Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan memutus perkara
perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sela sebagai berikut dalam perkara gugatan antara: SAHARI binti Mandra Dg Ngalli, Lahir di Makassar, Umur 56 Tahun, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Wiraswasta Bertempat tinggal di Jalan Batua Raya No. 4 RT. 004, RW. 006 Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, dalam hal ini diwakili kuasanya atas nama DRS. H. ABDIMANAF MURSAID, SH. MH, Pekerjaan Advokat/Penasihat Hukum, Berkantor di Jalan Tinumbu No. 358 Kel. Layang, Kec. Bontoala, Kota Makassar berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2023, yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri/ Niaga/ HAM/ PHI Kelas I A Khusus Makassar tanggal 31 Agustus 2023 dalam register Nomor 1154/ Pdt/ 2023/ KB,……………………………..….….sebagai Penggugat; MEDANG BIN TANRA (Medong bin Tanra), Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Tidak ada, Bertempat tinggal di Jalan Batua Raya VII Lorong Buntu No. 7 RT. 003, RW. 006 Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sebagai……..Tergugat; KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR Berkedudukan di Jalan Andi P. Petta Rani No. 8 Kelurahan Tidung, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sebagai……………Turut Tergugat; Pengadilan Negeri tersebut; Setelah membaca berkas perkara; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUK PERKARA Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatan tanggal 21 Agustus 2023 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Makassar pada tanggal 23 Agustus 2023 dalam Register Nomor 311/ Pdt.G/ 2023/ PN Mks, telah mengajukan gugatan sebagai berikut: Bahwa sebelum Penggugat mengemukakan alasan hukum sehingga menggugat Tergugat dan Turut Tergugat, terlebih dahulu Penggugat kemukakan landasan hukum sehingga gugatan ini diajukan di peradilan umum. In casu Pengadilan Negeri Makassar. Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3
Halaman 1 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Tahun 2006 terakhir diubah dengan Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang No. 7 Tahun 1989 pada Pasal 50 menegaskan bahwa dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau hak keperdataan atas obyek hibah, maka khusus mengenai obyek sengketa hak milik atau hak keperdataan tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Peradilan Umum. Bahwa selain itu, pokok persengketaan dalam perkara a quo adalah perbuatan melawan hukum bukan mengenai wanprestasi dalam hubungan dengan hibah atas obyek sengketa dalam perkara a quo. Juga dalam sengketa a quo subyek gugatan bukan hanya penerima hibah namun juga Kantor Pertanahan Kota Makassar; Bahwa Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat dan Turut Tergugat didasarkan pada alasan hukum sebagai berikut: Bahwa almarhum dan almarhumah orang tuan Penggugat yaitu Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dan Buba binti Tanra telah meninggal dunia masing- masing Mandra Dg Nganli bin Mandacingi meninggal dunia di Makassar pada tanggal 12 Maret 1992 dan Buba binti Tanra meninggal dunia di Makassar pada tanggal 27 April 1993. Bahwa kedua orang tua Penggugat tersebut selain meninggalkan Penggugat yaitu Sahari binti Mandra Dg Ngalli, Halang Dg Taco bin Mandra Dg Ngalli dan Sariana binti Mandra Dg Ngalli sebagai ahli waris, juga meninggalkan tanah warisan seluas kurang lebih 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi, Persil No. 35 DII, Kohir No. 1184 CI terletak di Kelurahan Tello Baru, Kecamatan Panakkuang, Kota Makassar. Sekarang terletak di Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota Makassar dengan batas-batas: Dahulu batas-batasnya adalah: Sebelah Utara : Tanah Jaga bin Bakkara Sebelah Timur : Tanah Ambullah Bado Sebelah Selatan : Tanah Abdul Rauh/Baso Sebelah Barat : Jaga bin Bakkara. Sekarang batas-batasnya adalah: Sebelah Utara : Tahan Pak Rahman dan Tanah Hj. Juwita Sebelah Timur : Tanah Hj. Juwita dan Tanah Sudarmin. Sebelah Selatan : Tanah H. Juhadi. Sebelah Barat : Tanah Pondok Hijau dan Tanah Pak Darwis. Selanjutnya disebut tanah obyek sengketa; Bahwa Pada 12 Agustus 1986 almarhumah Buba binti Tanra, menghibahkan sebagian tanah obyek sengketa yaitu seluas 200 (dua ratus) meter persegi pada saudara laki-lakinya yaitu Tergugat sesuai dengan Akta Hibah Nomor 457/ VIII/ 1986 tanggal 12 Agustus 1986 yang dibuat oleh Haji Muhammad Arzad Pejabat
