Anda di halaman 1dari 21

RELASI SOSIAL DAN POTENSIAL TENTANG PERILAKU

KESEHATAN IBU DAN ANAK MELALUI UKBM


(UPAYA KESEHATAN BERBASIS MASYARAKAT)

Untuk memenuhi salah satu persyaratan Tugas Sosial Makro Mikro

Oleh:
Dyah Ayu Puspitaningarti, SKM; M.Kes
22077000027

PROGRAM PASCASARJANA DOKTORAL


UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2022

DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
HALAMAN DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4

BAB II: KEPUSTAKAAN


2
2.1 Uraian Konsep-Konsep Secara Operasional
6
2.2 Teori Sosial Yang Relevan
12
2.3 Penelitian Terdahulu Yang Relevan
13
3.4 Kerangka Konseptual
15
BAB III: METODE PENELITIAN
16
3.1 Lokasi Penelitian
16
3.2 Fokus Penelitian
17
3.3 Instrumen Penelitian
18
3.4 Teknik Pengumpulan Data
19
3.5 Teknik Analisis Data
19
3.6 Keabsahan Data

Daftar Pustaka 21

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Posyandu sudah dikenal sejak lama sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar
bagi ibu dan balita. Kini, Posyandu dituntut untuk mampu menyediakan informasi
kesehatan secara lengkap dan mutahir sehingga menjadi sentra kegiatan kesehatan
masyarakat. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat dalam penyelanggraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar/sosial dasar untuk mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu dan Bayi ( Departemen Kesehatan RI. 2006). Dengan demikian
Posyandu merupakan kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh
masyarakat dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan (Cessnasari.
2005).
Sebagai struktur terkecil dan terdepan dari pelayanan kesehatan dari
pemerintah, posyandu bisa menjangkau masyarakat secara langsung. Posyandu juga
dapat mampu memberdayakan para ibu untuk memperhatikan kesehatan anak dan
pola konsumsi keluarga.
Kekuatan utama Posyandu ada pada deteksi awal terkait dengan pemantauan
tumbuh kembang bayi dan balita yang dilakukan secara rutin, sehingga bila ada
masalah pada pertumbuhan anak di usia 0-23 bulan dapat segera terdeteksi.
Berdasrkan hal tersebut, tujuan didirikannya Posyandu adalah untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak balita, angka kelahiran agar terwujud
keluarga kecil bahagia dan sejahtera, Pos pelayanan terpadu (Posyandu) ini
merupakan wadah titik temu antara pelayanan professional dari petugas kesehatan
dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat,
terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran. Oleh
karena itu, Posyandu merupakan wadah untuk mendapatkan pelayanan dasar terutama
dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh masyarakat.
Program ini dilaksanakan oleh kader yang telah dilatih di bidang kesehatan dan
Kelarga berencana. Anggota Posyandu berasal dari anggota PKK, tokoh masyarakat
dan para kader masyarakat. Kader kesehatan merupakan perwujutan peran serta aktif
masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh
masyarakat, kegiatan diperioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari
petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten
memberikannya.
Saat ini setiap daerah memiliki UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat) melalui Posyandu Balita. UKBM ini diharapkan menjadi tatanan sosial
masyarakat yg mampu membawa dampak perubahan khususnya kesehatan ibu dan
anak di masyarakat. Peran UKBM ini sebagai sarana pelayanan kesehatan terjangkau
bagi masyarakat dengan turut sertanya kader-kader posyandu yang merupakan bagian
dari masyarakat itu sendiri. Di Ponorogo terdapat 993 Posyandu pada tahun 2021.
Jumlah ini dirasa cukup dan melebihi target dari yang diharapkan yaitu 1:100, saat ini
sudah terpenuhi 2:100 (Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, 2021).
Banyaknya jumlah posyandu di Ponorogo ini diharapkan mampu membawa
perubahan kebiasaan pengetahuan kesehatan bagi ibu dan anak, utamanya tingkat
kepedulian masyarakat terhadap masyarakat lain tentang kesehatan ibu dan anak.
