Anda di halaman 1dari 14

Penyebab Runtuhnya Dinasti Manchu

Dinasti Manchu mengalami keruntuhan pada sekitar abad ke 20 setelah


digulingkan oleh kaum revolusioner yang berada di bawah pimpinan Dr.Sun Yat Sen.
Perjuangan yang dilakukan oleh kaum revolusioner tersebut menyebabkan Dinasti
Manchu menyerah pada tanggal 12 Februari 1912, sekaligus menandai sistem
pemerintahan monarki di Cina yang berubah menjadi republik. Dinasti Manchu
menjadi dinasti terakhir yang berkuasa di Tiongkok setelah banyaknya tekanan yang
timbul baik dari dalam maupun luar negeri.

Adapun faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Manchu, antara lain :

Faktor internal

a. Pemberontakan Teratai Putih 1796-1804 Pai Lien Chao

Gerakan pemberontakan ini telah ada sejak akhir masa pemerintahan Ch’ien
Lung yang terdiri dari para pecinta Dinasti Ming yang ingin mengembalikan
kekuasaanya. Hal ini disebabkan pada saat berada dibawah pemerintahan Kaisar
Yung Lo, Dinasti Ming mengalami puncak kejayaanya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa, pemberontakan ini merupakan bentuk penentangan terhadap Kekaisaran
Dinasti Qing yang berada dibawah bangsa asing, yakni Manchu. Pemberontakan
yang terjadi selama kurang lebih 10 tahun di lembah Yang Tse baru dapat
dipadamkan ketika Dinasti Manchu dipimpin oleh Chia Ching (Agung, 2012,
hlm. 62).

b. Pemberontakan T’ai Ping 1850-1864

Pemberontakan Taiping merupakan pemberontakan terbesar yang dipimpin


oleh Hong Xiuquan. Perbedaan antara pemberontakan Taiping dengan
pemberontakan lainnya adalah jika pemberontakan lain mengambil masalah
sosial-ekonomi dan perbedaan etnis Han-Manzu sebagai basis ideologinya, tetapi
dalam Taiping Tianguo ada keberanian Hong Xiuquan untuk mengambil agama
Kristen dan mendobrak situasi sosio-religi masyarakat Cina serta anti Barat
(Danyati, 2012, hlm. 1). Gerakan progresif ini muncul pada tahun 1850 sebagai
akibat dari adanya kekacauan politik yang terjadi di dalam Dinasti Manchu dan
juga sebagai upaya penentangan terhadap pemerintah yang korupsi dan bobrok.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemberontakan adalah:

1. Lenyapnya kepercayaan rakyat Tiongkok terhadap pemerintahan Dinasti


Manchu. Hal ini terjadi sebagai akibat dari adanya kekalahan politik dan
diplomasi dalam Perang Candu I yang kemudian melahirkan Perjanjian
Nanking dengan segala konsekuensinya.
2. Banyaknya rakyat yang menderita kelaparan akibat peperangan, namun
masih dibebani pajak yang tinggi untuk mengganti kerugian perang. Hal
inilah yang kemudian menimbulkan rasa dendam kepedihan dikalangan
rakyat pada saat itu.
3. Bangkitnya semangat Nasionalisme dan rakyat mulai menyadari bahwa
Dinasti Manchu merupakan penguasa asing di Tiongkok dan harus
digulingkan.
4. Berkembangnya agama Kristen (Agung, 2012, hlm. 62).

Taiping sendiri merupakan sekte Kristen yang berarti “damai”. Sekte ini
dipimpin oleh Hong Xiuquan yang pada awalnya hanya seorang rakyat biasa. Ia
dikatakan sebagai anak seorang petani dari suku Hakka yang lahir desa
Fuyuanshui, Guangdong. Sejak kecil, Hong Xiuquan telah menunjukkan
kecerdasaanya dalam bidang keilmuan. Maka dari itu, ia mencoba mengikuti
ujian negara untuk menjadi seorang pejabat. Namun setelah tiga kali mengikuti
ujian, Hong Xiuquan gagal lagi dan lagi. Sistem ujian negara untuk menerima
pegawai kekaisaran ini terdiri dari sejumlah ujian berat yang dilaksanakan di
tingkat distrik, provinsi dan metropolitan ditambah dengan jumlah kuota
penerimaan yang ketat. Kekecewaan dari dirinya pun mulai nampak dan
mendorongnya untuk melakukan pemberontakan. Dikatakan bahwa sewaktu
akan mengikuti ujian negara, Hong Xiuquan menerima beberapa traktat tentang
agama Kristen dari para misionaris beserta kutipan-kutipan dari Alkitab dan
mulai mendalaminya.

