologi,
terdapat perbedaan pengertian oleh para ulama.

Ulama Mutaqaddimiin, ulama abad I hingga III H, memperluas arti naskh


hingga mencakup: pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian; pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang
bersifat khusus yang datang kemudian; penjelasan yang datang kemudian
terhadap hukum yang bersifat samar; dan penetapan syarat terhadap hukum
terdahulu yang belum bersyarat.

Syarat-Syarat Nasakh

10
Dr. Sulaemang L, M.Th.I,op.cit,, Hlm.90
5. Adanya mansukh (yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang
dihapus itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat
atau dibatasi dengan waktu tertentu.
6. Adanya mansukh bih (yang digunakan untuk menghapus) dengan syarat
datangnya dari syari’ (Rasulullah saw).
7. Adanya nasikh (yang berhak menghapus), dalam kaitan ini yaitu
Rasulullah saw.
8. Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu adalah orang-orang
yang sudah akil baligh atau mukallaf). Karena yang menjadi sasaran
hukum yang menghapus atau yang dihapus itu adalah tertuju pada
mereka.

Berdasarkan pengertian tersebut, bila dikaitkan dengan mukhtalaf al-hadits,


dapat disimpulkan bahwa apabila diketahui bahwa salah satu dari hadis-hadis
yang tampak bertentangan itu muncul lebih dahulu, maka hadis yang dahulu itu
dinyatakan dinaskh oleh hadis yang lahir belakangan. 11

Dengan demikin dapat difahami, Hadis Nasikh adalah hadis yang


menghapuskan teks atau hukum pada hadis yang terdahulu datangnya dari nabi,
jadi Mansukh adalah hadis yang terhapus teks atau hukunya oleh hadis yang
kemudian datang.

M. Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis,

Mukhtalaf al-hadis, yang terkadang pula dibaca dengan Mukhtalif al-hadis,


adalah istilah yang dalam ilmu hadis memiliki beberapa sinonim, seperti Ikhtilaf al-
hadis, Musykil al-hadis, Ta’arudh al-hadis, dan Talfiq al-hadis

‫سبيل المانعة‬
ِ ‫تقابل الدليلين على‬
“Perbandingan dua dalil dengan cara saling menghalangi (bertolak belakang)”

11
Dr. H. Muhammag Yahya, M.Ag,op.cit., Hlm. 186
Istilah yang paling popular untuk menunjukkan hadits yang berlawanan
adalah Ta`arudh al-adillah;

‫الحديثان المقبوالن المتعارضان في المعني ظاهرا ويمكن الجمع‬


‫بين مدلوليها بغير تعسف‬
“dua hadis yang di terima validitasi (maqbul) keduanya yang saling
betentangan dalam makna secara dhahir dan ada kemungkinan
mengkompromikan kedua dalil tersebut dengan cara wajar”12

Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis ialah Ilmu yang membahas hadis-hadis yang terjadi
bertentangan secara dhahir, lalu menghilangkan pertentangan itu, atau
mengkompromikannya, di samping membahas hadis yang sulit dipahami atau
dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.
Sehingga tidak dimungkinkannya pertentangan satu hadits dengan hadits yang
lainnya

Pertentangan dapat terjadi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

4. Hukum yang ditetapkan oleh dua teks saling berlawanan, seperti halal
dan haram, wajib dan tidak wajib.
5. Obyek (tempat) kedua hukum yang saling bertentangan itu sama.
Apabila obyeknya berbeda maka tidak ada pertentangan
6. Masa atau waktu berlakunya hukum sama. Karena mungkin saja
terdapat dua ketentuan hukum yang bertentangan dalam obyek yang
sama, namun masa atau waktunya berbeda. Seperti dihalalkannya
menggauli istri sebelum dan setelah masa menstruasi, namun
diharamkan menggaulinya dalam masa menstruasi. 13
12
Maizuddin, M.Ag, Metodelogi Pemahaman Hadis,2008, Hayfa Press, Padang, Hlm.77

13
Dr. H. Muhammag Yahya, M.Ag,op.cit., Hlm. 181
Berikut adalah contoh hadis Mukhtalaf:

Pertama diriwayatkan oleh Abullah bin al-Muzani :

‫الثالِ َث ِة لِ َمنْ َشا َء َك َرا ِه َي َة َأنْ َي َّتخ َِذ َها‬


َّ ‫ فِي‬:‫ َقا َل‬t،‫ب‬ َ ‫صلُّوا َق ْب َل‬
ِ ‫صالَ ِة ال َم ْغ ِر‬ َ
‫ال َّناسُ ُس َّن ًة‬

“Shalatlah kalian sebelum shalat maghrib, (kemudian) bersabda Rasulullah


SAW setelah yang ketiga kalinya : “bagi siapa saja yang berkehendak!” karena
takut orang menjadikannya sebagai sunnah.”

Kedua diriwayatkan oleh oleh Abu Daud:

ِ ‫ْت َأ َحدًا َعلَى َع ْه ِد َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫ال َما َرَأي‬ ِ ‫سئل بن ُع َم َر َع ِن ال َّر ْك َعتَي ِْن قَب َْل ْال َم ْغ ِر‬
َ َ‫ب فَق‬
‫ص فِي ال َّر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َد ْال َعصْ ِر‬ َ ‫ُصلِّي ِه َما َو َر َّخ‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬
َ
“Ibnu Umar ditanya tentang dua rakaat sebelum maghrib kemudian dia berkata aku
tidak pernah melihat seseorang pada masa Rasulullah SAW. melakukan shalat tersebut
namun Beliau memberikan keringanan pada dua rakaat setelah ashar”

Dari dua hadits di atas, secara dzahir maknanya saling bertentangan. Yang pertama
menunjukkan boleh shalat sunnah sebelum maghrib, dan hadis yang kedua melarang salat
sunnah sesudah Asar. Maka disini kita akan melihat bagaimana para ulama menyikapi kedua
hadits di atas.

