KELOMPOK 2
Andi Suci Fitri Utami/2313017207 Ririn/2313017189
Annisa Putri / 2313017184 Fathya Nabila / 2313017185
Sheilla Rosalia / 2313017211 Noveliana P S D / 2313017183
Rika Amanda Kesia / 2313017201 Megawati /2313017191
Muchamad Zainal Fanani / 2313017208 Nur Indah Safitri / 2313017192
Yeni Kurniasari Tri S / 2313017209 Mega Ulfiyah Noor/ 2313017206
Nur Laelatul Soleha/2313017194 Abia Abimayu /2313017195
Hiro Jumadir Rizal /2313017193 Herlina Lujuk / 2313017196
Muhammad Surya Ananda/ 2313017205 Lia Novita Alydrus / 2313017210
Grestianti Putri Yahauda /2313017197 Aminatun Rizkiyah / 2313017186
Nur Viva Favorit/2313017198 Wahidah Asni/ 2313017212
Ajeng Rahmawati/ 2313017213 Latifah Safitri/ 2313017214
Salwah Putri Sulistian/ 2313017202 Aisyah Mursidah/2313017200
Regina Gusti Cahyani Fachsi/2313017188 Elvina Dewi K / 2313017187
Debby Febrianty/2313017204
1. Insomnia Primer
Insomnia primer mengakibatkan terjadinya hyperarousal system yang
berlebihan, dimana pasien dapat tidur namun tidak merasa tidur. Periode tidur
pun mengalami pengurangan dan lebih sering terbangun. Insomnia primer tidak
berhubungan dengan kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lainnya, atau
karena penggunaan obat tertentu. Penyebab insomnia primer berhubungan
dengan kebiasaan sebelum tidur, pola tidur, dan lingkungan tempat tidur.
2. Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder disebabkan karena irama sirkardian, kejiwaan, masalah
neurologi, atau masalah medis lainnya serta reaksi obat. Insomnia sekunder
lebih sering terjadi pada lanjut usia. Pada insomnia sekunder karena penyakit
organik, kontinuitas tidurnya terganggu, seperti pada penderita artritis yang
mudah terbangun karena nyeri yang timbul.
D. Gejala Insomnia
Seseorang yang mengalami insomnia sangat sulit untuk merasakan ngantuk,
sehingga menentukan ukuran tidur normal karena kebutuhan tidur berbeda-
beda bagi setiap orang. Hal tersebut dipengaruhi oleh usia, gaya hidup,
lingkungan, dan pola makan. Gejala-gejala insomnia yang paling umum di
antaranya:
1. Sulit untuk merasakan ngantuk dan tidak bisa tertidur.
2. Terbangun pada malam hari atau dini hari dan tidak bisa tidur kembali.
3. Merasa lelah, emosional, sulit berkonsentrasi, dan tidak bisa melakukan
aktivitas secara baik pada siang hari.
4. Tidak bisa tidur siang meskipun tubuh terasa lelah.
(Huda, 2020)
E. ETIOLOGI INSOMNIA
Insomnia adalah kondisi umum yang ditandai dengan kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur, yang dapat menyebabkan iritabilitas atau kelelahan
selama waktu terjaga. Secara umum etiologi dari kejadian insomnia dibagi
menjadi tiga faktor, yaitu predisposing, precipitating, dan perpetuating.
1. Predisposing Factors
Predisposing Factors atau faktor predisposisi merupakan kerentanan
mendasar atau faktor risiko dari masing-masing individu yang
melatarbelakangi dan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap kerjadian
insomnia. Adapun yang termasuk ke dalam faktor predisposisi adalah:
a. Kelainan genetik
Beberapa studi telah mengidentifikasi varian genetik yang terkait dengan
peningkatan risiko insomnia, menunjukkan kecenderungan genetik yang
meningkatkan resiko terjadinya insomnia.
b. Kepribadian
Insomnia sering kali terjadi pada seseorang yang memiliki ciri-ciri
kepribadian tertentu, seperti kecemasan, perfeksionisme, atau
kecenderungan merenung mungkin lebih rentan mengalami insomnia.