Kekecewaan yang disebabkan oleh kegagalannya dalam ujian negara


menjadikan dirinya jatuh sakit. Selama sakit ia banyak bermimpi dan mulai
mendapat penglihatan-penglihatan. Dikatakan bahwa ia bertemu dengan Allah
Bapa dan Yesus Kristus serta melihat Kong Hu Cu dihukum. Hong Xiuquan pun
mulai mencari jawaban dari mimpinya tersebut dengan mempelajari kembali
buku-buku Kristen yang pernah diterimanya dan merasa bahwa isi yang ada di
dalam kitab Kristen tersebut dapat menjelaskan arti mimpinya. Hong Xiuquan
pun kemudian belajar pada seorang misionaris Kristen dari Amerika yang
bernama Reverend Issachar Jacox Roberts di Guangdong selama dua bulan
(Danyati, 2012, hlm. 3).

Selang beberapa tahun kemudian dengan paham Kristen yang ia perdalam,


Hong Xiuquan merasa bahwa ia adalah utusan Tuhan untuk dapat
menghilangkan kebiasaan menyembah berhala di kalangan masyarakat
Tionghoa. Sebelum adanya pemberontakan Taiping Tianguo, dalam masyarakat
hanya dikenal ajaran Tridarma atau sanjiao. Agama Cina merupakan gabungan
keyakinan religius yang masih dianut orang Cina yang bersifat sinkritis, yaitu
suatu keyakinan religius yang merupakan percampuran berbagai keyakinan.
Hong Xiuquan pun mulai mendirikan masyarakat kerohanian sekaligus
menyebarkan agama Kristen yang sesuai dengan pemahamannya. Bahkan ia
mengangkat dirinya sebagai adik dari Yesus yang ditugaskan untuk
memusnahkan kekuasaan bangsa Manchu.

Hong Xiuquan kemudian mendirikan Fai Shang Ti Hui atau Komunitas


Pemuja Tuhan di Kwangsi dan juga Shang Ti Hui (Rumah Surga Abadi).
Perkumpulan yang berawal dari gerakan keagamaan ini dengan cepatnya
menyebar dari wilayah satu ke wilayah yang lainnya. Hal inilah yang
menyebabkan kekhawatiran pemerintahan Manchu, sampai pada akhirnya
terdapat larangan bagi perkumpulan tersebut. Namun hal itu justru menimbulkan
rasa nasionalisme di kalangan para pengikutnya, akibatnya gerakan anti-Manzu
yang bersifat militeris pun melakukan pemberontakan untuk pertama kalinya
dengan terang-terangan pada 11 Januari di Guangxi. Kekuatan dari pasukan
pemberontak semakin bertambah besar, sehingga beberapa daerah kekuasaan
Dinasti Manchu dan wilayah lain pun berhasil dikuasai. Pada tahun 1853 mereka
berhasil merebut Nanjing setelah mengepungnya selama sepuluh hari. Hong
Xiuquan kemudian menyatakan dirinya sebagai Tien Wang atau Raja Langit dan
kemudian mendirikan dinasti baru yang bernama Taiping Tianguo dengan
Nanjing sebagai ibukotanya (Dayanti, 2012, hlm. 4).

