Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BAHASA INDONESIA

PARAGRAF

Dosen Pengampu: Dr. Abdul Latif Samal, M.Pd

Oleh : Kelompok VI

Wulan Purbosari 20221032

Sitti Khofiva Rahma 20221022

Endang Faradilla 20221033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAYAH

FAKULTAS TARBIAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO

2022

I
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wa Barakatuh

Alhamdulillah dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,


karena berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Paragraf” dalam mata kuliah Bahasa Indonesia. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada Mata Kuliah “Bahasa Indonesia”oleh dosen pengampuh bapak Dr.
Abdul Latif Samal, M.Pd. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Bahasa Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengharapkan makalah ini nanti dapat dijadikan sebagai bahan acuan
untuk mengetahui Paragraf. Meskipun demikian penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik maupun saran yang sifatnya
membangun demi kemajuan makalah yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh.

Manado, 17 Oktober 2022

Penyusun.

Kelompok VI

II
DAFTAR ISI

BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................1
C. Tujuan masalah........................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Pengertian paragraf..................................................................................................2
B. Letak Kalimat Topik Dalam Paragraf......................................................................3
C. Pengembangan Paragraf...........................................................................................5
D. Aspek Pembentukan Pargraf....................................................................................7
E. Perinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf...................................................15
F. Jenis dan Cara Pengembangan Paragraf................................................................17
G. Pengembangan Paragraf.........................................................................................18
BAB III........................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................22
B. Saran......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................23

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paragraf sudah tidak asing lagi bagi kita, bahkan telah melekat dalam
kehidupan sehari-hari. Paragraf dapat ditemukan di majalah, koran, buku-
buku, dan sebagainya. Tetapi sebagian masyarakat tidak mengetahui konsep
paragraf itu sendiri, baik dalam pengertiannya maupun ide utama atau ide
pokok. Bahasa Indonesia mengajarkan bagaimana kita dapat menyusun
paragraf yang efektif dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan paragraf ?


2. Bagaimana Letak Kalimat Topik Dalam Paragraf?
3. Bagaimna Pengembangan Paragraf?
4. Bagaimana Aspek Pembentukan Paragraf?
5. Bagaimana Perinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf?
6. Bagaimana Jenis dan Cara Pengembangan Paragraf?
7. Bagaimana Pengembangan Paragraf?

C. Tujuan masalah

1. Memahami arti paragraf.


2. Mengetahui Letak Kalimat Topik Dalam Paragraf
3. Mengatahui Pengembangan Paragraf
4. Mengenal Aspek Pembentukan Paragraf
5. Mengatahui Perinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf
6. Mengetahui Jenis dan Cara Pengembangan Paragraf
7. Mengetahui Pengembangan Paragraf

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian paragraf

1
Sebuah karangan biasanya terdiri atas paragraf-paragraf. Paragraf
terdiri atas kalimat-kalimat. Kalimat dalam paragraf tidak dapat di batasi
jumlahnya. Seorang penulis, mungkin hanya menuangkan satu kalimat
dalam satu paragraf, mungkin juja dua, tiga kalimat, bahkan lebih dari itu.
Lalu sampai kapan seorang penulis mengakhiri paragrafnya? Di bawah ini
diberikan jawabannya menurut pandangan beberapa pakar.
Sebuah paragraf terdiri dari kalimat-kalimat, namun kalimat-
kalimat tersebut dapat mendukung ide pokok atau tema, dan saling
melengkapi. Apabila seorang penulis dalam tulisannya beralih ke ide
pokok atau tema yang lain, maka penggunaan kalimat dalam paragraf
harus diakhiri dan harus beralih ke paragraf yang baru.
Menurut Kridalaksana (1993:140), paragraf ialah (1) satuan bahasa
yang mengandung satu tema dan pengembangannya; (2) bagian wacana
yang mengungkapkan pikiran atau hal tertentu yang lengkap, tetapi masih
berkaitan dengan isi seluruh wacana, dapat terjadi dari satu kalimat atau
sekelompok kalimat yang berkaitan.
2
Akhadiah, dkk. (1988:144) menjelaskan, “Paragraf merupakan inti
penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan.” Sedangkan Tarigan
rumuskan pengertian paragraf sebagai seperangkat kalimat yang tersusun
secara logis, sistematis sehingga merupakan satu kesatuan ekpresi pikiran
yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat, dalam
keseluruhan paragraf. Untuk itu Semi (1990:55) mengemukakan bahwa
paragraf adalah kalimat atau seperangkat kalimat yang mengacu pada satu
topik.

