Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS STUDI KASUS PENARIKAN DIRI BURUNDI

DARI STATUTA ROMA 1998

Disusun guna memenuhi Ujian Akhir Semester Hukum Pidana Internasional yang diampu oleh :
Dr. Nuswantoro Dwiwarno. S.H., M.H.

Disusun oleh :

Nama : Fathya Nurulaisya


NIM : 11000121140498
Mata Kuliah : Hukum Pidnna Internasional
Kelas :B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
202
A. Kronologi Kasus Posisi
Negara-negara seperti Burundi dan Filipina mengambil langkah untuk menarik diri dari ICC
karena kasus yang berkaitan dengan mereka, yang memicu penarikan diri ini. Proses penarikan
diri ini didasarkan pada ketentuan hukum yang tercantum dalam Pasal 127 Statuta Roma 1998.
Proses penarikan diri harus dilakukan melalui pemberitahuan secara tertulis kepada Sekretaris
Jenderal PBB, sesuai dengan Pasal 127 Statuta Roma 1998 dan juga Konvensi Wina 1969.
Pemberitahuan tertulis ini merupakan langkah formal yang harus diikuti oleh negara yang ingin
menarik diri dari perjanjian internasional. Meskipun negara-negara ini menarik diri dari
keanggotaan ICC, penarikan diri tersebut pada dasarnya tidak mempengaruhi kerjasama dengan
ICC dalam hal investigasi yang sedang berlangsung terkait kasus yang melibatkan negara-negara
tersebut. ICC masih tetap memiliki yurisdiksi dalam kasus-kasus yang sedang berlangsung pada
saat mereka masih menjadi anggota.
Empat negara (Afrika Selatan, Burundi, Gambia, dan Filipina) memberikan pemberitahuan
penarikan diri dari ratifikasi Statuta Roma 1998, yang mengatur keanggotaan ICC. Namun,
Afrika Selatan dan Gambia kemudian membatalkan niat mereka untuk menarik diri, sementara
Burundi dan Filipina secara resmi menarik diri dari ICC.
Burundi: Penarikan diri ini terkait dengan kasus intimidasi pasca pemilu yang menyebabkan
kekerasan dan pelanggaran HAM berat. Filipina: Penarikan diri Filipina terkait dengan
investigasi ICC atas dugaan keterlibatan dalam peredaran narkoba yang melibatkan pembunuhan
di luar proses hukum dalam operasi anti-narkoba, yang dilakukan atas kebijakan Presiden
Duterte.
Meskipun negara-negara tersebut menarik diri dari ICC, yurisdiksi ICC atas kasus yang
berlangsung sebelum penarikan diri tetap berlaku hingga penarikan diri tersebut efektif. Hal ini
mengacu pada Pasal 127 ayat (2) Statuta Roma 1998, di mana penarikan diri tidak mempengaruhi
proses investigasi yang sedang berlangsung oleh ICC. Beberapa negara mengindikasikan bahwa
penarikan diri mereka dari ICC dilakukan untuk menghindari pertanggungjawaban atas dugaan
kejahatan yang dilakukan. Namun, meskipun menarik diri, kekuatan yurisdiksi ICC tetap berlaku
dari negara tersebut meratifikasi sampai penarikan diri berlaku efektif.
Berdasarkan Pasal 14 Konvensi Wina 1969, upaya suatu negara untuk terikat ke dalam
perjanjian internasional ditunjukkan dengan melakukan tindakan ratifikasi. Tindakan ratifikasi
adalah persetujuan negara yang diungkapkan melalui proses ratifikasi, dengan niat negara untuk