Halaman 2 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Pembuat Akta Tanah di Makassar. (Dalam perkara a quo Haji Muhammad Arzad) Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut telah meninggal dunia dan ahli warisnya tidak digugat karena tidak mempunyai hubungan apapun dalam kedudukan Haji Muhammad Arzad selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tidak ada hubungan dengan tanah obyek sengketa). Dalam rincik tanah obyek sengketa juga dicatat bahwa luas tanah yang dihibahkan pada Tergugat (Medong bin Tanra) adalah seluas 200 (dua ratus) meter persegi, bukan seluas 400 (empat) ratus meter persegi Bahwa semasa hidupnya kedua orang tua Penggugat tidak pernah memberitahukan ataupun menyampaikan pada Penggugat dan ahli waris lainnya bahwa sebagian dari tanah obyek sengketa tersebut telah dihibahkan pada Medang bin Tanra (Medong bin Tanra) sehingga keabsahan hibah atas tanah obyek sengketa tersebut Penggugat ragukan. Apalagi Akta Hibah tersebut cacat hukum karena: 1. Tidak melibatkan suami Buba bin Tanra yaitu Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dalam akta hibah dan tidak pula memberikan persetujuan untuk hibah sebagian tanah obyek sengketa. Padahal tanah obyek sengketa adalah harta bersama (cakkara) dalam perkawinan kedua orang tua Penggugat. 2. Bahwa luas tanah yang dihibahkan adalah 200 (dua ratus) meter persegi namun batas-batas tanah dalam akta hibah mencakup keseluruhan tanah obyek sengketa sehingga merugikan Penggugat dan ahli waris lain dari Buba binti Tanra; 3. Salah seorang saksi dalam akta hibah tersebut yaitu Sulaeman Dg Sikki tidak dapat membaca dan menulis sehingga hanya membubuhkan cap jempol. Padahal untuk dapat menjadi saksi dalam suatu akta yang dibuat oleh pejabat umum, harus bisa membaca dan menulis agar mengetahui perihal akta yang disaksikannya itu; Bahwa selain akta hibah yang cacat hukum baik mengenai ketidakjelasan obyek hibah. In casu yang dihibahkan 200 (dua ratus) meter persegi namun batas- batas obyek hibah mencakup seluruh tanah obyek sengketa. Juga luas tanah yang dihibahkan tidak sesuai dengan maksimal yang bisa dihibahkan yaitu paling luas hanya sepertiga dari tanah obyek sengketa atau hanya seluas kurang lebih 156 (seratus lima puluh enam) meter persegi. Bukan 200 (dua ratus) meter persegi. Hal ini sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam dan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW); Bahwa Penggugat mengetahui bahwa Tergugat telah menerima hibah dari ibu Penggugat kurang lebih 5 (lima) tahun yang lalu atau sekitar tahun 2018 ketika Penggugat bermaksud mengurus untuk penerbitan Pajak Bumi dan Bangunan tanah obyek sengketa dan pada saat itu pula Penggugat mengetahui bahwa
Halaman 3 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Tergugat telah melakukan Pendaftaran Tanah atas keseluruhan tanah obyek sengketa, sehingga terbitlah Sertifikat Hak Milik No. 21521/Keliurahan Batua Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309, Luas tanah 455 meter persegi; Bahwa setelah Penggugat memperhatikan dengan seksama Sertifikat Hak Milik atas tanah obyek sengketa, ternyata Turut Tergugat melakukan kesalahan, kekeliruan atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan hati-hati dan non accountable karena yang dijadikan petunjuk dalam sertifikat hak milik atas nama Penggugat adalah Akta Hibah No. 457/ VIII/ 1986 tanggal 12 Agustus 1986. Padahal dalam akta hibah tersebut jelas luas tanah yang dihibahkan adalah hanya 200 (dua ratus) meter persegi, bukan 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi seperti yang tertulis dalam Sertifikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat; Bahwa perbuatan Tergugat jelas adalah perbuatan melawan hukum karena selain memalsukan akta hibah atau akta hibah cacat hukum juga memberikan keterangan palsu dalam pendaftaran tanah obyek sengketa sehingga terbit sertifikat hak milik atas nama Tergugat atas tanah obyek sengketa seluas 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi; Bahwa demikian pula dengan Turut Tergugat jelas telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menerbitkan sertifikat hak milik atas nama Tergugat. Dalam Sertifikat Hak Milik No. 21521/ Kelurahan Batua, yang dijadikan petunjuk adalah Akta Hibah No. 457/ VIII/ 1986 tanggal 12 Agustus 1986. Dalam Akta Hibah tersebut jelas tertulis tanah yang dihibahkan adalah 200 (dua ratus) meter persegi. Bukan 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi. Namun luas tanah dalam sertifikat hak milik tersebut adalah keseluruhan tanah obyek sengketa yaitu seluas 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi. oleh karena yang dijadikan petunjuk adalah Akta Hibah No. 457/ VIII/ 1958 tanggal 12 Agustus 1986, maka luas tanah dalam sertifikat hak milik tersebut adalah hanya 200 (dua ratus) meter persegi; Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat dan Turut Tergugat jelas merugikan Penggugat, baik kerugian kehilangan hak atas tanah maupun kerugian kehilngan hak menikmati dan memperolah hasil dari tanah obyek sengketa yang jika dikelola dengan menanami tanaman jangka pendek seperti pisang dan singkong, Penggugat memperoleh Penghasilan pertahun sekitar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Oleh karena itu Tergugat dan Turut Tergugat harus membayar secara tanggung renteng atas kerugian yang dialami oleh Penggugat yaitu sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) pertahun mulai tahun 1986 sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas perkara a quo;