1
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 87

2
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 88

2
Paragraf juga disebut alinea. Menurut Nafiah (1985:41) alinea
adalah suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari pada
kalimat. Kunpulan kalimat-kalimat itu bukkan sekedar berkumpul
melainkan bertalian satu sama lain dalam satu rangkaian yang membentuk
satu kesatuan pikiran.
Selanjutnya, Keraf (1989:62) mengemukakan bahwa alinea ialah
suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi dan lebih luas dari
kalimat. Ia merupakan himpunan kalimat-kalimat yang bertalian dalam
suatu rangkaian untuk membentuk suatu gagasan. Jika dilihat dari
bentuk/wujudnya, maka alinea mempunyai ciri-ciri penanda sebagaimana
dijelaskan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:22) bahwa
alinea adalah bagian wacana yang ditandai oleh baris petama yang
menjorok ke dalam atau jarak spasi yang lebih. Pada sumber yang sama
(1988:648) dikemukakan bahwa paragraf adalah (1) bagian bab dalam
suatu karangan, biasanya mengandung satu ide dan dimulai penulisannya
dengan baris baru dan bisa juga disebut alinea.
Bertolak dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, maka
dapatlah di simpulkan paragraf adalah kalimat dan seperangkat kalimat
yang mempunyai satu ide pokok.

B. Letak Kalimat Topik Dalam Paragraf

Penempatan kalimat topik pada suatu paragraf berbeda-beda. Hal ini


sangat tergantung pada pola pengembangan paragrafnya.
1. Kalimat topik pada awal paragraf
Paragraf yang meletakan kalimat topik pada awal paragraf disebut
paragraf deduktif.
Contoh:
Para pengunjung silih berganti mendatangi teman itu dengan
berbagai alasan dan kepentingan. Anak-anak yang bertempat tinggal di

3
sekitar 3taman memanfaatkan lapangan rumput yang ada disana
sebagai arena bermain kejar-kejaran. Muda-mudi menyenangi taman
itu sebagai tempat pertemuan atau tempat bercapakap-cakap dan
bercengkrama. Para pelancong tidak pula melewatkan kesempatan
untuk menghirup udara segar dan menikmati keindahan dan keteduhan
taman. Tamu-tamu buat Pemda pun sering dibawa ke sana
sekedarmemperlihatkan keindahan kota. Menjelang sore banyak
ditemukan oranag-orang tua duduk-duduk di sana dengan santainya.
Pada hari-hari libur taman ini dipadati pengunjung baik dari dalam
kota maupun dari luar kota.
2. Kalimat topik pada akhir paragraf
Paragraf yang meletakan kalimat topik pada akhir paragraf disebut
paragraf induktif.
Contoh:
Tanaman cengkihnya yang sekian ratus pohon sudah
menghasilkan. Sawahnya yang ditanami padi hasilnya sangat
memuaskan karena irigasi yang dibangun pemerintah di daerah itu.
Pak Sukri juga terpilih sebagai petani peternak yang menerima beberap
ekor sapi perah dari pemrintah dengan cara kredit. Keluarga ini benar-
benar bekerja dengan sepenuh hati, rajin dan tekun. Itu sebabnya
semua usaha mereka memperlihatkan hasil yang baik.
3. Kalimat topik pada awal dan akhir paragraf
Pengarang jenis ini meletakan kalimat topik apda awal dan akhir
paragraf. Mula-mula diawali dengan kalimat topik, diikuti dengan
kalimat penjelasan, kemudian diakhiri dengan beberapa perubahan,
perluasan dan ungkapan yang lain.
Contoh:
“Sifat kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat di sini ialah
bahwasanya tiap bahasa mempunyai sistim, ungkapan ungkapan yang
khusus dan sistim makna yang khusus pula, masing-masing lepas

3
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 89

4
terpisah dan tidak tergantung pada yang lain. Sistim ungkapan tiap
bahasa dan sistim magna tiap bahasa dibatasi oleh kerangka alam
pikran bangsa yang memakai bahasa itu, kerangka alam pikiran yang
saya sebut di atas. Oleh karena itu janganlah kecewa apabila bahasa
Indonesia tidak membedakan jamak atau tungga, kita mengenal kata
dalam sistim kata kerjanya, gugus fonem juga tertentu polanya dan
sebagainya. 4Bahasa Inggris tidak mengenal “ungguh-ungguh”. Bahasa
Zulu tidak mempunyai kata yang berarti lembu, tetapi ada kata yang
berarti “lembu putih”, “lembu merah”, dan sebagainya. Secara teknis,
para linguis mengatakan bahwa tiap bahasa mempunyai sistim
fonologi, sistim gramatikal, dan pola semantik yang khusus.
4. Kalimat topik tersebar pada seluruh kalimat dalam paragraf
Pengarang jenis ini meletakan kalimat topik pada seluruh paragraf.
Gagsan pokok/dasar dapat tercerna dalam seluruh karangan yang
terdapat dalam paragraf.
Contoh:
Pak Sukri seorang transmigran yang berhasil di daerah transmigrasi
si Sumatera Selatan. Delapan tahun yang lalu, ia dan keluarganya
pindah dari Jawa Tengan. Anaknya empat orang, dua laki-laki dan dua
perempuan. Masing-masing Hsan 18 tahun, Irma 16 tahun, Yusuf 14,
dan sibungsu Tantri 11 tahun. Sawahnya di Jwa Tengah dengan rela
diserahkannya kepada pemerintah untuk pembangunan irigasi. Dia
juga menerima tawaran pemerintah untuk bertransmigrasi ke Sumatera
Selatan karena baginya daerah yang baru merupakan daerah harapan
untuk membangun kembali masa depan keluarganya. Semua mereka
pertaruhkandemi masa depan itu. Mereka yakin menjadi petani yang
kaya.

