Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INTERPROFESIONAL EDUCATION

KASUS HEART FAILURE

Dosen Pengampu :
Apt. Baiq Leny Nopitasari, M.Farm

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Ida Ayu Tiara Dita 2020E1C022
2. Khaeratil Wahdaniah 2020E1C028
3. Mia Pioliana 2020E1C034
4. Nining Irjayanti 2020E1C040

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB I
HEART FAILURE
1.1 Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat kompleks, dapat berakibat dari
gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan diastolik), penyakit katup ataupun
perikard, atau hal-hal yang dapat membuat gangguan pada aliran darah dengan adanya
retensi cairan, biasanya tampak sebagai kongesti paru, edema perifer, dispnu, dan cepat
lelah. Siklus ini dipicu oleh meningkatnya regulasi neurohumoral yang awalnya berfungsi
sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan sistem Frank–Starling, tetapi
justru menyebabkan penumpukan cairan yang berlebih dengan gangguan fungsi jantung.

1.2 Epidemiologi
Studi Framingham menunjukkan bahwa prevalensi gagal jantung akan meningkat dua
kali lipat setiap 10 tahun pada usia diatas 50 tahun, meningkat 0,8% pada usia dibawah 50
tahun dan meningkat 9,1% pada usia 80 sampai 89 tahun. Menariknya jenis kelamin juga
mempengaruhi prevalensi gagal jantung pada usia lanjut. Hipotesis ini dibuktikan dalam
cardiovascular health study(CHS) yang melibatkan 5888 usia lanjut diatas 65 tahun.
Hasilnya menunjukkan bahwa 272 subjek yang mengalami gagal jantung, 54% diantaranya
memiliki fungsi sistolik ventrikel kiri yang masih baik. Menariknya, diantara yang
mengalami gagal jantung diastolik ventrikel kiri tersebut 67% adalah wanita. Hal ini
kemungkinan disebabkan fakta bahwa hipertensi adalah penyebab tersering gagal jantung
pada wanita usia lanjut. Di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit
gagal jantung berdasarkan anamnesis dan laporan dokter di Indonesia sebesar 0,13% atau
diperkirakan sekitar 229.696 orang. Prevalensi gagal jantung tertinggi di D.I Yogyakarta
sebanyak 54.826 orang dan terendah di Maluku Utara sebanyak 144 orang. Sulawasi Utara
menempati urutan keenam dari total 33 provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus
diperkirakan sekitar 2.378 orang.

1.3 Etiologi
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) memiliki beberapa etiologi Menurut
(Handayati, 2018) sebagai berikut :
1. Kelainan Otot Jantung
2. Penuaan/geriatric
3. Diabetes millitus
4. Hipertensi
5. Merokok
6. Obesitas
7. Tingginya kadar kolesterol dalam darah

1.4 Patofisiologi
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) memiliki beberapa etiologi Menurut
(Handayati, 2018) sebagai berikut :
1. Kelainan Otot Jantung
Congestive Heart Failure (CHF) paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung yang berdampak pada menurunya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik dapat menyebabkan Congestive Heart Failure (CHF) meskipun tidak
ada hipertrofi miokardial.
2. Penuaan/geriatric
Penuaan/geriatri akan menyebabkan penurunan fungsi tubuh, Termasuk fungsi
system kardiovaskuler. Penurunan fungsi kardiovaskuler pada lansia disebabkan
peningkatan kolagen, penurunan penggantian sel miosit yang telah mati, kekakuan
dinding arteri dan gangguan sistem konduksi. Terjadinya gagal jantung diawali dengan
adanya kerusakan pada jantung atau miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan
menurunnya curah jantung. Bila curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme, maka jantung akan memberikan respon mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan fungsi jantung agar tetap dapat memompa darah secara adekuat. Bila
mekanisme tersebut telah secara maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap
tidak terpenuhi, maka setelah akan itu timbul gejala gagal jantung. Terdapat tiga
mekanisme primer yang dapat dilihat dalam respon kompensatorik, yaitu meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi Sistem Renin
Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel.
BAB II
KASUS