2. Precipitating factor
Precipitating factor atau faktro presipitasi merupakan faktor yang menjadi
pencetus atau menstimulasi terjadinya insomnia. Adapun beberapa kondisi
yang termasuk kedalam kategori ini adalah
a. Kondisi medis
Berbagai kondisi medis, seperti nyeri kronis, gangguan pernafasan,
atau kondisi neurologis, dapat berkontribusi terhadap perkembangan
insomnia. Seseorang yang memiliki kondisi medis yang dapat
mengganggu atau menurunkan kualitas hidup memiliki potensi untuk
menyebabkan insomnia.
b. Gangguan kejiwaan/psikiatri
Kondisi kesehatan mental seseorang sangat mempengaruhi kualitas
tidur, misanya pada pasien depresi, kecemasan, dan post traumatic
stress disorder (PTSD) sangat terkait dengan insomnia.
c. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, seperti antidepresan, stimulan, atau kortikosteroid,
dapat mengganggu tidur dan menyebabkan efek samping insomnia.
d. Penggunaan zat-zat tertentu
Penggunaan zat seperti kafein, alkohol, atau nikotin dapat mengganggu
pola tidur dan berkontribusi terhadap insomnia.
3. Perpetuating Factors
Perpetuating factors merupakan faktor perilaku atau pola pikir yang
mempertahankan dan memperburuk insomnia dari waktu ke waktu
sehingga kejadian suatu penyakit menjadi hal yang sulit untuk dihilangkan
atau sudah menetap (persisten)
a. Kebiasaan tidur yang maladaptive
Jadwal tidur yang tidak teratur, menghabiskan waktu berlebihan di
tempat tidur, atau melakukan aktivitas yang menstimulasi otak untuk
tetap aktif pada saat sebelum tidur dapat menyebabkan insomnia yang
persisten.
b. Gangguan ritme sirkadian
Ketidakselarasan antara jam internal tubuh dan isyarat eksternal, seperti
paparan cahaya atau jadwal sosial, dapat berkontribusi terhadap
berlanjutnya insomnia. Sistem sirkadian melibatkan sejumlah mekanisme
molekuler dan neurobiologis yang mengatur ritme biologis harian,
termasuk siklus tidur dan terjaga. Salah satu aspek penting dalam sistem
sirkadian adalah inti suprakiasmatik (suprachiasmatic nucleus/SCN) dalam
hipotalamus, yang bertindak sebagai “jam biologis” internal kita. Inti ini
menerima input dari lingkungan, seperti cahaya dan kegelapan, dan
memengaruhi produksi hormon-hormon tertentu yang mengatur siklus
tidur dan terjaga.
F. PATOFISIOLOGI
Waktu tidur dan bangun dalam siklus 24 jam ditentukan melalui interaksi
dua proses fisiologi yaitu homeostatik dan sirkadian. Dalam konsep
homeostatik tidur dikendalikan oleh meningkatnya waktu bangun yang secara
linear akan meningkatkan waktu tidur. Kondisi ini berkaitan dengan
konsentrasi adenosine ekstrasel. Konsentrasi adenosine otak meningkat pada
waktu bangun selanjutnya menurun dan meningkat kembali waktu tidur.
Namun mekanisme secara tepat bagaimana adenosine menginduksi tidur belum
jelas. Hipotesis yang dikemukakan termasuk menurunnya pelepasan glutamat,
terhambatnya cholinergic arousal neuron, terhambatnya pelepasan hipokretin.
