PAHAMAN TERHADAP BK
Kelompok 2
Anggota Kelompok :
Dosen Pengampu
Dr. Netrawati, S.Pd., M.Pd.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1
BAB II PEMBAHASAN
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu
“bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diambil dari kata
“counseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan
kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral
(Tohirin, 2011: 15).
1. Pengertian bimbingan
1) Pengertian Bimbingan Secara Estimologi
2
membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri (Tohirin, 2011:
17).
2. Pengertian Konseling
1) Pengertian Konseling Secara Etimologi
Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “counseling” di dalam
kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu
nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan(to
take counsel). Berdasarkan arti di atas, konseling secara etimologis berarti
pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran
(Tohirin, 2011: 21-22).
3
2) Pengertian Konseling Secara Terminologi
a) Mortensen (1964) menyatakan bahwa konseling merupakan proses
hubungan antarpribadi d mana orang yang satu membantu yang lainnya
untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya
(Tohirin, 2011: 22).
b) James Adam mengemukakan bahwa konseling adalah suatu pertalian
timbal balik antara dua orang individu di mana seorang Counselor
membantu Counsele supaya ia lebih baik memahami dirinya dalam
hubungan dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan
waktu yang akan datang. (kutipan Djumhur dan M. Surya (1975) .
c) Rogers (1982) mengemukakan bahwa konseling adalah serangkaian
kegiatan hubungan langsung antar individu, dengan tujuan memberika
bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
d) Mortensen dan Schmuller dalam bukunya berjudul Guidance in today’s
school (1964) mengemukakan konseling adalah suatu proses hubungan
seseorang dengan seseorang di mana yang seseorang di bantu oleh yang
lainnya untuk meningkatan pengertian dan kemampuan dalam menghadapi
masalahnya.
e) Wren dalam bukunya yang berjudul student person al work in college,
berpendapat bahwa konseling adalah pertalian pribadi yang dinamis antara
dua orang yang berusaha memecahkan masalah dengan
mempertimbangkan bersama sama, sehingga akhirnya orang yang lebih
muda atau orang yang mempunyai kesulitan yang lebih banyak di antara
keduanya di bantu oleh orang lain untuk memecahkan masalahnya
berdasarkan penentuan diri sendiri.
f) Williamson dan Foley dalam bukunya Counseling and Dicipline
mengemukakan bahwa konseling adalah suatu situasi pertemuan
langsung di mana yang seorang terlibat dalam situasi itu karena latihan dan
keterampilan yang dimilikinya atau karena mendapat kepercayaan dari
yang lain, berusaha menolong yang kedua dalam menghadapi,
menjelaskan, memecahkan, dan menanggulangi masalah penyesuaian diri.
g) Sedangkan menurut American Personnel and Guidance Association
(APGA) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan antara seorang
yang terlatih secara profesional dan individu yang memerlukan bantuan
4
yang berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan
keputusan (Tohirin, 2011: 23).
5
2. TUJUAN BIMBINGAN DAN KONSELING
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi ataupun dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dari dua versi rumusan tujuan bimbingan tersebut di atas, tampak ada
yang sama dan ada yang berbeda. Aspek yang berbeda di antara dua sumber
tersebut bisa saling melengkapi sebagai rumusan tujuan, sehingga bisa lebih
lengkap. Di dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas, 2008) juga dijelaskan bahwa
bimbingan dan konseling secara khusus bertujuan untuk membantu konseli agar
dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial,
belajar (akademik) dan karier. Capaian tugas perkembangan, secara standar
dirumuskan dalam bentuk Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik
(SKKPD) yang dirumuskan mulai dari Satuan Pendidikan SD, SLTP, SLTA
hingga PT. Aspek perkembangan yang dirumuskan meliputi: (1) Landasan
Hidup Religius; (2) Landasan Perilaku Etis; (3) Kematangan Emosi; (4)
Kematangan Intelektual; (5) Kesadaran Tanggungjawab Sosial; (6) Kesadaran
Gender; (7) Pengembangan Pribadi; (8) Perilaku Kewirausahaan (Kemandirian
Perilaku Ekonomi); (9) 7 Wawasan dan Kesiapan Karier; (10) Kematngan
Hubungan dengan Teman Sebaya; (11) Kesiapan Diri untuk Menikah dan
Berkeluarga (khusus untuk SLTA dan PT).