Masa post pandemi ini menjadi masa yang tidak menentu karena menurunnya
imunitas anak akibat kurang terpaparnya dengan lingkungan luar, sehingga banyak
penyakit yang cepat tersebar dari satu anak ke anak lain (Saepuddin et al., 2018). Hal
ini sudah seharusnya menjadi kewaspadaan bagi masyarakat secara umum dan
meningkatkan screening awal untuk anak yang sakit, tak terkecuali dengan
pemenuhan gizi ibu dan anak yang harus ditingkatkan (Autoridad Nacional del
Servicio Civil, 2021).
Penelita ini bertujuan uuntuk mlihat sejauh mana UKBM (Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat) dijalankan sebagaimana seharusnya di masyarakat yaitu
posyandu adalah milik masyarakat dan kembali untuk masyarakat. Melihat antusias
masyarakat dengan bertambahnya 17,17% jumlah posyandu di Kabupaten Ponorogo,
seharusnya mampu bersinergi dengan masyarakat untuk membentuk masyarakat yang
sadar akan kesehatan anak dan ibu. Namun, pada kenyataannya masih tingginya anka
kematian pada anak dan ibu serta stunting di masyarakat mengindikasikan bahwa
UKBM yang dibentuk dan dimaksudkan tidak berjalan sesuai dengan sebagaimana
seharusnya (Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, 2021).
Relasi sosial di masyarakat memberikan tantangan terhadap upaya pemerintah
dalam meningkatkan kemandirian kesehatan terutama pada masyarakat khususnya
ibu dan anak. Masyarakat memiliki peranan penting dalam menjaga kondisi
lingkungannya, terutama di era post covid (Sari et al., 2021). Banyaknya penyakit
yang muncul secara mendadak menjadikan posyandu sebagai sarana informasi
kesehatan yang paling dekat dan mudah dijangkau untuk orang tua khususnya ibu
(Juwita, 2020). Kegiatan di posyandu selain memberikan penyuluhan tentang
kesehatan ibu dan anak juga melakukan screening awal terhadap kondisi seorang
anak (Widiyawati, 2019).
Hubungan antar masyrakat inilah yang diharapkan nantinya dapat membantu
peran pemerintah dalam menyukseskan GOAL 2030 SDGs untuk menghapus
malnutrisi dari Indoenesia. Malnutrisi ini adalah suatu awal cepatnya anak dalam
terkenal suatu penyakit, sehingga gizi seorang anak harus dipantu dan digambarkan
dalam grafik pada buku KIA untuk melihat tumbuh kembangnya (Élie et al., 2021).
Saat ini Kabupaten Ponorogo memiliki posyandu mandiri dengan jumlah 11
dengan jumlah posyandu pratama 1 yang tersebar di berbagai kecamatan di
Ponorogo. Sebagian besar posyandu memiliki kegiatan bulanan dengan dorongan dari
tenaga kesehatan puskesmas yang menaungi (Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo,
2021) (Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, 2020). Diharapkan nantinya masing-
masing posyandu mampu menggerakan masyarakatnya untuk bersinergi dalam
membangun kegiatan-kegiatan di posyandu antara kader posyandu dan masyarakat
disekitarnya (Yamada et al., 2020).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana peran perilaku masyarakat terhadap UKBM Posyandu?
1.2.2 Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi perilaku sosial masyarakat
terhadap UKBM posyandu?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran perilaku dalam pengembangan UKBM Posyandu di Kabupaten
Ponorogo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi sikap masyarkaat terhadap pengembangan UKBM Posyandu
1.3.2.2 Mengidentifikasi tindakan masyarkaat terhadap pengembangan UKBM Posyandu
1.3.2.3 Mengidentifikasi keputusan yang diambil masyarkaat terhadap pengembangan
UKBM Posyandu

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Responden
Dapat meningkatkan pengetahuan tentang peran UKBM Posyandu dalam relasi

masyarakat dengan kesadaran kesehatan dalam masyarakat di masa post covid

2. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan pengalaman baru dalam mengaplikasikan teori sosial pada

kaitannya dengan relasi masyarakat dengan UKBM posyandu dengan perilaku

kesehatan ibu dan anak.

3. Bagi Institusi

Sebagai bahan informasi dan rujukan di perpustakaan dalam hal relasi sosial

UKBM Posyandu dalam Perilaku Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten

Ponorogo.