C. Pengembangan Paragraf
4
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 90

5
Di atas telah dijelaskan bahwa semua paragraf ditandai oleh adanya
satu ide pokok. Kalimat lainnya dapat berfungsi untuk mengembangkan
paragraf yang dikenal dengan kalimat pengembang atau kalimat penegas.
Untuk mengembangkan ide pokok paragraf , maka penulis dapat
menempuh beberapa cara, yaitu:
1. Model DAM-D (Duduk Perkara, Alasan, Misal, Duduk Perkara)
Penulis pada hal ini menjelaskan duduk perkara pesoalan. Uarian
duduk perkara persoalan ini harus didukung oleh alasan-alasan yang
kuat. Setelah itu penegasan sesuatu alasan supaya menyatakannya
lebih mudah diterima. 5Pernyataan alsan ini, akan lebih jelas lagi kalau
dilengkapi contoh-contohnya. Setelah itu kembali keduduk perkara
persoalan semula. Pola ini sebaiknya digunakan untuk mengolah tema,
nilai, arti, peranan, fungsi, manfaat dan sebagainya.

2. Model DSD (Dahulu, Sekarang, Depan)


Penulis mengolah topik dengan memaparkan bagaimana hal itu
diterima, ditanggapi, dipahami, ditaati, diteliti pada masa lau, sekarang
dan akan datang. Misalnya, menceritakan tradisi suatu daerah atau
negara.

3. Model PMHT (Perhatian, Minat, Hasrat, Tindakan)


Pada waktu mulai menulis, lebih dahulu penulis berusaha untuk
menarik perhatian pembaca. Setelah itu berusaha untuk menarik
perhatian atau minat pembaca. Pada saat ini mengemukakan hasrat,
penulis berusaha mebuat pembaca berkeinginan untuk melakukan
tindakan demi tercapainya cita-cita.

4. Model 5W+1H (What-Who-When-Where-How)


Kerangka seperti ini biasanya dipakai oleh wartawan, pengacara, di
televisi, pembuat laporan, angket, dan deskripsi tentang sesuatu hal.
Jika kita ingin melaporkan sesuatu kejadian maka pertanyaan yang
diajukan adalah:
5
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 91

6
a. Apa yang terjadi?
b. Di manakah hal itu terjadi?
c. Mengapa hal ini terjadi?
d. Siapa yang melakukannya?
e. Bagaimana penyelesaiannya atau bagaimana keadaannya?
5. Model TAS (Tesis, Antitesis, Sintesis)
Dalam model ini persoalan dikaji dari dimensi kontaks atau
berlawanan: kebaikan-keburukan, keuntungan-kerugian, keunggulan-
kelemahan. Kemudian penulis melanjutkannya dengan membuat
sintesis atau perpaduan untuk merangkum tesis dan antitesis itu.

6
6. Model PIK (Pendahuluan, Isi, Kesimpulan)
Dalam model ini penulis mengawali uraiannya dengan memaparkan
pendahuluan yang menarik yang jelas, yang mampu membawa masuk
ke persolanan pokoknya, lalu didalam bagian ini penulis mencurahkan
segalanya secara total untuk mengontraskan, membandingkan,
menguraikan, memaparkan, menginterprestasi persoalan yang sedang
di kaji. Akhirnya, pekerjaan ditutup dengan kesimpulan.

D. Aspek Pembentukan Pargraf

Semi (1990:57) menjelaskan bahwa paragraf yang baik adalah


paragraf yang memiliki persyaratan, yakni (1) kesatuan artinya semua
kalimat yang membina paragraf hanya menyatakan atau mendiskusikan
hal yang sama; (2) koherensi atau pertanyaan, artinya masing-masing
kalimat mempunyai hubungan timbal balik yang benar dan teratur, (3)
kecukupan pengembangan, artinya suatu ide pokok dikembangkan atau
dijelaskan secukupnya sehingga tercapai tujuan kejelasan tema pokok.
Dalam hal ini tentu tidak diperlukan adanya kalimat penjelas yang berlebih
sehingga timbul kesan bertele-tele, atau terlalu singkat sehingga belum
tercapai tingkat kejelasan; dan (4) susunan yang terpola, artinya gagasan
atau topik disusun dalam suatu pola susunan yang baik, apakah susunan
6
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 92

7
kronologis, susunan ruang, atau susunan logis, sehingga mampu
memperlihatkan kesatuan atau koherensi. Metode proses
pengembangannya dengan cara deduktif atau induktif.
Keutuhan sebuah paragraf dapat diukur dari dua hal, yaitu (1)
kohesi, dan (2) koherensi. Sebuah karangan biasanya terbangun atau
terwujud atas sejumlah susunan pendukungnnya. Unsur pendukung ini
teerjalin dalam suatu keterikatan sehingga tercipta kelelarasan teks. Tatana
jalinan antar unsur inilah yang disebut dengan hubungan kohesif. Kohesi
merupakan konsep semantik yang mengacu pada pertautan unsur
garamatikal dalam sebuah teks karangan dengan menggunakan alat
penghubung formal. Aspek formal bahwa dalam kaitan dengan keutuhan
wacana bahasa Indonesia, dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek
lesikal dan aspek gramatikal.
1. Lesikal
Aspek lesikal dalam membangun keutuhan paragraf terdiri dari
berbagai jenis, yaitu:

a. Ekuivalensi lesikal
Contoh: Lembaga Sensor Film menolak produksi film Wasdri.
Penolakan itu oleh banyak budayawan dianggap sebagai
pemasungan keratifitas.
7
b. Antonim
Contoh: Banyak kelompok sosial di dunia ini di kuasai oleh kaum
pria. Kaum wanita tidak berperan apa-apa. Kata pria berantonim
dengan kata wanita.

