Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TAYAMUM

Mata Kuliah : Fiqih Ibadah

Dosen Pengampu : Drs. H.M. Saidin , MSI

Disusun Oleh:
Azam Sulaiman
Ishmah Nurul Afifah
Seywika Nindia Karina

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA (IBN) TEGAL

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT, karena hanya kepada-Nyalah kita
persembahkan segala bentuk pujian. Dia telah memberikan kita beribu – ribu nikmat yang tak
terhitung jumlahnya. Sehingga dengan iringan rahmat dan hidayah Allah SWT lah,
pembuatan makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW karena dari beliaulah kita semua bisa mengetahui hukum –hukum Allah SWT,
sehingga kita bisa membedakan diantara perkara yang hak dan yang batil dan perkara yang
halal dan haram serta bisa mengetahui perkara yang diridhoi dan dimurkai Allah SWT.

Selain itu, ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini, baik kepada guru, orang tua,
maupun teman–teman sekalian. Adapun tujuan penulisan makalah yang berjudul “Tayamum”
ini yang pertama ialah untuk memenuhi tugas dari Bapak : Drs. H.M. Saidin , MSI. pada
mata kuliah Fiqh dan untuk menambah wawasan kita mengenai tayamum.

Penulis menyadari bahwa makalah ini memang jauh dari kesempurnaan, maka sudilah
kiranya siapa saja yang membaca makalah ini agar memaklumi akan kekurangan dari
makalah ini dan saran bagi para pembaca sangat terbuka lebar demi kemajuan akan suatu
karya sastra ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin

Slawi, 12 Maret 2024

Penulis
TAYAMUM
A. Pengertian Tayamum dan Dalilnya

Secara bahasa, tayamum berarti kesengajaan atau maksud. Menurut istilah, tayamum
adalah mendatangkan debu yang suci sampai ke wajah dan kedua tangan sebagai pengganti
wudu atau mandi yang disertai dengan ketentuan khusus. Tayamum juga dapat diartikan
dengan menyengaja tanah untuk penghapus muka dan kedua tangan dengan maksud dapat
melakukan salat dan lain-lain. Tayamum mulai disyariatkan pada tahun keenam hijriah pada
peperangan Bani Mustaliq. Ketika itu Aisyah kehilangan kalungnya, lalu Rasulullah SAW
mengutus orang mencarinya, kemudian waktu salat datang sedangkan air tidak ada, maka
turunlah ayat tentang tayamum.

‫َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕى ِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًب ا‬
‫َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ُفًّو ا َغ ُفْو ًرا‬

Artinya: ...dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun (Q.S. an-Nisa: 34)

Rasulullah SAW bersabda:

‫ رواه أحمد‬.‫ جعلت لنا األرض كلها مسجدا وتربتها طهورا‬:‫عن ابى امامة ان النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬

Artinya: Dari Abu Umamah bahwa Nabi SAW bersabda, Dijadikan bagi kita bumi
semuanya sebagai tempat sujud dan tanahnya adalah suci. (H.R. Ahmad)

B. Syarat-syarat Tayamum

Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Ada uzur sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur menggunakan air itu terjadi oleh
sebab musafir, sakit atau hajat. Dalam hal ini keadaan orang musafir itu ada empat golongan,
yaitu:

a. Ia yakin bahwa di sekitar tempatnya berada itu benar-benar tidak ada air, maka ia
boleh langsung bertayamum tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
b. Ia tidak yakin, tetapi ia menduga bahwa di sana mungkin ada air tetapi mungkin juga
tidak. Pada keadaan demikian, ia wajib dahulu mencari air di tempat-tempat yang
dianggapnya mungkin ada airnya.

c. Ia yakin ada air di sekitar tempatnya. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan:

1) Apabila tempat air itu dekat berada pada jarak yang layak terjangkau oleh musafir
untuk kepentingan mencari kayu, mengambil rumput atau menggembalakan
hewannya, maka ia wajib mengambil air itu dan tidak dibenarkan bertayamum.

2) Apabila tempat air itu jauh, sehingga kalau ia pergi mengambilnya waktu salat akan
habis, maka ia boleh bertayamum sebab ketika itu ia dianggap tidak mendapatkan air.

3) Apabila tempatnya agak jauh melebihi jarak untuk mengambil kayu dan sebagainya
akan tetapi ia masih mungkin mengambil air tanpa kehabisan waktu salat, maka ia
boleh bertayamum, sebab berjalan melebihi batas tersebut dianggap memberatkan.

4) Apabila tempat air itu dekat akan tetapi sulit mengambilnya karena banyak musafir
lain berdesakan untuk mengambil air di tempat itu, maka ia boleh bertayamum.