Juga dikenal humoral lainnya yang memodulasi tidur berkaitan dengan
mekanisme homeostatik yaitu prostaglandin D2 meningkatkan tidur dan
prostaglandin E2 menginhibisi tidur (9). Sedangkan kontrol sirkadian tidur
ditentukan oleh lonceng biologis terletak pada nukleus suprakiasmatikus
hipotalamus. Melatonin merupakan peptide yang disekresi oleh galandula
pineale berperan terhadap control sirkadian tidur. (9) 3 Disregulasi homeostatik
merupakan salah satu factor utama terjadinya insomnia. Suatu kemungkinan
penjelasaan pada insomnia primer yaitu tidak adanya atau kurangnya kendali
tidur disebabkan oleh defisiensi neeurotransmiter inhibisi atau berlebihannya
neurotransmitter stimulasi, sehingga merusak kemampuan otak untuk memulai
tidur. (1) Terdapat beberapa bukti bahwa insomnia mungkin suatu kelainan
hiperarousal pada susunan saraf pusat (SSP), yang paling tidak sebagian di
mediasi oleh aktifitas simpatis. Studi penelitian menunjukkan pada penderita
insomnia terjadi peningkatan level katekolamin, metabolism basal, suhu badan,
denyut jantung, metabolism basal SSP, aktifitas elektroensefalografi, dan
aktifitas berlebihan hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Namun patofisiologi
secara tepat masih belum jelas (3). Hiperarousal yang menyebabkan sulit
memulai atau mempertahankan tidur kemungkinan akibat peningkatan level
basal arousal atau suatu kegagalan inhibisi atau downregulate arousal di malam
hari. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita insomnia metabolism
glukosa otak meningkat pada waktu bangun dan tidur, serta peningkatan
aktifitas hormon adrenokortikotropin . Keduanya dapat berkontribusi terhadap
hiperarousal. (9,10) Faktor lainnya yaitu ketidaknyamanan lingkungan. Untuk
memulai atau mempertahankan tidur akan sulit jika terdapat sejumlah besar
factor lingkungan yang dapat menganggu seperti gaduh, temperature yang
ekstrim, material tempat tidur, penerangan, posisi badan, dan gerakan (getaran
atau tuberlensi) (1). Pasien biasanya mempunyai kebiasaan atau habit yang
akan menganggu memulai tidur atau mempertahankan tidur. Seperti
menyibukkan diri bekerja sebelum ia berkeinginan tidur mengakibatkan badan
dan pikirannya tidak dalam kondisi rileks yang dibutuhkan untuk memulai
tidur. Pasien hilang percaya diri bahwa dia dapat tertidur sehingga dia
melakukan aktifitas di tempat tidur. Pasien kurang latihan fisik atau kurang
aktifitas di siang hari, kurang mengeluarkan energy yang memepengaruhi
homeostatic. Juga pasien yang tidak menjaga rutinitas siklus bangun-tidurnya
beresiko tidak dapat tidur pada waktunya karena isyarat koordinasi
homeostatik dan sirkardiannya akan terganggu (1). Beberapa individu tidak
dapat mengendalikan stress dan akan berakibat negatif. Mulamula individu
tersebut mengalami stres akut yang mengakibatkan insomnia sementara.
Namun pada individu yang berpredisposisi, insomnia akut ini menyebabkan ia
ansietas dan stres membentuk lingkaran setan.
G. Epidemiologi
Insomnia terjadi pada individu dari segala usia dan ras, dan telah terjadi
telah diamati di semua budaya dan negara. Kenyataannya Prevalensi
insomnia bervariasi sesuai dengan tingkat keparahannya definisi yang
digunakan. Gejala insomnia terjadi pada sekitar 33% hingga 50% populasi
orang dewasa; gejala insomnia dengan kesusahan atau gangguan (yaitu
gangguan insomnia umum) pada 10% hingga 15%; dan gangguan
insomnia spesifik pada 5% hingga 10%.10 Faktor risiko yang konsisten
untuk insomnia meliputi bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan,
gangguan komorbiditas (medis, psikiatris, tidur, dan penggunaan narkoba),
kerja shift, dan kemungkinan pengangguran serta status sosial ekonomi
yang lebih rendah. Pasien dengan komorbid medis dan psikiatris kondisi
berada pada peningkatan risiko, dengan psikiatris dan gangguan nyeri
kronis yang memiliki tingkat insomnia setinggi 50% hingga 75%.
Hubungan risiko antara insomnia dan kejiwaan gangguan tampaknya
bersifat dua arah; beberapa penelitian juga menunjukkan peningkatan
risiko gangguan kejiwaan di kalangan individu dengan insomnia
sebelumnya. Perjalanan insomnia seringkali bersifat kronis, dengan
penelitian menunjukkan persistensi pada 50% hingga 85% dari individu
selama interval tindak lanjut satu hingga beberapa tahun. (S Schutte-
Rodin, L Broch, D Buysse et al, 2017)
H. Mekanisme Insomnia
insomnia paling mungkin berkembang pada mereka yang memiliki peningkatan
risiko genetik dan yang mengalami kelainan dalam proses neurobiologis.