BAB II
KEPUSTAKAAN
2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian perilaku

Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam


melalukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai
yang diyakini. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia baik yang diamati maupun tidak dapat diamati oleh interaksi manusia dengan
lingungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku
secara lebih rasional dapat diartikan sebagai respon organisme atau seseorang terhadap
rangsangan dari luar subyek tersebut. Respon ini terbentuk dua macam yakni bentuk pasif
dan bentuk aktif dimana bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat dari orang lain sedangkan bentuk aktif
yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi secara langsung (Triwibowo, 2015).

2.1.2. Domain perilaku


Menurut Triwibowo (2015) perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas. Perilaku terbagi dalam tiga domain yaitu :
a. Pengetahuan ( knowledge)

pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni : indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1) Tahu (know), tahu artinya sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajaripada situasi atau kondisi sebenernya.
4) Analisis (analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tesebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (syhthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap mempunyai tiga
komponen pokok, yakni :
1) Keperayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan,
yaitu :
1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap
gizi, dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian seseorang terhadap ceramah-
ceramah.
2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Suatu usaha
untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan berarti
orang dapat menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkatan yang ketiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain
untuk pergi menimbang anaknya ke Posyandu.
4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggu jawab atas segala sesuatu yang
dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c. Praktek atau tindakan (practice)
Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1) Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil merupakan tindakan tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guided respons), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indicator tindakan tingkat
kedua.
3) Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia
sudah mencapai tindakan tingkat ketiga.
4) Adaptasi (adaptational), adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku


2.1.3.1 Faktor predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor positif yang mempermudah terwujudnya
praktek, maka sering disebut sebagai faktor pemudah. Adapun yang termasuk faktor
predisposisi, yaitu : kepercayaan, keyakinan, pendidikan,motivasi, persepsi, pengetahuan.
2.1.3.2 Faktor pendukung
Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, teredia atau tidaknya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau
memungkinkan terwujudnya perilaku, sehingga disebut faktor pendukung atau
pemungkin.
2.1.3.3 Faktor pendorong
Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lainnya, yang merukapan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang penting(Triwibowo, 2015).
Menurut Febriani (2013), faktor yang dapat mempengaruhi perilaku juga dari
faktor internal yaitu kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang
dimaksud antara lain jenis kelamin menurut Hungu (2007), bahwa perbedaan biologis
antara siswa perempuan dan siswa laki-laki, siswa perempuan lebih menggunakan
perasaan sehingga berpengaruh terhadap keterampilan terutama dalam menyikat gigi,
ras/keturunan, sifat fisik, kepribadian, dan bakat. Bakat adalah suatu kondisi pada
seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu
kecapakan, pengetahuan dan keterampilan khusus.

2.2 Teori Sosial


Teori Horkheimer
Teori ini muncul akibat adanya perubahan dramatis dari kehidupan sosial. Melalui
pendekatan sosial, Horkheimer muncul untuk mengatasi krisis tersebut. Menurut
Horkheimer individu dan masyarakat saling mempengaruhi satu dengan lainnya, masyrakat
dipaksa dapat berubah seiring berjalannya waktu dan menyesuaikan keadaan dengan
kondisi yang ada (Tjahyadi, 2007). Horkheimer memiliki pemikiran bahwa masyarakat
dapat berpikiran bebas, hal inilah yang membawa Horkheimer dalam kaitannya dengan
perkembangan ilmu sosial di masyarakat.

Teori ini bersinergi dengan hubungan masyarakat antar masyarakat yang erat
kaitannya dengan dialog dalam pemecahan masalahnya. Posyandu adalah sarana dari
masyarakat untuk masyarakat. Tujuan dari posyandu ini adalah untuk mengakhiri segala
malnutrisi di tahun 2030 dalam kaitannya dengan tujuan kesehatan GOAL 2 SDGs (Fitri,
2019). Peran serta masyarakat dalam menyukseskan posyandu ini sangat besar, karena
kader posyandu juga berasal dari lingkungan masyarakat, sehingga kultur tradisional dalam
masyarakat terus terjaga.