1
tunduk pada ratifikasi tersebut dan memiliki kekuatan hukum.
Setelah menerima ratifikasi, sebagian negara juga menerapkan Statuta Roma tahun 1998
dengan membuat hukum nasional untuk mendukung perjanjian internasional. Legislation of
Implementation mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh sebuah negara terhadap perjanjian
internasional.
Pada 13 Januari 1999, Burundi menandatangani Statuta Roma 1998 dan meratifikasinya pada
21 September 2004. Setelah Burundi meratifikasi Statuta Roma 1998, undang-undang
pelaksanaannya dibuat berdasarkan Konstitusi Burundi 2005, di mana pasal 274-276 berbicara
tentang implementasi Statuta Roma 1998. Membentuk Observatorium Nasional untuk
Pencegahan dan Pemberantasan Genosida, Kejahatan Perang, dan Kejahatan terhadap
Kemanusiaan merupakan bukti upaya untuk mewujudkan tujuan ini, sesuai dengan pasal tersebut.
Secara umum, bagaimana Statuta Roma 1998 diterapkan di Burundi berbeda dengan yurisdiksi
kejahatannya. Yurisdiksi kejahatan ICC hanya berlaku untuk kejahatan genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan lain yang berkaitan dengan perang
agresif. (Christmas & Roisah, 2021)
Namun, ada beberapa yurisdiksi tambahan di Burundi, seperti genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan agresi, eksploitasi sumber daya alam secara tidak sah,
pembajakan, korupsi, perdagangan orang, perdagangan limbah berbahaya, perdagangan narkoba
dan obat-obatan terlarang, terorisme, dan kejahatan dengan tentara bayaran (mercenarism).
Karena Burundi merujuk pada Statuta Roma tahun 1998 dan juga menerima persetujuan Protokol
Malobo—yang merupakan protokol mengenai statute Pengadilan Keadilan dan Hak Asasi
Manusia Afrika—yurisdiksi kriminalnya lebih luas.1

1
Sandy Kurnia Christmas1 & Kholis Roisah (2021), “Status Hukum Implementation Legislation Negara Pihak
Terhadap Penarikan Diri Statuta Roma 1998” Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 267-280
2
B. Permasalahan
Berdasarkan kronologi kasus posisi yang telah diuraikan di atas , maka dapat ditarik
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perspektif Hukum Internasional terhadap Tindakan penarikan diri burundi
dari statuta roma 1998 ?
2. Bagaimanakah Penyelesaian dan pertanggungjawaban hukum atas kasus tersebut
berdasarkan Hukum Pidana Internasional ?

3
C. Analisa dan Jawaban
Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional tidak mungkin bertentangan,
menurut Teori Dualisme. Pada prinsip pacta sunt servanda, sistem hukum internasional
mengharuskan negara-negara untuk mematuhi perjanjian yang telah disahkan. Di sisi lain, sistem
hukum nasional mengharuskan suatu negara untuk mematuhi perundang-undangan negara
sebagai prinsip atau standar utama (Stratton, 2009). Menurut Teori Dualisme, hukum
internasional dan hukum internasional tidak dapat diintegrasikan secara langsung ke dalam
hukum nasional karena harus mengalami transformasi sebelum dapat diterapkan.
Menurut teori monisme tentang hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional,
setiap hukum dianggap sebagai ketentuan tunggal yang terdiri dari kaidah hukum yang kuat.
baik-baik saja hukum internasional dan hukum nasional dianggap sebagai sistem hukum yang
saling berhubungan. sehubungan (Starke, 2012). Teori Monisme berpendapat bahwa hukum
nasional merupakan perpanjangan dari hukum internasional, sehingga hukum internasional dapat
berlaku tanpa membentuk hukum nasional.
Dengan mempertimbangkan dua definisi teori tersebut sebagai dasar pemahaman teoritis
kasus penarikan diri Burundi dan Filipina dari Statuta Roma 1998, dapat disimpulkan bahwa
penerapan undang-undang penerapan di Burundi dan Filipina adalah dasar dari Teori Dualisme.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa setelah menerima ratifikasi, kedua negara tersebut membuat
hukum mereka sendiri sebagai proses penerapan undang-undang sesuai dengan Statuta Roma
1998. Setelah ratifikasi perjanjian internasional ini, tindakan pembentukan hukum nasional
dilakukan. Ini adalah proses transformasi hukum internasional ke dalam hukum nasional agar
dapat diterapkan secara efektif.
Menurut Yo'el (2018), proses transformasi ini melahirkan Teori Transformasi dan Adopsi
Khusus tentang bagaimana ketentuan internasional dimasukkan ke dalam hukum nasional.
Beberapa negara menggabungkan beberapa aturan ke dalam hukum mereka sendiri, seperti
Burundi, yang menerapkan hukum Statuta Negara. sebuah konstitusi Burundi yang mengatur
penerapan Statuta Roma 1998, yang dapat ditemukan di Pasal 274-276.
Meskipun Burundi adalah salah satu negara di Great Lakes, fakta bahwa negara itu memiliki
sejarah yang tragis tentang tragedi kemanusiaan tidak menghalangi mereka untuk bergabung
dengan Internasional Criminal Court pada 21 September 2004, dengan meratifikasi Statute Rome
untuk mendukung pemberantasan kejahatan kemanusiaan.Ini memulai hubungan Burundi dengan