2. Masuk waktu salat. Tayamum untuk salat yang berwaktu baik fardu maupun sunah,
hanya dibenarkan setelah masuk waktunya. Alasannya tayamum adalah thaharah darurat dan
tidak ada keadaan darurat sebelum masuknya waktu salat.

3. Mencari air setelah waktu, sesuai dengan ketentuan pada nomor 1 di atas.

4. Tidak dapat mnggunakan air karena uzur syari seperti takut akan pencuri atau
ketinggalan dari rombongan.

5. Tanah yang murni dan suci. Tayamum hanya sah menggunakan „turab’, tanah yang suci
dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang dan sebagainya, atau tanah
yang bercampur dengannya tidak sah digunakan untuk bertayamum.

C. Sebab-Sebab Yang Membolehkan Tayamum

Para ahli fiqh menetapkan beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang boleh
bertayamum sebagai berikut:

1. Dalam keadaan tidak ada air. Para fukaha menetapkan ketiadaan air sebagai salah satu
penyebab bolehnya tayamum. Termasuk ke dalam pengertian ini ada air dalam jumlah yang
sedikit yang tidak cukup untuk wudu atau mandi dan ada air tetapi harganya melebihi harga
pasaran sehingga sulit untuk membelinya. Termasuk juga adanya air tetapi berada di tempat
yang cukup jauh dan untuk mencarinya mengalami kesulitan. Ukuran jauh menurut golongan
Hanafiyah adalah mencapai 1 mil atau sekitar 1.848 meter. Menurut golongan Malikiyah
mencapai 2 mil. Golongan Syafi‟iyah lebih memerinci kebolehan tayamum yang disebebkan
ketiadaan air. Jika seorang telah yakin bahwa air tidak ada di sekitarnya ia boleh bertayamum
taanpa dituntut untuk mencarinya. Tetapi jika meragukan atau mempunyai persangkaan berat
terhadap adanya air, maka dia mesti memeriksa rumahnya dan rumah temannya terlebih
secara berulang-ulang yang jarak minimal 1.848 meter. Kalau memang kenyataan tidak
ditemukan adanya air barulah dia boleh bertayamum. Sebaliknya jika seseorang meyakini ada
air maka dia mesti mencarinya sampai menempuh jarak 6000 langkah tanpa ada halangan.

2. Tidak ada kemampuan untuk memakai air. Termasuk dalam pengertian orang yang di
penjara dalam rumah tahanan yang terletak dipinggir sungai, dan dia tidak diiziinkan untuk
keluar. Demikian juga halnya orang yang diikat di pinggir kali dan orang yang tidak berani
keluar rumah mengambl air karena ada ancaman bahaya.

3. Dalam keadaan sakit. Orang sakit bila khawatir memakai air dapat melakukan tayamum
untuk mengangkat hadas. Kekhawatiran itu ada dua kemungkinan, pertama khawatir akan
datang penyakit baru, dan yang kedua khawatir bertambah penyakit atau lambat
penyembuhannya.

4. Membutuhkan air. Seseorang yang memiliki air dalam jumlah yang mencukupi sekedar
untuk wudu atau mandi, tetapi dia sangat membutuhkannya untuk keperluan lain yang akan
menyelamatkan jiwa dari kemudaratan, maka ketika itu dibolehkan bertayamum.

5. Takut kehilangan harta jika mencari air. Menurut kalangan Syafi‟iyah kekhawatiran
terhadap musuh, pencuri atau kebakaran membolehkan tayamum lebih dulu tanpa mencari
air. Kekhawatiran itu bisa terjadi atas diri sendiri, harta, keamanan, atau kekhawatiran
terhadap orang yang berhutang yang hartanya sedang dalam keadaan yang berkuasa.

6. Keadaan sangat dingin. Golongan Syafi‟iyah dan Hanbaliyah membolehkan


bertayamum dengan alasan dingin jika sulit memanaskan air atau panasan air tidak memberi
manfaat dan wajib meng-qadhasalatnya.

7. Tidak ada alat untuk mengambil air. Misalnya ada air pada suatu tempat yang hanya
didapatkan dengan alat-alat tertentu, sementara alat itu tidak ada padanya, seperti ketiadaan
timba pengambil air dari sumur yang dalam, jika terus diusahakan waktu akan habis. Namun,
dalam hal ini wajib berusaha mencari alat.

8. Takut habis waktu salat. Sebab ini hanya didukung oleh golongan Malikiyah, karena
memelihara pelaksanaan salat pada waktunya lebih utama dari mencari kesempurnaan
thaharah dengan air. Namun di kalangan Syafi‟iyah tidak membolehkan bertayamum karena
takut akan habis waktu salat jika ia mengambil air untuk wudu karena tayamum dilakukan
bersamaan dengan adanya air.

