Anda di halaman 1dari 75

HALAMAN JUDUL

ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE


MAINTENANCE PADA MESIN PUTARAN SHS DI
STASIUN PUTARAN
STUDI KASUS PADA PG MADUKISMO

LAPORAN KERJA PRAKTIK

GIBRAN PANUNTUN
5190611186

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK

ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE


MAINTENANCE PADA MESIN PUTARAN SHS DI STASIUN
PUTARAN
Studi Kasus Pada PG Madukismo

Disusun oleh:
GIBRAN PANUNTUN
5190611186

Telah diseminarkan di depan Pembimbing/Penguji,


pada tanggal, 25 Januari 2023

PEMBIMBING/PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal


Nama Dosen, beserta gelar Penguji
Pembimbing
Widya Setiafindari, S.T., M.Sc. / ………………. …..….…..
Penguji
guji

Yogyakarta,tanggalJanuari 2023
Ketua Program Studi Teknik Industri

Ferida Yuamita, S.T., M.Sc.


110810054
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Gibran Panuntun

NIM : 5190611186

Program Studi : S1 - Teknik Industri

Fakultas : Sains & Teknologi

Menyatakan bahwa laporan kerja praktik dengan judul: “ANALISIS


PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN
PUTARAN SHS DI STASIUN PUTARAN STUDI KASUS PADA PG
MADUKISMO” ini adalah hasil karya saya sendiri, tidak mengandung plagiat
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang benar.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan pelanggaran seperti yang dinyatakan di


atas, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Yogyakarta, 30 Januari 2023


Penulis,

Gibran Panuntun
5190611186
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan kerja praktik ini. Penulisan laporan
kerja praktik ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat pencapaian gelar
Sarjana Teknik Industri pada Program Studi Teknik Industri. Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Teknologi Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa banyak bantuan dan bimbingan telah penulis terima
dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan penyusunan tugas akhir
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Endy Marlina, M.T. selaku Dekan Fakultas Sains & Teknologi
Universitas Teknologi Yogyakarta.
2. Ferida Yuamita, ST., M. Sc, selaku Kaprodi Teknik Industri Universitas
Teknologi Yogyakarta.
3. Widya Setiafindari, ST., M. Sc, selaku dosen pembimbing kerja praktik
dan dosen pengajar Program Studi Teknik Industri yang membimbing
dalam menyelesaikan laporan kerja praktik
4. Seluruh dosen pengajar Program Studi Teknik Industri yang telah
memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi dan menyelesaikan penulisan laporan kerja praktik ini
5. Bapak Taufik Ramdan, selaku wakil kepala PG madukismo dan selaku
pembimbing lapangan kerja praktik yang memberi masukan selama kerja
praktik
6. Bapak Eko Lutfi, selaku mandor pabrik belakang yang selalu membantu
dalam mendapatkan informasi selama kerja praktik
7. Mas Dhani Eka Setiawan, selaku ahli K3 dan pembimbing pabrik
belakang yang selalu membantu selama kerja praktik
8. Para karyawan PT Madubaru (PG Madukismo) yang telah membantu
dalam mendapatkan informasi selama kerja praktik
9. Para karyawan Fakultas Sains & Teknologi Universitas Teknologi
Yogyakarta yang telah membantu dalam proses awal hingga akhir mata
kuliah kerja praktik dan Seminar
10. Ayah, Ibu dan Kakak yang selalu memberi doa, menanyakan kabar dan
memberikan semangat untuk mengerjakan laporan kerja praktik ini
11. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri yang telah memberi segala
bentuk dorongan untuk menyelesaikan laporan kerja praktik ini
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan laporan kerja praktik ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kerja praktik ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Yogyakarta, 30 Januari 2023


Penulis,

Gibran Panuntun
5190611186
ABSTRAK

Salah satu permasalahan maintenance yang ada di PG Madukismo bisa dilihat dari
downtime yang terjadi pada mesin putaran SHS. Mesin ini beroperasi 3-4 kali produksi
per hari dengan waktu istirahat 1,5-2 jam dan downtime yang terjadi diakibatkan oleh
kerusakan pada bagian mesinnya. Bagian yang mengalami kerusakan seperti seperti
kampas terbakar, scraper, saringan dan laher yang rusak. Untuk kerusakan kampas rem
tertinggi sebanyak empat kali, kerusakan saringan tertinggi sebanyak tiga kali, dan
kerusakan laher tertinggi sebanyak tiga kali. Adapun preventive maintenance yang sudah
dilakukan perusahaan untuk mengurangi downtime yang terjadi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui jumlah kerusakan pada bagian mesin dan menjelaskan bagaimana
penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Penelitian pada mesin putaran SHS ini
untuk menjelaskan penerapan Total Productive Maintenance (TPM), perhitungan Overall
Equipment Effectiveness (OEE), analisis Six Big Losses, dan analisis Fishbone Diagram
guna mengetahui akar penyebab masalah dan mengurangi downtime pada mesin putaran
SHS. Nilai Overall Equipment Effectiveness yang didapatkan pada mesin putaran SHS
Bulan Mei 2022 hingga Oktober 2022 telah memenuhi standar Japan of Plan
Maintenance (JPIM) nilai rata – rata yaitu sebesar 91,60%. Nilai faktor idling and minor
stoppaged losses dari Six Big losses pada mesin putaran SHS yaitu sebesar 7,53% dan
nilai faktor breakdown losses yaitu sebesar 0,53%. Untuk mengurangi kerugian tersebut,
perusahaan hendaknya diadakan pelatihan oleh tim ahli dan kerja sama pelatihan dan
sosialisasi dengan sesama pabrik gula, peningkatan preventive maintenance, evaluasi
penjadwalan, pembelian sparepart dengan kualitas yang lebih baik, pengecekan kembali
sparepart sebelum pembelian, dan selalu memperhatikan prioritas 3 pilar utama TPM,
yaitu autonomous maintenance, quality maintenance dan training & education

Kata Kunci: Mesin putaran, TPM, OEE, Enam Kerugian Besar


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................II
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN.................................................................III
KATA PENGANTAR.....................................................................................................IV
ABSTRAK........................................................................................................................VI
DAFTAR ISI...................................................................................................................VII
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................IX
DAFTAR TABEL..............................................................................................................X
1 BAB I PROFIL PERUSAHAAN.............................................................................1
1.1 Sejarah dan Profil Perusahaan.......................................................................1
1.2 Logo Perusahaan..............................................................................................2
1.3 Visi, Misi dan Tujuan PT Madubaru.............................................................2
1.3.1 Visi.............................................................................................................................2
1.3.2 Misi.............................................................................................................................2
1.4 Tujuan Perusahaan..........................................................................................3
1.5 Motto Perusahaan.............................................................................................3
1.6 Lokasi.................................................................................................................3
2 BAB II STRUKTUR ORGANISASI.......................................................................4
2.1 Diagram Struktur Organisasi..........................................................................4
2.2 Tugas dan Wewenang......................................................................................4
2.3 Hari Kerja dan Jam Kerja Karyawan...........................................................6
3 BAB III PROSES PRODUKSI................................................................................7
3.1 Aspek produk....................................................................................................7
3.1.1 Produk Utama.............................................................................................................7
3.1.2 Produk Sampingan.....................................................................................................7
3.2 Bahan Baku.......................................................................................................8
3.2.1 Bahan Baku Utama Produksi Gula.............................................................................8
3.3 Diagram Alir Produksi.....................................................................................9
3.4 Alur Proses Produksi......................................................................................10
3.4.1 Tahap Persiapan.......................................................................................................10
3.4.2 Tahap Penggilingan..................................................................................................10
3.4.3 Tahap Pembersihan Nira..........................................................................................12
3.4.4 Tahap Masakan.........................................................................................................17
3.4.5 Tahap Putaran...........................................................................................................19
3.4.6 Tahap Penyelesaian..................................................................................................21
4 BAB IV MANAJEMEN MUTU.............................................................................23
4.1 Kualitas Mutu Gula Kristal Putih................................................................23
4.2 Manajemen Mutu Perusahaan......................................................................24
4.2.1 Kebijakan Mutu........................................................................................................24
4.2.2 Manajemen Mutu Bahan Baku.................................................................................25
4.2.3 Manajemen Mutu Selama Produksi..........................................................................26
4.2.4 Manajemen Mutu Produk Jadi.................................................................................26
5 BAB V PENGENDALIAN LIMBAH....................................................................27
5.1 Limbah Industri PT Madubaru....................................................................27
5.1.1 Limbah Padat............................................................................................................27
5.1.2 Limbah Cair..............................................................................................................28
5.1.3 Limbah Gas..............................................................................................................29
5.2 Penanganan Limbah Industri PT Madubaru..............................................29
5.2.1 Penangan Limbah Padat...........................................................................................29
5.2.2 Penanganan Limbah Cair.........................................................................................31
5.2.3 Pengolahan Limbah Gas...........................................................................................31
6 BAB VI TUGAS KHUSUS....................................................................................32
6.1 Pendahuluan....................................................................................................32
6.1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................32
6.1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................33
6.1.3 Batasan Masalah.......................................................................................................33
6.1.4 Tujuan Penelitian......................................................................................................34
6.1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................34
6.2 Landasan Teori...............................................................................................35
6.2.1 Total Productive Maintenance (TPM).....................................................................35
6.2.2 Identifikasi Six Big Losses........................................................................................36
6.2.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE)..................................................................38
6.2.4 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)...............................................38
6.2.5 Tinjauan Pustaka......................................................................................................39
6.3 Metode Penelitian...........................................................................................42
6.3.1 Diagram Alir Penelitian............................................................................................42
6.3.2 Objek Penelitian.......................................................................................................43
6.3.3 Tahapan Penelitian...................................................................................................43
6.4 Pengumpulan Data.........................................................................................45
6.4.1 Data Produksi...........................................................................................................45
6.4.2 Data Jumlah Produksi dan Produk Cacat.................................................................46
6.4.3 Data Kerusakan Pada Mesin putaran SHS...............................................................46
6.4.4 Data Jam Kerja dan Delay Mesin.............................................................................47
6.5 Pengolahan Data.............................................................................................47
6.5.1 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)..............................................47
6.5.2 Perhitungan Six Big Losses.......................................................................................51
6.6 Analisis dan Pembahasan..............................................................................56
6.6.1 Analisis dan Pembahasan Overall Equipment Effectiveness (OEE)........................56
6.6.2 Analisis dan Pembahasan Six Big Losses................................................................57
6.6.3 Analisis dan Pembahasan Fishbone Diagram..........................................................58
6.6.4 Evaluasi Hasil Analisis dan Pembahasan.................................................................60
7 KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................61
7.1 Kesimpulan......................................................................................................61
7.2 Saran................................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................62
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Logo PT Madubaru (PG/PS Madukismo)........................................................2


Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT Madubaru (PG/PS Madukismo).................................4
Gambar 3.1 Diagram Alir Produksi.....................................................................................9
Gambar 3.2 Meja Tebu......................................................................................................11
Gambar 3.3 Stasiun Gilingan.............................................................................................12
Gambar 3.4 Voor warmer / Pemanas.................................................................................13
Gambar 3.5 Defekator........................................................................................................15
Gambar 3.6 Sulfitir............................................................................................................15
Gambar 3.7 Evaporator......................................................................................................17
Gambar 3.8 Pan Masakan..................................................................................................18
Gambar 3.9 Talang Getar...................................................................................................21
Gambar 3.10 Tempat Penimbangan dan Penjahitan..........................................................22
Gambar 6.1 Diagram Alir Penelitian.................................................................................42
Gambar 6.2 Mesin Putaran SHS........................................................................................43
Gambar 6.3 Grafik Pareto Untuk losses Mesin Putaran SHS Periode 6 Bulan.................57
Gambar 6.4 Diagram Fishbone Losses Mesin Putaran SHS..............................................59
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jam & Hari Kerja Kantor & Staff........................................................................6


Tabel 2.2 Pembagian Kerja Karyawan Musim Produksi.....................................................6
Tabel 3.1 Standar Kualitas Gula SHS P3GI dan PT Madubaru (PG Madukismo)..............7
Tabel 3.2 Pan Masakan yang digunakan PG Madukismo.................................................17
Tabel 4.1 Syarat Mutu Gula Kristal Putih (GKP)..............................................................23
Tabel 4.2 Standar Kualitas Gula Superior Head Sugar (SHS)...........................................26
Tabel 6.1 OEE Standar World Class..................................................................................38
Tabel 6.2 Penelitian Terdahulu..........................................................................................39
Tabel 6.3 Data Perhitungan SHS Tebu 2022.....................................................................45
Tabel 6.4 Data Jumlah Produksi dan Produk Cacat...........................................................46
Tabel 6.5 Kerusakan pada mesin putaran SHS..................................................................46
Tabel 6.6 Data jam kerja dan delay mesin putaran SHS tahun 2022.................................47
Tabel 6.7 Perhitungan Loading Time dan Total Downtime...............................................48
Tabel 6.8 Perhitungan Availability Ratio...........................................................................48
Tabel 6.9 Perhitungan Persentase Jam Kerja Efektif.........................................................49
Tabel 6.10 Perhitungan Ideal Cycle Time..........................................................................49
Tabel 6.11 Perhitungan Performance Efficiency...............................................................50
Tabel 6.12 Perhitungan Rate of Quality.............................................................................50
Tabel 6.13 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness.................................................51
Tabel 6.14 Breakdown Losses............................................................................................52
Tabel 6.15 Setup and Adjustment losses............................................................................53
Tabel 6.16 idling and minor stoppaged losses...................................................................53
Tabel 6.17 Reduced speed losses.......................................................................................54
Tabel 6.18 Scrap Losses.....................................................................................................55
Tabel 6.19 Rework Losses..................................................................................................55
Tabel 6.20 Nilai Elemen Pada Overall Equipment effectiveness (OEE)...........................56
Tabel 6.21 Perhitungan Six Big Losses..............................................................................57
Tabel 6.22 Detail kerusakan untuk breakdown losses.......................................................58
1 BAB I
PROFIL PERUSAHAAN

1.1 Sejarah dan Profil Perusahaan


PT Madubaru satu-satunya Pabrik Gula dan Pabrik Alkohol/Ethanol dan
produk turunanya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengemban tugas untuk
mensukseskan program pengadaan pangan nasional khususnya gula pasir, sebagai
perusahaan padat karya banyak menampung tenaga kerja dari Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. PT Madubaru dibangun pada tahun 1955, diresmikan
Tanggal 29 Mei 1958 oleh Presiden RI Pertama Ir. Soekarno, dan atas prakarsa
Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pabrik gula mulai produksi tahun 1958
sedangkan pabrik alkohol/ethanol mulai produksi tahun 1959.

PT Madubaru dibangun di atas lokasi Bangunan Pabrik Gula Padokan (satu


diantara dari 17 Pabrik Gula di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibangun
Pemerintah Belanda, tetapi dibumihanguskan pada masa Pemerintah Jepang) yang
terletak di Desa Padokan, Kelurahan Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kronologi status perusahaan dan perubahan management PT Madubaru, pada


tahun 1955-1962 PT Madubaru adala Perusahaan Swasta (PT). Tahun 1962-1966
bergabung dengan Perusahaan Negara dibawah BPU-PPN (Badan Pimpinan
Umum-Perusahaan Negara), karena adanya policy Pemerintah RI yang
mengambil alih semua Perusahaan di Indonesia. Tahun 1966 PT Madubaru
kembali menjadi Perusahaan Swasta dengan susunan Direksi yang dipimpin Sri
Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Presiden Direktur. Tahun 1984-2004,
tanggal 4 Maret 1984 – 24 Februari 2004 diadakan kontrak management dengan
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yaitu salah satu BUMN milik
Departemen Keuangan RI. Pada tahun 2004 – sekarang, tanggal 24 Februari 2004
– sekarang PT Madubaru menjadi perusahaan mandiri yang dikelola secara
profesional dan independen.

