Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
TAHUN 2023
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kita
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan
hidayah-Nya kepada kita, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
“Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan dalam Permasalahan Pendidikan”.
Makalah ilmiah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua
itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ilmiah tentang “Keterbelakangan Budaya
dan Sarana Kehidupan dalam Permasalahan Pendidikan” ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap orang yang membaca makalah ini.
2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………….…1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….…………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………....…………..6
2.3 Upaya Mengatasi Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan dalam Permasalahan
Pendidikan…………………………………..….………………….………………………......7
3.1 Kesimpulan……………………………………………….…………………….......……...9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..10
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
3. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk permasalahan tersebut?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Budaya dan sarana kehidupan menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan
pendidikan di Indonesia. Keterbelakangan budaya dan sarana pendidikan menimbulkan
berbagai permasalahan pendidikan. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan memiliki
dampak yang signifikan dalam permasalahan pendidikan. Keterbatasan akses terhadap
pendidikan karena faktor budaya lokal yang mempengaruhi persepsi terhadap pendidikan
atau kurangnya infrastruktur pendukung, seperti sarana belajar yang memadai, dapat menjadi
hambatan utama. Hal ini dapat menciptakan kesenjangan dalam kualitas dan kesetaraan akses
pendidikan antarwilayah atau kelompok sosial. Penting untuk memahami dan menangani
tantangan ini agar pendidikan dapat lebih merata dan inklusif bagi semua. Contoh
keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan dalam permasalahan pendidikan, sebagai
berikut;
6
Tradisi yang menghambat pendidikan anak perempuan: Beberapa budaya
masih memiliki norma yang menekankan peran tradisional gender,
mengurangi peluang pendidikan bagi anak perempuan. Mereka mungkin
diharapkan untuk berperan dalam pekerjaan rumah tangga daripada fokus pada
pendidikan formal.
Kurangnya fasilitas pendidikan: Sekolah di daerah tertentu mungkin
kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas yang layak, buku teks, atau
bahkan guru yang berkualitas. Hal ini dapat menghambat proses belajar
mengajar secara keseluruhan.
Ketidakmampuan menyediakan pendidikan inklusif: Budaya yang tidak
mendukung inklusi sosial dapat menyebabkan anak-anak dengan kebutuhan
khusus diabaikan dalam sistem pendidikan, mengurangi akses mereka
terhadap pendidikan yang layak.
Bahasa dan kebudayaan sebagai penghalang, ketika bahasa atau kebudayaan yang
berbeda digunakan dalam pengajaran, ini dapat menjadi hambatan bagi siswa untuk
memahami materi pelajaran secara efektif. Misalnya, kurangnya materi pembelajaran dalam
bahasa lokal dapat menghambat pemahaman siswa.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbelakangan budaya dan sarana
kehidupan dalam permasalahan pendidikan:
7
Peningkatan Akses Teknologi: Inisiatif untuk menyediakan akses internet yang lebih
baik di daerah pedesaan dan menyediakan perangkat teknologi seperti laptop atau
tablet bagi siswa yang membutuhkannya.
Pengembangan Program Pendidikan Inklusif: Membangun program pendidikan
yang inklusif untuk siswa dengan kebutuhan khusus serta memastikan bahwa setiap
anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas.
Pelatihan dan Peningkatan Kesadaran Budaya: Melalui pelatihan dan kampanye
kesadaran, mengubah pandangan budaya yang mungkin menghambat akses
pendidikan, terutama yang berkaitan dengan gender atau tradisi lokal yang
menghambat pendidikan.
Investasi Infrastruktur Pendidikan: Meningkatkan investasi dalam infrastruktur
pendidikan seperti pembangunan sekolah yang layak, perpustakaan, serta penyediaan
sumber daya pendidikan yang memadai.
Kolaborasi antara Pemerintah dan Swasta: Kerja sama antara sektor publik dan
swasta dapat memperluas akses pendidikan dengan menyediakan dana, teknologi,
atau program-program pendidikan yang inovatif.
Pengembangan Model Pembelajaran Alternatif: Menyediakan model pembelajaran
alternatif seperti pendidikan jarak jauh atau pembelajaran berbasis komunitas untuk
memungkinkan akses pendidikan yang lebih luas.
Selain itu ada juga upaya lain yang dapat dilakukan, sebagai berikut;
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan sebagai Transformasi Budaya: Pendidikan memiliki peran
penting sebagai agen transformasi budaya, termasuk kebudayaan nasional. Sistem
pendidikan yang efektif adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman dan mampu mengintegrasikan nilai-nilai lokal dengan perkembangan
global.
Permasalahan Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan dalam
Pendidikan: Faktor keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan memiliki
dampak signifikan dalam permasalahan pendidikan. Akses terbatas terhadap
teknologi, tradisi yang menghambat pendidikan anak perempuan, kurangnya
fasilitas, serta ketidakmampuan menyediakan pendidikan inklusif menjadi
permasalahan utama.
9
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, A. (2020). The Digital Divide in Rural Education: Challenges and Opportunities.
International Journal of Educational Technology, 12(3), 45-58.
Banks, J. A. (2008). Diversity, Group Identity, and Citizenship Education in a Global Age.
Educational Researcher, 37(3), 129–139.
UNESCO. (2017). Education for All 2000-2015: Achievements and Challenges. UNESCO
Publishing.
Warschauer, M. (2007). The Paradoxical Future of Digital Learning. Learning Inquiry, 1(1),
41–49.
Diten Dikti, Depdikbud. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Depdikbud
10