D. Rukun Tayamum

Tayamum terdiri atas empat rukun, yaitu:

1. Niat. Dalil wajibnya niat di sini ialah hadis yang juga dikemukakan sebagai dalil niat pada
wudhu. Niat ini dilakukan serentak dengan pekerjaan pertama dalam tayamum, yaitu ketika
memindahkan tanah ke wajah.

Lafaz niat tayamum ialah :

‫نويت التيمم الستباحة الصالة‬

2. Menyapu wajah.

3. Menyapu kedua tangan hingga ke siku.

4. Tertib, yakni mendahulukan wajah darpiada tangan.

E. Cara Bertayamum

Menurut golongan Hanafiyah dan Syafi‟iyah, memukulkan tangan ke tanah dilakukan


dengan dua pukulan, satu pukulan untuk muka dan satu lagi untuk dua tangan. Hal ini
berdasar hadis riwayat Al-Hakim.

Cara menyapu tangan adalah dengan melalukan tangan kiri ke tangan kanan mulai dari
punggung telapak tangan sampai kesiku, kemudian dikembalikan melalui siku bagian dalam
sampai ke pergelangan. Sebaliknya untuk tangan kiri melalukan tangan kanan ke tangan kiri
sebagaimana yang pertama.

Yang dimaksud dengan dua kali pukul ialah dua kali memindahkan tanah, baik
pemindahan itu dengan memukulkan tanah ke atas tanah atau dengan hanya meletakkan
tangan di atas tanah atau berlaku menurut adat kebiasaan. Tidak wajib juga menertibkan dua
kali pukul. Jika dipukulkan kedua tangannya ke atas tanah dengan serentak, lalu disapunya
dengan sebelah tangan kanan ke muka, kemudian dengan sebelah tangan kiri ke tangan
kanan, kemudian disapukan lagi tangan kanan ke atas tanah dan disapu ke tangan yang kiri,
maka hal itu diperbolehkan.

F. Sunah Tayamum

Hal-hal yang sunah dikerjakan pada waktu melakukan tayamum ialah:

1. Membaca basmalah di awalnya.

2. Memulai sapuan dari bagian atas wajah.

3. Menipiskan debu di telapak tangan sebelum menyapukannya.

4. Merenggangkan jari-jari ketika menepukkannya pertama kali ke tanah.

5. Mendahulukan tangan kanan atas tangan kiri.

6. Menyela-nyela jari setelah menyapu kedua tangan.

7. Tidak mengangkat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai
menyapunya.

8. Muwalah, menyapu wajah dan kedua tangan secara beruntun, tidak berselang lama
antara satu dengan yang lainnya.

G. Hal-hal yang Dapat Membatalkan Tayamum

Ada tiga hal yang membatalkan tayamum, yaitu:

1. Segala perkara yang bisa membatalkan wudu. Yaitu:

a. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur berupa apapun.

b. Tidur, kecuali dalam keadaan duduk mantap.

c. Hilang akal dengan sebab gila, mabuk, pitam, penyakit atau lainnya.

d. Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan.

e. Menyentuh kemaluan.
2. Melihat air sebelum mulai melakukan salat. Adapun kalau ia melihat air ketika sedang
melakukan salat, jika salat itu memadai dengan tayamum, maka tidak perlu diulang kembali,
seperti salat orang musafir, salat dan tayamumnya tidak batal. Akan tetapi, jika salat itu
masih wajib diulang, seperti salat orang muqim yang bertayamum karena ketiadaan air, maka
tayamum dan salatnya menjadi batal.

3. Murtad

H. Pekerjaan Yang Terlarang Karena Hadast

a. Hal-hal yang terlarang karena hadast kecil

1. Mengerjakan shalat, baik shalat fardu atau shalat sunnah, begitu juga sujud tilawat,
sujud syukur dan Khutbah Jumat.

Sabda Rasulullah Saw:

"Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu apabila ia berhadast sehingga ia
berwudhu". (Riwayat Bukhari dan muslim).

2. Thawaf, baik thawaf fardu maupun thawaf sunnah.

Sabda Rasulullah Saw:

"Thawaf itu shalat, hanya Allah halalkan sewaktu thawaf bercakap cakap, maka barang
siapa berkata hendaklah ia tidak berkata melainkan dengan perkataan yang baik".
(Riwayat Hakim).

3. Menyentuh, membawa,mengangkat Mushaf (Qur'an) kecuali jika keadaan terpaksa


untuk menjaganya agar tidak rusak. Umpama menjaganya agar tidak terbakar atau tenggelam,
maka dengan keadaan demikian mengambil Qur’an menjadi wajib untuk menjaga
kehormatannya.