1
1.2 Logo Perusahaan
Logo dari perusahaan PT Madubaru adalah seperti yang ditunjukkan pada
gambar berikut:

Gambar 1.1 Logo PT Madubaru (PG/PS Madukismo)


(Sumber: PT Madubaru, 2022)

1.3 Visi, Misi dan Tujuan PT Madubaru


1.3.1 Visi
Menjadikan PT Madubaru PG/PS Madukismo perusahaan Agroindustri
yang unggul di Indonesia menjadi petani sebagai mitra sejati.

1.3.2 Misi
a. Menghasilkan gula dan etanol yang berkualitas untuk memenuhi permintaan
masyarakat dan industri Indonesia.
b. Menghasilkan produk dengan memanfaatkan teknologi maju yang ramah
lingkungan, dikelola secara profesional dan inovatif, memberikan pelayanan
yang prima kepada pelanggan serta mengutamakan kemitraan dengan petani.
c. Mengembangkan produk atau bisnis baru yang mendukung bisnis inti.
d. Menempatkan karyawan dan stakeholders lainnya sebagai bagian terpenting
dalam proses penciptaan keunggulan perusahaan dan pencapaian shareholder
values.

2
1.4 Tujuan Perusahaan
Tujuan dari perusahaan PT Madubaru adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan profit yang berkelanjutan


b. Jumlah unit usaha dan atau jenis produk (product offering) bertambah
c. Meningkatkan manfaat perusahaan bagi stakeholder dengan membangun
hubungan kemitraan yang kolaboratif antara petani, karyawan dan stakeholder
perusahaan dalam rangka menciptakan keunggulan bersaing perusahaan
dengan dukungan dari pemanfaatan teknologi maju ramah lingkungan yang
dikelola secara profesional guna menghasilkan produk agroindustri yang
unggul dan berkualitas. Perusahaan harus mampu memberikan kemaslahatan
bagi stakeholder perusahaan serta lingkungan, khususnya kepada petani yang
menjadi mitra sejati

1.5 Motto Perusahaan


Motto dari perusahaan PT Madubaru adalah “Mitra Sejati Petani”

1.6 Lokasi
PT Madubaru terletak di Desa Padokan, Jalan Padokan, Jl. Madukismo No
No.21 pg, Rogocolo kelurahan Tirtonirmolo, kecamatan Kasihan, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55181

3
2 BAB II
STRUKTUR ORGANISASI

2.1 Diagram Struktur Organisasi


Struktur organisasi PT Madubaru terdiri atas Dewan Komisaris dan Pejabat
Fungsional perusahaan. Dewan Komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan
dan pengambilan keputusan, sedangkan pejabat fungsional bertugas
melaksanakan, mengatur organisasi yang dipimpin oleh seorang Direktur. Struktur
organisasi perusahaan PT Madubaru (PG/PS Madukismo) ditunjukkan pada
gambar 2.1

Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT Madubaru (PG/PS Madukismo)


(Sumber: PT Madubaru, 2022)

2.2 Tugas dan Wewenang


A. Direktur
a. Merumuskan strategi untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan
b. Melakukan kebijakan dan pedoman yang berlaku sesuai dengan
penyusunan anggaran perusahaan.
c. Menetapkan target tujuan yang telah ditetapkan

4
B. Kepala SPI (Satuan Pengawas Intern)
a. Memiliki akses penuh terhadap fungsionaris, catatan, dokumen serta arsip
perusahaan
b. Menentukan lingkup kerja, menetapkan teknik-teknik audit serta
mengalokasikan sumber daya manusia
c. Melaksanakan audit investigasi pada aspek yang menimbulkan kerugian
bagi PT Madubaru

C. Staf Direktur
a. Membantu direktur di bidang pengelolaan tebu di luar daerah.

D. Kepala Bagian SDM dan Umum


1. Melakukan dan memberikan keputusan dalam rekrutmen karyawan
2. Memberikan fasilitas pelayanan kesehatan poliklinik agar karyawan
terjaga dalam kesejahteraannya
3. Melakukan kegiatan menerima, mencatat dan mengedarkan surat yang
masuk ke bagian yang dituju serta mengarsipkan surat perjanjian
perusahaan

E. Kepala Bagian Pemasaran


a. Mengkoordinir seluruh bagian pemasaran
b. Membuat planning

F. Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan


a. Mengatur susunan anggaran rencana perusahaan
b. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang untuk kebutuhan
perusahaan
c. Melakukan laporan keuangan sesuai dengan kebutuhan perusahaan

G. Kepala Pabrik Spiritus


a. Melakukan perencanaan produksi
b. Mengendalikan proses produksi alkohol dan spiritus untuk memenuhi
target
c. Melakukan kebijakan Direktur dalam kebijakan produksi alkohol dan
spiritus

5
H. Kepala Bagian Tanaman
a. Menetapkan rencana dan melaksanakan budidaya tanaman tebu
b. Membantu pencapaian target penanaman bibit tebu dan tebu giling
c. Membantu general manager saat menentukan jenis tebu, jadwal
penanaman, tebang serta saat melaksanakan angkat tebu

I. Kepala Bagian Pabrikasi Pabrik Gula


a. Melakukan rencana produksi gula
b. Memantau saat proses produksi gula untuk memenuhi target produksi gula
c. Mengawasi mutu, penimbangan dan pembungkusan gula

2.3 Hari Kerja dan Jam Kerja Karyawan


Waktu kerja yang dilakukan oleh karyawan selama 6 hari dari senin sampai
sabtu. Dengan istirahat 1 jam dari pukul 11.30 – 12.30 WIB. Karyawan yang
bekerja diluar kerja (minggu atau hari besar nasional) diperhitungkan sebagai jam
lembur.

Tabel 2.1 Jam & Hari Kerja Kantor & Staff


Hari Jam Kerja
Senin-Kamis 06.30-15.00 WIB
Jumat-Sabtu 06.30-11.30 WIB
(Sumber: PT Madubaru, 2022)

Pada musim giling atau suling pabrik beroperasional selama 24 jam sehari.
Dalam Standar Operasional Pabrik (SOP) tenaga kerja yang bukan bagian staff
dapat digolongkan untuk pelaksanaan kerja terdapat 3 plug (shift) dalam seminggu
sekali. Misalnya, pekerja dalam minggu ini bekerja di shift A pada minggu
berikutnya pekerja harus berpindah shift menjadi shift B, dan seterusnya

Tabel 2.2 Pembagian Kerja Karyawan Musim Produksi


Shift Jam Kerja
Shift pagi 06.00-14.00 WIB
Shift siang 14.00-22.00 WIB
Shift malam 22.00-06.00 WIB
(Sumber: PT Madubaru, 2022)

6
3 BAB III
PROSES PRODUKSI

3.1 Aspek produk


3.1.1 Produk Utama
Produk utama yang dihasilkan oleh PT Madubaru (PG Madukismo) adalah
gula pasir Superior Head Sugar dengan kualitas SHS IA atau Gula Kristal Putih
(GKP) dengan nilai kemurnian > 70. Produk gula Superior Head Sugar (SHS)
dikemas dalam 2 bentuk kemasan, yaitu kemasan retail dengan berat 1kg dan
kemasan bulk dengan berat 50 kg

Produk gula yang dihasilkan oleh PT Madubaru (PG Madukismo) telah


disesuaikan dengan standar Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
Standar kualitas gula pasir SHS yang ditetapkan oleh P3GI seperti ditunjukkan
pada Tabel 3.1.

Tabel 3.3 Standar Kualitas Gula SHS P3GI dan PT Madubaru (PG Madukismo)

Parameter Standar P3GI Standar PT Madubaru


Diameter Butiran 0,95 – 1,02 mm 0,9 – 1,10 mm
Kadar Air 0,05 – 0,07% 0,10 %
Polarisasi 99,77% 99,80 %
(Sumber: PG Madukismo, 2022)

3.1.2 Produk Sampingan


Selain menghasilkan produk utama berupa Gula Kristal Putih (GKP) atau
gula Superior Head Sugar (SHS), PT Madubaru juga menghasilkan beberapa
produk sampingan yang dikelola oleh Pabrik Spiritus Madukismo (PS
Madukismo). Produk sampingan tersebut berupa alkohol murni dengan kadar
minimal 95% serta spiritus bakar dengan kadar kemurnian 94%. Produk
sampingan dipantau oleh Balai Penelitian Kimia Departemen Perindustrian dan

7
PT Sucofindo Indonesia. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi alkohol
murni dan spiritus bakar adalah tetes tebu (molase) dari PG Madukismo.

Tetes tebu (molase) adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula
tebu (Saccharum officinarum). Tetes tebu berupa cairan dan diperoleh dari tahap
pemisahan kristal gula. Molase merupakan gula yang tidak mengkristal atau tidak
dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula kadar tinggi
antara 50-60%, asam amino serta mineral. “molase kaya akan garam mineral,
dalam bentuk yang tersedia secara hayati dan dianggap sebagai bahan pakan
energi karena gula kadar tinggi yang mudah difermentasi”(Mordenti et al., 2021)

3.2 Bahan Baku


3.2.1 Bahan Baku Utama Produksi Gula
Tanaman tebu (sugar cane) tergolong tanaman perdu dengan nama latin
Saccharum officinarum merupakan bahan baku utama pembuatan gula. Tanaman
ini hanya dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman tebu mampu
tumbuh hingga tinggi batang antara 2-5 m, diameter batang antara 3-5 cm tidak
bercabang. Tebu yang dapat diproduksi menjadi gula adalah tebu dengan usia
tanam ±1 tahun.

Bahan baku tebu yang digunakan dalam kegiatan produksi di PT Madubaru


berasal dari perkebunan petani yang terletak di berbagai daerah di sekitar DIY
dan Jawa Tengah.

Dari proses pembuatan gula tebu, akan menghasilkan gula sebanyak 5%


ampas, tebu 90% dan sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air. Dalam konversi
energi pabrik gula, daun tebu dan ampas tebu digunakan untuk bahan bakar Boiler
atau Ketel Uap yang menghasilkan energi yang digunakan untuk proses produksi
dan pembangkit listrik yang disimpan dalam Power House.

Informasi terkait ketersedian stok harian bahan baku utama produksi gula
yaitu tebu PT Madubaru (PG Madukismo) terdapat pada papan informasi stok
analisis yang dilakukan oleh bagian tanaman, bagian pabrikasi serta bagian-bagian
lain dalam PG Madukismo yang membutuhkan informasi tersebut.

8
3.3 Diagram Alir Produksi
DIAGRAM ALIR PROSES - SULFITASI
PABRIK GULA MADUKISMO - YOGYAKARTA

TEBU Po w e r Ele c t ric


Tu rb in
0,8 Kg / C m ² C a ne Po w e r Sa t u ra t e d St e a m
Reducer
Im b ib isi G ilin g a n Am p a s 35-40 % Ke t e l Bo ile r
Desuperheater

25 - 30 % Millin g Ba g a sse 15 Kg / C m ²

H3 PO 4 Nira Me n t a h p H : 5.5 T : 30 o C Ab u ke rin g 4%


Ra w Ju ic e W : 95 %, Ka d a r P 2 O 5 = 300 p p m Dry Du st
Ua p Je n u h
o
Exh a u st St e a m Pe m a n a s I T : 75 C Lo ka si
J.H - I Pe m b u a n g a n

Su su Ka p u r p H : 7.2
Pre Co nt a c t o r

C o n d e n sa t
C a (O H)2 Pe m b u a t a n
Ba t a ko
De fe ka t o r I

Su su Ka p u r p H : 8.5
De fe ka t o r II
C a (O H)2

SO 2 Su lfit ir - I p H : 7.2
N. Me n t a h

o
Pe m a n a s - II T : 100 C
J.H - II
Ud a ra
Flo c c u la n t Nira Ta p is
Fla sh Ta n k
F. Ju ic e

Flo c c u la t o r Ta n k Nira Ko t o r
C la rifie r Va c . Filt e r
Mu d Ju ic e

Nira Je rn ih 90% Blo t o n g 3-5%


Air In je ksi C le a r Ju ic e Filt e r C a ke
In j. Wa t e r
o
Pe m a n a s - III T : 105 C
J.H - III
Lo ka si Pu p u k
Pe n g u a p a n Pe m b u a n g a n O rg a n ik
Air Ja t u h a n Ev a p o ra t o r
( p e n g a ira n p e t a n i )
20 - 25 %
Nira Ke n t a l
Air In je ksi
In j. Wa t e r SO 2 ( Ble a c h in g )
Su lfit ir - II p H ; 5.6
N. Ke n t a l

Ma sa ka n
Air Ja t u h a n Bo ilin g Pa n
( p e n g a ira n p e t a n i )
Pu t e ra n TETES 4-5%
C e n t rifu g e Mo lla se s
1. Alko h o l
G u la SHS - I 6 - 7 % 2. Su m a si
Su g a r

Gambar 3.3 Diagram Alir Produksi


(Sumber: PG Madukismo, 2022)

9
3.4 Alur Proses Produksi
Alur Proses produksi dalam pembuatan gula pada PG Madukismo terdiri dari
beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap penggilingan, tahap pemurnian, tahap
pemasakan, tahap putaran, dan tahap penyelesaian.

3.4.1 Tahap Persiapan


Tahap persiapan adalah saat bahan baku tebu diangkut dengan truk kemudian
dilakukan penimbangan. Dalam stasiun penimbangan, terdapat dua buah
timbangan yang terdiri dari 1 buah timbangan bruto yang berkapasitas 30.000 kg
untuk menimbang truk tebu yang datang dan 1 buah timbangan tarra yang
berkapasitas 20.000 kg untuk menimbang truk tebu kosong. Setelah dilakukan
penimbangan, dilakukan pemeriksaan fisik tebu dengan mengambil sampel
sebanyak 10 batang tebu yang akan dianalisa bagian tengah batangnya dengan
mengambil cairan yang terkandung di batangnya. Setelah selesai dianalisis,
kemudian akan ditimbang dengan timbangan tarra. Selanjutnya, lori pengangkut
kemudian memindahkan tebu dari truk menuju derek/ crane yang akan ditimbang
lagi dengan timbangan lori. Penyimpanan tebu dalam crane yard tidak boleh lebih
dari 24 jam, karena bila melebihi itu akan menyebabkan rusaknya batang tebu
akibat bakteri pemakan gula yang dapat menurunkan kadar gula dan kadar air
dalam tebu yang akan mempengaruhi kualitas gula.

Data yang diperoleh dari stasiun penimbangan digunakan untuk menentukan


rendemen tebu dan perkiraan jumlah karung untuk pengemasan gula. Kegunaan
data yang lain adalah dapat menetapkan bagi hasil dengan petani, ongkos tebu,
perhitungan untuk proses gilingan dan pemberian bahan tambahan dalam
produksi.

3.4.2 Tahap Penggilingan


Setelah proses persiapan, maka tebu dipindahkan ke meja tebu menggunakan
cane crane yang memiliki 2 jenis yaitu berkapasitas 5 dan 10 ton. Rantai yang
terdapat pada cane crane kemudian diturunkan dan rantai pengikat dipasang
dengan cara manual. Jumlah tebu yang masuk ke dalam cane carrier 1 akan diatur
di meja tebu. Meja tebu memiliki leveler dan rantai bergerigi yang berjalan

10
sehingga dapat menyeragamkan posisi batang tebu agar mudah diangkut. Proses
yang dilakukan pada meja tebu adalah pencacah dan penghancur oleh scrider.
Kemudian dilakukan perpindahan menuju unit unigrator dengan menggunakan
cane crane yang dijatuhkan ke conveyor. Pada meja tebu juga dipasang kicker
bergerigi yang berfungsi untuk mengatur banyaknya tebu yang jatuh ke conveyor.
Setelah dari unit unigrator, tebu akan menghasilkan output berupa serpihan kecil
tebu dan air nira yang keluar akan diserap kembali oleh serabut tebu selama
proses berjalannya cane carrier 2 menuju gilingan 1.

