Anda di halaman 1dari 126

1

DERET FOURIER

1. Pendahuluan

1.1 Deskripsi

Deret Fourier merupakan deret dalam bentuk sinus dan cosinus yang digunakan
untuk menggambarkan suatu fungsi periodik, seperti analisis spektrum
gelombang suara yang merupakan sutau gelombang kompleks karena terdiri dari
frekuensi dan amplitudo yang bermacam-macam. Dengan menggunakan deret
Fourier ini, gelombang-gelombang tersebut dapat diuraikan menjadi suatu deret
yang terdiri dari gelombang sinus murni. Dalam bab ini dibahas bagaimana cara
memperoleh dan menggunakan deret Fourier itu. Untuk memperoleh topik ini,
diharapkan mahasiswa memahami topik “Deret & Integral pada Fisika
Matematika I dan Kalkulus Dasar”.

1.2 Relevansi

Deret Fourier merupakan dasar untuk mempelajari pokok bahasan analisis Fourier
yang berisikan materi integral Fourier dan transformasi Fourier.

1.3 Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa dapat :


1.Menghitung nilai rata-rata sebuah fungsi
2.Menentukan koefisien Deret Fourier
3.Menuliskan bentuk kompleks deret Fourier
4.Menuliskan fungsi genap dan fungsi ganjil
5.Menggunakan teorema Parseval
6.Menyelesaikan soal-soal mengenai deret Fourier

2. Penyajian

2.1 Nilai Rata-rata Suatu Fungsi

1
Dalam banyak persoalan Fisika, deret Fourier yang suku-sukunya sinus dan
cosinus, lebih banyak digunakan dari pada deret pangkat. Sebelum memperoleh
dan menggunakan deret Fourier, perlu dipelajari lebih dahulu nilai rata-rata
sebuah fungsi.
Rata-rata dari suatu himpunan bilangan adalah jumlah bilangan-bilangan tadi
dibagi dengan banyaknya (cacah) anggota bilangan tersebut. Selanjutnya
bagaimana mencari rata-rata sebuah fungsi dalam suatu interval? Untuk itu
perhatikan gambar berikut :
y

y = f (x)

x1 x2 x3 xn
=0 =b X

Gambar 1.2 Fungsi f (x) dalam interval (a , b)

Rata-rata f(x) antara a dan b adalah

x1 x2 xn
f( )+f( ) + ……. f ( )

(2.1.1)
n
x1 x2
Jika n bertambah besar, pendekatan ini akan semakin baik, misalnya ,

∆x
, ……… terpisah sejauh .

∆x
Jika pembilang dan penyebut ( 1.2 ) dikali dengan , maka rata-rata f ( x )

pada ( a, b ) :

[ f ( x 1 ) + f ( x 2 ) +… .+ f ( xn ) ] ∆ x (2.1.2)

n ∆x

2
n ∆x = b – a . Jika n ∞ dan ∆ x 0, maka ( 1.2 ) dapat di tulis :
b

∫ f ( x ) dx
Rata-rata f(x) pada (a,b) = a
b−a

(2.1.3)

Dalam praktek sering di jumpai rata-rata sebuah fungsi sama dengan nol.
Contohnya, rata-rata sin x pada sejumlah periode(satu periode, dua periode dan
seterusnya) adalah nol (gambar 1.3).

Sin x cos x

x x

Gambar 1.3 Grafik fungsi sinus dan cosinus

Perhatikan gambar berikut ini

Sin2 Cos2
x x

x x
0 π π
2 2
3
0

Gambar 1.4 Grafik fungsi sin2 x dan cos2 x

Dengan memperhatikan gambar di atas dapat di pahami bahwa luas bidang di


bawah kurva sin2 x dan cos2 x untuk sembarang perempat periode, misalnya dari 0

ke π /2 ,dari π /2 ke π seterusnya adalah sama artinya,

π π

∫ sin 2
x dx = ∫ cos 2
x dx
−π −π

(2.1.4)

Demikian juga untuk n bulat ≠ 0,

π π

∫ sin 2
nx dx = ∫ cos 2
nx dx
−π −π

(2.1.5)

