Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1: RITUAL (ASINKRONUS TM-5 – TUGAS PERSONAL)

Nama : Zethri J A Sahusilawane


NIM : 01210312
Mata Kuliah : Ibadah Kristen
Dosen Pengampu : Pdt. Stefanus Christian Haryono, MACF., Ph.D

Berdasarkan KBBI, ‘ritual’ memiliki arti berkenaan dengan ritus, hal ihwal ritus.1 Penjelasan
mengenai ‘ritual’ juga ditemukan dalam dua bacaan, yaitu dari James F. White dalam buku
“Pengantar Ibadah Kristen” dan Y. Sumandiyo Hadi, “Seni Dalam Ritual Agama”.

❖ James F. White “Pengantar Ibadah Kristen” (Hal 165- 195)


Dalam bacaan tersebut, saya tidak menemukan penjelasan White secara langsung tentang
‘ritual’. Tetapi ada beberapa istilah yang digunakan White yang menurut saya merujuk pada
penjelasan berkaitan dengan ‘ritual’. Saya menemukan dan menggarisbawahi 3 istilah/kata/frasa,
antara lain :

1. Tindakan-berupa-tanda (sign-acts), yaitu tindakan-tindakan yang menyampaikan


makna. Tindakan-berupa-tanda ini merujuk pada apa yang disebut White
sakramen-sakramen, yaitu tanda yang melibatkan tindakan-tindakan, kata-kata dan
biasanya objek-objek (seperti roti, anggur, minyak, dan air).2 White menjelaskan bahwa
dalam ibadah Kristen, baik firman yang diucapkan (seperti pelayanan firman) maupun
tanda yang diperbuat (seperti pada sakramen-sakramen) saling menguatkan. Berdasarkan
penjelasan tersebut, saya memahami bahwa ritual terdiri dari perkataan dan perbuatan
yang saling terikat. Ritual tidak dapat terjadi jika perkataan tidak disertai perbuatan,
sebaliknya perbuatan tidak disertai perkataan tidak dapat menyingkapkan makna dari
perbuatan itu sendiri. Oleh karena itu, kedua hal ini penting untuk diperhatikan dalam
sebuah ritual.

1
https://kbbi.web.id/ritual
2
James F. White “Pengantar Ibadah Kristen”, hal 165.
2. Sakramen adalah bentuk kelihatan dari anugerah yang tidak kelihatan.3 Penjelasan ini
berangkat dari pandangan Agustinus pada abad pertengahan, yang kemudian dilihat lebih
jauh oleh Agustinus yaitu ketika ia membedakan sakramen yang kelihatan itu sendiri
(sacramentum) dan kekuatan (res) sakramen. Dalam penjelasan selanjutnya, pembedaan
Agustinus tersebut antara sacramentum yaitu sesuatu yang nyata bagi indera kita dan res
yaitu buah dari sakramen, diperjelas oleh seseorang yang bernama Lombardus menjadi
perbedaan rangkap tiga, yaitu sacramentum (hal yang luar dan kelihatan), res (buah-buah
dalam batin kita) dan sacramentum et res (kombinasi dua hal, yaitu tanda dan
kenyataan).4 Berdasarkan uraian tersebut, saya belum memahami secara jelas hubungan
antara sacramentum dan res itu sendiri. Tetapi setidaknya saya menemukan penjelasan
sebelum berbicara soal sacramentum, yaitu mysterion yang merujuk pada
pemikiran-pemikiran rahasia Allah, melampaui akal manusia dan karenanya harus
disingkapkan. Dari penjelasan tersebut, menurut saya ritual berangkat dari sebuah
mysterion, oleh karena itu perlu disingkapkan dalam bentuk yang kelihatan melalui
implikasi dalam tindakan-tindakan .
3. Ex Opere Operato5 adalah ajaran yang memperlihatkan bahwa Allah benar-benar
bekerja melalui pekerjaan yang dilakukan secara independen oleh sarana manusia. Di
dalam suatu sakramen ditemukan bahwa sebenarnya kekuatan dari sakramen itu bukan
sesuatu yang manusiawi, yang bergantung pada karakter moral atau ajaran orang yang
merayakan sakramen, tetapi sebaliknya bergantung pada Allah, yang menggunakan
sakramen untuk mewujudkan makna tujuan Allah sendiri. Penjelasan selanjutnya
menerangkan dimana Agustinus lebih memperjelas bahwa sumber sakramen-sakramen
adalah Allah bukan manusia. Berdasarkan penjelasan ini, saya memahami bahwa
sebenarnya sakramen atau ritual tersebut ada karena tindakan-tindakan Allah itu sendiri.
Dan dalam dunia nyata saat ini, ketika kita mau mencari, menemukan, dan memahami
tindakan-tindakan Allah itu, maka sesuatu yang bersifat riil bagi manusia menjadi sarana
melihat Allah itu sendiri.