Gambar 3.4 Meja Tebu


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

Serpihan tebu kemudian berjalan dengan konveyor menuju stasiun gilingan,


dengan menerapkan prinsip first in first out yang berarti tebu yang pertama kali
masuk akan digiling terlebih dahulu. Mesin gilingan yang terdapat pada pabrik
berjumlah 5 buah yang terbagi menjadi gilingan I, gilingan II, gilingan III,
gilingan IV, dan gilingan V yang tersusun secara seri. Setiap gilingan mempunyai
3 buah roll dan setiap unitnya dilakukan 2 kali pemerahan.

Serpihan tebu yang masuk ke gilingan I akan menghasilkan nira mentah yang
masuk ke bak nira mentah dan ampas yang kadar gulanya rendah yaitu 1,5-2%.
Ampas yang keluar dari gilingan I kemudian diangkut ole apron conveyor ke unit
gilingan II. Sebelum masuk ke roll pada gilingan II, diberi hasil perahan unit
gilingan III. Nira hasil perahan I dan II dicampur yang disebut nira mentah dan
kemudian ampas akan dibawa ke unit gilingan III. Sebelum masuk ke unit

11
gilingan III diberi hasil perahan gilingan IV. Kemudian ampas hasil perahan
gilingan III masuk ke unit gilingan IV dan diberi nira perahan dari unit gilingan V
dan diberi air imbibisi. Air imbibisi tersebut berfungsi untuk melarutkan nira yang
terkandung dalam ampas tebu, yang disemprotkan sebesar 25-30% dari masa tebu
yang masuk. Gula yang hilang dalam ampas akibat pemerahan dan unit gilingan
dapat dikurangi dengan air imbibisi. Ampas yang diperoleh dari unit gilingan V
kemudian diangkut dengan bagasse carrier menuju ketel sebagai bahan bakar.
Perahan hasil gilingan V dibawa ke timbangan boulogne yang memiliki kapasitas
5 ton. Kemudian, dipompa menuju proses pemurnian.

Gambar 3.5 Stasiun Gilingan


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

3.4.3 Tahap Pembersihan Nira


Tahap pembersihan nira terjadi di pabrik tengah yang bertujuan untuk
menentukan kualitas gula karena akan memisahkan gula dan non gula. Dalam
proses pembersihan nira terdapat 3 hal penting yang akan mempengaruhi kualitas
gula:

a. pH berkisar 7,4-7,8. pH terlalu tinggi akan merusak gula sehingga warna nira
menjadi gelap.
b. Temperatur terlalu tinggi akan menyebabkan rusaknya molekul sakarosa yang
membuat zat warna menjadi gelap.
c. lamanya waktu untuk melakukan reaksi di dalam evaporator.

12
Pada proses pembersihan nira, dibagi menjadi beberapa proses dari nira
mentah hingga pengendapan akhir. Berikut ini merupakan proses pembersihan
nira:

A. Penimbangan Nira
Nira mentah yang mengandung senyawa pengotor dari stasiun penggilingan
masuk ke dalam timbangan boulogne. Kemudian nira akan turun menuju
timbangan yang kapasitasnya 5 ton, apabila sudah memenuhi kapasitas maka klep
masukannya akan menutup otomatis. Penggunaan timbangan ini memberikan
informasi mengenai jumlah nira yang masuk per jamnya dan memberikan
kemudahan bagi operator untuk menyesuaikan jumlah penambahan bahan lain ke
dalam proses. Kemudian, nira mentah dialirkan ke bawah menuju bak nira (bak
RWS) yang terdapat larutan asam fosfat 85% yang ditambahkan secara kontinu
sebanyak 35 kg setiap 4 jam agar mempercepat proses pengendapan senyawa
pengotor. Selain itu, penambahan asam fosfat juga menyebabkan perubahan nilai
pH nira menjadi 6-6,5.

B. Pemanasan Pendahuluan (Voor warmer I)


Nira mentah yang ditampung dalam bak RWS kemudian dipompa menuju
Voor warmer I. Nira yang dipompa akan mengalir dalam pipa yang dikontakkan
dengan panas dengan suhu 70OC.

Gambar 3.6 Voor warmer / Pemanas


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

13
C. Defekasi
Setelah dari pemanasan 1, nira akan dialirkan ke flash tank untuk membuang
gas kemudian dilanjutkan ke proses defekasi. Defekasi merupakan proses
penambahan susu kapur pada nira mentah yang mengandung asam fosfat. Proses
defekasi dilakukan dengan mengalirkan nira mentah dari pemanas 1 menuju kalk
dozer apparat. Pada kalk dozer apparat terdapat dua sekat yang memisahkan
tangki antara nira mentah dan susu kapur. Nira mentah memiliki tangki yang lebih
besar dibandingkan dengan susu kapur. Susu kapur yang terdapat pada kalk dozer
apparat akan teralirkan secara otomatis ke contactor yang akan dialirkan ke
defekator 1 dan 2. Susu kapur berfungsi untuk menaikkan pH dari nira mentah
dan membentuk endapan. Endapan tersebut dapat mengabsorbsi senyawa
pengotor lain sehingga membentuk endapan yang ukurannya lebih besar.

Susu kapur yang dicampurkan bertujuan untuk membantu proses


homogenisasi campuran nira mentah dan susu kapur serta menaikkan pH menjadi
7,2. Pengadukan terjadi pada defekator membantu mempercepat proses reaksi dan
pengendapan. Defekator 1 memiliki waktu tinggal 2,5-3 menit. Di dalam
defekator 1 akan mulai terbentuk endapan garam fosfat yang kemudian akan
dianalisa sampelnya menggunakan BTB (Bromothymol Blue).

Selanjutnya, nira akan dialirkan ke defekator 2 untuk menaikkan pH menjadi 9


dengan waktu tinggal 25-45 detik. Waktu tinggal yang lebih kecil, bertujuan
untuk menghindari terjadinya dekomposisi gula reduksi pada nira mentah. Dalam
defekator 2, sampel dianalisis menggunakan indikator PP (Phenolphthalein).
Akibat peningkatan kadar kapur dalam defekator akan menimbulkan kerak dalam
pipa pemanas. Kerak tersebut dapat menyebabkan proses penguapan nira encer
menjadi tahan lama, terjadi karamelisasi gula saat pemanasan, steam yang
diperlukan untuk pemanasan menjadi banyak.

14
Gambar 3.7 Defekator
(Sumber: Dokumentasi, 2022)

D. Sultifikasi Alkalis
Setelah penambahan gas belerang maka pH nira akan netral dan turun menjadi
7,2. Kemudian akan dianalisis menggunakan BTB (Bromthymol Blue) atau PAN
(Phenol Alpha Naphtol). Penurunan pH berfungsi untuk mengurangi terbentuknya
gula reduksi dan gas belerang dan dapat berfungsi sebagai pemucatan (bleaching)
pada nira. Kemudian nira akan dipompa ke atas dan dilakukan pemanasan
menggunakan pemanas 2 dengan suhu 75OC. Kemudian nira dialirkan ke
expandeur agar gas-gas dapat terdorong keluar sehingga proses pengendapan tidak
terhambat.

Gambar 3.8 Sulfitir


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

15
E. Pengendapan Akhir
Proses pengendapan akhir ini bertujuan untuk mengendapkan kotoran-kotoran
yang menggumpal selama proses sulfitasi. Proses ini menggunakan door clarifier
dengan penambahan senyawa flocculant yang akan membantu pengendapan
dengan cara mengumpulkan flok-flok kecil menjadi satu hingga menjadi flok
besar hingga mempercepat turun ke dasar door clarifier. Door clarifier
merupakan bejana pengendapan yang bekerja secara kontinu yang terdiri dari
empat tray di mana dipisahkan oleh inclined. Nira jernih masuk dan mengisi tray
paling atas kemudian dibawahnya. Di tengah tray terdapat celah yang dipasangi
pipa yang memiliki scraper. Fungsi dari scraper adalah menapiskan endapan yang
berada pada dasar tray.

Nira berada dalam door clarifier selama 2 jam 30 menit hingga 2 jam 45
menit. Nira jernih di bagian atas tiap tray akan dipompa ke pipa pengeluaran nira
menuju bak nira jernih dan disaring pada DSM screen untuk memisahkan kotoran
yang masih tersisa. Kemudian, nira yang kotor akan difilter (proses ulang)
sedangkan yang kotor akan menjadi blotong.

F. Tahap penguapan
Nira yang masuk ke DSM screen maka akan turun menuju bak DNS yang
menampung nira jernih. Kemudian dipompa menuju pemanas 3 dengan suhu
105OC. Selanjutnya menuju evaporator untuk dilakukan tahap penguapan yang
bertujuan untuk memisahkan kandungan air sehingga dapat diambil sakarosa yang
terdapat pada nira. Evaporator yang terdapat pada PG Madukismo berjumlah 5
buah yang mana hanya 3 buah saja yang akan digunakan, karena 2 evaporator lain
akan dibersihkan. Kelima evaporator disusun secara seri dan tekanan operasi
evaporator diturunkan secara bertahap untuk tiap evaporator. Hal tersebut
bertujuan untuk menurunkan titik didih dari nira karena setiap nira yang keluar
dari evaporator memiliki konsentrasi yang lebih tinggi sehingga titik didih
meningkat. Proses awal dilakukan di evaporator 1 yang mendapatkan uap bekas
dari proses penggilingan, kemudian ketika mendidih uap evaporator 1 digunakan
untuk pan evaporator 2, begitu seterusnya sampai evaporator 3. Setelah itu, nira
akan turun ke bak DKS yang menampung nira kental. Kemudian dipompa menuju
bejana sulfitir dihisap dan masuk ke peti-peti nira kental.

16
Gambar 3.9 Evaporator
(Sumber: Dokumentasi, 2022)

3.4.4 Tahap Masakan


Pada tahap masakan, dilakukan penguapan kembali karena kadar air dalam
nira kental masih cukup banyak yaitu sebesar 40%. Proses kristalisasi yang
dilakukan dalam keadaan vakum dan secara bertahap. Proses tersebut
meminimalkan kehilangan gula dan waktu proses yang singkat dengan biaya yang
rendah agar hasil kristal gula memenuhi syarat. Bejana vakum berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya proses kristalisasi, yaitu membentuk dan menumbuhkan
kristal dari sukrosa dalam nira kental. Larutan yang terdapat dalam pan-pan
masakan (massecuite) pada proses pembentukan kristal terdiri dari campuran
kristal gula dan stroop.

Tabel 3.4 Pan Masakan yang digunakan PG Madukismo


No Jenis No
Suhu (oC) Suhu (oC) Jenis Masakan
Pan Masakan Pan
o o
1 60 C A 7 62 C C
2 60oC A 8 63oC D
3 62oC A 9 63oC D
4 62oC A 10 63oC D
5 62oC A 11 63oC D
6 62oC A 12 63oC D
(Sumber: PG Madukismo)

17
Gambar 3.10 Pan Masakan
(Sumber: Dokumentasi, 2022)

PG Madukismo menggunakan sistem masakan tipe A-C-D atau biasa dikenal


dengan Triple Boiling System.

A. Masakan A
Bahan masakan A terdiri dari nira kental, klare SHS, gula leburan, gula C, dan
gula D2. Secara bertahap nira kental dari bejana tunggu, masuk ke dalam pan
masakan dan dimasak hingga lewat jenuh. Gula C dan gula D2 sebagai bibit
kristal ditambahkan ke dalam nira kental, penambahan tersebut bertujuan untuk
mempercepat pembentukan dan pembesaran intik kristal dengan melekatnya
sukrosa. Pengamatan kristal dilakukan dengan cara mengoleskan masakan A pada
sekeping kaca bersih dan dilihat apakah jarak antar kristal telah rapat dan
ukurannya rata. Bila sudah memenuhi syarat, maka masakan A dapat diturunkan
ke palung pendingin, namun bila terlalu kental akan ditambahkan paranaid yang
bertujuan untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga masakan lebih encer.
Masakan A menghasilkan campuran kristal gula A dan stroop A yang
mengandung gula larut di dalamnya, dan stroop A akan dimasak ke masakan C.

B. Masakan C
Bahan masakan C terdiri dari nira kental, stroop A, dan gula D2. Pertama, nira
kental dimasak hingga lewat jenuh dan menghasilkan kristal halus. Kemudian
ditambahkan stroop A dan dilakukan pemanasan hingga terbentuk kristal yang

18
diinginkan (0,5-0,6mm). Jika kristal yang terbentuk sudah memenuhi syarat, maka
campuran kristal dan larutannya akan diturunkan ke palung pendingin.

C. Masakan D
Bahan masakan D terdiri dari nira kental, stroop C, dan klare D2. Pertama,
nira kental dimasak hingga lewat jenuh dan menghasilkan kristal halus. Kemudian
ditambahkan stroop c dan dilakukan pemanasan hingga terbentuk kristal yang
diinginkan. Jika kristal yang terbentuk sudah memenuhi syarat, maka campuran
kristal dan larutannya akan diturunkan ke palung pendingin.

Setelah semua proses pemasakan selesai, maka dilanjutkan dengan proses


pendinginan. Pembesaran kristal terjadi pada proses pengkristalan lebih lanjut
dengan cara menyerap sukrosa yang masih ada dalam stroop. Di dalam palung
pendinginan, terdapat pengaduk yang berfungsi menghomogenkan campuran
masakan, tidak menggumpal, terjadi pembesaran kristal, dan viskositas masakan
akan berkurang. Bila terjadi penurunan suhu, jumlah kristal yang dihasilkan akan
lebih banyak karena terjadi penurunan kadar gula karena sukrosa yang berada
dalam larutan jenuh akan menempel pada kristal yang terbentuk.

3.4.5 Tahap Putaran


Kristal gula hasil dari masakan atau kristalisasi akan dialirkan menuju
putaran. Dalam proses putaran, kristal gula akan dipisahkan dengan larutannya
atau stroop dengan menggunakan gaya sentrifugal. Kristal gula yang masih
tercampur dengan stroop dari palung pendingin pompa dengan rotary pump ke
dalam tromol berputar. Karena adanya putaran, kristal dan stroop akan terlempar
ke dinding tromol. Kristal yang telah berpisah dengan stroop masih terdapat
kotoran yang melekat dan mengering pada permukaannya. Untuk
menghilangkannya, maka kristal gula dibilas dengan air panas dan penyemprotan
uap.

A. Pemisahan Kristal Masakan A


Pemisahan kristal pada masakan A dialirkan menuju alat putar. Saat kecepatan
putar maksimum, maka dilakukan pencucian terhadap kristal gula menggunakan

19
air panas dan uap bertekanan 2,5-3 kg/cm2 secara bergantian. Kemudian
dilakukan scraping menggunakan pisau dan menghasilkan gula A dan stroop A.

B. Pemisahan Kristal Gula A (Putaran SHS)


Kristal gula dari pemutaran masakan A dicampur dengan air kemudian diputar
kembali. Proses kedua ini bertujuan untuk menyempurnakan proses pembersihan
kristal gula sehingga menghasilkan kristal gula yang bersih. Proses putaran kedua
menghasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare SHS akan dikembalikan menuju
pan masak A, sedangkan gula SHS diturunkan ke talang getar untuk penyelesaian
akhir kristal gula.

C. Pemisahan Kristal Masakan C


Gula hasil masakan C dialirkan menuju alat putar, yang akan ditambahkan air
bersuhu 50-70OC. Proses putaran dengan kecepatan 1600 rpm ini menghasilkan
gula C dan stroop C. Stroop C akan dialirkan menuju pan masak D, sedangkan
gula C akan dialirkan menuju pan masak A yang sebelumnya diencerkan terlebih
dahulu.

