Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI “

DI SUSUN OLEH :
NAMA : WIDYA DAPA WOLE
NIM : PO5303212210378
KELAS : C/II
MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


PRODI KEPERAWATAN WAIKABUBAK
TAHUN AJARAN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan jiwa yang telah
memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu
dan berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makala ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

PENULIS

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………….. 1
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….………... 2
DAFTAR ISI…………………………………............................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………..……....................................... 4
Latar Belakang …………………………….................................................................... 4
Rumusan Masalah …………………………………...................................................... 4
Tujuan ……………………………..……...................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………... 5
Konsep defisit perawatan diri……............................ .................................................... 5
Asuhan keperawatan pasien dengan defisit perawatan diri............................................. 6
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..... 1
2
Kesimpulan …………………………………................................................................ 1
2
Saran ……………………………..……......................................................................... 1
2
DAFTARPUSTAKA…………………………………………………………………... 1
3

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Personal yang artinya
perorangan dan Hygien berarti sehat kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis sesuai
kondisi kesehatannya (Wartonah, 2006).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada tpasien dengan gangguan
jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmamppuan
merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
Dalam pasien dengan gangguan jiwa kurangnya keperawatan diri akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga dalam kemampuan melakukan aktifitas perawatan diri
menurun. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal
hygienenya sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau
keadaan emosional klien. Selain itu beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi
praktik hygiene klien.
Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekat dengan klien
maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan
terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien. Oleh karena itu penulis membahas
makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan diri dan mengkaji pasien dengan
gangguan perawatan diri.
B. Rumusan Masalah

4
1. Bagaimana konsep defisit perawatan diri?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan defisit perawatan diri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep defisit perawatan diri.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan defisit perawatan diri.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Defisit Perawatan Diri
1. Pengertian
Perawatan diri (personal hygiene) mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang biasa dikenal dengan aktivitas kehidupan sehari-
hari (ADLS). Aktivitas ini dipelajari dari waktu ke waktu dan menjadi kebiasaan seumur
hidup. Kegiatan perawatan diri tidak hanya melibatkan apa yang harus dilakukan
(kebersihan, mandi, berpakaian, toilet, makan), tetapi juga berapa, kapan, di mana,
dengan siapa, dan bagaimana (Miller dalam Carpenito-Moyet, 2009).
Keadaan seseorang yang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri disebut dengan defisit
perawatan diri. Tidak ada keinginan klien untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit
perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada klien gangguan jiwa.
Klien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan klien dikucilkan, baik dalam
keluarga maupun masyarakat.
2. Etiologi
Menurut Potter dan Perry (2009), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene, yaitu:
a. Citra tubuh

5
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempe. ngaruhi kebersihan diri.
Perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya,dapat memicu individu untuk tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b. Status sosial ekonomi
Sumber penghasilan atau sumber ekonomi mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
perawatan diri yang dilakukan. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat
mencukupi perlengkapan perawatan diri yang penting, seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, sampo. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah penggunaan
perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan sosial yang dipraktikkan oleh
kelompok sosial pasien.
c. Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan diri sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya
perawatan diri dan implikasinya bagi kesehatan dapat mempengaruhi praktik
perawatan diri.
d. Variabel kebudayaan
Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai diri mempengaruhi perawatan diri.
Orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik kesehatan
yang berbeda pula. Disebagian masyarakat, misalnya, ada yang menerapkan mandi
setiap hari, tetapi masyarakat dengan lingkup budaya yang berbeda hanya mandi
seminggu sekali.
e. Kondisi fisik
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
memerlukan bantuan Biasanya, jika tidak mampu, klien dengan kondisi fisik yang
tidak sehat lebih memilih untuk tidak melakukan perawatan diri.
3. Lingkup Defisit Perawatan Diri
 Kebersihan diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas,
dan penampilan tidak rapi.
 Berdandan atau berhias