Kembali pada Horkheimer, bahwa kultur masyarakat adalah dialog. Kaitannya dalam
posyandu, maka oral culture masih sangat dirasakan. Namun, pada kenyataannya banyak
ibu baru dari generasi millennial akhir yang lebih memilih pergi kedokter atau
menggunakan aplikasi teknologi dalam memantau kesehatan anaknya sehingga tidak lagi
mengenal posyandu. Pemikiran seperti ini tidak salah, namun pada sebagian besar
masyarakat menjadi suatu pembeda yang tidak mampu disikapi secara bijak. Saat ini
sebagian masyarakat enggan menjalankan posyandu apabila tidak ada gerakan dari tenaga
kesehatan sekitar.
Teori Heggel
Konsep dialektika Hegel yang disampaikan proses dialektis selalu terdiri dari tiga
tahap. Tahap pertama (tesis) dan antitesis (tahap kedua) ditentang, dan akhirnya muncul
tahap ketiga (sintesis). Kaitannya dengan UKBM posyandu di Kabupaten Ponoro adalah
bahwa sinergitas antar masyarakat diperlukan untuk mendapatkan kader posyandu yang
sesuai dengan keadaan masyarakat sekitar .

Kader posyandu yang mampu melakuakn dialetis terdapat masyarakatnya sehingga


tercipta ruang diskusi yang melahirkan pemikiran baru terhadap suatu objek yang bertujuan
untuk keberlangsungan masyarakat, dalam hal ini kaitannya dengan kesehatan ibu dan
anak. Tujuan dari dialektika antara kader dengan masyarakat adalah untuk keberlangsungan
kegiatan posyandu ini, sehingga informasi terdekat untuk ibu terkait kesehatan anak dapat
disampaikan dengan mudah dan cepat (Hendrajaya, 2011).

2.3 Posyandu

2.3.1 Pengertian Posyandu


Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan
masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari
petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Kemenkes (2011), manfaat penyelenggaraan Posyandu yaitu : 1) untuk
mendukung perbaikan perilaku; 2) mendukung perilaku hidup bersih dan sehat; 3)
mencegah penyakit yang berbasis lingkungan dan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi; 4) mendukung pelayanan Keluarga Berencana; 5) mendukung pemberdayaan
keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman pangan melalui pemanfaatan
pekarangan.

2.3.2. Jenjang Posyandu


Menurut Kemenkes (2011), jenjang Posyandu dibagi menjadi 4 tingkatan
berdasarkan tingkat perkembangan Posyandu sebagai berikut :
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat
terbatas yaknikurang dari 5 (lima) orang.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata- rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurangdari 50%.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata- rata jumlah kader sebanyak lima
orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan
dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas
yakni kurang dari50% KK di wilayah kerja Posyandu.

4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata- rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang
dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu.

2.3.3. Kegiatan Bayi Dan Balita Di Posyandu


Menurut Kemenkes (2011), Pelayanan Posyandu untuk bayi dan anak balita
harus dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh
kembangnya. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan,
anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan
pengawasan orangtua di bawah bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan sarana
permainan yang sesuai dengan umur balita.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyanduuntuk balita mencakup:

1) Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang badan/tinggi badan


Pemantauan pertumbuhan balita dilakukan oleh kader Posyandu dengan melakukan
penimbangan berat badan danpengukuran panjang badan/tinggi badan.