Setelah berkuasa beberapa tahun, Heavenly Kingdom of Great Peace atau


Kerajaan Langit yang Damai mulai mengalami kemunduran akibat adanya
pertempuran kembali di Guangxi dan Anwei pada tahun 1857-1860 M. Dinasti
Manchu yang meminta Zeng Guo-Fan memimpin pasukan untuk mengalahkan
pemberontak dibantu oleh pasukan dari Inggris dan Prancis dengan cepatnya
merebut kembali wilayah yang dikuasai kaum pemberontak Hong Xiuquan dan
bahkan berhasil menduduki pusat pemerintahan T’ai Ping di Nanking. Dengan
rasa putus asa, pada tahun 1864 Hong Xiuquan pun bunuh diri dengan meminum
racun dan menyerahkan kekuasaan pada anaknya yakni Hong Fu yang masih
berusia 16 tahun. Namun, pasukan Zeng Guo-Fan dan Li Hung Chang beserta
yang lainnya berhasil menghancurkan pertahanan terakhir Taiping Tianguo pada
19 Juli 1864 dengan menghukum mati raja baru, Hong Fu. Dengan begitu,
perang saudara tersebut telah menimbulkan pertumpahan darah yang sangat besar
dan menujukkan kelemahan Dinasti Manchu yang bertindak absolut serta tunduk
pada kekuatan Barat pada saat itu.

c. Pemberontakan Nian dan Panthay

Pemberontakan Nian terjadi pada sekitar tahun 1853-1868, pemberontakan ini


merupakan pemberontakan bersenjata yang berpusat di Cina utara bagian selatan
yang bertujuan untuk mengahancurkan kekuasaan Dinasti Qing. Meski upaya
yang dilakukan tersebut gagal, pemberontakan ini telah banyak menyebabkan
kekacauan dalam berbagai aspek. Sedangkan Pemberontakan Panthay terjadi
sekitar tahun1855-1873 merupakan gerakan separatis yang terdiri dari suku Hui
dan Muslim Tiongkok yang menentang Dinasti Qing sebagai akibat dari adanya
ketidakpuasan etnis. Pemberontakan Panthay merupakan salah satu
pemberontakan pertama yang dilakukan oleh Muslim China yang berasal dari
etnis Hui yang bertempat tinggal di daerah Yunnan. Pemberontakan ini juga
terjadi bersamaan dengan masa Perang Candu II.

Istilah “Panthay” sendiri merupakan istilah yang digunakan oleh orang barat
dalam menyebut muslim Cina yang dikatakan berasal dari Burma. Perlu diketahui
bahwa Muslim menyebar di daratan Cina pada masa Dinasti Yuan pada abad
ke13-14 Masehi dibawah pimpinan Kubilai Khan. Pada saat terjadinya
peningkatan populasi etnis Han di Cina, maka kebanyakan dari mereka pidah ke
Yunnan yang merupakan wilayah subur untuk medapatkan peluang pekerjaan.
Namun, kedatangan para imigran Han pada saat itu mengakibatkan timbulnya
konflik dengan etnis Hui sebagai penduduk lokal yang tidak lain disebabkan oleh
adanya persaingan ekonomi. Sikap anti-Hui pada etnis Han sebagai akibat masa
pemerintahan Yuan yang membuat adanya dominasi Hui yang terkesan ekslusif
menjadikan orang Han beranggapan bahwa orang Hui adalah suku penindas.

Kerja sama yang dilakukan antara Dinasti Qing dengan etnis Han untuk
melakukan pemusnahan terhadap etnis Hui dengan menangkap atau membunuh
komunitas muslim dalam berbagai kategori usia serta pembakaran tempat ibadah
inilah yang menjadi penyebab terjadinya pemberontakan Panthay. Kondisi ini
diperparah ketika kekaisaran Dinasti Qing melakukan unifikasi Tiongkok yang
menyebabkan adanya penindasan terhadap orang etnis Hui yag menjadi salah
satu faktor munculnya peristiwa Pemberontakan Panthay. Adapun hal menarik
lainnya adalah berdirinya kesultanan di Yunan bernama Pingnan Guo dengan
pemimpinnya yaitu Du Wenxiu yang telah berhasil menaklukan kota Dali.
Meskipun begitu, muslim di Cina memiliki karakter tersendiri yang membedakan
dengan muslim lainnya. (Ramdhaniah, 2019, hlm. 1).