c. Hiponim
Yang dimaksud dengan hiponim ialah suatu kata yang menjadi
anggota dari suatu order yang lebih tinggi. Kata mercy adalah suatu
jenis dari kendaraan pada umumnya.
d. Kolokasi

7
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 93

8
Hampir sama dengan hiponim ialah apa yang disebut kolokasi.
Bedanya ialah kolokasi bukan menjadi bagian dari suatu order
yang lebih tinggi melainkan hanya saling berhubungan satu sama
lain. Kata nasi, gula, bumbu, berkaitan erat dengan kata dapur. Bis,
sepeda motor, becak, mobil, berhubungan erat dengan lalu lintas.
e. Kosokbali (converse)
Hubungan antara dua buah kalimat ditandai oleh adanya kata yang
maknanya berbalasan atau berbalikan dengan makna lain. Hal
semacam ini sering juga dikategorikan sebagai antonim.
Contoh: memberi-menerima, menjual-membeli, suami-isteri.
f. Pengulangan
Peristiwa ini sangat sering terjadi. Sebuah kata diulang pada
kalimat berikutnya agar kalimat itu berkaitan dengan kalimat
sebelumnya.
g. Penutup dan pembuka wacana
Contoh: alkisah, sebermula, dengan hormat, sekian, hormat kami.
h. Gramatikal
Alat-alat gramatikal untuk memperoleh keterpaduan ialah (1)
konjungsi, (2) elipsis, (3) paralelisme, dan (4) bentuk anaforis dan
kataforis. Bentuk anaforis dan kataforis ini terdiri dari dua jenis,
yaitu (a) pronomina persona ketiga. Pronomina seperti itu selalu
berbentuk anaforis, yaitu antesedennyadi depan. Yang dapat
berbentuk kataforis hanyalah bentuk-nya, antesedennnya di
belakang; dan (b) proverba yaitu kata yang menunjuk kepada
perbuatan, keadaan, hal, atau isi bagian wacana yang disebut di
depan (anaforis) atau di belakang (kataforis).
Contoh:

- Proverba yang anaforis ialah begitu, demikian, tersebut, tadi,


dan sebagainya
- Proverba yang kataforis ialah begini, tersebut, berikut, di bawah
ini, dan sebagainya.

9
Untuk memperoleh keutuhan paragraf yang runtut, berbagai
macam cara digunakan orang. Adelstein dan Pival (1976:293)
mengklasifikasikan alat-alat keutuhan wacana di atasempat jenis,
yaitu (1) hubungan makna yang meliputi sinonimi, kata ganti dan
kata petunjuk, (2) kata-kata transisi dan kata sambung, (3)
pemarkah waktu dan tempat, dan (4) urutan waktu.
Untuk mencapai keutuhan paragraf itu penulis menggunakan alat-
alat penghubung (konjungsi). Ternyata konjungsi yang dapat
diperankan seabagai kata-kata penngait paragraf itu jumlah dan
macamnya sangat banyak dan dapat dibedakan seperti berikut ini.

a. Pengait Berupa Konjungsi Intrakalimat


Konjungsi intrakalimat pada kalimat-kalimat sebuah paragraf
dapat menandai atau mengaitkan hubungan berikut ini.

(1) Hubungan aditif (penjumlahan/penanmbahan): dan,


juga, lagi pula, bersama, serta, selanjutnya.
(2) Hubungan adversatif (pertentangan): tetapi, tapi,
melainkan. Namun demikian, sebaliknya.
(3) Hubungan alternatif (pemilihan): atau, ataukah.
(4) Hubungan sebab: sebab, karena, lantaran, gara-gara.
(5) Hubungan akibat: hasilnya, akibatnya, akibat.
(6) Hubungan tujuan: untuk, demi, agar, biar, supaya.
(7) Hubungan syarat: asalkan, jika, kalau, jikalau.
(8) Hubungan waktu: sejak sedari, ketika, sewaktu, waktu,
saaat, tatkala, selagi, selama, seraya, setelah, sesudah,
sesuai, begitu, hingga.
(9) Hubungan konsesif: sungguhpun, biarpun, meskipun,
walaupun, sekalipun, kendatipun, betapapun.
(10) Hubungan cara: tanpa, dengan.
(11) Hubungan kenyataan: bahwa.

10
(12) Hubungan alat: dengan, tidak dengan, memakai,
menggunakan, mengenakan, memerantikan.
(13) Hubungan ekuatif (perbandingan positif, perbandingan
menyamakan): sebanyak, seluas, selebar, sekaya.