4
tindakan kriminal internasional. Court. Hubungan ini dimulai dengan interaksi yang baik antara
kedua pihak yang terlibat, terutama karena Burundi pada saat itu adalah negara yang terikat
dengan perjanjian perdamaian Arusha tahun 2000, yang menuntut Burundi untuk meningkatkan
demokrasinya dan menjunjung tinggi sistem pemerintahan yang baik.
Peluang ICC untuk melakukan yuridiksinya jelas meningkat seiring dengan bergabungnya
Burundi dengan organisasi tersebut. Salah satu cara untuk mencapai perdamaian di Burundi
adalah kemajuan dan komitmen untuk perdamaian, yang ditunjukkan dengan referendum
konstitusi yang disahkan dan diadopsi pada tahun 2005.Dalam Konstitusi ini, ada pasal-pasal
yang bertujuan untuk menerapkan pemerintahan yang demokratis dan mengakui hak setiap orang
di masyarakat Burundi dari berbagai etnis dan agama.Pada tahun yang sama, setelah
pembentukan konstitusi pasca-kolonial Setelah konflik tersebut, kelompok National Council for
the Defense of Democracy—Forces for the Defense of Democracy, dengan dukungan dari
komunitas etnis Hutu, berhasil memilih Presiden Pierre Nkuranziza sebagai Presiden Burundi. 2
Terbentuknya International Criminal Court adalah salah satu peristiwa terpenting sejak
berdirinya PBB. Lebih dari 50% negara di dunia telah menjadi anggota ICC. Ini dibuat untuk
menunjukkan komitmen global untuk melindungi para korban kejahatan internasional ketika
mekanisme pengadilan digunakan.
Selain itu, tujuan pembentukan ICC adalah untuk menghindari praktik yang terjadi
sebelumnya di mana pengadilan ad hoc seperti International Criminal Tribunal for the former
Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) telah terbukti terlalu
lama dan mahal. Duta Besar AS Scheffer, yang memimpin delegasi AS ke konferensi Roma
untuk pembentukan ICC, menyatakan hal itu.
Menyoroti beberapa poin penting terkait implementasi hukum Statuta Roma 1998 dalam
Konstitusi Burundi tahun 2005 dan dampak penarikan diri Burundi dari Statuta Roma 1998 yaitu:
Pengaturan Hukum dalam Konstitusi Burundi: Implementasi hukum Statuta Roma 1998
tidak terbatas pada aturan hukum yang terpisah, tetapi telah menjadi bagian dari Konstitusi
Burundi tahun 2005. Konstitusi ini memuat pasal-pasal yang terkait dengan Statuta Roma 1998,
sehingga penarikan diri Burundi tidak secara otomatis mencabut atau membatalkan aturan hukum
tersebut.