d. Pemberontakan Boxer 1898-1901

Pemberontakan Boxer yang terjadi pada tahun 1898 sampai 1901 Masehi ini
merupakan pemberontakan yang memiliki peranan cukup penting dalam proses
keruntuhan Dinasti Manchu. Dilatarbelakangi oleh adanya penyelewengan
terhadap ajaran Konfusius dan juga keterpurukan ekonomi yang berakibat pada
kehidupan rakyat yang semakin menderita. Pemerintah pada saat itu sudah tidak
lagi dianggap memegang mandat karena banyak terjadi penyelewangan-
penyelewengan seperti korupsi, pelaksanaan ajaran Konfusius yang buruk,
pemberlakuan pajak baru dalam jumlah yang banyak serta adanya agresi ekonomi
dari bangsa asing yang kemudian menimbulkan semangat nasionalisme rakyat
Tiongkok tumbuh dan mulai melakukan pemberontakan. Dalam menghadapi
pemberontakan-pemberontakan yang muncul, pemerintah Qing saja sudah
kewalahan, dan tidak jarang Qing meminta bantuan bangsa asing untuk
meredamnya. Perkembangan tersebut menjadikan pemerintah Qing sadar bahwa
pengaruhnya sudah mulai melemah dan tidak akan mampu mengusir Barat dari
Cina (Putri, 2016, hlm. 2).

Pemberontakan Boxer pada dasarnya merupakan gerakan sentimen anti asing


yang anggotanya kebanyakan berasal dari para petani yang masih menjunjung
tinggi para dewa dan percaya pada takhayul. Istilah nama “Boxer” itu sendiri
merupakan sebutan dari para akademisi Barat terhadap mereka yang tergabung
kedalam kelompok militan Yihequan. Pada awalnya gerakan ini bertujuan untuk
menggulingkan kekuasaan pemerintahan Dinasti Qing yang dipimpin oleh bangsa
Manchu untuk kembali mendirikan pemerintahan yang dipimpin oleh bangsanya
sendiri, yaitu bangsa Han. Namun pada saat bangsa Barat memasuki Cina secara
besar-besaran setelah kekalahan pada perang Candu tahun 1842, rasa anti barat
rakyat Cina dan tentunya serikat Boxer akibat keberadaan Cina yang
dipermalukan serta adanya konsulat korup dan lain sebagainya menjadikan tujuan
pemberontakan ini berubah menjadi upaya mengusir bangsa Barat serta
pengaruhnya dari Cina. Dalam upaya pemberontakan tersebut, terdapat panji yang
berisikan semboyan sebagai tanda keberpihakan pada Dinasti Qing yaitu Fú Qīng
Miè Yáng yang artinya “Bangkitkan Qing dan musnahkan asing”. Pemerintah
Dinasti Qing menyimpan simpati terhadap kekuatan organisasi Boxer dan
mengambil kesempatan sebagai senjata mengusir bangsa Barat.

Organisasi Boxer menganggap bahwa orang asing, misionaris dan ajaran


Kristen merupakan penyebab dari kemarahan dewa atas berbagai bencana dan
kesulitan yang menimpa Cina. Pemberontakan inipun dimulai pada tahun 1898
dengan menyerang beberapa daerah konsesi asing di Cina, diantaranya di Shanxi,
Shandong, Manchuria dan Mongolia dalam. Daerah-daerah pemberontakan
tersebut selain merupakan daerah konsesi asing, juga merupakan daerah yang
terkenal dengan kegiatan missionaris yang aktif dan merupakan daerah dengan
penduduk Cina penganut Kristen yang banyak (Putri, 2016, hlm. 2). Pembakaran
gereja dan penyerangan terhadap para misionaris serta orang Cina yang menganut
Kristen. Organisasi inipun menggunakan takhayul serta mempropagandakan
sastra anti Kristen untuk menarik simpatisan dan menumbuhkan rasa antipati
terhadap agama Kristen pada rakyat. Meski berakhir pada kegagalan,
pemberontakan Boxer ini menjadi salah satu pemberontakan yang memiliki
pengaruh besar terhadap proses hancurnya dinasti Qing di Cina. Dengan adanya
Protokol Boxer pada 7 September 1901 maka mengakhiri pemberontakan dan
Dinasti Qing dikenakan sanksi cukup berat yang menyebabkan kekuasaanya
semakin melemah.