Halaman 4 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Bahwa untuk menghindari Tergugat mengalihkan tanah obyek sengketa dan mencegah Turut Tergugat melakukan proses perubahan atas Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua, Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309, mohon pengadilan meletakkan sita jaminan atas tanah obyek sengketa; Bahwa berdasarkan alasan hukum yang dikemukakan di atas, Penggugat memohon pada Ketua Pengadilan Negeri Makassar kiranya berkenan mengadili dan menjatuhkan putusan dengan mengabulkan tuntutan Penggugat sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; 2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilakukan jurusita Pengadilan Negeri Makassar atas tanah obyek sengketa; 3. Menyatakan Tergugat dan Turut Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat; 4. Menyatakan Akta Hibah No. 457/VIII/1986 tanggal 12 Agustus 1986 cacat hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat; 5. Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua, Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309 cacat hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat. Oleh karena itu memerintahkan Turut Tergugat untuk mencoret dari buku tanah yang ada di Kantor Turut Tergugat; 6. Menghukum Tergugat dan Turut Tergugat untuk secara tanggung renteng membayar kerugian pada Penggugat atas tidak dapatnya dinikmati tanah obyek sengketa sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap tahun terhitung sejak tahun 1986 hingga adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum atas perkara a quo; 7. Menghukum Tergugat dan Turut Tergugat untu membayar biaya perkara; Atau mohon menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya. Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, untuk Penggugat hadir Kuasanya, sedangkan Tergugat hadir Kuasa insidentilnya atas nama Wahyuni Kadir tertanggal 25 Oktober 2023, adapun Turut Tergugat hadir Kuasa/ wakilnya atas nama Putu Lingga Prabhawati, S.H., Theresia Faradila, R.N, S.H, Putri Reztu Angreni J, S.H, M.Kn, Miranda, S.H dan Abdul Hafid, S.T. “ kesemuanya Pejabat dan staff pada Kantor Pertanahan Kota Makassar “ beralamat di Jalan Andi Pangerang Pettarani, Nomor 8 Makassar, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 1696/ SKU. 73. 71. MP.02.01/ IX/ 2023, tertanggal 06 Oktober 2023, yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri/ Niaga/ HAM/ PHI Kelas I A Khusus Makassar pada tanggal 08-10-2023; Menimbang, bahwa Pengadilan telah mengupayakan perdamaian diantara para pihak melalui mediasi sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dengan menunjuk Ir. Abdul
Halaman 5 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Rahman Karim, S.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar, sebagai Mediator; Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator tanggal 02 November 2023, upaya perdamaian tersebut tidak berhasil; Menimbang, bahwa telah dibacakan di persidangan surat gugatan Penggugat tersebut, yang isinya dipertahankan oleh Penggugat; Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat, Tergugat telah mengajukan jawabannya, sebagai berikut; DALAM EKSEPSI TENTANG KOMPETENSI ABSOLUT 1. Pembatalan akta Hibah adalah Kompetensi Peradilan Agama. Bahwa baik Tergugat I dan Penggugat, keduanya beragama Islam. Bahwa dalil Penggugat pada halaman 4 paragraf kedua , nomor 1 dan nomor 2, halaman 5 nomor 3, pragraf kedua serta halaman 7 petitum nomor 4 menunjukkan bahwa Penggugat mengulas tentang tidak sahnya sebuah akte hibah sehingga perkara ini merupakan Kompetensi Peradilan agama dan bukan kompetensi Peradilan Umum. Bahwa Pasal 3 jo Pasal 49 Undang Undang nomor 3 tahun 2006 yang telah diubah dengan Undang Undang nomor 50 tahun 2009 tentang peradilan agama sebagai perubahan kedua atas Undang Undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Selain itu dalam kompilasi hukum Islam (KHI) mulai pasal 210 sampai pasal 214 jelas dan terang mengatur tentang hibah. Bahwa selain Undang Undang tentang peradilan agama serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut diatas, dasar hukum lainnya yang menunjukkan pembatalan hibah adalah kewenangan Peradilan Adama adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor; 78 PK/Ag/2013 2. Pembagian warisan kompetensi Peradilan Agama. Bahwa obyek sengketa di dalam tanah warisan yang diperoleh dari Parakkasi, yaitu kakek dari Tergugat I dan juga kakek dari Penggugat. Seharusnya Penggugat mengajukan Gugatan melalui Pengadilan Agama bila ingin membagi kembali tanah warisan Parakkasi. 3. Penentuan sah atau tidaknya keputusan pejabat tata usaha negara adalah kewenangan peradilan tata usaha negara. Petitum Penggugat dalam gugatan aequo yaitu pada nomor 5 menyebutkan bahwa sertifikat hak milik sebagai keputusan pejabat tata usaha negara cacat hukum sehingga “tidak sah” seharusnya menjadi kewenangan hakim pada peradilan tata usaha negara.