Tetapi karena sin2 nx + cos2 nx = 1, maka dengan menggunakan pers (2.1.5)


diperoleh

sin
π
¿
π 2
nx + cos2 nx) dx = ∫ dx = 2 π
∫¿ −π
−π

(2.1.6)

4
π π

∫ sin 2
x dx = ∫ cos 2
x dx = π
−π −π

(2.1.7)

Dengan menggunakan (2.1.3) tampak bahwa :

Nilai rata-rata (di luar periode) dari = nilai rata-rata (di luar periode) dari

π π
1 1 π 1
2
Cos nx = 2π ∫ sin 2
nx dx = = 2π ∫ cos 2
nx dx = 2π = 2
−π −π

(2.1.8)

Soal

π π
2 2

1. a. Buktikan bahwa ∫ sin 2


x dx = ∫ cos 2
x dx dengan menggunakan
0 0

1
π −t
variabel x 2 ,pada salah satu dari kedua intergal.

b. Menggunakan metode yang sama untuk membuktikan bahwa rata-rata dari

sin2 ( nπxl ) dan cos2 ( nπxl ) adalah sama dalam satu periode.

2. Carilah harga rata-rata fungsi-fungsi berikut, pada interval yang di sebutkan


a) sin x + 2 sin 2x + 3 sin 3 x, pada (0,2 π )
b) 1-ex , pada (0,1)
π
()
c) cos2 2 , pada (0, π2 )
d) sin x, pada (0, π )

5
3. Dengan menggunakan persamaan (2.1.3) dan yang sejenis dengan persamaan
(2.1.5), (2.1.6) dan (2.1.7), buktikan bahwa

b b
1
∫ sin 2
kx dx=∫ cos 2 kx dx= (b−a)
2
a a

Jika k (b-a) kelipatan dari π

4. Gunakan hasil pada nomor 3 untuk mencari integral berikut tanpa perhitungan

4 π /3

a. ∫ sin 2
aq
[ ] 3x
2
dx

3 π /2

b. ∫
– π/2
cos2 []
x
2
dx

5. Tunjukkan bahwa f(x) mempunyai periode p, maka harga rata-rata f adalah


sama dengan sembarang interval p.

a+b

Petunjuk : Tuliskan ∫ f ( x ) dx sebagai jumlah dari dua interval (a ke p dan


a

p ke a+p) dan buatlah pengubahan variabel x = 1+p pada integral kedua

2.2 Koefisien Fourier

Akan diuraikan sebuah fungsi periodic dengan deret sinus dan cosines. Misalkan f

(x) periodic dengan 2 π , dan dapat dituliskan sebagai berikut ;

1
f ( x )= a 0+ a1 cos x+ a2 cos 2 x +a3 cos 3 x +… … …
2

6
+b1 sin x+ b2 sin 2 x+ b3 sin 3 x +… … … .

atau :
∞ ∞
1
f ( x )= a 0+ ∑ an cos nx + ∑ b n sin nx
2 n=1 n=1

Fungsi sin nx dan cos nx periodic dengan 2 π (sebab sin n (x+2 π ) = sin nx)

an bn
Untuk memperoleh koefisien dan , diperlukan integral-integral berikut

Harga rata-rata sin mx cos nx (pada suatu periode)

π
1
¿ ∫ sin mx cos nx dx=0
2 π −π

Harga rata-rata sin mx sin nx (pada satu periode)

{
π
0;m≠ n
1 1
¿ ∫ sin mx sin nx dx= 2 ; m=n ≠ 0
2 π −π
0 ; m=n=0

Harga rata-rata cos mx cos nx (pada satu periode)

{
π
0 ; m≠ n
1
¿ ∫ cos mx cos nx dx= 12 ; m=n≠ 0
2 π −π
0 ; m=n=0

Berikut penjelasannya;

7
π π
eimx −e−imx eimx + eimx
∫ sin mx cos nx dx=∫ 2i
.
2
dx
−π −π

Semua suku-suku hasil perkalian dalam integral itu adalah bentuk dari e ikx

dimana k bulat 0 ( kecuali pada perkalian silang jika m = α , yang saling

menghapus).
Integral suku-suku itu adalah ;
 
e ikx e ik  e ik
   0
ikx
C dx

ik 
ik
(2.2.4)

e ikx  e ikx  cos k (sin k  0),


Karena maka integral-integral yang lain dalam
(2.2.2) dapat diselesaikan dengan cara yang sama.

