Anda di halaman 1dari 4

MENGANALISIS NOVEL

Life traveler

Di susun oleh :
Lidya vani adela (2101414023, VG)

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Cokroaminoto Palopo
LIFE TRAVELER

A. Identitas buku
1. Judul : Life traveller “suatu Ketika di sebuah perjalanan”
2. Penulis : Windy Ariestanty
3. Penerbit : Gagas Media
4. Tahun terbit : 2011
5. Tebal buku : 380 halaman
6. Editor : Alit T. Palupi
7. Penata letak : Nopianto Ricaesar

B. Hasil analisis
a. Judul
Life traveller “suatu Ketika di sebuah perjalanan”

b. Orientasi/perkenalan
Tahap pemaparan awal di mulai saat penulis menceritakan bagaimana
perjalanan begitu menyenangkan dengan di awali dengan berkemas
dimana perjalanan pertama yang di tuju adalah Ha noi, ibu kota Vietnam
yang menjuluki dirinya sebagai The city of Peace. “Berkemas buat saya
tak ubahnya dengan menyisahkan ruang kosong lebih banyak agar bisa
membuat lebih banyak”

C. Sinopsis

Life Traveler adalah catatan perjalanan Windy Ariestanty (editor GagasMedia,


kalau tak salah) saat mengunjungi beberapa negara Asia Tenggara dan Eropa.
Windy menunjukkan bahwa sesederhana dan sebiasa apa pun peristiwa yang
kita lihat, ketika dituangkan dalam tulisan akan lebih besar maknanya. Dia
memang tak banyak melebur dalam keseharian masyarakat lokal di negara yang
dia kunjungi, melainkan lebih sebagai pengamat yang merenungkan apa yang
dia lihat. Ini wajar, mengingat Windy—sebagai seorang pegawai sebuah
perusahaan penerbitan—hanya punya waktu 2 minggu untuk berkeliling
Vietnam dan Kamboja, dan juga berkunjung ke Eropa selama beberapa hari atas
biaya perusahaannya.
Windy sangat suka merenung dan peka akan detail. Dan dia berhasil mengajak
pembaca untuk ikut merenungkan hal-hal “remeh” yang dia lihat dan rasakan:
melihat cinta pada diri sepasang manula di sebuah taman di Kamboja, curhat soal
kekasih yang meninggalkannya, menginap di O’Hare Airport, Chicago, dan
mengobrol dengan seorang pelayan coffee shop (yang mengingatkan saya pada
film The Terminal), merenungkan makna “bahasa” saat bertemu dengan orang-
orang yang berbeda negara dan bahasa sehingga sulit berkomunikasi secara
“normal”, kisah seorang pemandu wisata berkebangsaan Belanda di Paris yang
konon sangat mencintai Indonesia, dan banyak lagi. Salah satu yang menarik bagi
saya adalah tulisan tentang perjalanan dia ke Jerman dalam rangka mengunjungi
Frankfurt Book Fair.

buku ini menawarkan kekayaan dalam hal merefleksikan apa yang dia lihat,
dengar, dan alami.Dalam novel Life Trafeller penulis seolah ingin menegaskan
ciri khasnya sebagai peloncong yang tidak hanya menyesap pemandangan atau
objek wisata semata, tapi juga menikmati manusia-manusia yang yang ia temui
di perjalanan. Keunikan dari setiap budaya, kuliner lokal, adat istiadat nan
nyentrik, hingga hikam hikmah menawan yang ia temui di perjalanannya. Hal
yang mungkin di abaikan oleh Sebagian orang dalam perjalanannya namun
penulis membawa hal tersebut sebagai permata permata di dalam bukunya.
Bahkan kita di ajak untuj melihat lebih jauh lagi bahwasanya perasaan seperti
rumah dapat di temukan dimanapun itu Ketika kita mendapatkan
ketenangannya

“ Kadang, kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu
sndiri, and yes , wherever you feel peacefulness, you might call it home
(halaman 45)’’
“Semua orang bisa pergi ke Vietnam, Paris, bahkan Pluto. Tapi, hanya beberapa
saja yang memilih pulang membawa buah tangan yang mampu menghangatkan
hati”

Windy berhasil menyulap perjalanan yang paling sederhana sekalipun jadi


terasa mewah. Bahkan, celotehannya dalam kesendirian terdengar ramai. Ramai
yang membuat nyaman.
Di Vietnam, penulis lebih banyak menceritakan pengalamannya menaiki bus
tidur, dan mengomentasi batas kecepatan maksimal keretanya , di Eropa penulis
lebih banyak bercerita mengenai Kawasan lampu merah yang ada di
Amsterdam dan kota tua Praha. Buku ini mengambil cerita perjalanan yang
berbeda dimana sang penulis membawa kita kepada pengalaman berbeda
dimana penulis lebih membawa dan membahas sesuatu hal yang banyak orang
tau dari sebuah perjalanan. Penulis yaitu Windy Ariestanty membuat buku ini
istimewa karena kepekaannya dalam mengamati dan berinteraksi, ia juga
seorang penutur yang baik yang mengantarkan pembacanya dalam aliran yang
jernih dan lancar.

Buku ini di akhiri dengan tujuan akhirnya yaitu sebuah perjalanan itu
sendiri, yaitu pulang. Di akhiri dengan kalimat manis untuk malam-malam yang
di warnai tukar cerita, Windy, sang penulis dengan kerendahan hatinya
berterimakasih, pun ia mengungkapkan bahwa waktu menjadi teman
terbaiknya, bahkan semesta dan udara yang telah memberikan hidup tanpa
batasnya. Tiap manusia yang ia temui dalam hidup yang mengajarkan banyak
hal dan mengisinkan ia untuk terus belajar dari kisah-kisah mereka

Anda mungkin juga menyukai