D. Pemisahan Kristal Masakan D


Gula hasil masakan D memiliki tingkat kekentalan yang tinggi sehingga saat
dilakukan putaran menggunakan putaran 1900-2175 rpm yang lebih tinggi
dibandingkan dengan proses putaran lain. Hasil putaran menghasilkan gula D1
dan tetes. Tetes tersebut dijadikan bahan dasar pembuatan alkohol oleh pabrik
spiritus. Gula D1 akan dilakukan putaran kedua dengan penambahan air bersuhu
60-70O dengan kecepatan 2210 rpm yang menghasilkan gula D2 sebagai padat
dan klare D sebagai cair. Klare D ditampung kemudian dipompa menuju pan
masak D, sedangkan gula D2 akan diencerkan terlebih dahulu dan dipompa
menuju pan masak A dan pan masak C untuk dijadikan bibit kristal.

20
3.4.6 Tahap Penyelesaian
Gula SHS yang menuju tahap penyelesaian harus melalui beberapa proses
sebagai berikut:

A. Proses Pengeringan dan Pemisahan


Dari stasiun putaran, kristal gula SHS turun menuju talang getar yang
memungkinkan kontak dengan udara luar sehingga terjadi pengeringan secara
alami. Kemudian, masuk ke elevator 1 yang akan membawa gula naik dan
menjatuhkan ke talang getar selanjutnya. Ketika gula jatuh, uap panas kering akan
dihembuskan dari bawah untuk menghilangkan kadar air dalam gula. Dari talang
getar 2, gula akan disaring menggunakan saringan dengan ukuran 4x4 inch.
Selanjutnya, gula menuju elevator 2 untuk dikeringkan lagi dan dijatuhkan ke
talang getar 3 ukuran 10x10 inch dan ukuran 23x23 inch. Gula yang tidak lolos
saringan akan tertahan dan dikumpulkan untuk dilebur kembali. Gula yang lolos
saringan kedua akan dikumpulkan dan dilebur dengan gula yang tidak standar.
Kristal gula yang tertahan pada saringan kedua akan dibawa ke elevator 3 untuk
dibawa menuju talang getar 4 yang memiliki saringan 22x22 inch. Kristal gula
yang lolos saringan merupakan gula yang lolos standar dan menuju ke suatu silo
dan akan dikemas. Sedangkan yang tidak memenuhi standar, akan dibawa menuju
bak leuran dan dilebur kembali

Gambar 3.11 Talang Getar


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

21
B. Proses Pengemasan
Pada bagian dasar silo terdapat timbangan otomatis, sehingga gula yang
dikeluarkan dapat langsung dikemas per 50kg menggunakan karung. Gula yang
dikemas beratnya tidak selalu sesuai, sehingga diperlukan karyawan yang akan
mengurangi atau menambah isi gula. Setelah ditimbang ulang, maka gula akan
dijahit dan disimpan ke dalam gudang. Gula yang diproduksi PG Madukismo juga
mempunyai kemasan 1kg dan 500gr. Namun, tempat pengemasan gula tersebut
beda gedung dan menggunakan mesin Filvo Vertical Fill and Seal Machine with
Double Head Weighing System dan plastik jenis OPP.

Gambar 3.12 Tempat Penimbangan dan Penjahitan


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

C. Proses Penyimpanan
Setelah melalui proses pengemasan, maka gula akan disimpan dalam gudang.
Gudang gula kemasan 50 kg berjumlah 1 gudang dengan kapasitas 15.000 ton.

22
4 BAB IV
MANAJEMEN MUTU

4.1 Kualitas Mutu Gula Kristal Putih


Gula yang kita konsumsi sehari-hari adalah gula kristal putih secara
internasional disebut Plantation White Sugar. Gula Kristal Putih (GKP) dibuat
dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses, untuk Indonesia
kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan gula. Menurut
Badan Standarisasi Nasional (2010), Gula Kristal Putih (GKP) merupakan gula
kristal yang terbuat dari tebu atau bit melalui proses sulfitasi/karbonisasi/fosfanasi
atau proses lainnya sehingga langsung dapat dikonsumsi. Warna larutan
merupakan suatu parameter nilai kemurniaan yang berkaitan dengan warna
kejernihan larutan gula yang diukur berdasarkan standar internasional unit (IU).
Sedangkan Polarisasi merupakan suatu nilai kadar sakarosa dalam alat sakarimeter
dari suatu larutan normal yang ditentukan dengan metode polarisasi tunggal.
Kriteria umum gula yang berlaku di Indonesia (SNI) saat ini pada dasarnya
mengacu pada kriteria lama yang dikenal dengan SHS (Superior Hooft Suiker).
Secara garis besar kriteria mutu Gula Kristal Putih (GKP) meliputi warna kristal,
warna larutan, besar jenis butir, susut pengeringan, polarisasi, abu konduktiviti,
kadar SO2 serta cemaran logam seperti timbal, tembaga dan arsen.

Klasifikasi Gula Kristal Putih (GKP) dibagi menjadi 2 (dua) kelas mutu,
yaitu GKP 1 dan GKP 2. Sedangkan syarat mutu GKP ditunjukkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.5 Syarat Mutu Gula Kristal Putih (GKP)

Persyaratan
No Parameter Uji Satuan
GKP 1 GKP 2
1 Warna
1.1 Warna Kristal CT 4,0-7,5 7,6 – 10,0
1.2 Warna Larutan (ICUMSA) IU 81 - 200 201 – 300
2 Besar Jenis Butir mm 0,8 - 12 0,8 – 12
3 Susut Pengeringan (b/b) % Maks. 0,1 Maks. 0,1
4 Polarisasi (oZ, 20oC) “Z” Min. 99,6 Min. 99,5
5 Abu Konduktiviti (b/b) % Maks. 0,10 Maks. 0,15
6 Bahan Tambahan Pangan

23
Persyaratan
No Parameter Uji Satuan
GKP 1 GKP 2
6.1 Belerang Dioksidasi (SO2) mg/kg Maks. 30 Maks. 30
7 Cemara logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2 Maks. 2
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2
7.3 Arsen (As) mg/kg Maks. 1 Maks. 1
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2017)

4.2 Manajemen Mutu Perusahaan


4.2.1 Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu yang diterapkan oleh PT Madubaru adalah sebagai berikut:

a. PG Madukismo menghasilkan Produk Gula Kristal Putih yang berkualitas,


sehat dan aman dengan melaksanakan, mengembangkan dan meningkatkan
kinerja proses produksinya.
b. Kepuasan semua pihak yang berkepentingan atas mutu gula dari produksi
yang handal, akuntabel dan bertanggung jawab
c. Penerapan sistem manajemen mutu di lingkungan PG Madukismo
dilaksanakan dengan tujuan:
1. Memelihara dan meningkatkan kinerja proses produksi.
2. Memelihara kepercayaan pelanggan terhadap aspek mutu produk yang
aman, higienis dan halal.
3. Pemberian kepedulian, pemahaman dan pelatihan yang tepat bagi jajaran
manajemen organisasi di perusahaan mengenai aspek mutu dan keamanan
produk.
d. PG Madukismo berkomitmen untuk melakukan peninjauan secara
berkesinambungan

24
4.2.2 Manajemen Mutu Bahan Baku
Manajemen mutu bahan baku tebu dilakukan mulai dari pra panen hingga
pasca panen. Manajemen mutu bahan baku dilakukan oleh bagian khusus di dalam
perusahaan yaitu Bagian Tanaman. Bagian tanaman bertanggung jawab penuh
terhadap proses penanaman dan pembibitan tebu, ketersediaan bahan baku tebu,
proses panen, proses distribusi dan transportasi bahan baku, serta aspek-aspek lain
yang terkait dengan bahan baku.

Tebu dipanen setelah cukup masak, dimana kadar gula (sakarosa)


maksimal dan kadar gula pecahan (monosakarida) minimal. Untuk itu dilakukan
analisa pendahuluan untuk mengetahui faktor kemasakan, koefisiensi daya tahan
dan sebagainya. Analisa tersebut dilakukan selama ± 1,5 bulan sebelum proses
giling dimulai. Tebu yang telah dipanen kemudian diangkut dari kebun dengan
menggunakan truk atau lori tebu. Pelaksanaan tebang bisa dilakukan oleh petani
sendiri atau diserahkan kepada karyawan pabrik dengan biaya oleh petani sesuai
kesepakatan dalam Forum Masyarakat Produksi Gula (FMPG). Pada beberapa
Koperasi Unit Desa (KUD) yang mandiri, telah dapat melaksanakan tebang
angkut sendiri. Kapasitas tebang tebu harus sesuai dengan kapasitas giling, sipaya
tidak terjadi stganasi di empalsemen yang kemudian akan berakibat pada
menurunnya rendemen atau sebaliknya yakni kekurangan tebu yang menyebabkan
berhentinya kegiatan giling dan produksi ampas yang berkurang. Produksi ampas
yang berkurang menyebabkan perlu suplai bahan bakar minyak (BBM) sebagai
bahan bakar stasiun Ketel/Boiler. Jumlah tebu yang ditebang per hari sekitar
3000ton dengan pengangkutan menggunakan alat transportasi truk sekitar 80%
dan menggunakan lori sebanyak 20%

PT Madubaru memiliki kantor perwakilan wilayah di Purworejo dan


Magelang yang berfungsi untuk mendukung koordinasi dan akomodasi bagi
karyawan bagian tanaman dalam rangka mendukung upaya pemenuhan
ketersediaan bahan baku dan pengawasan.

25
4.2.3 Manajemen Mutu Selama Produksi
Manajemen mutu nira kental selama produksi dilakukan dan dipantau setiap
jam oleh staf laboratorium dan dilakukan pengambilan sampel nira dari stasiun
pemurnian hingga stasiun masakan. Selain itu, pada Stasiun pemurnian dilakukan
pemantauan produksi dengan bantuan software komputer guna melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas produksi yang sedang berlangsung di
stasiun pemurnian

4.2.4 Manajemen Mutu Produk Jadi


Kualitas gula produksi PG Madukismo masuk klasifikasi SHS IA, dengan
nilai emisi direduksi diatas 70. Sebelum tahun 1977, seluruh gula hasil produksi
PG Madukismo dibeli oleh Bulog. Kemudian mulai tahun 1977, gula hasil
produksi dipasarkan bebas termasuk bagian gula petani melalui koperasi yang
bekerjasama dengan perusahaan maupun dipasarkan langsung kepada konsumen
melalui perusahaan.

Tabel 4.6 Standar Kualitas Gula Superior Head Sugar (SHS)

Parameter Satuan Standar P3GI Standar PT Madubaru


Kadar kemurnian 70,00 70,20
Besar Jenis Butiran Mm 0,9 – 1,10 1,05
Kadar Air % 0,10 0,08
Polarisasi % 99,80 99,96
(Sumber: Laboratorium PG Madukismo, 2022)

Produk gula SHS PT Madubaru telah memenuhi kualitas ISO 9001:2008


yang berarti juga telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta halal
dan aman dikonsumsi karena telah memiliki izin dari Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM), baik untuk produk gula kemasan 1 kg maupun kemasan
50 kg.

Manajemen kualitas gula kemasan hasil produksi PT Madubaru juga


dilakukan oleh Bagian Pemasaran perusahaan melalui kuesioner yang dibagikan
kepada konsumen sebagai umpan balik perusahaan untuk melakukan evaluasi dan
monitoring terhadap kualitas gula yang diproduksi oleh perusahaan.

26
5 BAB V
PENGENDALIAN LIMBAH

5.1 Limbah Industri PT Madubaru


Limbah yang dihasilkan dari proses produksi gula PG Madukismo yaitu
limbah padat, cair, dan gas.

5.1.1 Limbah Padat


A. Ampas tebu
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu
(saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya sehingga
diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal
sebagai ampas tebu (bagasse). Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus.
Menurut (Razia et al., 2020) ampas ini berserat di dalam dan mengandung sedikit
jus yang tersisa di dalamnya setelah proses ekstraksi.
Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari
batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan kedua
dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan, kemudian pada proses
penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang
tidak sama. Setelah proses penggilingan awal yaitu penggilingan pertama dan
kedua dihasilkan ampas tebu basah.
Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu
untuk diambil niranya. Kelebihan ampas (bagasse) tebu dapat membawa masalah
bagi pabrik gula, ampas bersifat bulky (meruah) sehingga untuk menyimpannya
perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar karena di dalamnya terkandung air,
gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan
melepaskan panas.
B. Abu Ketel Uap
Abu ketel uap atau abu tebu merupakan hasil dari pembakaran oleh mesin
ketel untuk proses tebu menjadi gula. Abu tebu yang mengalami perubahan secara

27
kimiawi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Pemanasan ketel dilakukan
pengangkutan abu dalam ketel, karena jika dibiarkan saja tanpa ada pengeluaran
abu maka adanya penumpukan sehingga proses pembakaran tidak optimal Sisa
pembakaran di stasiun ketel uap, ditampung dengan lori jading

C. Blotong
Blotong merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik gula yang
berasal dari stasiun pemurnian nira yang dipisahkan dengan alat rotary vacum
filter. Limbah blotong ini berbentuk seperti tanah berpasir berwarna hitam,
memiliki bau tak sedap jika masih basah. Blotong sendiri merupakan limbah yang
dihasilkan sebelum dikristalkan menjadi gula pasir. Pada tempat penggilingan
tebu akan selalu dijumpai tumpukan bahkan gunungan blotong dalam jumlah
besar yang sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.

5.1.2 Limbah Cair


Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan
wujud bentuk cair. Molases adalah limbah utama industri pemurnian gula.
Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di
dalamnya. Molases memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 60 %;
lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %. Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15–25
% dan cairan tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. “Selain itu,
molases digunakan untuk menggantikan sebagian sereal sumber energi dalam
formulasi pakan dan diet untuk hewan” (Mordenti et al., 2021)
Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5
% tebu atau sekitar 1,5 juta ton. Tetes tebu merupakan produk pendamping karena
sebagian besar dipakai sebagai bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium
glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan untuk komoditas ekspor dalam
pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini dibutuhkan kandungan
gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu yang
dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya mengalami kendala dalam
penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, seperti tangki tidak cukup
menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan

28
dalam penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau
komposisi.
Tetes tebu yang dihasilkan oleh PG Madukismo ini ini termasuk dalam limbah
cair. Warna dari limbah tetes ini berwarna hitam dan menghasilkan bau yang
sangat menyengat. Dilihat dari tingkat kekeruhannya, limbah tetes tebu yang
dihasilkan di Pabrik Gula Madukismo ini termasuk dalam tingkat yang keruh. Hal
ini dikarenakan tetes tebu merupakan limbah yang dihasilkan dari sisa pengolahan
gula pada saat di stasiun pengolahan.

5.1.3 Limbah Gas


Limbah gas PG Madukismo terutama berasal dari asap yang dihasilkan ketel.
Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan jelaga.

5.2 Penanganan Limbah Industri PT Madubaru


5.2.1 Penangan Limbah Padat
A. Pengolahan Limbah Ampas Tebu (bagasse)
PG Madukismo memanfaatkan limbah ampas tebu sebagai bahan bakar
organik yang dikenal dengan istilah Biomasa (bahan bakar organik) yang diolah
untuk menghasilkan listrik.

Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse)ini untuk makanan ternak, bahan
baku pembuatan pupuk, particle board, bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel
uap (boiler) sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan-bakar minyak oleh
pabrik.

Ampas tebu yang dihasilkan di Pabrik Gula Madukismo berwarna putih


kecoklatan. Bau yang dihasilkan dari limbah ampas tebu ini berbau khas tebu.
Didalam ampas tebu terdapat kandungan polisakarida yang dapat dikonversi
menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses
produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam
ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%.

29
Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas
tebu untuk diolah menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas
dalam beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya
seperti: Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain.

Kebutuhan energi di PG Madukismo dapat dipenuhi oleh sebagian ampas


dari gilingan akhir. Sebagai bahan bakar ketel jumlah ampas dari stasiun gilingan
adalah sekitar 30 % berat tebu dengan kadar air sekitar 50 %. Menurut (Daniyanto
et al., 2015) dalam rumus Pritzelwitz (Hugot, 1986) “tiap kilogram ampas dengan
kandungan gula sekitar 2,5 % akan memiliki kalori sebesar 1825 kkal.”
Berdasarkan bahan kering, ampas tebu adalah terdiri dari unsur C (carbon) 47 %,
H (Hydrogen) 6,5 %, O (Oxygen) 44 % dan abu (Ash) 2,5 %.

Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel, Ampas tebu juga
dibiarkan dibuang dan dibakar. Kelebihan ampas dengan membakarnya secara
berlebihan (inefisien). Dengan cara tersebut bisa mengurangi jumlah ampas tebu.

B. Pengolahan Limbah Abu Ketel Uap


Sisa pembakaran di stasiun ketel uap, ditampung dengan lori jading dan
dimanfaatkan untuk uruk lahan yang memerlukan dan sebagai bahan baku pupuk

C. Proses Pengolahan Limbah (Blotong)


Limbah padat Blotong yang dihasilkan oleh pabrik gula Madukismo
mempunyai volume yang cukup besar tiap harinya sekitar 100 ton/hari. Pabrik
membeli seluas lahan di sekitar pabrik untuk menempatkan limbah tersebut,
karena limbah Blotong biasanya dibuang dengan cara penumpukan (open
dumping). Oleh masyarakat sekitar limbah yang dibuang terutama blotong (ampas
tebu) diambil secara cuma- cuma untuk pembuatan asbes, genteng, pupuk,
kompos dan dijadikan bahan bakar industri, dan batu bata, karena blotong ini
masih mengandung sejumlah belerang sehingga baik untuk dijadikan sebagai
bahan bakar Pihak PG Madukismo melakukan pengovenan Blotong pada oven
dengan suhu 105º dalam kurun waktu 3 jam sebelum membuangnya.

Tujuan blotong di oven untuk mengurangi kadar air yang terdapat di blotong
tersebut, sehingga tidak menimbulkan bau yang sangat menyengat ketika dibuang.

30
pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, PG Madukismo
mendaur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi
tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk
organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk
diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan
kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk
anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong.

5.2.2 Penanganan Limbah Cair


Limbah cair tetes yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu menjadi gula
dimanfaatkan oleh PG Madukismo sebagai alkohol. Alkohol ini di produksi di PS.
Madukismo yang merupakan alkohol jenis etanol. Pembuatan alkohol ini
merupakan salah satu upaya pengolahan limbah. Alkohol dapat dijadikan sebagai
campuran kosmetik dan industri farmasi.

5.2.3 Pengolahan Limbah Gas


Limbah gas yang ada di PG Madukismo ini berupa uap (CO²) yang langsung
dilepaskan kelingkungan (udara). Limbah ini tidak berbau serta tidak berwarna
karena berupa gas yang tidak bisa dilihat secara kasat mata. pada ketel dilengkapi
dengan dust collector dan cyclone yang dapat memisahkan partikel dari gas
dengan cara memasukan aliran gas menurut gerakan rotasi dan membentuk
vorteks sehingga menimbulkan gaya sentrifugal yang akan melempar partikel
secara radial ke arah dinding cerobong.

31
6 BAB VI
TUGAS KHUSUS

6.1 Pendahuluan
6.1.1 Latar Belakang Masalah
Kelancaran produksi merupakan prioritas utama bagi perusahaan. Seringkali
terhentinya proses produksi disebabkan oleh mesin atau komponen pada mesin.
Ketika mesin atau komponen mesin mengalami kerusakan, maka proses produksi
terhenti sebentar untuk memperbaiki, mengganti mesin yang rusak. Hal tersebut
pastinya mengganggu produktivitas dan dampaknya bisanya juga mempengaruhi
kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah
mesin tersebut adalah dengan cara strategi perawatan atau pemeliharaan yang baik
(Prabowo & Agustiani, 2017). Salah satu metode yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah tersebut adalah Total Production Maintenance. TPM ini
merupakan sistem yang bermanfaat dalam peningkatan produktivitas
pabrik(Priyono et al., 2019). Ada sembilan prinsip pilar yang ada pada metode
Total Productive Maintenance. Manfaat dari penerapan sembilan pilar tersebut
guna untuk mengurangi kerusakan, meningkatkan efisien peralatan, mengurangi
tingkat kegagalan ketersedian, meningkatkan efisiensi kerja (Baety et al., 2019)

Dalam proses produksi gula pasir, salah satu mesin yang digunakan dalam
proses produksi di PG Madukismo adalah mesin putaran SHS yang terletak di
stasiun putaran. Mesin putaran SHS beroperasi 3-4 kali produksi per hari dengan
waktu istirahat 1,5-2 jam. Selama produksi sering terjadi kerusakan seperti
kampas terbakar, scraper, saringan dan laher yang rusak. Untuk kerusakan kampas
rem tertinggi sebanyak 4 kali sebulan, kerusakan saringan kerja tertinggi sebanyak
4 kali dan kerusakan laher tertinggi sebanyak 3 kali. Preventive maintenance yang
dilakukan masih kurang optimal, karena mesin masih mengalami downtime. Efek
downtime mesin putaran SHS tersebut akan menurunkan kecepatan dan performa
mesin sehingga menghasilkan nilai OEE yang rendah (Prabowo & Agustiani,
2017).

32
Maka perlu diperlukan analisis dan perhitungan yang tepat terhadap mesin
putaran SHS dengan menggunakan metode Total Production Maintenance untuk
selama produksi dan dilanjutkan perhitungan metode Overall Equipment
Effectiveness dan analisis Six Big Losses. Berdasarkan penelitian menggunakan
metode Total Production Maintenance, Overall Equipment Effectiveness dan Six
Big Losses oleh (Hidayanto et al., 2019) hasil penelitian tersebut metode Overall
Equipment Effectiveness dengan menghitung avaibility, performance, quality
rate, dan efektivitas mesin dapat mengurangi kerusakan mesin atau mengurangi
downtime pada proses produksi. Penelitian ini menggunakan metode yang sama
untuk mengetahui nilai avaibility, performance, quality rate pada mesin putaran
SHS dengan metode yang digunakan diharapakan dapat diperoleh cara menjaga
efektivitas mesin.

6.1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Berapa besar tingkat efektivitas dari mesin putaran SHS dengan metode
perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) di PG Madukismo?
2. Faktor six big losses apa saja yang dominan timbul pada proses dari mesin
putaran SHS pada PG Madukismo?
3. Bagaimana tahap evaluasi faktor six big losses dari penerapan Total
Productive Maintenance (TPM) pada mesin putaran SHS pada PG
Madukismo?

6.1.3 Batasan Masalah


Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu mengenai kerusakan
mesin putaran SHS pada stasiun putaran di PG Madukismo untuk mencegah
downtime pada perusahaan. Batasan masalah yang dilakukan yaitu sebagai
berikut:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada lini produksi stasiun putaran, khususnya
pada mesin putaran SHS pada mesin di PG Madukismo

33
2. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Overall Equipment
Effectieness (OEE) yang digunakan untuk mengukur tingkat effektivitas mesin
yang sesuai dengan prinsip-prinsip TPM untuk dapat mengetahui besarnya
kerugian pada mesin/peralatan pada mesin putaran SHS, atau metode lebih
dikenal dengan nama six big losses
3. Pendefinisian permasalah yang sebenarnya dilakukan dengan menggunakan
Cause and Effect diagram. Sedangkan kerusakan mesin dianalisis secara
statiskal, dan kerusakan secara teknikal tidak dibahas.

6.1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini yang hendak dicapai sesuai dengan latar
belakang serta rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pencapaian yang didapat berdasarkan dari perhitungan


OEE mesin putaran SHS.
2. Untuk menentukan dari faktor utama sebagai dasar untuk dilakukannya
evaluasi dan perbaikan menggunakan metode diagram Fishbone.
3. Untuk mengevaluasi dari pengaruh terhadap kerugian Six Big Losses dan
pengaruh dari nilai perhitungan Overal Equipment Efectiveness (OEE)

6.1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang bisa diambil dalam penelitian ini adalah Penelitian ini dapat
menambah pengetahuan tambahan tentang perusahaan agroindustri, PT Madubaru
mengenai masalah-masalah yang terjadi, khususnya tentang model penerapan
Total Productive Maintenance dan sebagai landasan untuk bisa
mengimplementasikan secara langsung.

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan pertimbangan kepada


perusahaan agroidustri, PT Madubaru untuk tingkat perawatan, perbaikan
kelancaran mesin dan pencegahan kerusakan pada mesin atau komponen mesin
tersebut.

34
6.2 Landasan Teori
6.2.1 Total Productive Maintenance (TPM)
Total Productive Maintenance (TPM) adalah sistem atau cara yang
bermanfaat untuk memaksimalkan kinerja dari peralatan dari mesin sahingga
metode pemeliharaan mesin yang telah ditentukan dari seluruh peralatan yang
mengimplementasikan dari aturan yang memberikan pengetahuan terhadap
perawatan dan perbaikan kepada seluruh anggota dari perusahaan tersebut,
melalui efisiensi tingkatan kinerja dari seluruh anggota yang terlibat. Metode
TPM akan menjelaskan semua proses perawatan menjadi suatu hal yang sangat
penting dari seluruh aktifitas produksi, dimana total productive maintenance
merupakan suatu metode pendekatan yang dilakukan secara proaktif untuk
meminimasi perawatan yang tidak terjadwal sebelumnya(Tortorella et al., 2021).
Implementasi total productive maintenance sendiri diarahkan berdasarkan pada
pencapaian efisiensi produksi yang dilakukan di perusahaan, karena untuk
sekarang banyak sekali unit industri yang mengimplementasikan dari sistem
manusia mesin, sehingga tercapainya efisiensi proses dari produksi sesuai yang
diinginkan

Terdapat 9 pilar yang untuk penerapan TPM Berikut ini merupakan penjelasan
dari pilar TPM(Adesta et al., 2018):

1. 5S, implementasi manajerial perawatan terhadap stasiun kerja yang bersifat


menyeluruh dan sistematik. 5S sendiri merupakan istilah yang berasal dari
Jepang, yang isinya antara lain Seiri, Seiton, Seiketsu, dan Shitsuke
2. Education and Training, menjelaskan pengetahuan yang diperlukan,
bagaimana cara mengajarinya, dan bagaimana pengetahuan tersebut di serap
dan dipahami. Hal tersebut penting karena kompetensi dari operator di
konfimasikan.
3. Targeted Maintenance, akan ada masalah diluar dugaan dengan peralatan atau
proses yang harus dihilangkan dan sulit untuk diidentifikasi dari masa lalu
4. Planned Maintenance, perawatan yang terencana untuk mencari penyebab
mendasar dari masalah dan mengidentifikasi serta mengimplentasikan akar
penyebab masalah

35
5. Autonomous Maintenance, kewajiban setiap pekerja untuk melakukan inspeksi
rutin, pelumasan, penggantian komponen, deteksi dini dari ketidak normalan
peralatan dengan tujuan untuk melindungi peralatan sendiri.
6. Quality Maintenance, setelah menemukan penyebab masalah, selanjutnya tim
akan menyelidiki apakah modifikasi dapat diimplementasikan untuk
meningkatkan hasil, atau dapat mencari proses manufaktur yang berbeda yang
mungkin tidak menunjukkan batasan yang sama.
7. Safety, Health, and Environment, pentingnya melatih operator dalam
melaksanakan tugas dan harus memahami penilaian risiko sampai beberapa
konsep keselamatan lainnya secara rinci
8. Applied to Administration, mengatasi masalah seperti kurangnya suku cadang,
suku cadang tidak tepat, bahan berkualitas rendah, suku cadang yang dikirim
tidak sesuai dengan spesifikasi dan masalah lainnya.
9. Maintenance Prevention, kelompok TPM yang dipilih untuk memusatkan
pengetahuanya tentang standar kinerja dalam hal pemeliharaan melibatkan
seluruh organisasi.

6.2.2 Identifikasi Six Big Losses


Selain untuk memaksimalkan Overall Equipment Effectiveness (OEE),
Total productive maintenance (TPM) adalah mengeliminasi pemborosan yang
dikategorikan ke dalam six big losses, yaitu:

a. Equipment Failure Losses/breakdown losses adalah kerugian yang


ditimbulkan dari kegagalan proses produksi dari mesin yang digunakan
dengan membutuhkan waktu untuk pemeliharaan. Rumus berikut dapat
digunakan untuk menghitung kerugian kegagalan peralatan:

total breakdown
×100
loading time

b. Setup and Adjustment Losses adalah kerugian yang terjadi efek dari adanya
perubahan model atau produk yang dikerjakan pada mesin tersebut, perubahan
waktu kerja yang membuat proses produksi berhenti beroperasi. Maka dapat
menggunakan rumus berikut untuk menghitung:

36
total setup∧adjustment time
×100
loadingtime

c. Idling and Minor Stoppages Losses adalah idling dan sedikit downtime losses
mengacu pada kegiatan menunggu kedatangan material dan suku cadang
mesin, dan disebabkan oleh mesin yang diblokir atau dihentikan untuk jangka
waktu tertentu. Menghitung idling and minor stoppages losses dapat dihitung
dengan rumus berikut:

non productive time


× 100
loading time

d. Reduce Speed Losses adalah waktu mesin kehilangan performa yang


disebabkan karena turunnya kecepatan proses produksi, yaitu mesin tidak
berjalan dengan kecepatan yang ditentukan sebelumnya dan kehilangan
kecepatan yang berkurang dapat mengakibatkan lama waktu produksi. Untuk
menghitung Reduce Speed Losses dapat dihitung menggunakan rumus berikut

operation time−(ideal cycle time ×total produksi)


×100
loading time

e. Defect Losses adalah suatu hal yang diakibatkan dari produk atau barang yang
tidak memenuhi persyaratan atau produk cacat yang dihasilkan dalam proses
produksi.. Defect Losses tentu dihitung dengan rumus berikut:

Ideal cycle time× scrap


× 100
loading time

f. Rework Losses suatu hal yang diakibatkan oleh hasil produk yang tidak
memenuhi spesifikasi pengulangan sehingga menimbulkan waktu produksi
yang hilang dan juga dapat menyebabkan kerugian pada material produksi.
Reworks losses dapat ditentukan dengan rumus:

Ideal cycle time× rework


×100
loading time

Setelah ditentukan dari six big losses atau 6 kerugian besar, dapat
diidentifikasi. Maka dari itu dapat mengurangi kerugian yang bisa ditimbulkan

37
dan dapat memberikan manfaat kepada pihak perusahaan dan peningkatan
kekuatan produksi dengan efek kerugian yang telah diminimalisirkan

6.2.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE)


Metode perhitungan OEE juga telah diimplementasikan dalam bidang
industri untuk mengetahui tingkatan kinerja suatu mesin produksi. Metode OEE
terdapat tiga bagian yaitu ketersediaan peralatan dan bahan baku, kinerja dari
mesin dan peralatan, dan kualitas dari produk yang dihasilkan.(Prasmoro &
Ruslan, 2020) Dimana dari setiap bagian memiliki tujuan pada prospek proses
produksi yang mampu ditingkatkan. Overall Equipment Effectiveness (OEE)
mampu menilai dari kinerja serta mampu menentukan potensi peluang
peningkatan, dan memiliki focus untuk usaha dari peningkatan pada bagian yang
berkaitan dengan optimasi peralatan.(T Budi Agung et al., 2021) Penentuan nilai
tingkat Overal Equipment Effectiveness (OEE) tentunya untuk menentukan nilai
kinerja atau Key Performance Indicator (KPI) dalam tahap penerapan sistem lean
manufacturing.