Kerentanan seperti sifat ini dapat menyebabkan hyperarousal neurofisiologis dan
proses psikologis dan perilaku, yang secara individu atau bersama-sama,
meningkatkan risiko individu untuk mengembangkan insomnia dan konsekuensi
kesehatan terkait. Memicu stres dan faktor spesifik orang lain (misalnya, usia,
jenis kelamin) memoderasi hubungan ini. Sejauh mana seorang individu dengan
insomnia menunjukkan bukti kelainan pada masing-masing proses yang
digambarkan dapat bervariasi di antara individu yang berbeda.
Kasus 3
Pasien A seorang Wanita berusia 35 tahun dating ke apotek dengan keluhan sulit
tidur. Pasien mengeluhkan kesulitan untuk tertidur pada malam hari dan sering
terbangun di tengah malam. Pasien juga merasa kurang segar dan Lelah dipagi
hari.
Gejala : susah tidur,terbangun ditengah malam, merasa kurang segar dan Lelah
dipagi hari.
Terapi farmakologi
Pemilihan obat di lihat pada sifat gangguan tidur, sebelum pemberian terapi
pasien sebelumnya harus ditinjau terlebih dahulu apakah untuk gangguan tidur ini
sudah lama di rasakan apakah baru saja ?, jika pasien baru pertama kali merasakan
gejala gangguan tidur, pasien lebih di utamakan melakukan terapi non
farmakologi untuk menghindari efek ketergantungan obat, kemudian dapat
menambahkan suplemen dan vitamin yaitu suplemen melatonin serta vitamin B6
(Lemoine, et al. 2019), apabila tidak ada perbaikan pasien dapat
mengkonsultasikan kembali dengan dokter pribadi, sehingga diberikan terapi
farmakologi yang lain. (Sutardi, 2021).
Monitoring:
1. Monitoring gejala yang dikeluhkan
2. Monitoring waktu tidur dan bangun
KIE:
1. Memberikan informasi pola hidup sehat seperti melakukan olah raga yaitu
jalan santai, yoga, dan berenang
2. Memberikan informasi untuk membatasi waktu di tempat tidur hanya untuk
tidur sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hindari menonton TV,
membaca, dan makan di tempat tidur
3. Memberikan informasi untuk membatasi tidur siang maksimal 30 menit
4. Memberikan saran untuk menggunakan aromaterapi sebelum tidur yang
dapat membantu meringankan pikiran dan merileksasi otot tubuh yang
tegang sehingga bisa mengurangi stres, kecemasan, dan rasa sakit yang
sering mengganggu tidur
5. Memberikan informasi untuk mengurangi konsumsi minuman berkafein dan
beralkohol
Daftar Pustaka
Anggara, M.Y.D., & Annisa. 2019. Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Simtom
Insomnia pada Mahasiswa yang Sedang Melakukan Penulisan Skripsi di FK
UMSU. Jurnal Kedokteran Anatomica, 02 (03) : 168 – 176
Boer, J., Höhle, N., Rosenblum, L., & Fietze, I. 2023. Impact of Gender on
Insomnia. Brain Sciences, 13(3):480
Pizova, N. V., Pizov, A. V., & Solovyov, I. N. (2022). Insomnia: risk factors, sex-
and age-specific features, and therapeutic approaches. Meditsinskiy
Sovet, 2022(11), 62–70. https://doi.org/10.21518/2079-701X-2022-16-11-62-70
Rianjani, E., Nugroho, H. A., & Astuti, R. (2011). Kejadian insomnia berdasar
karakteristik dan tingkat kecemasan pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading
Semarang. FIKkeS, 4(2).
Silalahi, Firman Samuel Agustino dan Kili Astarani. 2018. Pijat Aromaterapi
Efektif Menurunkan Insomnia Lansia. Jurnal Stikes,Volume 11, Nomor 2,
Halaman 89-160.
Yanti, L., Andari, F.N., Novriadi, D., & Ferasinta, F. 2022. Penurunan Insomnia
Pada Lansia Dengan Terapi Zikir. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bumi Raflesia,
5(3) : 1031-1036.
Yun, S., & Jo, S. (2021). Understanding insomnia as systemic disease. Yeungnam
University Journal of Medicine, 38(4), 267–274.
https://doi.org/10.12701/yujm.2021.01424
Yin G., dan Liu Z. 2000. Advance Modern Chinese Acupuntur Theraphy.
Publishing New World PreSs. China.pp 378-383.