Selanjutnya jika suku-suku pada (2.1.1) diambil nilai rata-rata dalam (-π, π) :

   
1 a0 1 1 1
2 

f ( x) dx 
2 2 

dx  a1
2 

cos xdx  a 2
2 

cos 2 xdx  

(2.2.5)

Berdasarkan persamaan (2.2.2) semua integral diruas kanan pada (2.2.5) adalah
nol kecuali integral yang pertama, sebab integral-integral itu adalah bentuk
integrak dari sin mx cis nx dengan n=0 dan m≠0 (berarti m≠n).

8
 
1 a0 1 a0
2 
 f ( x )dx 
2 2 

dx 
2


1
a0
 

f ( x)dx

Maka (2.2.6)

a1,
Untuk mencari kalima persamaan (2.2.1) dengan cos x dan kemudian diambil
nilai rata-rata untuk masing-masing suku:

   
1 a0 1 1 1
2 

f ( x) cos xdx 
2 2 
 cos xdx  a1
2 

cos 2 xdx  a 2
2 

cos 2 x cos xdx  


1
 b1
2 

sin x cos xdx  

(2.2.7)

Semua suku-suku di ruas kanan adalah nol, kecuali :


1 1
2 

cos 2 xdx 
2

a1
Penyelesaian untuk adalah:


1
a1 
 

f ( x ) cos xdx

a1 nx
Untuk mencari secara umum (2.1.1) dengan cos dan ambil nilai rata-
ratanya:

9
  
1 a0 1 1
2 

f ( x) cos nxdx 
2 2 

cos nxdx  a1
2 

cos 2 x cos nxdx 


1
 a2
2 

cos x cos nxdx  


1
 b1
2 
 sin x cos nxdx  

(2.2.8)

Semua sukudi ruas kanan sama dengan nol, kecuali :


1 1
2 

cos 2 nxdx 
2

a1
Penyelesaian untuk adalah :


1
an 
 

f ( x ) cos nxdx

bn sin nx
Untuk mencari hitung (2.1.1) dengan dan ambil nilai rata-ratanya,
diperoleh :


1
bn 
 

f ( x) sin nxdx

(2.2.10)

Contoh :

Uraikan fungsi yang f(x) dinyatakan dalam fourier (gambar 2.1). Fungsi itu bisa
menyatakan signal tegangan periodik. Suku-suku deret fouriernya berhubungn
dengan frekuensi arus bolak-balik (ac) yang berkombinasi menyusun gelombang
kontak itu.

10
-

-2 π -π 0 0 π 2π 3π

Gambar 2.1

Dalam suatu soal, fungsi dinyatakan sebagai :

f(x) = {0,−π <x< 0


1, 0< x <π

Rangkayan penulisanya dibagi dalam ,harus dipahami bahwa f(x) itu dilanjutkan

secara periodik dengan periode 2 π di luar interval ( −π , π ¿ . Dengan

menggunakan (2.2.9) dan (2.2.10) dicari an dan bn, sebagai berikut :

1
f ( x ) cos n x dx=¿ 0 x
1 π
an = π
x
[ ∫ 0 cos nx dx+1∫ cos nx dx ]
∫¿ −π 0

−x

¿
1
cos nx dx=¿ . π untuk n=0
1 π
= π ∫¿ 1 1
. sin nx∨¿ a =0 untuk n ≠ 0
π π 0
¿

Jadi a0 = 1 dan semua an = 0

11
0
π π
1 1 ∫0
bn
= π ∫ f (x ) sin nx dx = π −π sin nx dx + ∫1 sin
−π 0
¿

nx dx ]

1 1 – cos nx 1 n
= sin nx dx = [ ]= - [ (−1) - 1 ]
π π n nπ


 0, untuk n genap


 2
 n , untuk n gasal

Akhirnya diperoleh :

1 2 sin x sin 3 x sin 5 x


+ + +… . ¿
f (x) = 2 + π ( 1 3 5 (2.2.12)

Soal :

Fungsi-fungsi berikut periodic dengan periode 2 π . Gambarkan untuk beberapa

periode, dan uraikan ke deret Fourier.