2
Earlene Dianz Edelyna (2018), “Analisis Pengunduran Diri Burundi dari International Criminal Court (ICC) Pada
Tahun 2016”.
5
Keterikatan Konstitusi terhadap Hukum Internasional: Konstitusi suatu negara memiliki
kekuatan hukum yang kuat dan mencakup berbagai aspek hukum, termasuk perjanjian
internasional yang telah diratifikasi. Oleh karena itu, penarikan diri dari Statuta Roma 1998 tidak
secara langsung menghapus aturan yang telah menjadi bagian dari Konstitusi Burundi.
Pertimbangan terhadap Perjanjian Internasional Lain: Selain Statuta Roma 1998, Burundi
juga meratifikasi perjanjian internasional lain seperti Protocol Malobo. Implementasi hukum
terkait kejahatan serius dalam negara ini tidak hanya bergantung pada Statuta Roma 1998, tetapi
juga pada perjanjian internasional lainnya. Oleh karena itu, status implementasi hukum Statuta
Roma 1998 setelah penarikan diri Burundi tidak sepenuhnya mempengaruhi implementasi
keseluruhan hukum tersebut.
Tinjau Ulang Pasal Konstitusi: Pertanyaan muncul apakah Pasal 274-276 Konstitusi
Burundi yang terkait dengan Statuta Roma 1998 dapat dicabut atau ditinjau ulang. Namun, dalam
konteks hukum konstitusi, revisi atau perubahan terhadap pasal-pasal konstitusi memerlukan
proses yang panjang dan tidak mudah dilakukan.
Dengan demikian, penarikan diri Burundi dari Statuta Roma 1998 tidak secara otomatis
menghilangkan atau membatalkan implementasi hukum yang terkait dengan Statuta tersebut
dalam Konstitusi Burundi. Bagian yang menandai implementasi hukum Statuta Roma 1998
dalam Konstitusi perlu dilihat secara terpisah dan mempertimbangkan keterkaitannya dengan
perjanjian internasional lain yang telah diratifikasi oleh Burundi.
Negara-negara anggota Mahkamah Kejahatan Internasional, terutama yang berasal dari
Afrika, mengancam untuk meninggalkan mahkamah, dan negara-negara anggota Afrika yang
sebelumnya mendukung ICC kini mulai mengecam mahkamah. Situasi menjadi lebih buruk
ketika tiga negara Afrika—Afrika Selatan, Burundi, dan Gambia—memutuskan untuk keluar dari
keanggotaan ICC pada akhir 2016. Ini adalah keputusan pertama dari ICC sejak didirikan.
Satu-satunya pengadilan internasional permanen, ICC, dapat mengadili orang yang didakwa
melakukan kejahatan serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional, seperti kejahatan
kemanusiaan, kejahatan perang, genosida, dan kejahatan agresi, ketika pengadilan domestik tidak
dapat atau tidak mampu mengadilinya. ICC bertindak secara adil, efektif, dan tidak memihak
dalam penyelidikan, penuntutan, dan pelaksanaan persidangan sebagai peradilan independen.
Selain itu, ICC memiliki struktur organisasi independen dan bukan bagian dari organ yudisial

6
PBB seperti ICJ. Namun, hubungan kerjasama antara ICC dan PBB diatur dalam Statuta Roma. 3
Statuta Roma ICC memiliki sifat non-reservation, yang berarti bahwa setiap negara anggota
harus menerima semua ketentuan yang ada di dalamnya tanpa pengecualian. Oleh karena itu,
Burundi menjadikan Statuta Roma sebagai bagian dari hukumnya sendiri dan menerima semua
ketentuan yang ada di dalamnya. Selain itu, sebagai anggota, Burundi harus menerima yurisdiksi
ICC dan memenuhi kewajibannya untuk bekerja sama dengan pengadilan ICC. (Prakoso, 2019)
Secara hukum, Statuta Roma 1998 yang mengatur keanggotaan ICC memiliki ketentuan
khusus, termasuk proses penarikan diri negara-negara anggota. Dalam hal ini, tindakan penarikan
diri Burundi mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam Statuta, yaitu memberitahukan secara
tertulis kepada Sekretaris Jenderal PBB. Meskipun negara-negara dapat menarik diri dari Statuta
Roma 1998, penarikan diri tersebut tidak secara langsung membatalkan investigasi yang sedang
berlangsung oleh ICC terhadap negara yang menarik diri tersebut. ICC tetap memiliki yurisdiksi
atas kasus-kasus yang telah dimulai sebelum penarikan diri berlaku efektif.
Diatur dalam Statuta Roma bahwa setiap negara anggota International Criminal Court (ICC)
dapat menanggalkan keanggotaannya. Pasal 127 (1) Statuta Roma menetapkan bahwa negara
anggota yang ingin menanggalkan keanggotaannya harus menyampaikan pemberitahuan tertulis
kepada Sekretaris Jendral PBB, dan proses penarikan diri dari keanggotaan ICC harus
berlangsung selama setidaknya satu tahun, dimulai ketika Sekretaris Jenderal PBB.
Tindakan penarikan diri tidak membebaskan negara dari tanggung jawab atas kejahatan yang
mungkin telah terjadi selama periode keanggotaannya di ICC. Yurisdiksi ICC tetap berlaku
terhadap kasus-kasus yang telah dimulai selama masa keanggotaan negara tersebut. Perspektif
Hukum Internasional mengenai penarikan diri ini melibatkan pertanyaan tentang kedaulatan
negara dan sejauh mana suatu negara dapat terlibat atau menarik diri dari yurisdiksi lembaga
internasional seperti ICC tanpa mengabaikan tanggung jawab terhadap kejahatan HAM atau
kejahatan lainnya.
Dengan demikian, perspektif Hukum Internasional terhadap penarikan diri Burundi dari
Statuta Roma 1998 menyoroti implementasi prosedur yang telah ditetapkan, tetapi juga
menegaskan bahwa penarikan diri tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab negara terhadap
kejahatan yang mungkin terjadi selama masa keanggotaannya di ICC.