Overall Equipment Effectiveness (OEE) memiliki standar world class


untuk semua indikator, yaitu:

Tabel 6.7 OEE Standar World Class

OEE Faktor World Class (JIPM)


Availability 90,0%
Performance 95,0%
Quality 99,9%
Overall OEE 85,4%
(Industries, 2021)

6.2.4 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)


Diagram sebab akibat adalah suatu metode tersusun secara sistematis yang
mampu menganalisa lebih detail dan terstruktur untuk mengetahui kausalitas dari
permasalahan yang ditemukan, serta setiap perbedaan yang ditemukan. Diagram
sebab akibat juga bisa dipergunakan pada saat berdiskusi menggunakan metode
brainstorming untuk menentukan suatu permasalahan yang terjadi, tentunya

38
dibutuhkan analisa masalah yang terperinci, dan mendalam untuk mendapatkan
hasil dari permasalahan tersebut. Untuk mengetahui berbagai faktor konsekuensial
yang disebabkan oleh perbedaan dari hasil kualitas pekerjaan, tentunya akan
menemukan 5 faktor yang harus ditentukan dan diidentifikasi, antara:

a. Faktor Manusia (man)


b. Faktor Metode Kerja (Process)
c. Faktor Mesin atau peralatan kerja lainya (machine/equipment)
d. Faktor Bahan Material (raw material)
e. Faktor Lingkungan (Environment)

Berdasarkan metode fishbone diagram dapat digunakan untuk hal-hal sebagai


berikut:

1. Menentukan atau meringkas penyebab dalam suatu masalah.


2. Identifikasi kategori dan subkategori sebab akibat yang berdampak dari
suatu hasil kualitas tertentu.

6.2.5 Tinjauan Pustaka


Penelitian mengenai analisis kinerja mesin produksi melalui penerapan
Total Productive Maintenance (TPM), Overall Equipment Effectiveness(OEE),
Six Big Losses ini bukan merupakan hal baru, melainkan sebuah penelitian yang
sudah pernah dilakukan sebelumnya, dan berikut beberapa penelitian yang pernah
ada mengenai analisis kinerja mesin produksi melalui penerapan Total Productive
Maintenance (TPM), Overall Equipment Effectiveness(OEE), Six Big Losses
sebagai perbandingan dengan penelitian yang dilakukan saat ini:

Tabel 6.8 Penelitian Terdahulu


Nama,
No Judul Kesimpulan
Tahun
1 (Prabowo & Evaluasi Penerapan Faktor six big losses yang paling berpengaruh
Agustiani, TPM Melalui terhadap rendahnya OEE mesin Wrapping
2017) Pendekatan OEE Untuk High Speed Line 4 diketahui dengan analisis
Meningkatkan Kinerja korelasi berganda adalah variabel X2 yaitu
Mesin High Speed Breakdown loss dengan R sebesar -0,46.
Wrapping Di PT. TES

39
Nama,
No Judul Kesimpulan
Tahun
2 (Baety et Penerapan TPM Dalam Nilai OEE pada tahun 2016 belum mencapai
al., 2019) Bottleneck Auto-Part nilai Standar World Class yang ditetapkan
Machining Line yaitu 85%. dilakukan analisis menggunakan
Menggunakan Metode diagram fishbone untuk mengetahui akar
OEE penyebab masalah yang terjadi dari six big
losses dengan mempertimbangkan faktor
manusia, mesin, lingkungan, material.
3 (Hidayanto Usulan Penerapan TPM bahwa mesin memiliki performansi yang
et al., 2019) Untuk Meningkatkan kurang bagus, dikarenakan tidak sesuai dengan
Efektivitas Mesin Tower standar KPI pada JIMP dan memiliki faktor
4 Pada Pt Xyz Dengan defect paling tinggi, maka dari itu disarankan
Menggunakan Metode ke perusahaan untuk mengkaji ulang
OEE penggunaan mesin maupun dari sumber daya
manusianya.
4 (Pratiwi, Usulan Penerapan TPM Faktor-faktor yang dapat mengalami kerugian
2019) pada Mesin Turbin Gas yang diprediksi cepat turun adalah kerugian
kerusakan 382 jam (46,53%) dan penghentian
minor pemalasan 373 jam (45,43),
pengurangan kecepatan 48 jam atau 5,85%,
kerugian pengerjaan ulang 13 jam atau 1,58%,
dan kerugian pengaturan dan penyesuaian 5
jam atau 0,61%. Akibatnya yang mungkin
tidak berdampak dalam waktu singkat, namun
akan langsung menyerang mesin jika tidak ada
perawatan pemeliharaan secara terus menerus
dan langsung.
5 (Priyono et Penerapan TPM Pada analisis menunjukkan bahwa pencapaian
al., 2019) Pabrik Gula Rafinasi di implementasi program 5S sebagai landasan
Indonesia (Studi Kasus: TPM adalah sekitar 65% untuk total area, dan
Pt. XYZ)” 61% untuk area produksi, sedangkan target
skor kepatuhan adalah 85%. Pelaksanaan
pemeliharaan terencana belum mencapai target
standar parameter availability dan
performance rate. pemeliharaan otonom
adalah pilar yang belum diterapkan di
perusahaan.
6 (Gunawan Analisis Penerapan TPM Diperoleh nilai keandalan mesin rolling mill
& Soleh, Menggunakan Distribusi sebesar 0.4308 atau 43.08% skala croanbach
2020) Weibull Pada Mesin alpha dengan laju kegagalan 0.000163
Rolling Mill kegagalan per menit dan MTTF 4,2 Jam.
Rekomendasi penerapan pilar TPM digunakan
untuk meningkatkan keandalan mesin rolling
mill.
7 (Prasmoro Analisis TPM dengan Faktor terbesar yang mempengaruhi rendahnya
& Ruslan, Metode Overall nilai OEE adalah performance rate dengan
2020) Equipment Effectiveness faktor persentase six big losses pada reduce
(OEE) pada Mesin speed losses 42,66% dan idling and minor
Kneader (Studi Kasus stoppages sebesar 31,27% dari seluruh time
PT. XYZ) losses. Yang menyebabkan besarnya losses
terdiri dari faktor manusia, mesin, material,
metode, dan lingkungan. Faktor manusia dan
mesin merupakan faktor yang paling dominan.
8 (Purba & Analisa Produktivitas nilai Mean Time Between Failure (MTBF)
Marikena, Perawatan Forklift yang dihasilkan forklift 2,5 ton adalah 168 jam
2021) Menggunakan Metode dan forklift 3 ton adalah 180 jam, Mean Time

40
Nama,
No Judul Kesimpulan
Tahun
Penerapan TPM Di Pt. To Repair (MTTR) forklift 2,5 ton adalah 6,3
XYZ jam dan forklift 3 ton adalah 6,8 jam, serta
Availability forklift 2,5 ton adalah 0,84 jam
dan forklift 3 ton 0,821 jam dengan
menggunakan data record forklift 2 ton
dibagian produksi selama 12 bulan Januari
sampai Desember 2019
9 (Budi Usulan Perbaikan masih adanya ruang improvement dan
Agung et Melalui Penerapan TPM perbaikan yang harus dilakukan. Sedangkan
al., 2021) Dengan Metode OEE dari indikator utama yang berpengaruh
(T Budi Pada Mesin Twin Screw terhadap nilai OEE adalah equipment failure
Agung et Extruder Pvc Di Pt. Xyz dengan kisaran 2502.50 jam, dan dari hasil
al., 2021) diskusi terhadap analisis fishbone disimpulkan
bahwa aspek metode merupakan yang paling
berperan terhadap equipment failure tersebut
perlunya beberapa usulan perbaikan guna
memperbaiki tingkat OEE.
10 (Anthony, Analisis Penerapan Faktor terbesar yang menyebabkan rendahnya
2019) Total TPM efektivitas mesin yaitu reduced speed losses
Menggunakan Overall sebesar 11,59% dan equipment failure losses
Equipment Effectiveness sebesar 6,04%. Tindakan perbaikan yang
(OEE) Dan Six Big diusulkan adalah memprioritaskan 3 pilar
Losses Pada Mesin Cold utama TPM yaitu autonomous maintenance,
Leveller PT. KPS quality maintenance, training dan education.

11 (Adesta et Evaluating 8 pillars of mencoba untuk mengevaluasi lebih dalam


al., 2018) TPM implementation detail tentang bagaimana 8 pilar TPM
and their contribution to diterapkan di Indonesia dan dampaknya
manufacturing terhadap kinerja manufaktur.
performance
(Sumber: Olah Data 2022)

41
6.3 Metode Penelitian
6.3.1 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan bagaimana penerapan Total
productive maintenance (TPM), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Six Big
Losses pada mesin putaran SHS. Untuk memudahkan diagram alir penelitian yang
akan dilakukan:

Mulai

Studi Lapangan Studi Literatur

Identifikasi Masalah
Perumusan Masalah

Pengumpulan Data:
A. Data Umum Perusahaan
B. Data Produksi
C. Data Kerusakan Mesin
D. Data Jam Kerja dan Delay Mesin

Pengolahan Data:
A. Perhitungan Availability Ratio
B. Perhitungan Rate of Quality
C. Perhitungan Performance Efficiency
D. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness
E. Perhitungan Six Big Losses

Analisis Hasil dan Pembahasan


A. Overall Equipment Effectiveness
B. Six Big Losses
C. Pareto Diagram
D. Fishbone Diagram
E. Evaluasi Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 6.13 Diagram Alir Penelitian


(Sumber: Olah Data 2022)

42
6.3.2 Objek Penelitian
Dilakukan di PG Madukismo di Desa Padokan, Jalan Padokan, Jl.
Madukismo No No.21 pg, Rogocolo kelurahan Tirtonirmolo, kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55181. PG Madukismo memiliki
mesin produksi yang beragam di setiap stasiun produksinya dan objek penelitian
ini adalah mesin putaran SHS di stasiun putaran.

Gambar 6.14 Mesin Putaran SHS


(Sumber: Dokumentasi, 2022)

6.3.3 Tahapan Penelitian


Dalam penelitian ini, adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam
melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:

A. Studi pustaka untuk memperoleh referensi penelitian di PG Madukismo. Studi


pustaka yang dilakukan berisikan teori yang berhubungan dengan metode
Total Productive Maintenance (TPM), Overall Equipment Effectiveness
(OEE), dan Six Big Losses
B. Dilakukan identifikasi dan perumusan masalah. Pada tahap identifikasi
masalah, dimulai dari observasi, wawancara, dan diskusi langsung dengan
pembimbingan lapangan kerja praktik mengenai maintenance mesin putaran

43
di stasiun putaran pada PG Madukismo. Penelitian nantinya akan
mengidentifikasi terkait downtime pada mesin putaran SHS menggunakan
pendekatan total productive maintenance
C. Dilakukan studi literatur untuk mencari informasi penelitian terkait yang
dibutuhkan untuk penelitian dan melakukan pencarian teori terkait untuk
menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam penelitian.
D. Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data umum perusahaan pada PT Madubaru, tepatnya di PG Madukismo


2. Data produksi, data produk cacat, data kerusakan mesin, data jam kerja
dan delay mesin. digunakan untuk perhitungan nilai OEE dan six big
losses
E. Pengolahan data

Pengolahan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:

1. Perhitungan availability rate, mengukur efektivitas maintenance peralatan


atau mesin dalam kondisi produksi sedang berlangsung
2. Perhitungan performance rate, Perhitungan performance efficiency
dimulai dari perhitungan ideal cycle time. Ideal Cycle Time merupakan
waktu siklus ideal mesin dalam melakukan proses pengecekan(T Budi
Agung et al., 2021)
3. Perhitungan OEE, Overall Equipment Effectiveness (OEE), metode
standar untuk mengukur kinerja mesin produksi dalam analisis penerapan
program TPM (Total Productive Maintenance). OEE merupakan
kombinasi dari tiga faktor yaitu ketersediaan, kinerja dan kualitas yang
memberi tahu seberapa efisien suatu aset selama proses produksi pada
mesin.(Prasmoro & Ruslan, 2020)
4. Perhitungan six big losses, Six Big Losses dapat dianggap sebagai faktor-
faktor umum yang menyebabkan ketidakefektifan pada mesin. Secara garis
besar keenam faktor tersebut adalah breakdown loss, setup and adjustment

44
loss, idling and minor stoppage loss, reduce speed loss, rework loss dan
scrap loss (Anthony, 2019)
F. Dilakukan analisis dan pembahasan dengan berdasarkan hasil dari tahap
pengolahan data diatas. Selanjutnya akan melakukan analisis mengenai nilai
efektivitas mesin, dan membahas dari perhitungan efektivitas tersebut agar
dapat mengurangi downtime pada mesin
G. Kesimpulan dan saran untuk tahap penarikan kesimpulan berdasarkan analisa
hasil pengolahan data yang telah dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian saran kepada pihak perusahaan

6.4 Pengumpulan Data


Berdasarkan hasil wawancara dengan pembimbing lapangan dan bertanya
langsung kepada kepala mandor di bagian stasiun putaran SHS yang berfungsi
sebagai tahap awal pengumpulan data. Dilanjutkan dengan pengamatan langsung
dan melihat buku catatan harian mandor kepala bagian stasiun putaran SHS. Data
yang dikumpulkan adalah data mesin putaran SHS dan data produksi berlokasi di
departemen instalasi selama musim produksi pada tahun 2022

6.4.1 Data Produksi


Data produksi di PG Madukismo periode satu tahun pada bulan Mei 2022
hingga Desember 2022 akan ditampilkan pada tabel 6.3. Data ini merupakan hasil
rekapitulasi dari laporan produksi di PG Madukismo

Tabel 6.9 Data Perhitungan SHS Tebu 2022

Bulan Tebu (Ku) Produksi SHS. % Tebu


Mei 293.730 10.140 3,45
Juni 523.167 26.986 5,16
Juli 598.054 33.393 5,58
Agustus 901.568 58.596 6,5
September 502.827 35.813 7,12
Oktober 203.696 16.447 8,07
(Sumber: PG Madukismo, 2022)

45
6.4.2 Data Jumlah Produksi dan Produk Cacat
Defect amount merupakan data keseluruhan produk cacat baik yang tidak
dapat diolah kembali maupun yang dapat diolah kembali menjadi produk yang
berbeda. Produk cacat yang tidak dapat digunakan kembali disebut defect, dan
produk cacat yang masih bisa diolah kembali menjadi produk yang berbeda
disebut rework.