(14) Hubungan komparatif (perbandingan negatif,


perbandingan membedakan): lebih dari, kurang dari,
lebih sedikit dari pada, lebih banyak dari pada.8
(15) Hubunagn hasil: jadi, karena itu, demikianlah,
hasilnya, sampai, sampai-sampai.
(16) Hubungan atributif restriktif (hubungan menerangkan
yang mewatasi): yang
(17) Hubungan atributif takrestriktif (hubungan menrangkan
yang tidak mewatasi): yang (biasanya diawali dengan
tanda koma).
(18) Hubungan andaikan: andaikata, seandainya, andaikan,
kalau saja, jika saja, jikalau, jika, bilamana, apabila,
dalam hal, jangan-jangan, kalau-kalau.
(19) Hubungan optatif (harapan): muda-mudahan, moga-
moga, semoga, agar.
9
b. Pengait Berupa Konjongsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat harus secara tegas dibedakan dari
konjungsi intrakalimat. Di dalam konjungasi intrakalimat
terdapat konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif
seperti yang sudah dijelaskan terperinci pada bagian di
depan. Konjungsi intrakalimat beroperasi di dalam tataran
kalimat itu. Berbeda dengan semua itu, konjungsi
antarkalimat beroperasi pada tataran yang berada di luar
kalimat itu sendiri.

8
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 94
9
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 95

11
Dengan demikian, harus dikatakan bahwa yang dihubungkan
atau dikaitkan itu adalah ide atau pikiran yang berada di
dalam kalimat itu dengan ide atau pikiran yang berada di luar
kalimat tersebut. Karena konjungsi kalimat tersebut
menghubungakan ide yang ada dalam sebuah kalimat dan
ide yang ada di dalam kalimat lain, konjungsi demikian itu
disebut sebagai konjungsi antar kalimat.
Adapun konjungsi antarkalimat yang mengemban hubungan-
hubungan makna tertentu tersebut adalah sebagai berikut
‘biarpun demikian’, ‘sekalipun demikian’, ‘walaupun
demikian’, ‘walaupun begitu’, ‘meskipun demikian’,
‘meskipun begitu’, ‘ sungguhpun demikian’, ‘sungguhpun
begitu’, ‘kemudian sesudah itu’, ‘setelah itu’, ‘selanjutnya’,
‘tambahan pula’, ‘lagi pula’, ‘selain uitu’, ‘sebaliknya’,
‘sesungguhnya’, ‘bahwasanya’, ‘oleh karena itu’, ‘oleh sebab
itu’, ‘sebelum itu’.
Lebih lanjut dapat dijelaskanbahwa konjungsi-konjungsi
disebutkan di depan itu dapat menandai hubungan-hubungan
makna berikut ini.

(1) Hubungan makna bertentangan dengan yang


dinyatakan pada kalimat sebelumnya: biarpun begitu,
biarpun demikian, sekalipun demikian, sekalipun
begitu, walaupun demikiam, walaupun begitu,
meskipun demikian, sungguhpun demikian,
sungguhpun begitu, namun, akan tetapi.
10
(2) Hubungan magna berkelanjutan dari kalimat yang
dinyatakan pada kalimat sebelumnya: kemudian,
sesudah itu, setelah itu, selanjutnya.

10
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 96

12
(3) Hubungan makna bahwa terdapat peristiwa, hal,
keaddan di luar dan yang dinyatakan sebelumnya:
tambahan pula, lagi pula, selain itu.
(4) Hubungan makna kebalikan dari yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya: sebaliknya, berbeda dari itu,
kebalikannya.
(5) Hubungan makna kenyataan yang sesungguhnya:
sesungguhnya, bahwasanya, sebenarnya.
(6) Hubungan makna yang menguatkan keadaan yang
disampaikan sebelumnya: malah, malahan, bahkan.
(7) Hubungan makna yang menyatakan keeksklusifan dan
keinklusifan: kecuali itu.
(8) Hubungan makna yang menyatakan konsekuensi:
dengan demikian.
(9) Hubungan makna yang menyatakan kejadian yang
mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya: sebelum
itu.
c. Pengait Berupa Konjungsi Koleratif
Konjungsi koleratif terdiri atas dua unsur yang dipakai
berpasangan. Bentuk berpasangan demikian itu bersifat
idiomatik, jadi tidak bisa dimodifikasi dengan begitu saja.
Adapun contoh konjungsi koleratif tersebut adalah sebagai
berikut: antara …sampai, dari …ke, baik ... maupun, tidak
hanya … tetapi juga, bukan hanya … melainkan juga,
demikian … sehingga, sedemikian rupa … sehingga, apakah
… atau, entah … entah, jangankan …pun.
d. Pengait Berupa Preposisi
Preposisi atau kata depan dapat dikatakan sebagai kelas kata
dalam sebuah bahasa yang sifatnya tertutup. Dikatakan
tertutup karena jumlahnya terbatas dan tidak berkembang
seperti kelas-kelas kata yang lainnya. Berbeda dengan

13
konjungsi yang lainnya diikuti dengan klausa, preposisi, atau
kata depan selalu diikuti oleh kata atau frasa. Nah, preposisi
atau kata depan itu juga menandai hubungan makna antara
kata atau frase yang mengikutinya, dengan kata atau frasa
lain yang ada di dalam kalimat itu.
Dengan demikian, hubungan makna demikian itu perlu pula
dicermati dan diperhatikan dalam karangan penyusunan
paragraf yang efektif ini. Berikut ini hubungan-hubungan
makna yang dinyatakan oleh preposisi atau kata depan.