Faktor Eksternal

a. Perang Candu I (1839-1842)

Perang ini terjadi ketika Cina mulai memasuki kehidupan yang beralih dari
tradisional ke modern. Sejarah singkat peralihan peradaban Cina dari kehidupan
yang bersifat tradisional,ke kehidupan modern dengan beberapa peristiwa yang
mendorong terjadinya kemajuan teknologi industri di Cina. Perang ini terjadi
antara Inggris dengan kekaisaran Cina pada kurun waktu 1839-1842. Sebelum
bangsa Inggris datang ke Cina, Dinasti Manchu memang sudah mengalami situasi
dan kondisi yang mengalami kericuhan dimana-mana. Kondisi ini dianggap
sebagai sebuah kesempatan emas bagi bangsa Inggris untuk melakukan
penyerangan ketika sebuah wilayah sedang mengalami situasi yang mudah sekali
untuk ditaklukan. Bangsa Inggris termasuk bagian bangsa barat yang mendatangi
Cina di bagian timur. Kedatangan kaum imperalis barat memiliki tujuan yang
menguntungkan negaranya sendiri. Sasaran utamanya adalah dalam politik
perdagangan. Inggris sebagai pelopor menginginkan negara-negara dari benua
Eropa menguasai pasar dagang di Cina. Saat itu Inggris ingin terus menjadi
sebagai bangsa yang memperluas wilayah pasar industri. Hal ini didukung dengan
terjadinya Revolusi Industri di Eropa. Mengambil bahan olahan mentah dan
melakukan penanaman modal usaha di wilayah Cina. Singgah di Asia dan
berkeinginan untuk meraih keuntungan serta merugikan wilayah lain ini bermula
saat pedagang dari Eropa yang seringkali mengalami kerugian. Untuk menutupi
kerugian tersebut, kekaisaran Inggris dan Eropa menyusun strategi baru untuk
menutup modal dagang atau modal usaha yang telah dikeluarkan untuk berdagang
di Benua Asia. Penyelundupan candu yang berasal dari wilayah India. Hubungan
baik pada awalnya yang dirasakan antara Inggris terjalin tanpa adanya sebuah
konflik. Kerjasama dibidang ekonomi ini berjalan dengan damai tanpa adanya
rasa curiga.

Terjadinya hubungan dagang terutama perdagangan candu secara besar-


besaran yang dilakukan oleh Inggris secara illegal tentu saja ini sebuah
kecurangan dan strategi politik yang tidak sehat. Pasokan candu ke Cina membuat
kondisi hubungan politik bilateral antara Cina dan Inggris memburuk. Candu
dianggap sebagai sesuatu yang dapat mengganggu kesehatan mental dan kejiwaan
seseorang. Upaya pencegahan tersebut sudah dilakukan, namun gagal karena
pasokan candu ke Cina dilakukan secara terus menerus. Pada tahun 1838,
kekaisaran Cina berhasil men jatuhkan hukuman mati kepada orang yang
melakukan penyelundupan candu lokal. Kehadiran kaisar Lin Tse Hsu pada waktu
itu sebagai tohoh yang melakukan gebrakan terhadap situasi ini, melakukan
tindakan yaitu menolak dan membasmi konsumsi candu secara besar-besaran di
wilayah Dinasti Manchu. Candu yang dikirim dari bangsa luar dibuang ke laut
dengan desakan yang dilakukan oleh Lin Tse Hsu. Pihak kekaisaran Inggris
menganggap bahwa Cina telah melakukan pelanggaran, yaitu merusak hak milik
pribadi dan tidak dapat dibenarkan. Penolaka n dari Dinasti Manchu inilah yang
kemudian menjadi sebab awal terjadinya kerusuhan ini. Pemberontakan yang
dilakukan tersebut mengakibatkan ketegangan antara Dinasti Manchu dan Inggris.
Ch’i Shan yang menggantikan Lin Tse Hsu diutus untuk pergi ke Canton
melakukan upaya perdamaian dengan bangsa Inggris. Kemudian, upaya
perdamaian tersebut direspon baik oleh bangsa Inggris yang bisa kooperatif dalam
meminimalisir terjadinya peperangan. Namun bangsa Inggris meminta Cina untuk
bersedia melakukan tuntutan yang dilakukan saat perundingan untuk melakukan
perdamaian.

