Review pengalaman Dalam mata kuliah pembelajaran sosial emosional ini belajar saya mempelajari lima topik pembelajaran, diantaranya: a. Topik 1 (Kompetensi Sosia Emosinal berdasar Kerangkan Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL)) Pada topik ini saya mempelajari tentang kompetensi sosial berdasarkan kerangkan CASEL. Pembelajaran soisal emosional merupakan pembelajaran berbasis keterampilan dalam mendidik yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah dan memiliki kemampuan memecahkan masaah. Gur mendidik hati dan jiwa si anak untuk menjadi lebih baik dan nyaman dalam menerima pembelajaran serta merasa terlindungi oleh guru dalam lingkungan pembelajaran maupun lingkungan sekolah. Dalam CASEL ini terdapat komponen-komponen yang harus guru pahami diantara lain adalah : 1. Self awareness (Kesadaran diri) Kemampuan untuk memahami emosi, pemikiran, dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku dalam berbagai situasi 2. Self management (Manajemen diri) Kemampuan untuk mengatur emosi, pemikiran dan perilaku secara efektif pada situasi yang berbeda 3. Responsible decision making (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab) Membuat pilihan yang tepat dan konstruktif pada situasi tertentu 4. Social awareness (Kesadaran sosial) Kemampuan memahami perspektif yang berbeda termasuk berempati terhadap kondisi individu dengan latar belakang yang berbeda 5. Relationship skills (Keterampilan sosial) Kemampuan menjalin dan mempertahakan hubungan/relasi yang sehat dan efektif dengan individu dari latar belakang yang berbeda. Tujuan dari pembelajaran sosial emosional adalah supaya dapat mengenali dan mengelola emosi, menyelesaikan masalah, mengembangkan relasi sosi yang baik, dapat berempati, membuat keputusan yang tepat dan dapat bertanggung jawab. Pada topik ini saya juga mempelajari bagaimana menyusun sebuah modul ajar atau RPP berdasarkan dengan CASEL. Adapula teknik yang telah saya pelajari untuk dapat mengatur sosial emosional saat proses belajar mengajar adalah dengan STOP. STOP sendiri merupakan singkatan dari : S : Stop (Berhenti sejenak) T : Take a breath (Ambil nafas sejenak) O : Observasi P : Proceed (Lanjutan)
b. Topik 2 (Peran guru sebagai teladan
pembelajaran keterampilan sosial emosiona (CASEL)) Dalam mempelajari topik 2 ini, saya menyadari bahwa peran guru dalam pembelajaran sosial emosiona sangatlah penting untuk peserta didik. Novick, Kress, & Elias (2002), menjelaskan bahwa ada tiga hal yang harus guru lakukan sebagai pendidik dan agen perubahan: 1. Kepedulian (caring relationship) sebagai dasar pembelajaran Selama pembelajaran, hubungan antara peseta didik dengan guru, mentor, instruktur adalah hal yang penting. Hubungan ini akan membuat peserta didik bisa mengeksplorasi, berani bertanya, mengemukakan pendapat bahkan mengekspresikan diri. 2. Emosi mempengaruhi suasan belajar dan bagaimana pembelajaran dapat diterima peserta didik Peserta didik yang belajar dengan situasi yang menyenangkan, merasakan lingkungan kelas yang menyenangkan dan kondusif akan cenderung bisa menikmati kelasnya. 3. Tujuan yang mau dicapai dan pemecahan masalah mengarahkan individu (gguru atau peserta didik) dan juga memberikan motivasi/energi untuk melakukan pembelajaran Adanya tujuan dan pemecahan masalah yang terjadi di kelas dan lingkungan sekolah akan membantu guru dan peserta didik untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan dengan tepat. Misalnya, guru mengetahui tujuan pembelajaran dan mengetahui fungsi aktivitas yang dilaukan, maka guru dapat menikmati proses mengajar. Begitu juga peserta didik yang mengetahui tujuan pembelajaran dan aktivitas yang ada akan lebih termotivasi karena mengetahui tujuan aktivitas tersebut. Pada topik ini saya juga mempelajari tantangan atau hambatan dalam menerapkan sosia emosional diantara lain: 1. Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya keterampilan sosial dan emosional ketika di sekolah. Hal ini dikarenakan masih belum disebarluaskannya pembelajaran sosial emosional. Sehingga langkah nyata yang dapat sekolah laukan adalah menyediakan pelatihan khusus bagi pendidik dan peserta didik tentang PSE. 2. Kurikulum yang padat dan keterbatasan waktu menyebabkan pendidik lebhi fokus terhadap ketuntasan penyampaian materi pembelajaran. Sehingga sedikit pendidik yang menerapkan pembelajaran sosial emosional di kelas. 3. Keterbatasan sumber daya dan kurangnya dukungan orang tua. Setelah mempelajari pembelajaran sosial emosional pada topik ini, ada pula program yang saya persiapkan sebelum mengajar PSE di kelas diantara lain adalah: 1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar peserta didik 2. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang mengandung unsur sosial emosional 3. Menerapkan pembelajaran sosial emosional di kelas membangun hubungan interpersonal yang positif kepada warga sekolah 4. Melakukan evaluasi setiap kali selesai mengajar 5. Menyusun rencana tindak lanjut untuk perbaikan pembelajaran sosial emosional 6. Menerapkan rencana tinda lanjut pada pembelajaran berikutnya
c. Topik 3 (Experiential Learning)
Pada topik ini saya menyadari bahwa belajar adalah suatu proses dan bukan hanya dilihat dari pembelajaran didalam kelas saja seperti membaca, menghafal, dan menulis. Namun, pembelajaran yang didapatkan melalui pengalaman atau kegiatan praktik secara langsung itu juga sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Experientia learning juga dikenal dengan learning through action or experience adalah proses yan melibatkan konstruksi pengetahuan dimana guru sebagai agen hars kreatif dan juga harus bisa memberikan materi sesuai dengan tuntutan zaman. Guru adalah fasilitator. Proses pembelajaran ini melibatkan siklus dasar yaitu mengalami (experiencing), refleksi diri (reflecting), berpikir (thinking), melakukan (acting). Pada experiential learning terdapat empat tahap yaitu concrete experience (tahap pengalaman nyata), reflective observation (tahap observasi), abstract conceptualization (tahap konseptualisasi) dan active experimentation (tahap implementasi). berdasarkan keempat tahap experiental learning, agar proses belajar menjadi efektif, peseta didik dituntut untuk memiliki empat kemampuan yaitu: 1. Dalam tahap concrete experience, peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk merasakan, yakni peserta didik mampu melibatkan diri secara penuh dalam pengalaman. 2. Dalam tahap reflection observation, peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk mengamati, karena pada tahap ini peserta didik akan melakukan observasi dan merfleksikan pengalaman dari berbagai segi. 3. Dalam tahap abstract conceptualization, peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk berpikir, karena peserta didik akan menciptakan sejumlah konsep yang mengintegrasi hasil observasinya menjadi sebuah teor. 4. Dalam tahap active experimentation, peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk melakukan, yakni peserta didik mampu menggunakan konsep atau teori untuk memecahkan berbagai masalah dan mengambil sebuah keputusan.