1, - π ¿ x ¿ π ;

1. f (x) = { 0, 0 ¿ x ¿ π

0, - π ¿ x ¿ 0 ;

2. f (x) = { 1, 0 ¿ x ¿ π
π
0, 2 ¿ x ¿ π

12
π
0, - π ¿ x ¿
2 ;

π
3. f (x) = { 1, ¿ x ¿ π
2

4. f (x) = 1 + x, - π ¿ x ¿ π

1 1
( jawab f (x) = 1 + 2 ( sin x - 2 sin 2x + = 1 + 2 ( sin x - 2 sin 2x + … )

2.3 Syarat Diricchlet

Bila kita punya deret Fourier, perlu dipertanyakan apakah deret itu konvergen.
Jika ya, apakah ia konvergen menuju nilai f(x). uji konvergen yang telah dikenal
tidak relevan di sini. Berapakah jumlah deret itu pada x = 0 dimana f(‘x) meloncat
dari 0 ke 1? Dapat dilihat dari deret (2.2.12) bahwa jumlah itu pada x = 0 adalah

1
2
, tetapi apa yang harus dilakukan dengan f(x)?. pertanyaan-pertanyaan itu tidak
mudah untuk dijawab, namun dapat dijawab dengan menggunakan teorema
Dirichlet.

Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan syarat Diricchlet itu, ditinjau
beberapa fungsi periodik. Sebuah fungsi f(x) bernilai tunggal jika hanya terdapat
satu nilai f(x) untuk setiap x.
Sebagai contoh,
jika x2 + y2 = 1, y bukan nilai tunggal untuk x, kecuali bila dipilih hanya

 1 x 2  1 x 2
y= saja atau y = saja

Contoh lain

13
 1
sin  
 x
fungsi dengan jumlah maksimum dan minimum yang tak hingga adalah
yang berosilasi tak hingga untuk x  0. jika kita bayangkan sebuah fungsi yang

 1  1
sin   sin  
 x  x
dibentuk dari dengan membuat f(x) = 1 untuk setiap x dengan >

 1
sin  
 x
0, dan f(x) = 1 untuk setiap x dengan < 0, fungsi ini dapat memiliki tak

1
y
x
hingga diskontinutas. Jika kita peroleh
x x
1 1 1
 x x dx  20 x dx  2 ln x 0  
x

x
, sehingga fungsi tidak memenuhi

1
x
Syarat Direchlet. Sebaliknya jika f(x) = , maka:
 
1 dx 

 x
dx  2 
 x
4 x
0
4 

1
x
sehingga fungsi adalah periodik antara  dan  dapat dikembangkan dalam
deret Fourier.

Konvergensi deret itu tidak perlu kita uji seperti pada derat pangkat, tetapi cukup
diperiksa apakah fungsi yang akan dikembangkan itu memenuhi syarat Direichlet.
Jika telah diperoleh deret yang dimaksud, maka dapat dipastikan bahwa deret

14
Fourier itu konvergen pada fungsi yang dikembangkan kecuali pada loncatan-
loncatan dimana ia konvergen pada titik tengah loncatan.

2.4 Deret Fourier Kompleks

Fungsi sinus dan cosinus dalam bentuk eksponensial kompleks dinyatakan sebagai:
e ln x  e  ln x e ln x  e  ln x
2i 2
sin nx = dan cos nx = (2.4.1)
jika persamaan (2.4.1) disubstitusikan ke dalam deret (2.2.12), akan diperoleh
deret dalam bentuk eln x dan e ln x yang merupakan bentuk kompleks deret Fourier.
Dapat juga dicari bentuk kompleks secara langsung yang lebih mudah, misal suatu
deret:
f(x) = C0 + C1eix + C-1e-ix + C2e2xi + C-2e-2ix + ….. (2.4.2)
n 

c e
n  
n
ln x

dicari cn. Dari persamaan (2.4) kita tahu bahwa harga rata-rata eikx pada ( , )
adalah nol, dan k adalah bilangan bulat dan tidak sama dengan nol. Untuk
mencapatkan C0, cari dulu nilai rata-rata suku-suku dalam deret itu:

 
1 1 nilai rata-rata dari
2  f ( x)dx

C0
2  f ( x)dx 

eikx dengan k bilangan
=
= C0 + 0 (2.4.3)


1
2  f ( x)dx

C0 = (2.4.4)

Untuk mencari cn kalikan (2.4.2) dengan e-mx, dan ambil harga rata-rata suku-
sukunya (e-mx adalah konjugasi kompleks dari einx).