N. Ilmu ‘Ilal Al-Hadis.

Kata “Ilal” dari ‘alla, ya’illu, adalah bentuk jamak dari kata “la-illah”, yang menurut
bahasa artinya “al-marad” (penyakit atau sakit). Manurut ulama ahli Hadits, arti
‘illah, ialah:

‫سبب غامض یقدحفي الحدیث مع ظھور السالمة منه‬


“Sebab yang tersembunyi atau samara-samar yang berakibat tercacatnya Hadis,
namun dari sudut zhahirnya, nampak selamat dari sebab (yang mencacatkannya)
itu”.

Secara terminologis, ada beberapa pengertian yang oleh masing-masing para


ulama memberikan batasan pengertian illat sebagai berikut:

Mahmud Thahan mendefenisikan ‘illat menurut istilah adalah sebagai


berikut:

‫العلة سبب غامض خفي يقدح فى صحة الحديث مع أن الظاهر السالمة منها‬. “
’Illat ialah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadis. Keberadaannya
menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi tidak
shahih.”

Ibnu Shalah melihat jika sebuah hadis yang terbebas dari illat, maka berarti
hadis tersebut adalah sahih;

‫الحديث الصحيح فهو الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل شاذا وال‬
‫ وال يكون‬،‫معالل الضابط عن العدل الضابط إلى منتهاه‬
“Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya yang dinukil oleh periwayat
yang ‘adil dan d}abit} dari periwayat yang sama (‘adil dan dhabith ) hingga terakhir
(jalur periwayatan), tidak syadz dan tidak mu’allal.”

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pengertian ‘illat (cacat) di sini


bukan hanya dalam pengertian umum tentang kecacatan periwayat karena ketidak
adilan dan ketidak dhabitnya periwayat, seperti karena kazzab (pendusta) atau
karena tidak kuat hafalan ataupun karena kefasikan. Tetapi adanya kecacatan
yang terselubung pada suatu hadis yang tidak tampak secara zahir, dan tertutupi
kesahihan zahiriyah,
Terjadinya ‘Illat Dalam Hadis, yaitu ‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad, pada
matan, dan pada sanad dan matan sekaligus, tetapi mayoritas ‘illat hadis terjadi
pada sanad. Terjadinya ‘illat bisa jadi karena sanad hadis terputus seperti;

3. Sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tapi


mauquf.
4. Sanad yang tanpak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tapi mursal.
‘Illat juga diterjadi karena periwayat yang tidak dhabith misalnya;

c. Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain.


d. Terjadi kesalahan penyebutan periwayat, karena adanya lebih dari
seorang periwayat yang memiliki kemiripan nama sedang
kualitasnya tidak sama-sama tsiqat.14

BAB III
Penutup

C. Kesimpulan

4. Mempelajari ilmu hadis sangatlah penting, karna kita akan tahu


bagaimana perjalanannya hadis, dari dasulullh SAW sampai ke umat
manusia pada akhir zaman.
5. Dengan mempelajari ilmu hadis, kita mana yang Namanya hadis dan
bukan hadis, karena diera sekarang banyak sekali fitnah kita
perdapatkan dalam masyrakat mengenai dalil-dalil hadis yang tidak
jelas status hadis tersebut di jadikan sebagai landasan dlam
menjastifikasikan seseorang atau sesuatu.
6. Dengan melihat fenomena zaman sekarang, untuk mempelajari atau
mengkaji tentang studi hadis sangatlah penting dan menjadi
keharusan, untuk menyalamatkan kaedah dan hukum islam dari
kekeliruan.

14
Dr. H. Muhammad Yahya, op.cit., Hlm. 111,12 dan122
D. Kiritik dan Saran

Makalah ini masih banyak kekurangan, dan mungkin banyak juga


kesalahan, dengen ini penulis mengharapkan masukan dari bapak dosen
pengasuh matakuliyah Studi hadis dan dari saudara(i), kebenaran hanya dating
dari Allah SWT dan RasulNya, kekurangan dan kesalahan pasti datang dari saya.

Daftar Pustaka

- Kaharuddin & Anwar Sadat, Jurnal Ilmiah Mandala Education


http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/index Vol. 5. No. 1.
April 2019 p-ISSN: 2442-9511 e-ISSN: 2656-5862
- Dr. Sulaemang L, M.Th.I, ULUMUL HADITS, AA-DZ, Grafika,Sulawesi
Tenggara, 2017
- Dr. H. Muhammad Yahya, M.Ag Ulumul Al-Hadis (Sebuah Pengantar
dan Aplikasinya),Shahadah, Sulawesi Selatan, 2016.

- Wafi Marzuqi Ammar, Lc.,M.Pd.I.,MA.,Ph.D., ULUMUL HADIS I,


UMSIDA Press, Jawa Timur,2017.

- Maizuddin, M.Ag, Metodelogi Pemahaman Hadis,2008, Hayfa Press,


Padang,2008.

Anda mungkin juga menyukai