3
James F. White “Pengantar Ibadah Kristen”, hal174
4
James F. White “Pengantar Ibadah Kristen”, hal 177.
5
James F. White “Pengantar Ibadah Kristen”, hal 175.
❖ Y. Sumandiyo Hadi, Seni Dalam Ritual Agama (Hal 297-312)
Selain itu, dalam bacaan Sumandiyo membahas tentang fungsi Ritual. Pada awal
penjelasan dari bacaan ini, dikatakan bahwa ritual menjadi pengalaman keimanan, sekaligus juga
pengalaman estetis. Menarik ketika Hadi menjelaskan bahwa seni dalam ritual agama akan
mendorong kesadaran religiusitas., tetapi hal tersebut merujuk pada kesenian liturgis. Saya
sedikit bingung dengan pernyataan ini, kemudian saya memiliki pertanyaan. Apakah ritual dan
liturgi adalah sesuatu yang sama? Dalam pelaksanaan bahkan penghayatannya apakah sama?
Hadi juga membahas tentang ritual agama sebagai obyek wisata ziarah, yang tidak
terlepas dengan hubungannya dengan kenikmatan terhadap obyek wisata.6 Dalam hal ini,
bagaimana ritual itu sendiri dinikmati? Saya kemudian mengingat ketika White berbicara soal
sacramentum yang merujuk pada sesuatu yang nyata bagi indera kita. Oleh karena itu, ritual yang
memiliki unsur nyata bagi indera kita, atau dapat dilihat oleh kita, maka pemahaman bahwa
ritual menjadi obyek wisata sangatlah mungkin.

Setelah membaca kedua bacaan tersebut dan kemudian merenungkan, saya terbayang hal-hal
menarik dan hal-hal yang masih membingungkan tentang ritual berdasarkan dua bacaan tersebut
atau fenomena empiris yang saya jumpai.
Pada kenyataannya, ritual di dalam gereja dilakukan dan dilaksanakan sebagai momen
sakral, tetapi kadang dilihat sebagai momen yang formal atau sekadar formalitas. Misalnya ada
anggapan jemaat yang demikian: “ibadah Jumat Agung pasti ada perjamuan kudusnya”. Mereka
seperti memiliki pola tertentu dalam pikiran mereka yang selalu memperhatikan momen tetapi
mengarah pada hanya sekadar formalitas. Pertanyaan saya adalah bagaimana caranya seseorang
dapat sepenuhnya melakukan ritual dengan sungguh-sungguh menghayati? Karena menurut saya,
misalnya, ketika roti dipecahkan dan anggur dituang, maka yang ada dalam pikiran kita adalah
makan tubuh Kristus dan minum darah Kristus yang mati berkorban bagi umat manusia. Tetapi
bagaimana kita sebagai jemaat bisa sampai pada titik yang dikatakan Hadi yaitu pengalaman
keimanan?

6
Y. Sumandiyo Hadi, Seni Dalam Ritual Agama ,Hal 306.

Anda mungkin juga menyukai