15
  
1 1 1
 f ( x)e inx dx  e dx  C1  e
 inx  inx
C0 e ix dx
2 
2 
2 
=

1
 e
 inx
 C 1 e ix dx  ............
2 
(2.4.5)
Suku-suku di ruas kanan ini adalah nilai rata-rata bentuk eksponensial eikx, maka
semua suku ini adalah nol kecuali k = 0; ini adalah suku yang mengandung Cn,
diperoleh:

 
1 1
 f ( x)e  e
 inx  inx inx
dx Cn e dx
2 
2 
=


1
Cn
2  dx  C

n


1
 f ( x) e
 inx
dx
2 
Cn = (2.4.6)
rumus ini mengandung C0 dan juga, karena rumus ini berlaku untuk n positif dan
negatif, maka kita cukup mengingat satu rumus saja. Dengan mudah anda dapat
menunjukkan bahwa f(x) real C-n = Cn- [konjungasi kompleks dari Cn (Cn *)]

Contoh:

Kembangkan fungsi f(x) yang diperoleh dari persamaan (2.4.6)


Penyelesaian:
Cn =
0 x
1 1
 e dx  
 inx
e inx .1.dx  ........
2  2 0

16
=

1 e inx
2  in

1
 2in
 e inx  1) 
0
=
 1
 in , n  ganjil

 0 , n  genap  0

(2.4.7)
maka:
n 1 1  e ix e ix3 e ix5 
c e
n  
n
in x

2 i

 1

3

5
 ......

(2.4.
f (x) = =
8)
1  e ix e ix3 e ix5 
     ...... 
i  1 3 5 

Deret ini sama dengan deret sinus dan cosinus seperti sebelumnya. Jika suku-
suku itu kita susun ulang, diperoleh:
1 2  e ix  e  ix 1 e 3ix  e 3ix 
    ... 
2  2i 3 2i 
f (x) =
1 2 1 
  sin x  sin x  ... 
2  3 
= (2.4.9)

Soal:
1. Kerjakan soal yang diberikan pada contoh dalam bentuk kompleks.

C

n e ln x
2. Buktikan bahwa jika f(x) real diuraikan dalam deret Fourier ,
maka C-n = Cn* dengan Cn * adalah konjugasi kompleks koefisien Cn

2.5 Interval lain

17
Fungsi sin nx dan cos nx dan elnx memiliki periode 2. Selang (, ) sebagai
interval mempunyai panjang 2. Masukkan f(x) pada (-, ), mula-mula
gambarkan f(x) untuk interval ini, dan kemudian ulangi gambar tadi untuk interval
(, 3), (3, 5), dan (3, ) serta seterusnya.

Banyak interval lain yang berjarak 2 salah satunya secara sembarang dapat
menjadi interval dasar. Jika kita diberi nilai f(x) pada sembarang interval 2, f(x)
dapat digambarkan untuk interval yang ditetapkan itu kemudian mengulang-
ulangnya secara periodik dengan periode 2, selanjutnya kembangkan fungsi itu
ke dalam deret Fourier.

Untuk mencari koefisien Fourier digunakan nilai rata-rata dalam satu periode.
Rumus untuk koefisien itu tidak berubah jika digunakan interval dasar lain
(dengan panjang 2) kecuali untuk batas-batas integralnya.
Rumus untuk mencari an, bn dan cn adalah:

(2.5.1)
2
1
 0
an  f ( x) cos nx dx
2
1
bn   f ( x) sin nx dx
 0
2
1
c n   f ( x)e ln x nx dx
 0

Grafik sebuah fungsi perlu digambarkan untuk melihat secara jelas fungsi yang
sedang kita tinjau. Sebagai contoh, jika diberikan f(x) = x2 pada (-, ), maka
pengembangan fungsi yang berperiode 2 adalah seperti dilukiskan pada Gambar
5.1.