Adapun tuntutan yang diinginkan Inggris, diantaranya :

a. Menyerahkan Hongkong kepada Inggris;


b. Menjadikan wilayah Canton sebagai wilayah pelabuhan damai;
c. Bersedia membayar kerugian yang dialami sebesar 6 juta dollar (Agung,
2012, hl 7m. 63).

Namun ternyata tuntutan Inggris tersebut mengalami penolakan dari Kaisar


Tao Kuang. Tuntutan yang diberikan dianggap terlalu memberatkan pihak dari
Dinasti Manchu. Kondisi ini semakin memanas sehingga menimbulkan kerusuhan
yang tidak dapat terbendung. Sehingga terjadilah peperangan yang dimenangkan
oleh pihak Inggris karena Dinasti Manchu sendiri mengalami hambatan dalam
menghadapi peperangan. Strategi perang yang tidak dipersiapkan dengan baik
serta persiapan pasukan dan persenjataan terkalahkan oleh Inggris yang sudah
mempersiapkan sedemikian rupa secara matang untuk melakukan perang dan
unggul dalam militer. Cina mengakui kekalahannya ketika melakukan perang
dengan Inggris yang diakhiri dengan Perjanjian Nanking 29 agustus 1842 M yang
ditandatangani di atas kapal perang milik inggis, yakni “Cornwallis”.

Adapun isi perjanjian tersebut diantaranya :

a. Hongkong diserahkan kepada Inggris;


b. Lima kota pelabuhan dibuka untuk perdagangan asing, yakni Canton, Amoy,
Foochow, Ningpo dan Shanghai. Kelima kota pelabuhantersebut sering
disebut “Treaty Ports” ;
c. Cina mengganti kerugian perang sebesar 6 juta dollar;
d. Sistem Cho-Hong harus dihapuskan;
e. Inggris diperbolehkan mengangkat Konsulnya di tiap-tiap kota pelabuhan
(Agung, 2012, hlm. 65).

Isi perjanjian tersebut membuat Cina mengalami permasalahan dalam


mengatur berbagai aspek kehidupan. Walaupun Cina telah menyetujui perjanjian
tersebut, tetapi tetap saja ada pemasok candu yang masuk ke wilayah Cina secara
illegal. Peningkatan angka kemiskinan yang berakibat awal dari lemahnya nilai
jual produk Cina di pasar dagang yang terkalahkan oleh produk dari bangsa barat,
tidak mendapatkan keuntungan sehingga membuat para pedagang mengalami
kehilangan profesinya dan beralih menjadi seorang pengangguran. Hal ini
disebabkan karena lemahnya perekonomian yang berdampak pula pada indeks
hidup penduduk Dinasti Manchu oleh kegagalan pemerintah dalam menegakan
kedaulatan dan menjaga kekuasaan politik serta tidak dapat menjaga
kesejahteraan hidup warganya dibidang ekonomi. Tentu saja ketika tidak
memiliki penghasilan namun tetap harus melanjutkan hidup, banyak sekali yang
melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan nilai-nilai sosial, yaitu
meningkatnya angka kriminalitas yang diakibatkan oleh tuntutan kehidupan yang
mendesak. Kondisi inilah yang menjadikan Dinasti Manchu semakin melemah.
b. Perang Candu II (1856-1858)