1) Hubungan makna keberadaan: di, pada, di dalam, di


atas, di tengah, di bawah, di luar, di sebelah, di
samping.
11
2) Hubungan makna asal: dari, dari dalam, dari luar, dari
atas, dari bawah,dari samping, dari belakang, dari
muka.
3) Hubungan makna alat: dengan, tanpa dengan.
4) Hubungan makna peruntukan: untuk, bagi, demi.
5) Hubungan makna sebab atau alasan: karena, sebab.
6) Hubungan makna perbandingan: daripada, ketimbang.
7) Hubungan makna pelaku perbuatan atau agentif: oleh.
8) Hubungan makna batas: hingga, sampai.
9) Hubungan makna perihalan: tentang, mengenai, perihal,
ihwal.
e. Pengait dengan Teknik Pengacauan
Selain konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat
serta prepoisi atau kata depan, yang masing-masing juga
menandai hubungan makna tertentu, teknik-teknik
pengacauan tertentu juga dapat digunakan sebagai peranti
pengait. Pengacauan-pengacauan termaksud dapat bersifat
endoforis, tetapi juga bersifat eksoforis. Pengacauan
11
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 97

14
endoforis menunjuk pada bentuk kebahasaan yang berada di
luar kalimat itu, sedangkan pangacauan eksoforis menunjuk
pada bentuk yang berada di luar kebahasaan.
Jadi yang disebut terakhir ini harus dikaitkan dengan konteks
luar kebahasaannya. Berikut ini pengacauan-pengacauan
yang bersifat endoforis itu disampaikan satu demi satu.
1) Hubungan pengacauan dengan kata ‘itu’.
2) Hubungan pengacauan dengan kata ‘begitu’.
3) Hubungan pengacauan dengan kata ‘begitu itu’.
4) Hubungan pengacauan dengan ‘demikian itu’.
5) Hubungan pengacauan dengan ‘tersebut’.
6) Hubungan pengacauan dengan ‘tersebut itu’.
7) Hubungan pengacauan dengan pronominal ‘-nya’.
f. Pengait yang Memerantikan Kalimat
Unsur-unsur pengait di dalam paragraf ternyata tidak hanya
berupa kata dan frasa sperti yang sebagian terbesar sudah
disampaikan di bagian depan. Adakalanya pula unsur pengait
itu berupa kalimat. Kalimat demikian itu lazimnya terdapat di
awal paragraf yang di dalam karangan berfungsi untuk
menentukan kalimat-kalimat yang akan hadir selanjutnya.
Kalimat yang menentukan itu juga berkaitan dengan kalimat-
kalimat yang ad pada paragraf sebelumnya.

12
E. Perinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf

Paragraf yang baik harus memenuhi beberapa syarat di antaranya adalah


syarat kepaduan bentuk dan syarat kepaduan makna. Paragraf yang baik adalah
paragraf yang semua unsur kebahasaannya menjamin kepaduan bentuk bagi
keberaan pargraf itu. Unsur-unsur pengait paragraf, berikut macam-macam
model penunjukan hubungan makna sebagaimana disebutkan di bagian dapan,
semauanya akan bermanfaat bagi uapaya menjamin kepaduan bentuk paragraf.

12
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 98

15
Selain kepaduan bentuk, dalam sebuah paragraf juga dituntut kepaduan
makna. Kepaduan makna ini ditunjukan dengan kehadiran ide atau pikiran
yang satu dan yang tidak terpecah-pecah di dalam paragraf itu. Jadi, ide pokok
dalam sebuah paragraf itu hanya satu dan ide pokok inilah yang dijabarkan
secara terperinci hingga menjadi benar-benar tuntas dalam satu paragraf.
Berkaitan dengan ini, Rahardi (2009:117-120) merinci beberapa prinsip yang
perlu dicermati dan diperhatikan untuk membangun konstruksi paragraf yang
padu, baik bentuk maupun maknanya, yaitu:
1. Prinsip kesatuan pikiran.
Di dalam sebuah paragraf tidak dimungkinkan terdapat lebih dari satu ide
atau pikiran. Pikiran atau ide yang ada hanya satu tersebut selanjutnya
harus dijabarkan dengan secara terperinci, dengan secara jelas, dengan
secara tuntas lewat kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf itu. Kalimat
penjelas tersebut mencangkup, baik yang sifatnya mayor maupun yang
sifatnya minor. Ide atau pikiran yang telah dijabarkan ke dalam kalimat
penjelas, baik yang sifatnya mayor maupun yang sifatnya minor tersebut, di
akhir paragraf masih dimingkinkan pula disajikan satu kalimat pebegas.
Contoh:
a. Kebebasan berekspresi berdampak pada pengembangan kreatifitas
baru.
b. Dengan kebebasan ini, para guru dengan leluasa mengajar siswanya
sesuai dengan basis kompetensi siswa dan lingkungannya.
c. Kondisi kebebasan tersebut menjadikan pembelajaran berlangsung
secara alami, penuh gairah dan siswa termotivasi untuk berkembang.
d. Siswa belajar dengan suasana gembira, aktif, kreatif, dan produktif
e. Dampak kebebasan ini, setiap siswa dapat melakukan berbagai
eksperimen dengan menyinergikan bahan ajardi sekolah dan
lingkungannya
f. Kreatifitasnya menjadi tidak terbendung.
Penjelasan:

16
a. Kalimat a) Seluruh kalimat membahas pikiran yang sama yaitu
kebebasan berekspresi.
b. Kalimat b) Membahas dampak pikiran, pada kalimat a) Siswa dapat
belajar sesuai dengan basis kompetensinya.
c. Kalimat c) siswa belajar penuh gairah sebagai dampak pikiran kalimat
b).
d. Kalimat d) berisi siswa menjadi kreatif sebagai dampak pikiran kalimat
c).
e. Kalimat e) siswa belajar secara sinergis teori dan parktik sebagai
dampak pikiran kalimat d).
f. Kalimat f) kreatifitas siswa tidak terbendung sebagai dampak pikiran
kalimat e).
2. Prinsip ketuntasan pemaparan
Ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf harus diuraikan secara
tuntas. Adapun yang di maksud dengan dijabarkan tersebut, tidak ada lagi
sisa-sisa atau serpihan-serpihan ide atau pikiran yang belum dijabarkan.
Ketika kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf sedang menerangkan
segala sisi dan dimensi dari ide itu terjadi. Jangan pernah berhenti
memaparkan ide pokok, baik dari segala sudut dan dimensinya, sebelum
penjabaran itu benar-benar selesai atau tuntas.
Contoh:
Mahasiswa dikelas itu terdiri dari 15 orang perempuan dan 13 orang laki-
laki. Prestasi perempuan mencapai IPK 4 sebanyak 3 orang, IPK 3
sebanyak 10 orang dan IPK 2,7 sebanyak 2 orang. Sedangkan prestasi laki-
laki mencapai IPK 4 sebanyak 2 orang, IPK 3 sebanyak 10 orang. Mereka
yang belum mencapai IPK 4 berupaya maningkatkannya dengan menulis
skripsi sesempurna mungkin sehingga dapat mengangkat IPK lebih tinggi.
Sedangkan mereka yang susah mencapai IPK 4 juga berupaya
mendapatkan nilai skripsi A dengan harpan dapat mempertahankan IPK
akhir tetap 4.
Penjelasan:

17
Klasifikasi objek pada contoh di atas menunjukan ketuntasan.
a. (a) seluruh objek (mahasiswa) diklasifikasi. Tidak seorangpun dalam
kelas itu yang tidak masuk ke dalan kelompok.
b. (b) klasifikasi pembahasan gagasan juga tuntas. Pengelompokan IPK
yang dicapai oleh mahasiswa (IPK 4,3 dan 2,7) di kelas itu dibahas
seluruhnya, tidak ada gagasan dan fakta yang tertinggal.
3. Prinsip keruntuhan
Adapun yang dimaksud adalah paragraf disusun secara urut, bahwa jabaran
ide dan pikiran pokok dalam sebuah paragraf itu tidak melompat-lompat,
jadi harus benar-benar urut. Maka pemaparan harus setia dengan alur pikir
besar dan berhenti pada dimensi yang paling besar.
prinsip Keruntutan. Keruntutan maksudnya bahwa kalimat-kalimat di
dalam sebuah paragraf itu disusun secara urut. Artinya, jabaran ide atau
pikiran pokok dalam sebuah paragraf itu tidak melompat-lompat.13

F. Jenis dan Cara Pengembangan Paragraf

1. Jenis paragraf
a. Paragraf terbuka
Tugas pokok paragraf terbuka adalah untuk membuka dan
mengantarkan pembaca agar dapat memasuki paragraf-paragraf
pengembang yang akan dihadikan kemudian. Pembuka paragraf
harus dibuat menarik atau memikat pembaca agar mereka mau
meneruskan masuk ke dalam paragraf selanjutnya.
b. Paragraf pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti
atau esensi pokok beserta seluruh jabaran karya tulis itu sendiri.
Ukuran dari paragraf pengembang tidak pernah ditentukan dalam
sebuah karya ilmiah, jadi ukuran yang di lihatkan adalah
ketuntasan dari pemaparan atau penguraian tema karangan dan
kalimat tesis yang ada dalam karangan atau tulisan itu.
13
Ruhardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010, Hs, Widjono, Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo

18
c. Paragraf penutup
Paragraf penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau
karangan, dan yang pasti semua karangan diakhiri dengan paragraf
penutup untuk menjamin bahwa permasalahan yang di
pampangkan pada awal paragraf karangan itu terjawab secara
lebih jelas tegas dan tuntas.
Isi paragraf penutup itu dapat berupa simpulan atau penegasan
kembali pemaparan yang telah disajikan sebelumnya di dalam isi
karangan dan tulisan.