d. Topik 4 (Expeiential Learning untuk
pembelajaran emosional) Pada topik ini saya menyadari bahwa pembelajaran sosial emosional merupakan pendekatan yang memungkinkan peserta didik mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam mengelola emosi, membangun hubungan yang sehat, menetapkan tujuan dan mengambil keputusan dalam hidup mereka. Topik empat ini terdiri atas dua aspek diantaranya ialah: 1. Memahami gaya belajar peserta didik Pada topik tiga saya telah mempelajari experiental learning dan memahami adanya empat siklus pembelajaran dari Kolb, yaitu memahami (experiencing); refleksi (reflecting); berpikir (thinking); dan melakukan/berperilaku (acting). Berdasarkan siklus pembelajaran tersebut, Kolb kemudian mengidentifikasi beberapa gaya belajar: a. Divergen : gaya ini merupakan kombinasi elemen pengalaman konkrit dan observasi reflektif. b. Assimilating : gaya yang merupakan kombinasi konseptualisasi abstrak dan observasi reflektif c. Converging : kombinasi konseptualisasi abstrak dan eksperimen aktif d. Accomodating : kombinasi pengalaman konkrit dan eksperimentasi aktif. Ketika mempelajari gaya belajar, kita juga bisa menerapkan pembelajaran sosial emosional. Dengan memahami gaya belajar yang berbeda sebagai guru kita bisa memotivasi peserta didik, membuat situasi belajar lebih kondusif dan menyenangkan. 2. Ruang belajar untuk peserta didik Bronfenbrenner membagi lingkungan menjadi beberapa lapisan yaitu: a. Mikrosistem Mikrosistem adalah lingkungan yang paling kecil tempat anak berinteraksi secara langsung (lingkungan rumah/keluarga). Interaksi yang terjadi biasanya adalah interaksi antar pribadi dengan keluarga (dengan anggota keluarga), dengan guru, care talker (pengasuh) yang dapat memberikan pengaruh langsung pada anak. Terdapat beberapa pola asuh yang seringkali diterapkan orang tua: Pola asuh otoriter : gaya pengasuhan yang banyak menggunakan hukuman untuk anak, supaya menuruti perintah. Pola asuh otoritatif : pada pola asuh ini, orang tua memang menetapkan batas yang tegas untuk mengendalikan anak, tetapi orang tua juga masih mau mendengarkan pendapat anak. Pola asuh permisif : pola asuh ini terdapat dua kategori yakni permissive indifferent dan permissive indulgent. Permissive indifferent dimana orang tua memperbolehkan anak melakukan apa saja, namun orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anaknya. Sedangkan permissive indulgent dimana orang tua sangat memanjakan anaknya dan memberikan sedikit batasan pada anak. Dalam hal ini anak akan menjadi kurang bertanggung jawab dan tidak kompeten secara sosial. b. Mesosistem Mesosistem adalah hubungan antar rumah/keluarga, sekolah, teman sebaya atau antar mikrosistem yang berbeda. c. Ekosistem Ekosistem berkaitan dengan lingkungan yang lebih besar. Interaksi yang terjadi belum tentu terjadi secara langsung, namun dapat mempengaruhi perkembangan anak, seperti kondisi ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan atau sering kali merupakan faktor situasional. d. Makrosistem Lingkungan yang lebih besar meliputi sistem nilai dan budaya yang ada dan memberikan pengaruh cukup besar pada perkembangan anak. e. Chronosistem Chronosistem adalah lingkungan yang sangat bergantung dengan dimensi waktu, namun memberikan dampa pada perkembangan anak.
e. Topik 5 (School Well-being)
Pada topik ini saya mempelajari bahwa yang dimaksud dengan School well-being pada lingkungan sekolah adalah kondisi dimana individu dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik materiil maupun non-materiil di sekolah yang terdiri atas empat dimensi yaitu (1) having (kondisi/situasi sekolah); (2) loving (mengarah pada hubungan sosia); (3) being (pemenuhan diri); dan (4) health (kesehatan peserta didik/guru secara umum). Konu dan Rimpela (2002) menjelaskan empat dimensi yaitu: 1. Having : bagaimana persepsi dan perasaan individu tehadap kondisi sekoah. Dimensi ini meliputi lingkungan fisik sekolah, termasuk kenyamanan, rasa aman, kebisingan, pertukaran udara, ruang terbuka dan lain sebagainya. Aspek lain dari kondisi sekolah berhubungan dengan kondisi pembelajaran yakni kurikulum, jumlah peserta didik di kelas. 2. Loving : mengacu pada lingkungan sosial saat pembelajaran, meliputi hubungan dengan guru, dengan teman sekelas, interaksi dalam kelompok. Dimensi ini mengacu pada iklim atau suasana di sekolah. 3. Being : mengacu pada bagaimana individu di sekolah menghargai keberadaan mereka. Dalam hal ini guru dapat bekerja dengan baik dan menghargai perannya. Peserta didik juga merasa percaya diri, bahagia mendapatkan pendidikan. Being juga mengacu sampai seberapa besar sekolah melibatkan peserta didik, mendorong kreativitas peseta didik. 