2) Penentuan status pertumbuhan


Hasil penimbangan berat badan yang dilakukan akan dicatat pada KMS (kartu
menuju sehat) yang akan menilai status gizi dan mendeteksi secara dini jika terjadi
gangguan pertumbuhan. KMS adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan
normal anak berdasarkan indeks antropometri BB/U (Aritonang, 2013).
3) Penyuluhan dan konseling
Menurut Harfi (2015) penyuluhan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader kepada
ibu/keluarga balita. Penyuluhan dilakukan melalui pendekatan perorangan,
sehingga bukan merupakan penyuluhan kelompok namun kader dapat melakukan
penyuluhan kelompok pada hari Posyandu atau di luar hari Posyandu.
4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi
dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.
2.4 Penelitian Terdahulu
Wahyuni (2021) Study Literatur Kaitannya dengan
Faktor yang posyandu, maka terdapat
Berhubungan beberapa indikator yang dapat
Dengan Kunjungan digali dalam masyarakat yaitu,
Posyandu Balita di fator persepsi, faktor sikap,
Indonesia faktor motivasi, dan faktor
kader. Semakin tinggi
pendidikan ibu sebagian besar
tidak memiliki persepsi yang
baik untuk datang ke posyandu.
Semakin dekat hubungan ibu
dengan kader posyandu maka
semakin tinggi minat untuk
dating ke posyandu.
Dewi Ratna (2020) Makna Posyandu Pelayanan posyandu telah
Sebagai Sarana terlaksana dengan baik dengan
Pembelajaran layanan kegiatan pada masing-
Non Formal Di masing meja kegiatan. Masa
Masa Pandemic pandemi ini kader dituntut untuk
COVID-19 lebih kreatif agar mendorong
masyarakat datang ke posyandu.
Posyandu dirasa berhasil dan
mampu menjadi pendidikan non
formal bagi masyrakat terlihat
dari atensi kehadirannya.
Sindung Tjahyadi (2007) Teori Sosial Kecenderungan ilmu untuk
dalam Perspektif memihak suatu kepentingan
Teori Kritis Max muncul di tahun 1960an. Ilmu
Horkheimer sosiologi terlalu terpisah dan
cenderung memberi perhatian
pada kebijakan praktis.
Encang Saepudin (2017) Peran Posyandu Penelitian ini ertujuan
Sebagai Pusat untuk mengetahui persepsi
Informasi masyarakat tentang posyandu.
Kesehatan Ibu Hasil dari penelitian ini adalah
dan Anak bahwa posyandu memiliki peran
cukup penting dalam
memberikan informasi kesehatan
ibu dan anak.
2.5 Kerangka Konseptual

Faktor Internal:
- Ras
- Jenis kelamin
- Kepribadian Respon tertutup

- intelegensi - Pengetahuan
- Sikap

POSYANDU
BERBASIS UKBM Respon terhadap
MASYARAKAT
Posyandu

Respon terbuka:
Faktor eksternal:
Perilaku
- Tingkat pendidikan
- Agama
- Social ekonomi
- kebudayaan
BAB III
METODE PENELITIAN

2.6 Pendekatan dan Metodologi Penelitian

Penelitian ini tidak hanya membentuk narasi tentang objek yang diteliti namun
mencangkup proses eksplorasi fakta serta data terhadap kader posyandu dan masyarakat di
sekitarnya (Tahir, 2018). Pelaksanaan layanan posyandu sebagai bagaian dari kegiatan
masyarakat prinsipnya adalah dari masyarakat untuk masyarakat, sehingga pendekatan
secara personal melalui kualitatif perlu dilakukan untuk memberi gambaran integratif.
Penelitian kualitatif sendiri hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan
hidupnya, interaksi, serta berusaha memahami bahasa lingkungannya (Nasution, 1988).

Metode penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah metode penelitian
dengan penekatan kualiatif fenomenologis. Dasar dari penelitian ini adalah karena setting
tempat yang aktual, data yang didapatkan adalah berbentuk deskriptif, serta menekankan
pada proses. Analisis datanya bersifat induktif serta pemaknaan setiap kegiatan adalah
suatu perhatian yang layak.

Fenomenologis diambil karena sesuaidengan tujuan dari penelitian ini untuk


mendeskripsikan bagaimana peran UKBM Posyandu dalam menjembatani perilaku
kesehatan ibu dan anak pada masyarakat kabupaten Ponorogo. Pertiwa atau kejadian sosial
ini nantinya akan mengungkapkan nilai nyata yang bersifat deskriptif untuk
mempertahankan keutuhan objektifitas objek yang diteliti (Strauss, Corbin, 2009).

2.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini dilaksanakan pada tiap
kecamatan yang memiliki Posyandu Mandiri. Waktu penelitian adalah 3 bulan, terhitung
dari saat penelitian mulai bisa dijalankan. Pertimbangan adalah bulan Juli sampai
September karena terdapat beberapa kegiatan posyandu yang mampu dimaksimalkan untuk
dilihat keberlangsungan posyandu tersebut.