Sabda Rasulullah Saw:

"Dari Abu bakri bin Muhammad, sesungguhnya Nabi besar Muhammad Saw telah
berkirim surat kepada penduduk Yaman. Dalam surat itu disebut beliau klimat. "Tidak
harus menyentuh quran melainkan orang yang suci". (Riwayat Daruquthni).
Sebagian ulama berpendapat bahwa menyentuh quran itu tidak ada halangan bagi
orang yang berhadas kecil, karena tidak ada dalil yang kuat sedang hadis tersebut tidak sah,
menurut penyelidikan mereka, atau mereka tafsirkan makna thahir dalam hadist tersebut,
thahir (suci) dari hadas besar begitu juga syat quran yang serupa itu, mereka takwilkan.

b. Hal-hal yang terlarang sebab hadast Junub

1. Sholat, baik fardu maupun sunnah

2. Thawaf, baik fardu maupun sunnah

3. Menyentuh, membawa Al-Qur’an.

4. Membaca Al-Qur’an

Sabda Rasulullah Saw:

"Tidak boleh bagi orang junub dan orang haid, membaca sesuatu dari pada Al Quran".
(Riwayat Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Adapun membaca dzikir dzikir yang tersebut dalam Al Quran, boleh asalkan tidak
disengaja membaca Alquran.

Sebagian ulama berpendapat tidak haram bagi orang junub membaca Al-Qur'an, karena
tidak ada dalil yang kuat, sedangkan hadis tersebut menurut penyelidikan mereka tidak sah.

5. Berhenti dalam Masjid

Firman Allah Swt:

" Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam
keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula
menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja)
sehingga kamu mandi (junub).". (Q.S. An Nisa' 43).

Yang dimaksud dengan shalat dalam ayat, tempat shalat dengan qarinah 'abiri sabil',
karena yang dapat dilalui hanya tempat shalat itu.

Yang dibolehkan dalam ayat tersebut hanya melalui tempat shalat. Yang dimaksud dengan
tempat shalat ini adalah masjid. Jadi berhenti atau duduk dalam masjid tidak boleh.
Sabda Rasulullah s.a.w:

"Saya tidak menghalalkan masjid bagi orang orang yang sedang haid, dan tidak pula
bagi orang yang Junub". (Riwayat Abu Daud).
SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan di atas, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:

1. Tayamum adalah mendatangkan debu yang suci sampai ke wajah dan kedua tangan
sebagai pengganti wudhu atau mandi yang disertai dengan ketentuan khusus.

2. Syarat-syarat tayamum yaitu, ada uzur sehingga tidak dapat menggunakan air, masuk
waktu salat, tidak dapat menggunakan air karena uzur syar‟i, dan menggunakan tanah debu
dan suci.

3. Sebab-sebab yang membolehkan tayamum ialah, dalam keadaan tidak ada air, tidak ada
kemampuan menggunakan air, dalam keadaan sakit, sangat membutuhkan air, takut
kehilangan harta jika mencari air, keadaan yang sangat dingin, tidak ada alat untuk
mengambil air, dan takut habis waktu salat.

4. Rukun tayamum yaitu niat, menyapu wajah, menyapu kedua tangan hingga ke siku, dan
tertib.

5. Tayamum dilakukan dengan dua pukulan, satu pukulan untuk muka dan satu lagi untuk
dua tangan.

6. Sunah tayamum ialah, membaca basmalah di awalnya, memulai sapuan dari bagian atas
wajah, menipiskan debu sebelum menyapukannya, merenggangkan jari-jari ketika
menepukkannya pertama kali ke tanah, mendahulukan tangan kanan, menyela-nyela jari
setelah menyapu kedua tangan, tidak mengangkat tangan dari anggota yang sedang disapu,
dan muwalah.

7. Ada tiga hal yang membatalkan tayamum, yaitu Segala perkara yang bisa membatalkan
wudu, melihat air sebelum mulai melakukan salat, dan murtad.

8. Pekerjaan yang terlarang karena hadast yaitu hal-hal yang terlarang karena hadast kecil
yaitu mencakup mengerjakan shalat, thawaf, menyentuh, membawa dan mengangkat Al-
Qur’an. Sedangkan hal-hal yang terlarang karena hadast junub yaitu mencakup shalat,
thawaf, menyentuh dan membawa Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an, dan berhenti dalam
masjid.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 1998. Al Banjari,
Syekh Muhammad Arsyad, Kitab Sabilal Muhtadin, Surabaya: Bina Ilmu, 2008.

Al-Ghazy, Asy-Syekh Muhammad bin Qosim, Fathul Qarib, Surabaya: Al-Hidayah, 1991.

Nasution, Lahmuddin, Fiqh 1, Jakarta: Jaya Baru, 1998.

Ritonga, Rahman dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 1, Bandung: Alma‟arif, 1973.

Blogger. “Pekerjaan Yang Terlarang Karena Hadas”.


https://ambudik.blogspot.com/2012/03/pekerjaan-yang-terlarang-karena-hadas.html?m=1
(diakses pada tanggal 12 maret 2024).

Anda mungkin juga menyukai