3
Djordi Prakoso (2019), Keputusan Burundi Keluar Dari International Criminal Court Tahun 2016-2017
7
Dalam hal Filipina meninggalkan Statuta Roma 1998, implementasi undang-undang Statuta
Roma 1998 diatur dalam Undang-Undang Republik No.9851 Filipina. Menurut prinsip pacta sunt
servanda, undang-undang yang diterapkan oleh Filipina terhadap ratifikasi Statuta Roma 1998
dapat dicabut. Berdasarkan asas pacta sunt servanda, perjanjian internasional terikat pada pihak
yang bersangkutan. Oleh karena itu, ketika suatu negara menarik diri dari perjanjian
internasional, maka semua unsur hukum yang berkaitan dengan perjanjian tersebut terhadap
negara tersebut sepenuhnya berakhir ketika penarikan diri tersebut berlaku. Dengan demikian,
undang-undang Filipina terhadap Statuta Roma tahun 1998 dapat dicabut. Hal ini disebabkan
oleh fakta bahwa negara tersebut menerapkan undang-undang tersebut secara independen dan
tidak mengganggu undang-undang lainnya.
Pihak tersebut tidak dapat mengikuti aturan yang ditetapkan dalam Statuta Roma 1998.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa keluar dari Statuta Roma 1998 hanyalah cara bagi negara
untuk menghindari tanggung jawab di ICC. Namun, menurut Pasal 127 Statuta Roma 1998,
keluar dari Statuta Roma 1998 tidak mempengaruhi kerja sama dalam penyelidikan yang telah
dilakukan. Ini karena negara tersebut masih memiliki yurisdiksi internasional karena kasus
pidana internasional terjadi saat negara tersebut masih menjadi anggota ICC.
Secara hukum, penarikan diri Burundi dari Statuta Roma 1998 merupakan hak yang sah
berdasarkan ketentuan dalam Statuta itu sendiri. Namun, perlu dipertimbangkan apakah
penarikan diri tersebut sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam Statuta dan apakah
Burundi telah mematuhi semua prosedur yang diperlukan sebelum menarik diri.
Walaupun Burundi menarik diri, ICC masih mempertahankan yurisdiksinya atas kejahatan
yang terjadi selama masa keanggotaan Burundi di ICC. Hal ini berarti bahwa meskipun Burundi
tidak lagi menjadi anggota, ICC dapat mengejar kasus-kasus kejahatan yang telah dimulai selama
keanggotaan mereka.
Penarikan diri dari Statuta Roma 1998 tidak membebaskan Burundi dari
pertanggungjawaban atas kejahatan yang telah terjadi selama masa keanggotaannya. Jika terdapat
kasus kejahatan yang telah dimulai atau diinvestigasi oleh ICC, individu yang terlibat dalam
kejahatan tersebut masih dapat diadili.
Konsep kedaulatan negara menjadi penting dalam penarikan diri dari Statuta. Meskipun
negara memiliki hak kedaulatan, dalam konteks Hukum Pidana Internasional, kejahatan yang