Perang Candu yang pertama dirasa belum cukup puas oleh kekaisaran Inggris
dalam menguasai bidang ekonomi Cina. Kemudian Inggris memasukkan candu
secara besar-besaran ke Cina yang menimbulkan terjadinya Perang Candu yang
ke dua. Kali ini Inggris bekerja sama dengan bangsa barat. Keikutsertaan Prancis
dalam Perang Candu yang ke dua dilatabelakangi dengan alasan ingin
membalaskan dendam terhadap Cina yang telah banyak membunuh kaum
misionaris Prancis dan juga kekalahannya dalam Perang Krim dengan Inggris.
Adanya perang candu kedua ini memaksa Cina untuk membuka jalur
perdagangan dan mengizinkan bangsa barat menguasai hak perdagangan. Ambisi
yang sangat besar dari pihak imperialis barat untuk terus memperluas wilayah
kekuasaannya dan melakukan tuntutan dalam permohonan hak-hak dagang.
Selain Perang Candu yang ke dua ini, ada pula pemberontakan Taipin dengan
ambisinya ingin membangun ideologi baru,yang membuat keadaan Dinasti Qing
semakin goyah dan mudah sekali untuk dihancurkan. Tekanan yang dilakukan
oleh Inggris dan Perancis dalam upaya agar Cina memberikan hak istimewa
kepada dua bangsa barat tersebut bertujuan untuk dapat memperoleh keuntungan
dagang yang besar. Kedatangan kapal yang ikut terlibat dalam perdagangan candu
dilakukannya secara illegal. Diketahui bahwa hal ini merupakan sebuah
pelanggaran kesepakatan perjanjian yang dibuat antara Kekaisaran Inggris dan
Cina. Inilah yang memicu bangsa barat yaitu Inggris dan Perancis untuk
mengambil alih kedudukan pelabuhan yang menjadi jalur transportasi di Canton
1957 di wilayah Cina bagian selatan.

Pada Juli tahun 1858, Dinasti Qing mendatangani sebuah perjanjian Tien Tsin
sebagai tanda berakhirnya perang dengan kemenangan di pihak Inggris yang isinya
sebagai berikut:

a. Hak-hak ekstrateritorial Inggris diperluas;


b. Kota-kota pelabuhan yang dibuka untuk perdagangan asing di tambah;
c. Bangsa Barat terutama Inggris dan Prancis diperbolehkan menempatkan
konsulnya di Peking;
d. Cina harus mengganti kerugian sebesar 4 juta tael kepada Inggris;
e. Kapal-kapal asing boleh masuk di Sungai Yangtse;
f. Orang-orang asing boleh masuk ke pedalaman dan boleh menyebarkan agama
Kristen (Agung, 2012, hlm. 67).

c. Perang Cina-Jepang (1894-1895)

Perkembangan yang dialami oleh jepang setelah ditetapkannya Restorasi


Meiji yang meniru pencapaian budaya barat. Ketertinggalan Jepang akibat dari
politik Isolasi Jepang yang berlaku pada era Tokugawa. Jepang membutuhkan
SDA serta pengembangan SDM sebagai penunjang kegiatan industrialisasi
kemajuan jepang. Pemberdayaaan SDM di Jepang dilakukan atas perintah dari
Kaisar Meiji yang mengintruksikan kepada masyarakat Jepang untuk menempuh
pendidikan diluar negeri (Septianingrum, 2019 ,hlm. 93).

Banyaknya kaum terpelajar Jepang yang melanjutkan pendidikan di Eropa


banyak sekali wawasan dan ide untuk diterapkan pada pemerintahan kekuasaan
jepang dengan meniru kemajuan yang dialami Eropa. Para cendikiawan Jepang
yang mengamati bagaimana proses perkembangan dari Negara-negara maju di
Eropa. Dan mempelajari cara hidup masyarakat Eropa untuk selalu berpikir
cerdas. Kesadaran Jepang setelah menutupi pengaruh politik dari luar sakoku
memberanikan diri untuk bersikap terbuka terhadap dunia luar khususnya bagian
barat. Diberlakukannya perjanjian dengan AS meminta jepang untuk membuka
kawasan jepang bagi pedagang yang berasal dari barat. Makaerlu adanya pasar
dagang sebagai sarana penjualan produk yang dihasilkan oleh negaranya.
Penjualan barang tersebut dipublikasikan dan diperjual belikan diwilayah-wilayah
tetangganya.