4. Health : mengacu pada kesehatan fisik dan mental peserta didik dan gur. Dalam hal ini, kebahagiaan/kesejahteraan peserta didik sangat dipengaruhi oleh kondisi sekolah, seperti rencana pembelajaran, budaya seklah, orientasi pendidikan, infrastruktur, fasilitas, kondisi kelas, dan dukungan dari guru maupun pihak manajemen sekolah. Faktor yang mempengaruhi atau berperan dalam menciptakan school well-being adalah guru, sekolah peserta didik. Kepribadian peserta didik termasuk motivasi belajar, kemampuan berkomunikasi, disiplin dan kemampuan bekerjasama juga sangat mempengaruhi school well-being. Dalam hal ini smeua warga sekolah berperan dalam menciptakan school well-being. Borich (2015) menjelaskan empat tipe iklim dalam ruang kelas yang dapat mempengaruhi kesejahteraan di sekolah. Berikut adalah empat iklim/situasi yang bisa terjadi di ruang kelas yakni high control low warmth; hight control high warmth; low contrl high warmth; dan low control low warmth. Refleksi pengalaman Berdasarkan pengalaman saya dalam mengikuti mata belajar yang dipilh kuliah pembelajaran sosia emosional terdapat topik yang menurut saya menarik yaitu topik 3 tentang experiental learning. Pada topik ini saya mempelajari bagaimana seorang guru dapat menjadi fasilitator peserta didik untuk dapat mengembangkan ide-ide kreatifnya berdasarkan pengalaman yang telah mereka ketahui baik pengalaman yang sesudah dilakukan atau sebelum dilaukan. Pada topik ini juga menyankut dengan pengalaman belajar saya selama mengikuti proses PPL 1 di sekolah mitra. Pada proses PPL 1, saya melaksanakan proses iklus plan, do, and see dimana itu merupakan experiential learning cycles. Dimana pada tahap concrete experience, saya sudah memiliki kemampuan untuk melibatkan diri secara penuh saat menjadi guru model disekolah mitra PPL tersebut. Kedua yakni, pada tahap reflection observation, saya telah mampu dan telah melaksanakan proses observasi disekolah secara menyeluruh dan merefleksikan apa yang telah saya laui dari berbagai segi. Selanjutnya adalah tahap abstract conceptualization, dimana saya telah menciptakan sejumlah konsep yang mengintegrasi hasil observasi menjadi sebuah teori atau pemahaman. Keempat active experimentation, dimana pada tahap ini saya telah membuat keputusan atau action (do) dari hasil yang telah saya dapatkan dari tahap-tahap sebelumnya seperti saya telah melaksanakan proses siklus do yaitu saya menjadi guru model untuk mengajar dikelas. Mempelajari mengenai konsep experimental learning adalah salah satu topik yang penting untuk dipelajari sebagai seorang guru. Analisis artefak Pada mata kuliah Pembelajaran Sosial Emosional pembelajaran memiliki beberapa topik sehingga memiliki banyak artefak salah satunya artefak yang mendukung refleksi pembelajaran yang sesuai dengan topik yang saya pilih terdapat pada link drive berikut. https://drive.google.com/file/d/1LOG8ArS_U5t2BWHTA0biBI8d H-AZzm2_/view?usp=drivesdk Artefak tersebut terdapat pada bagian Koneksi Antar Materi Topik 3 yang menjelaskan mengenai hubungan antara apa yang telah dipelajari dengan modul-modul sebelumnya dalam memenuhi pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Pembelajaran bermakna Pembelajaran bermakna yang saya dapatkan setelah (good practices) mempelajari pembelajaran sosial emosional adalah bahwa guru dan peserta didik memahami pentingnya pembeajaran sosial emosional dalam pengembangan keterampilan sosial, emosional, dan akademik. Mereka juga memahami bagaimana pembelajaran sosial emosional dapat membantu mereka mengembangkan empati, hubugan interpersonal yang positif, dan keterampilan pengambilan keputusan yang baik. Guru dan peserta didik juga memahami bahwa PSE tidak hanya berfokus pada mengatasi perilaku negatif, tetapi juga membantu mereka untuk memperkuat kualitas hubungan interpersonal, membangun rasa percaya diri dan kemandirian, serta meningkatkan keterampilan komunikasi yang efektif. Pembelajaran bermakna lainnya adalah bahwa pembelajaran sosial emosional harus dimulai dari tahap awal pendidikan yaitu pada keluarga dan terus ditingkatkan pada setiap tingkat pendidikan agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan untuk berhasil dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka. Selain itu, pembelajaran sosial emosional juga membutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk guru, orangtua dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung dan positif bagi semua peserta didik.