Tabel 6.10 Data Jumlah Produksi dan Produk Cacat


Processe Defect Amount
Bulan Produksi d Defec Rewor
Amount t k
May-2022 10.140 10.140 0 -
Jun-2022 26.986 26.986 0 -
Jul-2022 33.393 33.393 0 -
Aug-2022 58.596 58.596 0 -
Sep-2022 35.813 35.813 0 -
Oct-2022 16.447 16.447 0 -
TOTAL 181.375 181.375 0 -
(Sumber: PG Madukismo, 2022)

6.4.3 Data Kerusakan Pada Mesin putaran SHS


Dari hasil pengamatan pada mesin putaran SHS dan buku catatan harian
mandor kepala stasiun putaran, didapatkan data kerusakan komponen pada mesin
putaran SHS dalam periode Mei 2022-Oktober 2022:

Tabel 6.11 Kerusakan pada mesin putaran SHS


Saringan
Bulan Kampas Rem Bearing/Laher
Kerja
May-2022 1 2 1
Jun-2022 3 1 3
Jul-2022 1 2 2
Aug-2022 2 1 1
Sep-2022 3 4 3
Oct-2022 2 4 2
TOTAL 12 14 12
(Sumber: Buku catatan mandor kepala, 2022)

46
6.4.4 Data Jam Kerja dan Delay Mesin
Dari hasil pengamatan pada mesin putaran SHS dan buku catatan harian
mandor, yang menyebabkan delay mesin putaran adalah:

1. Available time, waktu yang tersedia untuk beroperasi, di sistem proses


produksi di PG Madukismo adalah mesin putaran SHS beroperasi secara terus
menerus 24 jam dalam satu hari
2. Setup and Adjustment time, periode waktu yang dibutuhkan untuk persiapan
mesin atau operasi produksi pada mesin putaran SHS
3. Planned Downtime, waktu berhenti / istirahat operasi mesin putaran SHS
sementara waktu yang ditetapkan
4. Downtime, lama waktu mesin berhenti produksi untuk pergantian part,
pengecekan dan pelumasan mesin pada mesin putaran SHS

Tabel 6.12 Data jam kerja dan delay mesin putaran SHS tahun 2022
Hari Available Setup&Adjustment Planned Total
Downtime
Bulan Kerja Time Time Downtime Delay
(Jam)
(Hari) (Jam) (Jam) (Jam) (Jam)
May-2022 31 744,00 4,00 46,50 2,65 64,45
Jun-2022 30 720,00 2,00 45,00 2,95 60,50
Jul-2022 31 744,00 2,00 46,50 3,15 62,45
Aug-2022 31 744,00 2,00 46,50 1,80 62,45
Sep-2022 30 720,00 2,00 45,00 5,95 60,50
Oct-2022 31 744,00 2,00 46,50 5,30 62,45
TOTAL 184 4.416,00 14,00 276,00 21,80 372,80
(Sumber: Olah Data, 2022)

6.5 Pengolahan Data


6.5.1 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
A. Penentuan Availability ratio
Availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi
downtime peralatan, terhadap loading time, Rumus yang digunakan untuk
mengukur availability ratio adalah:

1. Operating Time = Loading Time – Total Downtime


2. Loading Time = Available Time−Planned Downtime

47
OperationTime
3. Availability = x 100 %
Loading Time
Loading Time−Total Downtime
4. Availability = x 100 %
Loading Time

Dengan menggunakan rumus diatas, maka hasil perhitungan loading time,


total downtime, dan availability untuk bulan Mei 2022-Oktober 2022 disajikan
dalam tabel berikut:

Tabel 6.13 Perhitungan Loading Time dan Total Downtime


Available Planned Downtim Loading Total
Bulan Time Downtime e Time Downtime
(Jam) (Jam) (Jam) (Jam) (Jam)
May-2022 744,00 46,50 2,65 697,50 49,15
Jun-2022 720,00 45,00 2,95 675,00 47,95
Jul-2022 744,00 46,50 3,15 697,50 49,65
Aug-2022 744,00 46,50 1,80 697,50 48,30
Sep-2022 720,00 45,00 5,95 675,00 50,95
Oct-2022 744,00 46,50 5,30 697,50 51,80
TOTAL 4.416,00 276,00 21,80 4.140,00 297,80
(Sumber: Olah Data, 2022)

Tabel 6.14 Perhitungan Availability Ratio


Loading Time Total Downtime Operation Time Availability Ratio
Bulan
(Jam) (Jam) (Jam) (%)
May-2022 698 49,15 648,35 92,95
Jun-2022 675 47,95 627,05 92,90
Jul-2022 698 49,65 647,85 92,88
Aug-2022 698 48,30 649,20 93,08
Sep-2022 675 50,95 624,05 92,45
Oct-2022 698 51,80 645,70 92,57
RAT-RATA 92,81
(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari tabel hasil perhitungan availability di atas dapat diketahui bahwa nilai
availability tertinggi terdapat pada bulan Agustus 2022 dengan nilai 93,08% dan
nilai availability terendah terdapat pada bulan 2022 dengan nilai 9245. Hasil
perhitungan rata rata nilai availability dari bulan Mei 2022-Oktober 2022 adalah
sebesar 92,81

48
B. Perhitungan Performance Efficiency
Pehitungan performance efficiency dimulai dengan perhitungan ideal cycle
time. Ideal cycle time merupakan waktu siklus ideal mesin putaran SHS. Rumus
yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah:

Total Delay
1. Persentase jam kerja = 1− x 100 %
Available Time
Loading Time
2. Cycle Time =
Jumlah Produksi
3. Ideal Cycle Time = Waktu siklus x % jam kerja
Processed Amount x Ideal Cycle Time
4. Performance Efficiency = x 100 %
Operation Time

Dengan menggunakan rumus di atas, maka hasil perhitungan persentase jam


kerja efektif, cycle time, dan ideal cycle time untuk bulan Mei 2022 – Oktober
2022 ditunjukan pada tabel berikut:

Tabel 6.15 Perhitungan Persentase Jam Kerja Efektif


Available Total
Jam Kerja
Bulan Time Delay
(%)
(Jam) (Jam)
May-2022 744 53,15 92,86
Jun-2022 720 49,95 93,06
Jul-2022 744 51,65 93,06
Aug-2022 744 50,30 93,24
Sep-2022 720 52,95 92,65
Oct-2022 744 53,80 92,77
(Sumber: Olah Data, 2022)

Tabel 6.16 Perhitungan Ideal Cycle Time


Jumlah Jam
Loading Cycle Time Ideal Cycle Time
Bulan Produksi Kerja
Time (Jam) (Jam/Kw) (Jam/Kw)
(Kw) (%)
May-2022 10.140 697,50 0,069 92,86 0,064
Jun-2022 26.986 675,00 0,025 93,06 0,023
Jul-2022 33.393 697,50 0,021 93,06 0,019
Aug-2022 58.596 697,50 0,012 93,24 0,011
Sep-2022 35.813 675,00 0,019 92,65 0,017
Oct-2022 16.447 697,50 0,042 92,77 0,039
(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari tabel hasil perhitungan ideal cycle time mesin putaran SHS di atas
didapatkan hasil perhitungan ideal cycle time tertinggi pada bulan Mei 2022

49
dengan nilai 0,064 dan nilai cycle time terendah terjadi pada bulan Agustus 2022
dengan nilai 0,011

Tabel 6.17 Perhitungan Performance Efficiency


Processed Ideal Cycle Operation Time Performance
Bulan
Amount (KW) Time (Jam) (Jam) Efficiency (%)
May-2022 10.140 0,064 648,35 99,90
Jun-2022 26.486 0,023 627,05 98,32
Jul-2022 32.893 0,019 647,85 98,69
Aug-2022 58.096 0,011 649,20 99,32
Sep-2022 35.313 0,017 624,05 98,81
Oct-2022 15.947 0,039 645,70 97,16
RATA-RATA 98,53
(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari tabel hasil perhitungan performance efficiency mesin putaran SHS di


atas dapat didapatkan hasil perhitungan performance efficiency tertinggi pada
bulan Mei 2022 dengan nilai 99,90% dan nilai performance efficiency terendah
terjadi pada bulan Oktober 2022 dengan nilai 97,16%. Hasil perhitungan rata-rata
nilai performance efficiency dari bulan Mei 2022-Oktober 2022 didapatkan nilai
sebesar 98,53%

C. Perhitungan Rate of Quality Product


Rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan
kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.
Formula atau rumus yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:

Processed Amount x Defect Amount


Rate of quality product = x 100 %
Processed Amount

Dengan menggunakan rumus diatas, maka hasil perhitungan rate of


quality product untuk bulan Mei 2022-Oktober 2022 ditampilkan dalam tabel
berikut:

Tabel 6.18 Perhitungan Rate of Quality


Processed Total Rate of
Bulan Amount Defect Quality
(KW) (KW) (%)
May-2022 479.976 0 100,00
Jun-2022 884.324 0 100,00
Jul-2022 402.326 0 100,00

50
Processed Total Rate of
Bulan Amount Defect Quality
(KW) (KW) (%)
Aug-2022 1.095.857 0 100,00
Sep-2022 836.918 0 100,00
Oct-2022 807.069 0 100,00
RATA-RATA 100,00
Sumber: Olah data, 2022

Berdasarkan tabel hasil perhitungan di atas didapatkan hasil perhitungan


quality rate untuk bulan Mei-Oktober 2022 dengan nilai 100% semua.

D. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)


Untuk mengetahui besarnya efektivitas mesin secara keseluruhan, maka
terlebih dahulu harus diperoleh nilai-nilai availability ratio, performance
efficiency dan rate of quality product. Nilai OEE dihitung dengan rumus:

OEE = Availability(%)x Performance(%) x Quality (% )

Hasil perhitungan overall equipment effectiveness (OEE) bulan Mei 2022-


Oktober 2022 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6.19 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness


Rate of
Availability Ratio Performance Efficiency OEE
Bulan Quality
(%) (%) (%)
(%)
May-2022 92,95 99,90 100,00 92,86
Jun-2022 92,90 98,32 100,00 91,34
Jul-2022 92,88 98,69 100,00 91,66
Aug-2022 93,08 99,32 100,00 92,44
Sep-2022 92,45 98,81 100,00 91,35
Oct-2022 92,57 97,16 100,00 89,95
RATA-RATA 92,81 98,70 100,00 91,60
(Sumber: Olah Data, 2022)

Berdasarkan dari hasil perhitungan yang terlampir di atas didapatkan hasil


perhitungan overall equipment effectiveness (OEE) dengan nilai tertinggi yaitu
pada bulan Agustus 2022 dengan nilai 92,44% dan nilai terendah pada bulan
Oktober 2022 dengan nilai 89,95%. Hasil perhitungan rata – rata selama satu
tahun pada periode Mei 2022 hingga Oktober 2022 diatas didapatkan hasil rata –
rata dengan nilai 91.60% yang menandakan bahwa nilai OEE sudah memenuhi
standar yang ditetapkan JPIM yaitu sebesar 85,4%.

51
6.5.2 Perhitungan Six Big Losses
Produktivitas mesin atau peralatan pada PG Madukismo sudah tinggi dan
sedikit menimbulkan kerugian, walaupun demikian dilakukan perhitungan guna
mengetahui nilai efektif dan efisien mesin putaran SHS. Untuk mengukur
efektivitas dan efisiensi mesin putaran SHS di stasiun putaran pada PG
Madukismo dengan menggunakan Six Big Losses yaitu menggunakan enam faktor
sebagai berikut:

A. Breakdown Losses
Perhitungan breakdown losses menggunakan rumus sebagai berikut:
Total breakdown
Breakdown losses = ×100 %
Loading Time

Hasil perhitungan breakdown losses bulan Mei 2022 hingga Oktober 2022
ditampilan pada tabel berikut:

Tabel 6.20 Breakdown Losses


Total Loading Breakdown
Bulan Breakdown Time Loss
(Jam) (Jam) (%)
May-
2,65 697,50 0,38
2022
Jun-2022 2,95 675,00 0,44
Jul-2022 3,15 697,50 0,45
Aug-2022 1,80 697,50 0,26
Sep-2022 5,95 675,00 0,88
Oct-2022 5,30 697,50 0,76
RATA-RATA 0,53
(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari hasil perhitungan breakdown losses yang ada di atas didapatkan nilai
perhitungan breakdown losses dengan nilai tertinggi pada bulan September 2022
dengan nilai 0,88% sedangkan nilai terendah pada bulan Mei 2022 dengan nilai
0,38%. Hasil perhitungan rata – rata nilai breakdown losses selama satu tahun
pada Mei 2022 hingga Oktober 2022 yaitu sebesar 0,53%.

B. Setup and Adjustment losses


Perhitungan Set Up and Adjustment Losses menggunakan rumus:

Setup∧adjustment time
Setup and Adjusment Losses = ×100 %
Loading Time

52
Hasil dari perhitungan set-up and adjustment pada bulan Mei 2022 hingga
Oktober 2022 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6.21 Setup and Adjustment losses


Setup&Adjustment Loading Setup&Adjustment
Bulan Time Time loss
(Jam) (Jam) (%)
May-2022 4,00 697,50 0,57
Jun-2022 2,00 675,00 0,30
Jul-2022 2,00 697,50 0,29
Aug-2022 2,00 697,50 0,29
Sep-2022 2,00 675,00 0,30
Oct-2022 2,00 697,50 0,29
RATA-RATA 0,34
(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari hasil perhitungan Setup and Adjustment losses yang ada di atas
didapatkan nilai perhitungan Setup and Adjustment losses dengan nilai tertinggi
pada bulan Mei 2022 dengan nilai 0,57% sedangkan nilai terendah pada bulan
Juli, Agustus, November 2022 karena memiliki nilai sama yaitu 0,29%. Hasil
perhitungan rata – rata nilai Setup and Adjustment losses selama satu tahun pada
Mei 2022 hingga Oktober 2022 yaitu sebesar 0,34%.

C. Idling and minor stoppaged losses


Berdasarkan daya delay mesin yang diperoleh, faktor yang termasuk non-
productive time adalah delay yang memakan waktu. Perhitungan idling and minor
stoppaged losses menggunakan rumus seperti berikut:

non productive
idling and minor stoppaged losses = x 100 %
loading time

Hasil dari perhitungan idling and minor stoppaged losses pada bulan Mei
2022 hingga Oktober 2022 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6.22 idling and minor stoppaged losses

53
Total Loading Idling and Minor Stoppages
Bulan Delay Time losses
(Jam) (Jam) (%)
May-2022 53,15 697,50 7,62
Jun-2022 49,95 675,00 7,40
Jul-2022 51,65 697,50 7,41
Aug-2022 50,30 697,50 7,21
Sep-2022 52,95 675,00 7,84
Oct-2022 53,80 697,50 7,71
RATA-RATA 7,53
(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari hasil perhitungan idling and minor stoppaged losses yang ada di atas
didapatkan nilai perhitungan idling and minor stoppaged losses dengan nilai
tertinggi pada bulan September 2022 dengan nilai 7,84% sedangkan nilai terendah
pada bulan Agustus 2022 dengan nilai 7,21%. Hasil perhitungan rata – rata nilai
idling and minor stoppaged losses selama satu tahun pada Mei 2022 hingga
Oktober 2022 yaitu sebesar 7,53%.

D. Reduced Speed Losses


Perhitungan reduced speed losses menggunakan rumus sebagai berikut:
Reduced speed losses =

Actual Production Time−(Ideal Cycle Time × jumlah produk)


× 100 %
loading Time

Hasil dari perhitungan reduced speed losses pada bulan Mei 2022 hingga
Oktober 2022 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6.23 Reduced speed losses


Reduced
Actual Ideal Cycle Jumlah Loading
Speed
Bulan Production Time Time Produksi Time
Losses
(Jam/Kw) (Jam/Kw) (Kw) (Jam)
(%)
May-2022 648,35 0,064 10.140 697,50 0,10
Jun-2022 627,05 0,023 26.986 675,00 -0,17
Jul-2022 647,85 0,019 33.393 697,50 -0,18
Aug-2022 649,20 0,011 58.596 697,50 -0,16
Sep-2022 624,05 0,017 35.813 675,00 -0,19
Oct-2022 645,70 0,039 16.447 697,50 -0,20
RATA-RATA -0,13
(Sumber: Olah Data, 2022)

54
Dari hasil perhitungan reduced speed losses yang ada di atas didapatkan
nilai perhitungan reduced speed losses dengan nilai tertinggi pada bulan Mei 2022
dengan nilai 0,10% sedangkan nilai terendah pada bulan Oktober 2022 dengan
nilai -0,20%. Hasil perhitungan rata – rata nilai reduced speed losses selama satu
tahun pada Mei 2022 hingga Oktober 2022 yaitu sebesar -0,13%.

E. Scrap Losses
persentase faktor scrap losses mempengaruhi efektivitas mesin.
Perhitungan yang digunakan yaitu seperti berikut:

Ideal cycle time× Scrap


Scrap losses = ×100 %
Loading Time

Hasil dari perhitungan scrapp losses pada bulan Mei 2022 hingga Oktober
2022 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6.24 Scrap Losses


Loading Time Ideal Cycle Time Scrap Scrap Losses
Bulan
(Jam) (Jam/Kw) (Kw) (%)
May-2022 697,50 0,064 0 0,00
Jun-2022 675,00 0,023 0 0,00
Jul-2022 697,50 0,019 0 0,00
Aug-2022 697,50 0,011 0 0,00
Sep-2022 675,00 0,017 0 0,00
Oct-2022 697,50 0,039 0 0,00
RATA-RATA 0,00
(Sumber: Olah Data, 2022)

F. Rework Losses
Produk yang tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang telah ditentukan
walaupun masih dapat diperbaiki ataupun dikerjakan ulang. Rugi ini berpengaruh
terhadap stock material dan waktu operasi yang tidak efisien. Perhitungan ini
menggunakan rumus sebagai berikut:

Ideal Cycle Time × rework


Rework Losses= × 100 %
Loading Time

Hasil dari perhitungan rework losses pada bulan Mei 2022 hingga Oktober
2022 ditampilkan pada tabel berikut:

55
Tabel 6.25 Rework Losses
Loading Time Ideal Cycle Time Rework Rework Losses
Bulan
(Jam) (Jam/Kw) (Kw) (%)
May-2022 697,50 0,064 0 0,00
Jun-2022 675,00 0,023 0 0,00
Jul-2022 697,50 0,019 0 0,00
Aug-2022 697,50 0,011 0 0,00
Sep-2022 675,00 0,017 0 0,00
Oct-2022 697,50 0,039 0 0,00
RATA-RATA 0,00
(Sumber: Olah Data, 2022)

Berdasarkan dari hasil perhitungan reworks losses diatas didapatkan hasil


dari periode bulan Mei 2022 hingga Oktober 2022 memiliki nilai yang sama yaitu
0,00%.