DALAM POKOK PERKARA
Halaman 6 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Bahwa Tergugat I menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam gugatannya dalam perkara aequo kecuali yang menguntungkan bagi Tergugat I. Bahwa obyek sengketa aequo, telah dikuasai oleh Tergugat I oleh sejak tahun 1956 sampai saat ini, yang diperoleh Tergugat I dari Bapaknya yaitu Tanra Bin Parakkasi dan Tanra Bin Parakkasi memperoleh tanah tersebut dari Bapaknya yang bernama Parakkasi. Bahwa dalil Penggugat yang menyatakan obyek sengketa aequo diperoleh Tergugat I melalui hibah adalah sangat tidak benar dan merupakan akal-akalan Penggugat untuk menguasai tanah milik Terguagat I secara melawan hukum dengan membodoh-bodohi Tergugat I dengan memberikan akta hibah dan kemudian menggugat lagi Pembatalan Hibah aequo. Bahwa Parakkasi semasa hidupnya memiliki tanah dibeberapa tempat dan sebagian telah dijual oleh Penggugat tanpa sepengetahuan, Ijin oleh Tergugat I sebagai salah satu ahli waris dari Parakkasi dan Tergugat I tidak pernah menerima hasil penjualan tanah tanah milik dari Parakkasi tersebut. Bahwa selain bukti kepemilikan Tergugat I atas obyek sengketa berupa sertifikat, Tergugat I juga telah melakukan pembayaran iuran atau pajak sejak tahun 1980 sampai sekarang, sehingga sangat aneh dan membingungkan apabila tahun 2006 muncul akte hibah kepada Tergugat I seperti dalil Penggugat. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, kami memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulai yang memeriksa Perkara aequo untuk menjatuhkan putusan; DALAM EKSEPSI 1. Menerima Eksespi Tergugat I dan Menjatuhkan Putusan sela 2. Menyatakan Pengadilan Negeri Makassar Tidak berwenang mengadili Perkara ini DALAM POKOK PERKARA 1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya 2. Menyatakan obyek sengketa adalah milik Tergugat I atau Mohon putusan seadil-adilnya Menimbang bahwa terhadap gugatan Penggugat, Turut Tergugat, telah mengajukan Jawabannya sebagai berikut : DALAM EKSEPSI 1. Gugatan Error In Persona Bahwa Turut Tergugat sangat keberatan dengan tindakan Penggugat yang mendudukan Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar sebagai salah satu pihak dalam perkara ini, sebab sangat nyata Turut Tergugat hanyalah merupakan Lembaga Tata Usaha Negara yang tidak memiliki hubungan keperdataan atas tanah yang diklaim Penggugat dalam surat gugatannya,
Halaman 7 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
sehingga berdasar hal tersebut sangat nyata telah terjadi error in persona atas gugatan Penggugat tersebut, oleh karenanya sangat berdasar hukum oleh Majelis Hakim Yang Terhormat untuk mengenyampingkan seluruh dalil- dalil gugatan Penggugat dan atas keseluruhan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Hal mana perihal Gugatan Error in Persona telah tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 639 K/Sip/1975 tanggal 28 Mei 1977 yang menyatakan, ”bila salah satu pihak dalam suatu perkara tidak ada hubungan hukum dengan objek perkara, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima”. 2. Gugatan Penggugat Kabur (Obscuur Libel) Bahwa gugatan Penggugat sangat mengandung ketidakjelasan dimana pada halaman 6 (enam) paragraf 3 (tiga) menyatakan : ”Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat dan Turut Tergugat jelas merugikan Penggugat, baik kerugian kehilangan hak atas tanah maupun kerugian kehilangan hak menikmati dan memperoleh hasil dari tanah ......;” Terhadap dalil tersebut Turut Tergugat sampaikan bahwa terhadap penerbitan objek sengketa telah dilaksanakan sebagaimana ketentuan peraturan perundangan sebagaimana Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang menyebutkan : (1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik b. Pembuktiaan hak dan pembukuannya c. Penerbitan sertipikat d. Penyajian data fisik dan data yuridis e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen Selain itu, terhadap alas hak yang dipergunakan dalam pelaksanaan penerbitan sertipikat sebagaimana Pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa : Pasal 23 Untuk keperluan pendaftaran hak: a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan: 1) penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;
Halaman 8 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
2) Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik; b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelo- laan oleh Pejabat yang berwenang; c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf; d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan; e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan. Pasal 24 (1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Berdasarkan sebagaimana ketentuan tersebut diatas, sangat nyata membuktikan bahwa dalil pada gugatan Penggugat sangatlah mengada-ada dan tidak sesuai dengan fakta hukum sebagaimana yang ada pada warkah penerbitan hak atas objek sengketa, sehingga membuktikan kaburnya gugatan a quo. Hal ini dikarenakan terhadap dokumen-dokumen administrasi dalam penerbitan objek sengketa yang dilampirkan telah bersesuaian pula dengan dokumen administrasi yang dipersyaratkan dalam proses penerbitan hak atas Sertipikat objek sengketa sebagaimana ketentuan peraturan sebagaimana disebutkan diatas. DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa apa yang dikemukakan dalam eksepsi tersebut diatas mohon dianggap satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pokok perkara ini; 2. Bahwa Turut Tergugat sangat menolak dan/atau membantah segala dalil-dalil gugatan Penggugat kecuali terhadap hal-hal yang secara tegas diakui oleh Penggugat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan hukum Turut Tergugat; 3. Bahwa atas segala hal yang yang didalilkan Penggugat dalam gugatannya terkait dengan Turut Tergugat, sebagaimana telah disampaikan dan diuraikan pada bagian eksepsi diatas maka terhadap dalil-dalil Pengugat yang tidak ada relevansi hukumnya dengan Turut Tergugat, berdasar hukum oleh Majelis Hakim Yang Terhormat menyatakan menolak seluruh dalil Penggugat Turut Tergugat.