2.8 Fokus Penelitian


Fokus penelitian adalah pada kecamatan yang memiliki posyandu Mandiri, dijalankan
dengan kader masyarakat setempat dan tidak vakum, dikaji dari aspek

1. Kegiatan rutin setiap bulan (Siklus kegiatan, jadwal, dan mekanisme)


2. Sinergitas antara posyandu dengan puskesmas yang menaungi (Integritas
program dan koordinasi)

2.9 Instrumen Penelitian

Konsep Gejala Sub-Gejala Informan Instrumen

peran UKBM 1. Kegiatan 1. Siklus 1. Kader 1. Wawancara


dalam posyandu kegiatan posyandu 2. FGD
menjembatani mandiri 2. Jadwal 2. Tenaga 3. Observasi
perilaku rutin 3. Mekanisme kesehatan 4. Dokumentasi
kesehatan ibu setiap kegiatan
dan anak bulan
dalam
masyarakat di 2. Sinergitas 1. Integritas
masa post antara program
covid posyandu 2. Koordinasi
dengan antara
puskesmas tenaga
kesehatan
dengan
kader
posyandu

2.10 Teknik Pengumpulan Data

2.10.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Pengamatan (Observasi), adalah kegiatan penelitian dengan terjun langsung


melakukan pengamatan dilapangan sesuai dengan obyek yang diteliti.

2. Dokumentasi adalah data sekunder yang telah diolah dan dijadikan arsip untuk
memperkuat hasil pengamatan.

3. Wawancara adalah dialog langsung dengan responden dimana mereka


melakukan aktivitasnya. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi
yang bersifat teknis dan pribadi yang mendukung data yang belum terangkum
dalam dalam kuesioner.

4. Focus grup discussion adalah sarana untuk memberikan wadah dalam bentuk
diskusi terarah mengenai suatu permasalahan yang sama dan ditengahi oleh
orang yang kompeten dibidangnya.
2.10.2 Sumber Data

1. Informan kunci
Informan dipilih secara sengaja (purposive) yang benar-benar relevan dan
kompeten dengan penelitian yang ada sehingga nantinya dapat membangun teori dan
data-data yang didapat akan dihasilkan dengan baik.
2. Tempat dan peristiwa
Peristiwa atau kejadian yang ada kaitannya dengan penelitian yang sedang
berlangsung.
3. Dokumen
Adalah sumber data primer lainnya yang tujuannya untuk melengkapi hasil
penelitian dari wawancara informan.

3.6 Teknik Analisis Data


Pengembangan Model Teoritis dalam langkah pengembangan model teoritis, hal yang
harus dilakukan adalah melakukan serangkaian eksploitasi ilmiah melalui telaah pustaka
guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. Hasil
wawancara dan data-data yang dikumpulkan setelah penelitian adalah data yang
menghimpun:
1. Kegiatan posyandu mandiri rutin setiap bulan
2. Sinergitas antara posyandu dengan puskesmas

Analisis data dilakukan secara terus menerus dengan pengumpulan data. Analisis data
ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan (Mile, Huberman, 1992).

1. Reduksi data, yaitu proses perolehan data dari lokasi penelitian secara lengkap
dan rinci. Hasil penelitian dituangkan dalam laporan yang lengkap dan
dirangkum secara pokok-pokok persoalan. Hal-hal pokok tadi kemudian diberi
kode sesuai dengan kodefikasi dari peneliti.

2. Penyajian data, yaitu proses menyajikan data agar lebih mudah dalam melihat
gambaran data secara keseluruhan. Proses ini ada bentuk organisasi data dalam
bentuk tertentu sesuai kebutuhan peneliti agar lebih terlihat jelas hasil data
tersebut.

3. Penarikan kesimpulan, yaitu proses yang dilakukan secara terus menerus


selama penelitian ini dilakukan. Setiap kali selesai melakukan penelitian di
lapangan terhadap informan maka proses ini selalu dilakukan sehingga nantinya
aka nada tahap verifikasi hasil kesimpulan dari hasil di lapangan.