6
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut, atau
mencukur kumis.
 Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmam puan membawa makanan dari
piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring.
 Toileting
Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi atau
berkemih tanpa bantuan.
B. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Defisit Perawatan Diri
1. Pengkajian
a. Batasan Karakteristik
NANDA (2016) menjelaskan batasan karakteristik yang terdapat pada lingkup defisit
perawatan diri. Batasan karakteristik pada tiap lingkup tersebut meliputi:
 Defisit perawatan diri: mandi (Bathing self-care deficit)
Hal ini merupakan gangguan kemampuan melakukan atau menyelesaikan
aktivitas mandi untuk diri sendiri. Batasan karakteristiknya meliputi:
1) Gangguan kemampuan mengeringkan tubuh
2) Gangguan kemampuan untuk mengakses kamar mandi
3) Gangguan kemampuan untuk mengakses air
4) Gangguan kemampuan untuk mengambil perlengkapan mandi
5) Gangguan kemampuan untuk mengatur air mandi
6) Gangguan kemampuan membasuh tubuh
 Defisit perawatan diri: berhias/berpakaian (Dressing self-care deficit)
Defisit perawatan diri: berhias/berdandan merupakan gangguan kemampuan
dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian untuk diri sendiri.
1) Ketidakmampuan memilih pakaian
2) Ketidakmampuan mempertahankan penampilan yang memuaskan
3) Ketidakmampuan mengambil pakaian
4) Ketidakmampuan memakai berbagai item pakaian (mis: kemeja, kaus kaki)
5) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian (mis kemeja, kaus kaki, sepatu)
6) Ketidakmampuan mengancingkan pakaian

7
 Defisit perawatan diri: makan (feeding self-care deficit)
Defisit perawatan diri: makan merupakan gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan (self feeding) (NANDA, 2016)
Batasa karakteristik defisit perawatan diri meliputi:
1) Ketidakmampuan mengambil dan memasukkan makanan ke mulut
2) Ketidakmampuan mengunyah makanan
3) Ketidakmampuan membuka kontainer/wadah makanan
4) Ketidakmampuan mengambil cangkir
5) Ketidakmampuan meletakkan makanan ke alat makan
6) Ketidakmampuan menyiapkan makanan untuk dimakan
7) Ketidakmampuan makan dengan tata cara yang bisa diterima
8) Ketidakmampuan menelan makanan
9) Ketidakmampuan memegang alat makan
10) Ketidakmampuan menghabiskan makanan secara mandiri
 Defisit perawatan diri: toileting
Gangguan kemampuan melakukan atau menyelesaikan kegiatan toileting sendiri
(self-toileting). Batasan karakteristik dalam gangguan defisit perawatan diri ini
meliputi gangguan:
1) Kemampuan untuk melakukan higiene eliminasi secara komplet
2) Kemampuan untuk menyiram toilet
3) Kemampuan untuk memanipulasi pakaian untuk toileting
4) Kemampuan untuk mencapai toilet
5) Kemampuan untuk naik ke toilet
6) Kemampuan duduk di toilet
b. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu
kondisi. Faktor predisposisi defisit perawatan diri meliputi:
1) Faktor psikologis
Pada faktor ini, keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien, sehingga
klien menjadi begitu bergantung dan perkembangan inisiatifnya terganggu. Pasien
gangguan jiwa, misalnya, mengalami defisit perawatan diri dikarenakan

8
kemampuan realitas yang kurang. Hal ini menyebabkan klien tidak peduli
terhadap diri dan lingkungannya, termasuk perawatan diri.
2) Faktor biologis
Pada faktor ini, penyakit kronis berperan sebagai penyebab klien tidak mampu
melakukan perawatan diri. Defisit perawaan diri disebabkan oleh adanya penyakit
fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan
diri. Selain itu, faktor herediter (keturunan) berupa anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, juga turut menjadi penyebab.
3) Faktor Sosial
Faktor sosial ini berkaitan dengan kurangnya dukungan dan latihan kemampuan
perawatan diri lingku ngannya.
c. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi defisit perawatan diri, meliputi kurangnya motivasi, kerusakan
kognitif atau perseptual, cemas, dan kelelahan yang dialami klien.

d. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang tampak pada klien dengan gangguan defisit perawatan diri,
antara lain:
 Data subjektif
Klien mengatakan tentang:
 Malas mandi
 Tidak mau menyisir rambut
 Tidak menggosok gigi
 Tidak mau memotong kuku
 Tidak mau berhias atau berdandan
 Tidak bisa atau tidak mau menggunakan alat mandi atau kebersihan diri
 Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum
 BAB dan BAK sembarangan
 Tidak membersihkan diri dan tidak membersihkan tempat BAB dan BAK
setelah BAB dan BAK
 Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar

9
 Data objektif
 Badan klien bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku panjang
 Tidak menggunakan alat-alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan
benar.
 Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, serta tidak mampu
berdandan
 Pakaian tidak rapi, tidak mampu memilih, meng- ambil, memakai,
mengencangkan dan memindahkan pakaian.
 Memakai barang-barang yang tidak perlu dalam berpakaian, misalnya
memakai pakaian berlapis-lapis, penggunaan pakaian yang tidak sesuai.
Melepas barang-barang yang perlu dalam berpakaian,misanya telajang.
 Makan dan minum sembarangan serta berceceran, tidak menggunakan alat
makan, tidak mampu menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke alat
makan (dari panci ke piring atau mangkok, tidak mampu menggunakan
sendok dan tidak mengetahui fungsi alat-alat makan), memegang alat makan,
membawa makanan dari piring ke mulut, mengunyah, menelan makanan
secara aman dan menghabiskan makanan.
 BAB dan BAK tidak pada tempatnya. Klien tidak membersihkan diri setelah
BAB dan BAK serta tidak mampu menjaga kebersihan toilet dan menyiram
toilet setelah BAB atau BAK.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan data yang diperoleh, diagnosis masalah keperawatan dalam gangguan
defisit perawatan diri meliputi kebersihan diri, berhias, makan, dan eliminasi. Berikut ini
merupakan pohon masalah defisit perawatan diri:
Gambar. Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri

10
3. Intervensi Keperawatan
a) Diagnosa keperawatan: Defisit perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan,
BAK/BAB
b) Tujuan:
 TUM: pasien dapat memelihara atau merawat kebersihan sendiri secara mandiri.
 TUK 1: pasien dapat membina hubungan saling percaya
 TUK 2: pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
c) Kriteria Evaluasi: Pasien menunjukkan tanda-tanda dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat, yaitu:
1) Ekspresi wajah bersahabat.
2) Pasien menunjukkan rasa senang.
3) Pasien bersedia berjabat tangan.
4) Pasien bersedia menyebutkan nama.
5) Ada kontak mata.
6) Pasien bersedia duduk berdampingan dengan perawat.
7) Pasien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
8) Pasien dengan aman melakukan (kemampuan maksimum) aktivitas perawatan
diri secara mandiri.

11
d) Intervensi keperawatan:
 Bina hubungan saling percay dengan prinsip komunikasi terapeutik, yaitu:
 Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
 Perkenalkan diri dengan sopan.
 Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan.
 Jelaskan tujuan pertemuan.
 Jujur dan menepati janji.
 Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.
 Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar pasien.
 Melatih pasien cara-cara perawatan diri dengan cara:
 Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
 Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan diri (personal hygiene) mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, yang biasa dikenal dengan aktivitas kehidupan sehari-hari (ADLS).
Aktivitas ini dipelajari dari waktu ke waktu dan menjadi kebiasaan seumur hidup. Kegiatan
perawatan diri tidak hanya melibatkan apa yang harus dilakukan (kebersihan, mandi,

12
berpakaian, toilet, makan), tetapi juga berapa, kapan, di mana, dengan siapa, dan bagaimana
(Miller dalam Carpenito-Moyet, 2009).
Menurut Potter dan Perry (2009), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene, yaitu: Citra tubuh, Status sosial ekonomi, Sumber penghasilan atau sumber
ekonomi, Pengetahuan Variabel kebudayaan dan Kondisi fisik.
Lingkup defisit perawatan diri meliputi Kebersihan diri, Berdandan atau berhias, Makan
dan Toileting. Asuhan keperawatan pasien dengan defisit perawatan diri mulai dari tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan.
B. Saran
Dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan, pengetahuan dan pemahaman
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah pemenuhan kebutuhan perawatan
diri penulis menekankan pentingnya mengatasi atau mengurangi masalah defisit perawatan
diri: mandi yangbisa terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa, karena dengan mengatasi
atau mengurangi masalah defisit perawatan diri: mandi diharapkan kebersihan diri pada
pasien gangguan jiwa dapat terpenuhi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G. W. 2013. Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10th Edition). St. Louis:
Mosby
Years Book Inc. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Jakarta: EGC.
Townsend, M.C. 2009. Psychiatric Mental Health Nursing (6th Edition). Philadelphia: F.A.
Davis

13
Company.
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (diterjemahkan oleh R. Komalasari dan A.
Hany). Jakarta: EGC.
Yosep, I. 2009.Keperawatan Jiwa (Edisi 2). Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, A.H., Rizky Fitryasari PK dan H.E. Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

14

Anda mungkin juga menyukai