Kasus Heart Failure (HF)


Tn. PK, usia 62 tahun, BB 70 kg, TB 161 cm masuk RS di Paviliun Jantung dengan keluhan
sesak napas, kaki bengkak, lemah, mual. Pengakuan pasien memiliki gagal jantung sudah 2
tahun dan rutin minum obat Bisoprolol 1 x 5 mg, Valsartan 1 x 80 mg (baru diganti 2 minggu
lalu, karena batuk kering yang tidak henti-henti), ISDN 3 x 5 mg, HCT 1 x 25 mg, Spironolakton
1 x 25 mg. Hasil observasi perawat TD 120/90 mmHg, temperature 37,20C, RR 29x/menit.
Hasil Lab menunjukkan :
1. Cr 3,7 mg/dL
2. BUN 45 mg/dL
3. Albumin 3,9 mg/dL
4. Na 145 meq/L
5. K 3,1 meq/L.
Seluruh terapi sebelumnya diteruskan dan ditambah Lasix inj 2 x 40 mg iv bolus.

PENYELESAIAN
SOAP
- Subjektif
Nama : Tn. PK
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
BB/TB : 70 kg/161 cm
Keluhan : Sesak napas, kaki bengkak, lemah, mual dan pengakuan pasien
memiliki gagal jantung sudah 2 tahun.
Diagnosis : Gagal Jantung
- Objektif
Hasil Lab menunjukkan:
▪ Cr 3,7 mg/dL
▪ BUN 45 mg/dL
▪ Albumin 3,9 mg/dL
▪ Na 145 meq/L
▪ K 3,1 meq/L.
Tanda Vital
Tekanan darah 120/90 mmHg Pre hipertensi
Temperatur 37,2oC Normal
Laju pernapasan 29x/menit Sesak nafas

Hasil Pemeriksaan Labolatorium


Cr 3,7 mg/dL Tinggi
BUN 45 mg/dL Tinggi
Albumin 3,9 mg/dL Normal
Na 145 meq/L Normal
K 3,1 meq/L Rendah

- Asessment
Problem medik Terapi Assesment Rekomendasi
Angina ISDN 3 x 5 mg Untuk meredakan Terapi dilanjutkan
+ nyeri sambil
Bisoprolol 1 x 5 mg dada dimonitoring
Hipertensi HCT 1 x 25 mg Sebagai antihipertensi Terapi dilanjutkan
sambil
dimonitoring
Kelebihan Spironolakton 1 x 25 Untuk menurunkan Terapi
kalium mg kadar kalium dilanjutkan sambil
dimonitoring
Kelebihan Lasix 2 x 40 mg iv Untuk meningkatkan
cairan & sesak bolus volume urine yang
nafas keluar, menurunkan Terapi
kretinin, mengatasi dilanjutkan sambil
sesak dimonitoring
Lemah dan mual Metoklopramid 3 x Untuk mengatasi Penambahan terapi
sehari 10 mg lemah dan rasa mual dilanjutkan dengan
dimonitoring
- Plan
a. Terapi Farmakologi
• Pemberian ISDN 3 x 5mg + Bisoprolol 1 x 5mg
• Pemberian HCT 1 x 25mg
• Pemberian Spironolakton 1 x 25mg
• Pemberian Lasix inj 2 x 40mg iv bolus
• Pemberian Metoklopramid 3 x 10mg
b. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk manajemen
perawatan mandiri yang artinya sebagai tindakan yang bertujuan untuk menjaga
kestabilan fisik serta menghindari perilaku yang mungkin dapat memperburuk kondisi
dan juga mendeteksi gejala awal saat perburukan gagal jantung. Manajemen
perawatan mandiri ini ada beberapa terapi seperti kepatuhan minum obat, pemantauan
berat badan, pemantauan asupan nutrisi, dan latihan fisik. Melakukan diet atau
penurunan berat badan, Merokok harus dihentikan, Istirahat yang cukup, Olah raga
yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dengan intensitas yang nyaman bagi
pasien, Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau
lembab.
c. Monitoring
• Perlu dilakukan monitoring untuk untuk pemberian obat lasix, dimana untuk
menurunkan nilai cr ( kreatinin). Hasil lab pasien menunjukan nilai kreatinin tinggi,
yang dimana menunjukkan ginjal sedang tidak berfungsi dengan baik, sehingga
diberikan obat Lasix untuk menurunkan kreatinin pada pasien. Pengawasan klinis
pada penggunaan furosemide yang dapat dilakukan dengan memantau balans cairan,
serta konsentrasi blood urea nitrogen atau BUN dan kreatinin untuk mencegah
oliguria dan azotemia. Tekanan darah juga perlu diperiksa secara berkala, untuk
mencegah hipotensi ortostatik.
• Monitoring kadar K, Cr, BUN, Na, dan Albumin
• Monitoring kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
• Monitoring ketepatan penggunaan obat
• Monitoring efek samping obat
• Monitoring interaksi obat
SOAL
1. Jelaskan DRP yang dialami oleh pasien?
2. Jelaskan pokok permasalahan yang perlu dikonfirmasikan kepada pasien?
3. Jelaskan pokok permasalahan yang perlu dikonfirmasikan kepada tenaga kesehatan
lainnya dan siapa saja profesi yang dituju?
4. Sebutkan monitoring yang harus dilakukan pada pasien tersebut?