3.7 Keabsahan Data

1. Derajat kepercayaan berfungsi sedemikian rupa untuk meningkatkan


kepercayaan temuan yang dicapai. Fungsi lainnya yaitu untuk menunjukan
derajat kepercayaan penemuannya dengan pembuktian objek yang diteliti.
Kegiatan yang dilakukan:

a. Memperpanjang masa observasi.

b. Melakukan hasil kajian dengan orang lain (teman sejawat peneliti) yang
relevan di bidang ini.

c. Triangulasi data bertujuan untuk cek kebenaran data tertentu dan


membandingkan dengan data dari sumber lainnya.

d. Member check yang dilakukan setiap akhir wawancara dengan narasumber


dengan cek ulang garis besar pertanyaan dan catatan hasil wawancara di
lapangan.

2. Keteralihan berfungsi sebagai cara untuk mencari dan mengumpulkan data-


data empiris dalam konteks yang sama dengan penelitian.

3. Kebergantungan

4. Kepastian yaitu menelaah kembali hasil dari wawancara dan mendapatkan


jawaban pasti dari pertanyaan yang diberikan beberapa kali dalam konteks yang
sama.
Daftar Pustaka

Autoridad Nacional del Servicio Civil. (2021). Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan
Hidup Dalam Peningkatan Kemandirian Anak Tunalaras. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 2013–2015.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. (2020). Profil Kesehatan 2020. In
Https://Medium.Com/. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-
a7e576e1b6bf
Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. (2021). Profil Kesehatan 2021. In Dinas Kesehatan
Kabupaten Ponorogo.
Élie, R., Hubert, E., Mastrolia, T., & Possamaï, D. (2021). Mean–field moral hazard for
optimal energy demand response management. Mathematical Finance, 31(1), 399–
473. https://doi.org/10.1111/mafi.12291
Fitri, F. (2019). Hubungan Keaktifan Kunjungan Ibu Datang Ke Posyandu Dengan Status
Gizi Balita Di Desa Pleret Panjatan Kulon Progo. digilib.unisayogya.ac.id.
http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/4342
Hendrajaya. (2011). Filsafat Sains. Geliat Sains Dasar Membangun Bangsa. FMIPA-ITB
Bandung. ITB.
Juwita, D. R. (2020). Makna Posyandu Sebagai Sarana Pembelajaran Non Formal Di Masa
Pandemic COVID-19. Jurnal Meretas, 7(1), 1–15.
file:///C:/Users/X441N/AppData/Local/Temp/159-13-554-1-10-20200625.pdf
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Saepuddin, E., Rizal, E., & Rusmana, A. (2018). Posyandu Roles as Mothers and Child
Health Information Center. Record and Library Journal, 3(2), 201.
https://doi.org/10.20473/rlj.v3-i2.2017.201-208
Sari, N. W., Fatimah, F., Kesehatan, F., Kebidanan, P., Fort, U., Bukittinggi, D. K.,
Kesehatan, F., Kebidanan, P., Fort, U., & Bukittinggi, D. K. (2021). Study Literatur
Faktor yang Berhubungan Dengan Kunjungan Posyandu Balita di Indonesia. Jurnal
Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 6(2), 360–372.
Tahir, H. M. (2018). Pengaruh Komunikasi Organisasi dan Efektivitas Kepemimpinan
Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Dosen Tetap Perguruan Tinggi
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan [Universitas Muslim Makasar].
http://forschungsunion.de/pdf/industrie_4_0_umsetzungsempfehlungen.pdf%0Ahttps:/
/www.dfki.de/fileadmin/user_upload/import/9744_171012-KI-Gipfelpapier-
online.pdf%0Ahttps://www.bitkom.org/ sites/default/files/ pdf/Presse/Anhaenge-an-
PIs/ 2018/180607 -Bitkom-KPM
Tjahyadi, S. (2007). Teori Sosial dalam Perspektif Teori Kritis Max Horkheimer. Jurnal
Filsafat, 17(1), 1–14.
Widiyawati, A. T. (2019). Literasi informasi masyarakat Desa Paseban, Kecamatan
Kencong, Kabupaten Jember melalui budaya „marung.‟ Jurnal Kajian Informasi &
Perpustakaan, 7(1). https://doi.org/10.24198/jkip.v7i1.19529
Yamada, M., Hapsari, E. D., & Matsuo, H. (2020). Behaviors toward noncommunicable
diseases prevention and their relationship with physical health status among
community-dwelling, middleaged and older women in Indonesia. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 17(7).
https://doi.org/10.3390/ijerph17072332

Anda mungkin juga menyukai