Faktor penyebab terjadinya perang antara Cina dan Jepang diantaranya adalah
Korea sebagai batu loncatan Jepang dengan taktik tipu daya Jepang untuk bias
memasuki wilayah Manchuria (Dinasti Qing) dan Cina serta wilayah dataran asia.
Cina dianggap telah merampas kemerdekaan Korea dan menutup akses antara
Jepang dan Korea. Korea akan dijadikan tempat tinggal ketika Jepang telah
mengalami kepadatan penduduk. Bahan mentah untuk proses industri yang
dimiliki oleh Korea membuat jepang ingin menguasai SDA tersebut.
Pemberontakan Tongkak yang merupakan golongan dari partai campuran antara
konfusiunisme, taoisme,dan budhisme. Perang tersebut terjadi antara golongan
konservatif dan golongan progresif. Golongan konservatif merupakan Tongkak
yang meminta bantuan terhadap Cina. Golongan progresif memihak ke Jepang.
Antara Cina dan Jepang sama-sama mengirim pasukan ke wilayah Korea. Cina
memperhambat pembaharuan di Korea karena tidak mau untuk meninggalkan
wilayah Korea. Jepang diminta untuk membantu Korea mengusir Cina dari
wilayahnya. Namun akibat ini adalah hubungan antara Jepang dan Korea semakin
memanas. Kemudian terjadilah peperangan antara Jepang dan Korea. Perang
tersebut dimenangkan oleh Jepang dan Cina diminta untuk menyetujui isi dari
perjanjian Shimonoseki. Perjanjian tersebut terjadi pada 17 april 1895. Isi dari
perjanjian tersebut adalah Cina harus mengakui kedaulatan korea, menyerahkan
sebagian wilayah Manchuria ke tangan Jepang, mengganti kerugian perang,
wilayah Cina akan dikuasai oleh Jepang jika tidak bersedia membayar denda,
penyerahan Semenanjung Liaotung kepada Jepang.

Keinginan Jepang menguasai Semenanjung Liaotung berhasil menjejakan


kakinya di daratan Asia. Jepang ikut berperan dalam kemerdekaan Korea,
sehingga Jepang dianggap sebagai Negara yang berpengaruh besar terhadap
kemerdekaan Korea. Disisi lain ada pihak yang merasa bahwa penyerahan
Semenanjung Liaotung kepada Jepang tidaklah hal yang wajar. Melainkan sebuah
pelanggaran karena telah merebut kedaulatan Cina. Hal tersebut dirasakan oleh
Negara Barat yaitu Rusia. Rusia diketahui menginginkan kawasan Korea dan
Manchusia (Agung, 2012, hlm. 71). Kemudian atas permintaan dari Negara Barat,
Rusia, Inggris, Prancis dan Jerman Semenanjung Liaotung dikembalikan kepada
Cina. Restorasi Meiji di Jepang sama halnya dengan peristiwa renainssance di
kawasan Eropa pada abad pertengahan.

Danyati, R. (2012). Pengaruh Pemberontakan Taiping (1851-1864) Terhadap


Sosiologis Dan Politis Pemerintahan Dinasti Qing. Jurnal Pariwisata dan Budaya,
3(2), 1-7. doi: https://doi.org/10.31294/khi.v3i2.521
Septianingrum, A. (2019). Sejarah Ringkas Terbaik: Asia Timur. Yogyakarta:
Unicorn Publishing.
Agung, L. (2012). Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Putri, I. (2016). Pemberontakan Boxer sebagai pemberontakan Religius. Dalam
Makalah Non-Seminar Universitas Indonesia (hlm. ). Jakarta: Tidak Diterbitkan

Ramdhaniah, N.E (2019). Dampak Perang Candu Dua terhadap Pemberontakan


Etnis: Minoritas Muslim Huihui Cina Masa Dinasti Qing. Dalam Makalah
Universitas Indonesia. Jakarta: Tidak Diterbitkan

Tanpa nama. (2018). Perang Candu II dijadikan China Wilayah Dagang Terbuka.
[Online]. Diakses dari https://daimca.com/2018/04/30/perang-candu-ii-dijadikan-
china-wilayah-dagang-terbuka/

Fathoni, S. (2017). Perang Candu di Cina (1839-1860 M). [Online]. Diakses dari
https://wawasansejarah.com/perang-candu-di-cina/

Anda mungkin juga menyukai