Halaman 9 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Bahwa berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dengan ini kami memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhomat agar berkenan untuk memutus perkara ini dengan amar sebagai berikut: Dalam Eksepsi: - Menerima eksepsi Turut Tergugat; - Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankeljke Verlaard); Dalam Pokok Perkara: - Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; - Menghukum Penggugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini; Jika Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon kiranya memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Menimbang, bahwa terhadap jawaban dari Tergugat maupun Turut Tergugat, Penggugat telah mengajukan repliknya tertanggal 23 November 2023, sedangkan Tergugat, Turut Tergugat mengajukan dupliknya masing-masing tertanggal 30 November 2023; Menimbang, bahwa setelah mencermati jawaban dari Tergugat yang telah mengajukan keberatan/ eksepsi tentang kewenangan absolut, sehingga Majelis Hakim akan mempertimbangkan eksepsi kewenangan absolut tersebut terlebih dahulu sebelum putusan akhir; Menimbang, bahwa selanjutnya segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan perkara ini, yang untuk ringkasnya putusan ini dianggap telah termuat dan menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dengan putusan ini; Menimbang, bahwa akhirnya para pihak menyatakan tidak ada hal-hal yang diajukan lagi dan mohon putusan; TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat yang pada pokoknya adalah mengenai perbuatan melawan hukum; Menimbang, bahwa oleh karena terhadap gugatan Penggugat tersebut, baik Tergugat dalam jawabannya telah mengajukan keberatan/ eksepsi tentang kewenangan absolut sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 162 R.Bg, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan eksepsi kewenangan absolut tersebut terlebih dahulu sebelum putusan akhir; Menimbang bahwa Tergugat, mendalilkan bahwa Gugatan Penggugat Seharusnya Diajukan Ke Pengadilan Agama Bukan Pengadilan Negeri, dengan alasan sebagai berikut:
Halaman 10 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
1. Pembatalan Akta Hibah adalah Kompetensi Peradilan Agama. Bahwa baik Tergugat I dan Penggugat, keduanya beragama Islam. Bahwa dalil Penggugat pada halaman 4 paragraf kedua, nomor 1 dan nomor 2, halaman 5 nomor 3, pragraf kedua serta halaman 7 petitum nomor 4 menunjukkan bahwa Penggugat mengulas tentang tidak sahnya sebuah akte hibah sehingga perkara ini merupakan Kompetensi Peradilan agama dan bukan kompetensi Peradilan Umum. Bahwa Pasal 3 jo Pasal 49 Undang Undang nomor 3 tahun 2006 yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang peradilan agama sebagai perubahan kedua atas Undang Undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Selain itu dalam kompilasi hukum Islam (KHI) mulai pasal 210 sampai pasal 214 jelas dan terang mengatur tentang hibah. Bahwa selain Undang Undang tentang peradilan agama serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut diatas, dasar hukum lainnya yang menunjukkan pembatalan hibah adalah kewenangan Peradilan Agama adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor; 78 PK/Ag/2013 2. Pembagian warisan kompetensi Peradilan Agama. Bahwa obyek sengketa di dalam tanah warisan yang diperoleh dari Parakkasi, yaitu kakek dari Tergugat I dan juga kakek dari Penggugat. Seharusnya Penggugat mengajukan Gugatan melalui Pengadilan Agama bila ingin membagi kembali tanah warisan Parakkasi. 3. Penentuan sah atau tidaknya keputusan pejabat tata usaha negara adalah kewenangan peradilan tata usaha negara. Petitum Penggugat dalam gugatan aequo yaitu pada nomor 5 menyebutkan bahwa sertifikat hak milik sebagai keputusan pejabat tata usaha negara cacat hukum sehingga “tidak sah” seharusnya menjadi kewenangan hakim pada peradilan tata usaha negara. Menimbang, bahwa Penggugat terhadap tangkisan/ eksepsi tentang kewenangan absolut dari Tergugat, Penggugat menanggapi dalam repliknya sebagai berikut: 1. Bahwa Penggugat menyatakan tetap pada gugatan semula dan menolak eksepi Tergugat I seluruhnya serta menolak hal-hal lain yang tidak sesuai dengan gugatan dan tidak menguntungkan Penggugat; 2. Bahwa tidak benar gugatan a quo adalah kompetensi pengadilan agama. Penggugat telah memberikan penjelasan disertai dengan landasan hukumnya sehingga gugatan Penggugat diajukan di Pengadilan Negeri Makassar. Hal ini sesuai dengan Pasal 50 Undang-undang Peradilan Agama, guguatan a quo mutlak menjadi wewenang peradilan umum karena pokok persengketaan dalam perkara a quo adalah mengenai hak milik atas obyek hibah yang harus diputus terlebih dahulu oleh peradilan umum.