6.6 Analisis dan Pembahasan


6.6.1 Analisis dan Pembahasan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Hasil dari perhitungan yang dilakukan dari bulan Mei 2022 hingga Oktober
2022 dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)
dengan nilai OEE, availability, performance efficiency, dan rate of quality pada
mesin putaran SHS. Maka dapat diketahui nilai terendah dan tertinggi, yang
ditunjukkan pada berikut:

Tabel 6.26 Nilai Elemen Pada Overall Equipment effectiveness (OEE)


Nama Elemen Tertinggi Terendah Rata-Rata
Overall Equipment Effectiveness Agustus 2022 Oktober 2022 91,60%
(OEE) (92,44%) (89,95%)
Agustus 2022 Oktober 2022 92,81%
Availability
(93,08%) (92,57%)
Mei 2022 Oktober 2022 98,70%
Performance Efficiency
(99,90%) 97,16%
Rate of Quality 100% 100% 100%
(Sumber: Olah Data, 2022)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai Overall Equipment


Effectiveness (OEE) menunjukan bahwa nilai rata-rata Overall Equipment
Effectiveness (OEE), availability, performance efficiency, dan rate of quality
dalam Periode Mei 2022 hingga Oktober 2022 telah memenuhi standar yang
sudah ditetapkan oleh standar Japan Institute of Plan Maintenance (JPIM).

56
Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) 96,09% < 85,4%, sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan JPIM. Nilai Availability dengan nilai
92,81% < 90,0%, sesuai dengan standar yang ditetapkan JPIM. Nilai Performance
Efficiency yang diperoleh yaitu sebesar 98,70% < 95% nilai sesuai dengan standar
Performance Efficiency yang ditetapkan oleh JPIM. Nilai Rate of Quality 100% <
99,9%, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan JPIM.

6.6.2 Analisis dan Pembahasan Six Big Losses


Hasil dari perhitungan six big losses dalam periode satu tahun pada bulan mei
2022 hingga oktober 2022 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 6.27 Perhitungan Six Big Losses


Idling and
Set-up and Reduced Rework Scrap
Breakdown Minor
Adjustment Speed Losses Losses
Losses (%) Stoppages
(%) Losses (%) (%) (%)
(%)
Mei
2022-
0,53% 0,34% 7,53% -0,13% 0,00% 0,00%
Oktober
2022
(Sumber: Olah Data, 2022)

Berdasarkan hasil dari perhitungan Six Big Losses dapat dilihat bahwa
faktor yang memberikan masalah dari faktor six big losses berdasarkan persentase
terbesar yaitu Idling and Minor Stoppages tingginya persentase Idling and Minor
Stoppages diakibatkan delay yang terjadi. Faktor-faktor yang menyebabkan delay
yaitu, pemberhentian mesin sejenak, idle time dari mesin, dan pergantian part
mesin.

Pada tabel rata-rata persentase losses mesin putaran SHS yang dapat dilihat
pada tabel diatas dapat dilihat juga dalam bentuk grafik pareto seperti grafik
dibawah.

57
Gambar 6.15 Grafik Pareto Untuk losses Mesin Putaran SHS Periode 6 Bulan
(Sumber: Olah Data, 2022)

Pada grafik pareto dapat kita lihat bahwa kontribusi losses paling besar dan
paling berpengaruh pada mesin putaran SHS dalam memproduksi produk Gula di
bulan Mei 2022 hingga September 2022 adalah Reduced Idling and Minor
Stoppages Losses dan Breakdown losses. Prioritas yang diambil untuk
dilakukannya tindakan minimasi adalah 2 losses tersebut. Diambil 2 losses
terbesar karena 2 losses ini memiliki nilai persentase yang tinggi

Berikut ini adalah jenis-jenis kerusakan/ gangguan yang termasuk dalam


breakdown losses

Tabel 6.28 Detail kerusakan untuk breakdown losses


Persentas
N Breakdown Total Brekadown
e
o Mechanical Mechanical
(%)
1 Burn brake pad 1,,80 8,26%
2 Filter leak 14,00 64,22%
3 Broken bearing 6,00 27,52%
TOTAL 21,80 100%
(Sumber: Olah Data, 2022)
Dari tabel di atas terlihat bahwa breakdown loss terbesar disumbang oleh
filter leak. Kerusakan saringan kerja pada mesin SHS membutuhkan breakdown
selama 1 jam dibandingkan broken bearing dengan waktu breakdown ½ jam dan

58
burn brake pads dengan waktu 10 menit. Sehingga jenis gangguan/kerusakan
inilah yang akan menjadi prioritas untuk diperbaiki segera.

6.6.3 Analisis dan Pembahasan Fishbone Diagram


Pada perhitungan dan analisis losses diatas maka 2 losses yang didapatkan
masuk dalam kategori speed losses yang dimana hal ini mempengaruhi kurangnya
performa mesin putaran SHS dalam bekerja pada lantai produksi mesin stasiun
putaran PG Madukismo. Dari hal tersebut lalu tahap selanjutnya adalah
menelusuri akar penyebab munculnya speed losses tersebut dengan cara membuat
diagram fishbone pada gambar sebagai berikut.

Gambar 6.16 Diagram Fishbone Losses Mesin Putaran SHS


(Sumber: Olah Data, 2022)

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa terdapat 4 kategori yaitu sebagai
berikut:
a. Manusia, salah satu faktor yang menyebabkan tingginya reduced speed losses
yaitu kurang monitoring kondisi mesin, kemampuan dan pengalaman teknisi
berbeda-beda dan tekanan menyelesaikan perbaikan harus cepat.
b. Mesin, mesin putaran SHS beroperasi selama 24 jam dalam satu hari dan
harus beroperasi terus menerus dalam satu hari membuat komponen yang ada
pada mesin cepat mengalami keausan atau kerusakan.
c. Material/sparepart, salah satu penyebab adanya losses adalah spesifikasi
sparepart yang kurang sesuai dan kualitas dibawah standar

59
d. Metode, metode maintenance yang digunakan saat ini adalah metode
preventive maintenance. Berdasarkan faktor fishbone diatas perlu evaluasi
perbaikan sistem TPM berdasarkan 8 Pilar TPM dengan prioritas 3 pilar
utama yaitu autonomous maintenance, quality maintenance dan training &
education

6.6.4 Evaluasi Hasil Analisis dan Pembahasan


Evaluasi dari hasil analisis dan pembahasan OEE, Six Big Losses, dan
Fishbone Diagram yang berfokus pada mesin putaran SHS. Usulan diberikan
pada faktor-faktor yang dominan dalam efektivitas mesin yaitu idling and minor
stoppaged losses dan breakdown losses. Adapun evaluasi yang diberikan sebagai
berikut:

a. Evaluasi pada faktor manusia yaitu perlu diadakan pelatihan oleh tim ahli dan
kerja sama pelatihan dan sosialisasi dengan sesama pabrik gula

b. Evaluasi pada faktor mesin yaitu perlu meningkatkan kegiatan preventive


maintenance untuk menurunkan tingkat kerusakan, penyusunan rencana dan
evaluasi perawatan pencegahan, dan mesin yang sudah berumur dapat
dievaluasi dan penjadwalan untuk dilakukan overhaul mesin
c. Evaluasi pada Material/sparepart untuk mengurangi losses yang terjadi yaitu
pembelian sparepart dengan kualitas yang lebih baik dan pengecekan kembali
sebelum pembelian sparepart untuk mesin putaran
d. Metode, metode maintenance yang digunakan saat ini adalah metode
preventive maintenance. Evaluasi perbaikan sistem berdasarkan 8 Pilar TPM
dengan prioritas 3 pilar utama yaitu autonomous maintenance, quality
maintenance dan training & education:
1. Autonomous maintenance, mengimplementasikan kegiatan
maintenance harian oleh operator pada aktivitas pembersihan, inspeksi
mesin dan pelumasan mesin
2. Quality maintenance, melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap
kerusakan atas mutu dan kontrol performa mesin, penerapan sistem

60
preventive maintenance yang efektif dalam ketepatan waktu dan
mengimplementasikan pendeteksi kesalahan dini.
3. Training dan education, gaps skill dan training need analysis,
conduct training terkait materi khusus dan awareness training secara
regular, verifikasi efektivitas terhadap kepatuhan penerapan.

61
7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan uraian hasil pengukuran OEE di mesin putaran
SHS pada PG Madukismo, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Overall Equipment Effectiveness pada PG Madukismo Bulan Mei 2022 –


Oktober 2022 telah memenuhi standar Japan of Plan Maintenance (JPIM)
dengan nilai rata – rata yaitu sebesar 91,60% dan nilai yang memenuhi
standar yang ditetapkan JPIM adalah Availability dengan nilai % > 90,0%.
2. Faktor yang memiliki persentase terbesar dari faktor six big losses pada
mesin Putaran SHS adalah Idling and minor stoppages dengan nilai 7,53%
yang menyebabkan menurunnya efektivitas mesin. Sementara faktor lain
yaitu Breakdown losses dengan nilai 0,34% dan Setup and Adjustment
losses sebesar 0,53% yang disebabkan faktor mesin, material/sparepart,
manusia dan metode maintenance pada diagram fishbone yang sudah
dibuat.
3. Evaluasi hasil yang diberikan adalah diadakan pelatihan oleh tim ahli dan
kerja sama pelatihan dan sosialisasi dengan sesama pabrik gula,
peningkatan preventive maintenance, evaluasi penjadwalan, sparepart
dengan kualitas yang lebih baik, pengecekan kembali sparepart, dan
metode prioritas 3 pilar utama TPM

7.2 Saran
Dari penelitian ini dapat diberikan beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mencegah downtime di masa mendatang, perusahaan harus


menerapkan perawatan rutin dan pemeriksaan yang dilakukan dengan
benar untuk menghindari kerusakan.
2. Sebaiknya perusahaan lebih memperhatikan kondisi mesin dengan
memperkirakan downtime mesin dan melakukan penjadwalan berkala
untuk memprediksi kerusakan mesin. Secara khusus, manusia harus selalu

62
memperhatikan konsep TPM yang ditetapkan oleh perusahaan untuk
menghindari downtime di masa mendatang.

63
DAFTAR PUSTAKA

Adesta, E. Y. T., Prabowo, H. A., & Agusman, D. (2018). Evaluating 8 pillars of


Total Productive Maintenance (TPM) implementation and their contribution
to manufacturing performance. IOP Conference Series: Materials Science
and Engineering, 290(1). https://doi.org/10.1088/1757-899X/290/1/012024
Anthony, M. B. (2019). Analisis Penerapan Total Productive Maintenance (TPM)
Menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dan Six Big Losses
Pada Mesin Cold Leveller PT. KPS. JATI UNIK : Jurnal Ilmiah Teknik Dan
Manajemen Industri, 2(1), 94. https://doi.org/10.30737/jatiunik.v2i2.333
Baety, R., Budiasih, E., & Atmaji, F. T. D. (2019). Penerapan Total Productive
Maintenance (TPM) Dalam Bottleneck Auto-part Machining Line
Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE).
EProceedings
Daniyanto, Sutidjan, Deendarlianto, & Budiman, A. (2015). Torrefaction of
Indonesian sugar-cane bagasse to improve bio-syngas quality for gasification
process. Energy Procedia, 68, 157–166.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2015.03.244
Gunawan, W., & Soleh, F. (2020). Analisis Penerapan Total Productive
Maintenance Menggunakan Distribusi Weibull Pada Mesin Rolling Mill.
Jurnal InTent, 3(1), 42–51.
Hidayanto, M. B., Tatas, F., Atmaji, D., & Budiasih, E. (2019). Usulan Penerapan
Total Productive Maintenance ( Tpm ) Untuk Meningkatkan Efektivitas
Mesin Tower 4 Pada Pt Xyz Dengan Menggunakan Metode Overall
Equipment Effectiveness ( Oee ) Proposed Application of Total Productive
Maintenance ( Tpm ) To Improve the Ef. E-Proceeding of Engineering, 6(2),
7550–7557.
Mordenti, A. L., Giaretta, E., Campidonico, L., Parazza, P., & Formigoni, A.
(2021). A review regarding the use of molasses in animal nutrition. Animals,
11(1), 1–17. https://doi.org/10.3390/ani11010115
Prabowo, H. A., & Agustiani, M. (2017). Evaluasi Penerapan Total Productive
Maintenance (TPM) Melalui Pendekatan Overall Equipment Effectiveness
(OEE) Untuk Meningkatkan Kinerja Mesin High Speed Wrapping di PT.
TES. Jurnal Penelitian Dan Aplikasi Sistem & Teknik Industri (PASTI),
XII(1), 50–62.
Prasmoro, A. V., & Ruslan, M. (2020). Analisis Penerapan Total Productive
Maintenance (TPM) dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)
pada Mesin Kneader (Studi Kasus PT. XYZ). Journal of Industrial and
Engineering System, 1(1), 53–64. https://doi.org/10.31599/jies.v1i1.167

64
Pratiwi, I. (2019). Usulan Penerapan Total Productive Maintenance pada Mesin
Turbin Gas. Jurnal Optimasi Sistem Industri, 18(1), 37–47.
https://doi.org/10.25077/josi.v18.n1.p37-47.2019
Priyono, S., Machfud, M., & Maulana, A. (2019). Penerapan Total Productive
Maintenance (TPM) Pada Pabrik Gula Rafinasi di Indonesia (Studi Kasus:
PT. XYZ). Jurnal Aplikasi Bisnis Dan Manajemen, 5(2), 265–277.
https://doi.org/10.17358/jabm.5.2.265
Purba, T., & Marikena, N. (2021). Analisa Produktivitas Perawatan Forklift
Menggunakan Metode Penerapan Total Productive Maintenance (Tpm) Di
Pt. Xyz. IESM Journal (1).
https://www.e-journal.potensi-utama.ac.id/ojs/index.php/IESM/article/view/
1233/1704
Razia, M., Maheshwari Nallal, V. U., & Sivaramakrishnan, S. (2020). Agro-based
sugarcane industry wastes for production of high-value bioproducts. In
Biovalorisation of Wastes to Renewable Chemicals and Biofuels. Elsevier
Inc. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-817951-2.00016-x
T Budi Agung, Miftahul Imtihan, & Suwaryo Nugroho. (2021). Usulan Perbaikan
Melalui Penerapan Total Productive Maintenance Dengan Metode Oee Pada
Mesin Twin Screw Extruder Pvc Di Pt. Xyz. TEKNOSAINS : Jurnal Sains,
Teknologi Dan Informatika, 8(1), 10–22.
https://doi.org/10.37373/tekno.v8i1.78
Tortorella, G. L., Fogliatto, F. S., Cauchick-Miguel, P. A., Kurnia, S., & Jurburg,
D. (2021). Integration of Industry 4.0 technologies into Total Productive
Maintenance practices. International Journal of Production Economics,
240(July), 108224. https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2021.108224

65

Anda mungkin juga menyukai