JAWABAN
1. Jelaskan DRP yang dialami oleh pasien?
Jenis DRP Ya Tidak
Indikasi tanpa terapi ✓
Obat tanpa indikasi ✓
Obat tidak efektif ✓
Reaksi obat yang tidak diinginkan ✓
Underdose ✓
Overdose ✓
Kepatuhan penggunaan obat ✓
Interaksi obat ✓
Rincian DRP :
▪ Interaksi obat
Bisoprolol dan Spironolactone memberi efek interaksi yakni meningkatkan kalium
serum
2. Jelaskan pokok permasalahan yang perlu dikonfirmasikan kepada pasien?
Hal yang perlu di konfirmasi kepada pasien adalah :
Untuk mengedukasi pasien terkait mejaga pola makan agar tidak terjadi komplikasi
berulang dan memberitahukan kepada pasien mengenai efek samping dari obat yang di
konsumsinya.
3. Jelaskan pokok permasalahan yang perlu dikonfirmasikan kepada tenaga
kesehatan lainnya dan siapa saja profesi yang dituju?
a. Pokok permasalahan yang dikonffirmasi ke dokter: Perlu adanya konfirmasi ke pihak
dokter terkait terapi pengobatan HCL dan Lasix inj. Konfirmasikan bahwa terdapat 2
terapi obat yang memiliki indikasi yang sama, apakah kedua obat tersebut dilanjutkan
atau perlu dihentikan salah satu dari terapi pengobatan pasien.
b. Pokok permasalahan yang perlu dikonfirmasi ke perawat: dalam kasus ini, perawat
perlu menjelaskan terapi pengobatan yang diberikan pada pasien yang harus
dijalankan, dan perlu dikonfirmasikan cara penggunaan obat HCL, Bisoprolol, dan
Spironolakton agar tidak terjadi intraksi obat, dan perlu konfirmasi efek samping dari
terapi pengobatan yang diberikan kepada pasien.
4. Sebutkan monitoring yang harus dilakukan pada pasien tersebut?
• Monitoring kadar K, Cr, BUN, Na, dan Albumin
• Monitoring kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
• Monitoring ketepatan penggunaan obat
• Monitoring efek samping obat
• Monitoring interaksi obat

Anda mungkin juga menyukai