Halaman 11 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
3. Bahwa eksepsi poin 2 Tergugat I telah mengenai pokok perkara karena harus memerlukan pembuktian apakah tanah obyek gugatan adalah warisan kakek Penggugat atau bukan, itu harus melalui proses pembuktian. Lagi pula jika tanah objek gugatan adalah tanah kakek Tergugat I seperti eksepsi Tergugat I, mestinya bukan dihibahkan melainkan dibagi waris. Menimbang, bahwa setelah mencermati dalil-dalil gugatan Penggugat beserta dalil eksepsi Tergugat dihubungkan dengan replik Penggugat yang berkaitan dengan keberatan tentang kewenangan mengadili /kompetensi absolut, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagaimana terurai dibawah ini; Menimbang bahwa Penggugat terhadap keberatan tentang kewenangan absolut dari Tergugat tersebut, Penggugat dalam repliknya pada pokoknya membantah dalil-dalil tersebut dengan alasan bahwa tidak benar gugatan aquo adalah kompetensi pengadilan agama, karena Penggugat telah memberikan penjelasan disertai dengan landasan hukumnya pasal 50 Undang-undang Peradilan Agama, gugatan aquo mutlak menjadi wewenang peradilan umum karena pokok persengketaan dalam perkara aquo adalah mengenai hak milik atas obyek hibah yang harus diputus terlebih dahulu oleh peradilan umum. Bahwa eksepsi poin 2 Tergugat I telah mengenai pokok perkara karena harus memerlukan pembuktian apakah tanah obyek gugatan adalah warisan kakek Penggugat atau bukan, itu harus melalui proses pembuktian. Lagi pula jika tanah objek gugatan adalah tanah kakek Tergugat I seperti eksepsi Tergugat I, mestinya bukan dihibahkan melainkan dibagi waris. Menimbang bahwa terhadap eksepsi Tergugat dan Replik Penggugat dihubungkan dengan gugatan Penggugat, Majelis Hakim setelah mencermati dalil gugatan Penggugat serta eksepsi tentang kewenangan absolut tersebut, memberikan pertimbangan sebagai berikut: - Bahwa Penggugat dalam gugatannya didasarkan pada alasan hukum sebagai berikut: 1. Bahwa orang tua Penggugat yaitu alm. Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dan alm. Buba binti Tanra telah meninggal dunia masing-masing Mandra Dg Nganli bin Mandacingi meninggal dunia di Makassar pada tanggal 12 Maret 1992 dan Buba binti Tanra meninggal dunia di Makassar pada tanggal 27 April 1993; Bahwa kedua orang tua Penggugat tersebut selain meninggalkan anak yaitu Sahari binti Mandra Dg Ngalli, Halang Dg Taco bin Mandra Dg Ngalli dan Sariana binti Mandra Dg Ngalli sebagai ahli waris, juga meninggalkan tanah warisan seluas kurang lebih 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi, Persil No. 35 DII, Kohir No. 1184 CI terletak di Kelurahan Tello Baru, Kecamatan Panakkuang, Kota Makassar. Sekarang terletak di Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota
Halaman 12 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Makassar dengan batas-batas, sebagaimana dalam gugatan Penggugat; Bahwa Pada 12 Agustus 1986 almarhumah Buba binti Tanra, menghibahkan sebagian tanah obyek sengketa yaitu seluas 200 (dua ratus) meter persegi pada saudara laki-lakinya yaitu Tergugat sesuai dengan Akta Hibah Nomor 457/ VIII/ 1986 tanggal 12 Agustus 1986 yang dibuat oleh Haji Muhammad Arzad Pejabat Pembuat Akta Tanah di Makassar. Dalam rincik tanah obyek sengketa juga dicatat bahwa luas tanah yang dihibahkan pada Tergugat (Medong bin Tanra) adalah seluas 200 (dua ratus) meter persegi, bukan seluas 400 (empat) ratus meter persegi. Bahwa semasa hidupnya kedua orang tua Penggugat tidak pernah memberitahukan ataupun menyampaikan pada Penggugat dan ahli waris lainnya bahwa sebagian dari tanah obyek sengketa tersebut telah dihibahkan pada Medang bin Tanra (Medong bin Tanra) sehingga keabsahan hibah atas tanah obyek sengketa tersebut Penggugat ragukan. Apalagi Akta Hibah tersebut cacat hukum karena: 1. Tidak melibatkan suami Buba bin Tanra yaitu Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dalam akta hibah dan tidak pula memberikan persetujuan untuk hibah sebagian tanah obyek sengketa, Padahal tanah obyek sengketa adalah harta bersama (cakkara) dalam perkawinan kedua orang tua Penggugat. 2. Bahwa luas tanah yang dihibahkan adalah 200 (dua ratus) meter persegi namun batas-batas tanah dalam akta hibah mencakup keseluruhan tanah obyek sengketa sehingga merugikan Penggugat dan ahli waris lain dari Buba binti Tanra; 3. Salah seorang saksi dalam akta hibah tersebut yaitu Sulaeman Dg Sikki tidak dapat membaca dan menulis sehingga hanya membubuhkan cap jempol. Padahal untuk dapat menjadi saksi dalam suatu akta yang dibuat oleh pejabat umum, harus bisa membaca dan menulis agar mengetahui perihal akta yang disaksikannya itu; 4. Bahwa selain akta hibah yang cacat hukum baik mengenai ketidakjelasan obyek hibah. In casu yang dihibahkan 200 (dua ratus) meter persegi namun batas-batas obyek hibah mencakup seluruh tanah obyek sengketa. Juga luas tanah yang dihibahkan tidak sesuai dengan maksimal yang bisa dihibahkan yaitu paling luas hanya sepertiga dari tanah obyek sengketa atau hanya seluas kurang lebih 156 (seratus lima puluh enam) meter persegi. Bukan 200 (dua ratus) meter persegi. Hal ini sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam dan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW); 5. Bahwa Penggugat mengetahui bahwa Tergugat telah menerima hibah dari ibu Penggugat kurang lebih 5 (lima) tahun yang lalu atau sekitar tahun 2018 ketika Penggugat bermaksud mengurus untuk penerbitan Pajak Bumi dan Bangunan tanah
Halaman 13 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