8
serius seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang memiliki
implikasi di luar batas-batas kedaulatan negara dan subjek untuk penuntutan secara internasional.
Konstitusi: Konstitusi suatu negara dapat memainkan peran penting dalam memengaruhi
implementasi hukum internasional di tingkat nasional. Bagaimana Konstitusi Burundi menangani
penarikan diri dari Statuta Roma 1998 juga dapat memengaruhi interpretasi dan penerapan
hukum secara domestik terkait kasus-kasus tersebut.
Dalam konteks Hukum Pidana Internasional, penyelesaian dan pertanggungjawaban hukum
atas penarikan diri Burundi dari Statuta Roma 1998 melibatkan pertimbangan terhadap proses
penarikan diri itu sendiri, keterlibatan ICC dalam menghadapi kejahatan yang telah terjadi, serta
bagaimana kedaulatan negara dihubungkan dengan tanggung jawab internasional atas kejahatan
serius.

9
D. Simpulan
Teori dualisme dan monisme memberikan pandangan yang berbeda terkait hubungan antara
hukum internasional dan hukum nasional. Teori dualisme menyatakan bahwa hukum
internasional dan nasional harus mengalami transformasi sebelum dapat diintegrasikan,
sementara teori monisme melihat keduanya sebagai bagian dari satu sistem hukum yang saling
terkait. Implementasi Statuta Roma 1998 di Burundi dan Filipina dilakukan melalui proses
pembentukan hukum nasional setelah ratifikasi perjanjian internasional. Hal ini menegaskan
dasar teori dualisme dalam konteks penerapan hukum internasional ke dalam hukum nasional.
Konstitusi suatu negara, seperti Konstitusi Burundi tahun 2005, menjadi penting dalam
implementasi hukum internasional di tingkat nasional. Ketentuan-ketentuan terkait Statuta Roma
1998 dalam konstitusi mencerminkan upaya untuk menjaga keterkaitan hukum internasional dan
hukum nasional. Meskipun negara-negara seperti Burundi dan Filipina menarik diri dari Statuta
Roma 1998, tindakan ini tidak secara otomatis menghapus tanggung jawab mereka atas kejahatan
yang mungkin terjadi selama masa keanggotaan di ICC. ICC tetap memiliki yurisdiksi atas kasus-
kasus yang telah dimulai selama masa keanggotaan mereka. Pemahaman atas hubungan antara
hukum internasional dan nasional mempertimbangkan keterlibatan negara dalam kajian hukum
internasional, termasuk kewajiban mereka terhadap organisasi internasional seperti ICC dan
implikasi penarikan diri mereka terhadap tanggung jawab hukum.
Dalam konteks kasus penarikan diri Burundi dan Filipina dari Statuta Roma 1998, penerapan
undang-undang dalam kedua negara tersebut cenderung didasarkan pada Teori Dualisme, di
mana pembentukan hukum nasional setelah ratifikasi perjanjian internasional menjadi dasar bagi
penerapan hukum internasional di tingkat nasional. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa
meskipun negara-negara tersebut menarik diri dari keanggotaan ICC, tanggung jawab mereka
atas keanggotaan tetap menjadi fokus penting dalam perspektif Hukum Internasional.

10
E. Daftar Pustaka

Christmas, S. K., & Roisah, K. (2021). Status Hukum Implementation Legislation Negara Pihak

Terhadap Penarikan Diri Statuta Roma 1998. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 3(2),

267–280. https://doi.org/10.14710/jphi.v3i2.267-280

Earlene Dianz Edelyna (2018), “Analisis Pengunduran Diri Burundi dari International Criminal

Court (ICC) Pada Tahun 2016”.

Prakoso, D. (2019). Keputusan Burundi Keluar dari International Criminal Court Tahun 2016-

2017. Repository.Uinjkt.Ac.Id. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/49342

11

Anda mungkin juga menyukai