G. Pengembangan Paragraf

Paragraf harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau


pengarang dengan variatif.
1. Pengembangan ilmiah
Pengembangan paragraf yang berciri ilmiah didasarkan pada fakta
spesial dan kronologi, pengembangan itu harus setia pada urutan
tempat dan waktu, yakni dari titik tertentu menuju titik menentu pula
di dalam sebuah deskripsi.
2. Pengembangan deduksi-induksi
Pengembangan paragraf dengan model deduksi dimulai dari sesuatu
gagasan yang sifatnya umum dan diikuti dengan perincian-perincian
yang sifatnya khusus dan terperinci. Pengembangan paragraf secara
induksi adalah pengembangan yang dimulai dari hal-hal yang sifatnya
khusus, mendetail, terperinci, menuju ke hal-hal yang sifatnya umum.
3. Pengembangan analogi
Pengembangan paragraf secara analogis lazimnya dimulai dari sesuatu
yang sifatnya umum, sesuatu yang banyak dikenal oleh publik, sesuatu
yang banyak dipahami kebenarannya oleh orang-orang dengan sesuatu
yang masih baru, sesuatu yang belum banyak diketahui publik.
14
4. Pengembangan klasifikasi

14
Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd Hal. 100

19
Pengembangan klasifikasi juga akan dapat memudahkan pembaca
dalam memahami isinya, seperti kelas-kelasnya jelas, tipe-tipenya juga
sangat jelas. Penjelasan atau penipuan karakternya, kesamaan ciri dan
sifatnya akan memudahkan untuk dapat dipahami oleh pembaca jika
diklasifikasikan terlebih dahulu.
5. Pengembangan komparatif dan kontrasif
Komparatif adalah sebuah paragraf dalam karangan ilmiah yang dapat
dikembangkan dengan cara dibandingkan dimensi-dimensi
kesamaannya, bisa dari ciri-cirinya, karakternya, tujuannya, bentuknya
dengan cara mengamati dimensi perbedaannya dari ciri-cirinya,
karakternya, tujuannya dan bentuknya.
6. Pengembangan sebab-akibat
Pengembangan paragraf dengan cara demikian ini juga lazim disebut
sebagai pengembangan yang sifatnya rasional. Karna lazimnya orang
berpikir berawal dari sebab-sebab dan bermuara pada akibat-akibat.
7. Pengembangan klimaks-antiklimaks
Paragraf klimaks ini dikembangkan pula dari puncak-puncak peristiwa
yang sifatnya keci-kecil dan beranjak terus maju ke dalam puncak
peristiwa yang paling besar atau optimal, kemudian berhenti dipuncak
yang palimg optimal tersebut. Paragraf antiklimaks ini paragraf yang
pengembangannya masih diteruskan kedalam tahapan penyelesaian
hingga tidak menemukan titik akhir, dan ini tidak sangat lazim
ditemukan didalam karya ilmiah. Kebanyakan narasi dan cerita
dongeng pengantar tidur menerangkan model pengembangan paragraf
yang demikian ini.

Glosarium

1. Paragraf: sebutan lain untuk alinea.

20
2. Kalimat pokok: kalimat yang berisi ide pokok; sebutan lain untuk kalimat
utama
3. Kalimat penjelas: kalimat yang bertugas untuk menjelaskan kalimat
utama; sering disebut kalimat pengembang.
4. Kalimat penjelas mayor: kalimat yang secara langsung menjelaskan
kalimat utama atau kalimat pokok.
5. Kalimat penjelas minor: kalimat yang secara langsung menjelaskan
kalimat penjelas utama dan secara tidak langsung menjelaskan kalimat
pokok atau kalimat utama.
6. Kalimat penegas: kalimat yang bertugas memberi penegasan pada ide
pokok.
7. Deduktif: alur berpikir atau alur dalam menulis paragraf yang berangkat
dari hal yang umum ke hal yang khusus.
8. Induktif: alur berpikir dan alur dalam menulis paragraf yang berangkat
dari hal khusus ke umum.
9. Abduktif: gabungan antara deduktif dan induktif.
10. Pengait paragraf: menunjuk pada bentuk-bentuk kebahasaan tertentu yang
berfungsi mengaitkan sub-sub ide dalam sebuah paragraf.
11. Kohesi: kepaduan makna.
12. Koherensi: kapaduan bentuk.

BAB III
PENUTUP

21
A. Kesimpulan

Konsep paragraf sangant penting bagi penulis maupun penyair dalam


pembuatan yang efektif dan dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik
dan benar.

B. Saran
Dalam makalah kami ini, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan
dikoreksi,materi-materi yang disajikan pun masih belum lengkap. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kontribusi positif untuk kemajuan kita bersama,
karena kami tidak menunggu sempurna untuk melakukan sesuatu, tapi kami
melakukan sesuatu untuk menuju kesempurnaan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Buku Edisi Revisi Bahasa Indonesia Manajemen Bahasa Indonesia dalam


Penulisan Karya Ilmiah Dr. Ardianto, M.Pd
Ruhardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2010, Hs, Widjono, Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo.

23

Anda mungkin juga menyukai