obyek sengketa dan pada saat itu pula Penggugat mengetahui bahwa Tergugat telah melakukan Pendaftaran Tanah atas keseluruhan tanah obyek sengketa sehingga terbitlah Sertifikat Hak Milik No. 21521/ Kelurahan Batua Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309, Luas tanah 455 meter persegi; 2. Bahwa setelah Penggugat memperhatikan dengan seksama Sertifikat Hak Milik atas tanah obyek sengketa, ternyata Turut Tergugat melakukan kesalahan, kekeliruan atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan hati-hati dan non accountable karena yang dijadikan petunjuk dalam sertifikat hak milik atas nama Penggugat adalah Akta Hibah No.457/VIII/1986 tanggal 12 Agustus 1986. Padahal dalam akta hibah tersebut jelas luas tanah yang dihibahkan adalah hanya 200 (dua ratus) meter persegi, bukan 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi seperti yang tertulis dalam Sertifikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat; Bahwa perbuatan Tergugat jelas adalah perbuatan melawan hukum karena selain memalsukan akta hibah atau akta hibah cacat hukum juga memberikan keterangan palsu dalam pendaftaran tanah obyek sengketa sehingga terbit sertifikat hak milik atas nama Tergugat atas tanah obyek sengketa seluas 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi; Bahwa demikian pula dengan Turut Tergugat jelas telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menerbitkan sertifikat hak milik atas nama Tergugat. Dalam Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua, yang dijadikan petunjuk adalah Akta Hibah No. 457/VIII/1986 tanggal 12 Agustus 1986. Dalam Akta Hibah tersebut jelas tertulis tanah yang dihibahkan adalah 200 (dua ratus) meter persegi. Bukan 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi. Namun luas tanah dalam sertifikat hak milik tersebut adalah keseluruhan tanah obyek sengketa yaitu seluas 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi. oleh karena yang dijadikan petunjuk adalah Akta Hibah No. 457/VIII/1958 tanggal 12 Agustus 1986, maka luas tanah dalam sertifikat hak milik tersebut adalah hanya 200 (dua ratus) meter persegi; 3. Bahwa dengan demikian pokok gugatan Penggugat adalah berkaitan dengan: - Keabsahan proses hibah tanah obyek sengketa dari Medang bin Tanra (Medong bin Tanra) kepada Tergugat sesuai Akta Hibah Nomor 457/ VIII/ 1986 tanggal 12 Agustus 1986 yang dibuat oleh Haji Muhammad Arzad Pejabat Pembuat Akta Tanah di Makassar, sehingga Penggugat berpendapat bahwa Akta Hibah tersebut cacat hukum, dimana sesuai petitum gugatan Penggugat pada poin 4 yakni Menyatakan Akta Hibah
Halaman 14 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
No. 457/VIII/1986 tanggal 12 Agustus 1986 cacat hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat; - Penggugat juga mempersoalkan keabsahan terbitnya Sertifikat Hak Milik No. 21521/ Kelurahan Batua Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309, Luas tanah 455 meter persegi, dimana menurut Penggugat Turut Tergugat melakukan kesalahan, kekeliruan atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan hati-hati dan non accountable karena yang dijadikan petunjuk dalam sertifikat hak milik atas nama Penggugat adalah Akta Hibah No.457/VIII/1986 tanggal 12 Agustus 1986 luas tanah yang dihibahkan adalah hanya 200 (dua ratus) meter persegi, bukan 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi seperti yang tertulis dalam Sertifikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat, dimana sesuai petitum gugatan Penggugat pada poin 5 yakni Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua, Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309 cacat hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat. Oleh karena itu memerintahkan Turut Tergugat untuk mencoret dari buku tanah yang ada di Kantor Turut Tergugat; - Bahwa oleh karena obyek gugatan Penggugat tersebut adalah sebidang tanah yang didalilkan Penggugat adalah harta peninggalan dari alm. Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dan alm. Buba binti Tanra yang adalah orangtua dari Sahari binti Mandra Dg Ngalli (Penggugat), Halang Dg Taco bin Mandra Dg Ngalli dan Sariana binti Mandra Dg Ngalli, yang artinya tanah obyek sengketa tersebut merupakan harta peninggalan/ warisan dari alm. Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dan alm. Buba binti Tanra, dimana Penggugat dan dua saudaranya adalah ahli warisnya; - Bahwa Penggugat dan Tergugat sesuai dengan Surat Kuasa Khusus Penggugat tertanggal 18 Agustus 2023 maupun dalam Surat Kuasa Insidentil Tergugat Nomor 16/SII/X/2023 tertanggal 25 Oktober 2023 bahwa baik Penggugat maupun Tergugat adalah beragama Islam; Menimbang bahwa berkaitan dengan eksepsi dari Tergugat tentang kewenangan absolut, sesuai ketentuan Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 2 menyatakan bahwa Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi serta dalam Pasal 3 (1) (2) (1) (2) (3) Semua peradilan di seluruh
Halaman 15 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang; Menimbang bahwa berkaitan dengan alasan keberatan Tergugat bahwa perkara ini merupakan kewenangan Paradilan Agama, bila dihubungkan dengan ketentuan Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No. 3 Tahun 2006 terakhir diubah dengan Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama diketahui hal-hal sebagaimana diatur dalam pasal 2 bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, kemudian dalam pasal 49 mengatur bahwa “ Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah. Pasal 49 (1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah. (2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah halhal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. (3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. Menimbang bahwa tentang kewenangan Peradilan Agama tersebut dalam ketentuan pasal 50 ayat (1) Undang-undang tersebut diatur pula bahwa “Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum” artinya bila dalam perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama tersebut terdapat sengketa hak maka akan diselesaikan terlebih dahulu di Peradilan Umum, namun dalam ketentuan ayat (2) pasal 50 tersebut menegaskan lebih khusus bahwa “ Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49”, yang artinya jika subyek hukumnya (para pihaknya) adalah orang-orang