7
3. FUNGSI PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Fungsi layanan BK pada jalur pendidikan formal, telah dirumuskan secara
rinci dalam rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur pendidikan formal
(Depdikbud 2008), maupun dalam permendikbud nomor 111 tahun 2014. Fungsi
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal yang juga bisa
diimplementasikan pada jenis pendidikan ataupun satuan pendidikan dalam jalur
formal, yaitu sebagai berikut.
1) Pemahaman, yaitu membantu konseli agarmemiliki pemahaman yang lebih
baik terhadap diri dan lingkungannya, baik pada aspek pendidikan, pekerjaan/
karier, budaya, dan norma agama.
8
fikir yang rasional dan memiliki perasaan yang tepat, sehingga konseli
berkehendak merencanakan dan melaksanakan tindakan yang produktif dan
normatif.
9
4. KESALAHPAHAMAN TERHADAP PELAYANAN BK
1) Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari
pendidikan. Anggapan ini menyatakan bahwa bimbingan konseling memang
tidak digabungkan sama sekali dengan pendidikan atau memang betul terpisah
dari pendidikan karena dilaksanakan oleh orang yang ahli. Jawaban untuk
kesalahfahaman ini sebenarnya sudah ada dimana sekolah hendaknya memang
memasukkan unsur bimbingan konseling dalam pembelajarannya. Sehingga
BK yang memang dasarnya sebagai pendidikan bisa menampakkan
eksistensinya. Dan BK juga bukan hal mewah yang pelaksanaannya sangat
susah dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. Padahal guru BK yang
paling diutamakan adalah keterampilan dan keahliannya dalam memandu BK
di sekolah tersebut.
5) Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk peserta didik tertentu saja.
Bimbingan konseling ditujukan pada siswa yang bermasalah saja. Jikapun ada
10
pada penggolongan maka itu hanya kepada penggolongan masalah saja, bukan
atas dasar kondisi pribadi klien. Semua siswa berhak mendapatkan kesempatan
yang sama untuk mendapatkan bimbingan konseling.
8) Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif, sesuai dengan azaz kegiatan
disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan
konseling, pihak lainpun terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat
dalam proses tersebut. Pada dasarnya bimbingan konseling adalah usaha
bersama yang beban kegiatannya tidak semata=mata ditimpakan hanya kepada
konselor saja.
10) Pelayanan bimbingan konseling berpusat pada keluhan pertama saja. Pada
umumnya memang diawali dengan melihat gejala-gejala keluhan awal yang
disampaikan klien. Dan ternyata apabila maalah tersebut lebih didalami maka
11
ini akan lebih luas lagi masalah yang sebenarnya dialami klien. Guru BK
hendaknya tidak tertuju pada masalah pertama yang disampaikan klien saja.
Hendaknya keluhan itu didalami dan akan nampaklah seperti apa masalahnya
(Mia & Sulastri, 2023)
12
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari satu segi dapat kita lihat bahwa Bimbingan dan Konseling memiliki
arti yang sama yaitu proses pemberian bantuan terhadap seseorang, atau
sekelompok orang. Dari segi lain konseling mrupakan alat dalam pemeberian
bimbingan, konseling juga merupakan alat paling ampuh dalam keseluruhan
program bimbingan atau dengan kata lain konseling merupakan titik sentral dari
kesuluruhan kegiatan bimbingan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Mia, Y. G., & Sulastri, S. (2023). Analisis Kompetensi Profesional Guru. Journal of
Practice Learning and Educational Development, 3(1), 49–55.
Syamsu, Yusuf dan Ahmad Juntika. ( 2005). Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung : Rosdakarya
Yenti Arsini, Nazwa Fatalisa, Hikmatul Fadhilah Nasution, Lilis Syahriani. (2023).
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) 5 (5), 102-106.
14
HALAMAN KONTRIBUSI
15