Halaman 16 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
yang beragama Islam, maka perkara tersebut merupakan kewenangan dari pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, menurut Majelis Hakim oleh karena pokok perkara antara para pihak ini berkaitan dengan hibah atas sebidang tanah peninggalan orang tua Penggugat dan Tergugat yakni alm. Mandra Dg Ngalli bin Mandacingi dan alm. Buba binti Tanra (harta warisan), maka sesuai dengan ketentuan Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No. 3 Tahun 2006 terakhir diubah dengan Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 49 dan pasal 50 ayat (2) seharusnya gugatan Penggugat diajukan ke Pengadilan Agama Makassar yang lebih berwenang, bukan ke Pengadilan Negeri Makassar, oleh karenanya Pengadilan Negeri Makassar haruslah dinyatakan tidak berwenang mengadili perkara ini; Menimbang bahwa adapun dalil eksepsi Tergugat tentang kewenangan absolut bahwa Penentuan sah atau tidaknya keputusan pejabat tata usaha negara adalah kewenangan peradilan tata usaha negara. Petitum Penggugat dalam gugatan aequo yaitu pada nomor 5 menyebutkan bahwa sertifikat hak milik sebagai keputusan pejabat tata usaha negara cacat hukum sehingga “tidak sah” seharusnya menjadi kewenangan hakim pada peradilan tata usaha Negara, dimana Majelis Hakim setelah mencermati gugatan Penggugat yang juga mempersoalkan keabsahan terbitnya Sertifikat Hak Milik No. 21521/ Kelurahan Batua Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309, Luas tanah 455 meter persegi, dimana menurut Penggugat Turut Tergugat melakukan kesalahan, kekeliruan atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan hati-hati dan non accountable karena yang dijadikan petunjuk dalam sertifikat hak milik atas nama Penggugat adalah Akta Hibah No.457/VIII/1986 tanggal 12 Agustus 1986 luas tanah yang dihibahkan adalah hanya 200 (dua ratus) meter persegi, bukan 455 (empat ratus lima puluh lima) meter persegi seperti yang tertulis dalam Sertifikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat, dimana sesuai petitum gugatan Penggugat pada poin 5 yakni Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua, Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309 cacat hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat. Oleh karena itu memerintahkan Turut Tergugat untuk mencoret dari buku tanah yang ada di Kantor Turut Tergugat;. Menimbang bahwa Majelis Hakim setelah mencermati dalil gugatan Penggugat tentang keabsahan sertifikat tersebut berserta petitum gugatan Penggugat berkaitan dengan positanya tersebut diatas, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 50 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-
Halaman 17 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pada ayat (3) menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata; Menimbang bahwa oleh karena Penggugat mempersoalkan juga keabsahan tindakan Turut Tergugat yang menerbitkan sertifikat atas nama Tergugat dan meminta agar Pengadilan Negeri Makassar “ Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua, Surat Ukur tanggal 11 Oktober 2006 No. 01309 cacat hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat, oleh karena itu memerintahkan Turut Tergugat untuk mencoret dari buku tanah yang ada di Kantor Turut Tergugat”, dimana tindakan Turut Tergugat/ Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar menerbitkan Sertifikat Hak Milik No. 21521/Kelurahan Batua adalah merupakan keputusan/ produk pejabat tata usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menurut Penggugat menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat, maka menurut Majelis Hakim Perkara ini adalah juga merupakan kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara bukan kewenangan dari peradilan umum yakni Pengadilan Negeri Makassar ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka Pengadilan Negeri Makassar haruslah dinyatakan tidak berwenang mengadili perkara ini, oleh karenanya eksepsi dari Tergugat tentang kewenangan absolut haruslah dikabulkan; Menimbang, bahwa oleh Pengadilan Negeri Makassar dinyatakan tidak berwenang mengadili perkara ini, maka Penggugat haruslah dihukum membayar biaya perkara; Memperhatikan Pasal 162 RBg, Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No. 3 Tahun 2006 terakhir diubah dengan Undang-undang No. 50 Tahun 2009
Halaman 18 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks
tentang Perubahan Kedua Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;
MENGADILI:
- Mengabulkan eksepsi Tergugat;
- Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Makassar tidak berwenang mengadili
perkara perdata No. 311/ Pdt.G/ 2023/ PN Mks;
- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 279.
000,- (Dua ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah);
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Makassar, pada hari Selasa, tanggal 12 Desember 2023, oleh kami, Djainuddin Karanggusi, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua, R. Mohammad Fadjarisman, S.H, M.H. dan Herianto, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota,, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 311/ Pdt.G/ 2023/ PN Mks tanggal 19 September 2022, putusan tersebut pada hari Kamis, tanggal 14 Desember 2023 diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota tersebut, Besse Marwiyawati, S.H., Panitera Pengganti dan dihadiri oleh para Pihak secara online, selanjutnya disampaikan kepada para pihak melalui system informasi penelusuran perkara Pengadilan Negeri Makassar;
Hakim Anggota, Hakim Ketua,
R. Mohammad Fadjarisman, S.H.,M.H. Djainuddin Karanggusi, S.H., M.H.
Herianto, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
Besse Marwiyawati, S.H.
Halaman 19 dari 20 Putusan Sela Perdata Gugatan Nomor 311/Pdt.G/2023/PN Mks