f(x)

x
-2π -π 0 π 2π 3π 4π

Gambar 5.1

18
Tetapi jika diberikan f(x) = x2 pada (0, ), maka pengembangan fungsinya seperti
pada Gambar 5.2

f(x)

-2π -r 0 π 2π 3π 4π

Gambar 5.2

Sebaliknya, jika diberikan f(x) seperti pada gelombang kotak, yaitu f(x) = 1 pada
(0, ), f(x) = 0 pada (, 2), sebagai gambar tampak bahwa grafik pengembangan
fungsi identik.

Problem-problem fisika tidak selalu hadir dengan interval 2. perhatikan interval

 nx 
sin  
 l 
pada 2l, misalkan (l, 1) atau (0, 2l). fungsi mempunyai periode 2l
sebab:
n  nx  nx
sin ( x  2l )  sin   2n   sin
l  l  l

 nx 
cos  ln x
 l  e l

demikian juga, dan mempunyai periode 2l, sekarang deret


fouriere untuk f(x) menjadi

f(x) =
a0 x 2x x 2x
 a1 cos  a 2 cos  ......  b1 sin  b2 sin  ......
2 l l l l

19
a0 
 nx nx 
   a nl cos  bn sin 
2     l l 
= (2.5.2)


C e
 
n
ln x / l

Telah diperoleh nilai rata-rata dalam satu periode untuk fungsi yang diperlukan
untuk menentukan an, bn, dan cn di sini. Periode itu sekarang panjangnya 2l (l ke
l) sehingga dalam mencari nilai rata-rata suku-sukunya kita ganti.
 l
1 1
2 

2l l
dengan

Perlu diingat lagi bahwa rata-rata sin 2nx atau cos 2nx dalam satu periode adalah
½ atau rata-rata elnx/l . e-lnx/l = 1 adalah 1. Maka, rumus-rumus untuk mencari
koefisien-koefisien Fourier menjadi:

nx
l
1
a n   f ( x) cos dx
l l l
nx
l
1
bn   f ( x) sin dx
l l l
l ln x
1
c n   f ( x)e l dx
l l
(2.5.3)

Untuk interval dasar (0,2l) hanya perlu diubah batas-batas integralnya menjadi 0
ke 2l. agar teorema Dirichlet dapat diterapkan di sini, maka diperlukan
penggantian  dengan l.

Contoh:

20
 0, 0  x  l

 1, l  x  2l
Diketahui f(x) = . Uraikan f(x) ke dalam deret Fourier eksponensial
dengan periode 2l.

Penyelesaian:

Yang pertama dibuat adalah Gambar 5.3 sebagai gambar fungsi f(x) yang diulang
dengan periode 2l.

f(x)

x
- 2l -l 0 l 2l 3l

Menurut persamaan (2.5.3) diperoleh:


l 2l
1 1

2l  l
0.dx 
2l l
e inx / l dx

Cn =
2l
1 e  inx / l 1
 (e  2in  e in )
2l  in  / l l
 2in
=
 0, n genap  0
1
1  e in    1

 2in    in , n gasal
=
2l
1 1

2l l
dx 
2
C0 =

Jadi:

21

2 i
e 
1 1 inx / l 1
 1
 e inx / l  e i 3nx / l  e i 3nx / l  .....
3 3
f(x) =
1 2 x 1 3x 
  sin  sin  .......
2  l 3 l 
=

Soal:

1. Gambarlah fungsi f(x) = x dengan periode 2 pada interval - < x < .


Uraikan f(x) < ln e ke dalam deret Fourier sinus-cosinus dan eksponensial
kompleks
1 1 1
2 3 4
Jawab: f(x) = 2(sinx - sin2x + sin 3x - sin 4x + …….)

2. Fungsi berikut adalah fungsi-fungsi periodik yang dinyatakan dalam satu


periode . Uraikan ke deret Fourier sinus-cosinus dan eksponensial kompleks.
a. f(x) = x2, - < x <  e. f(x) = 2 – x, -2 < x < 2
b. f(x) = x2, 0 < x <  f. f(x) = 2 – x, 0 < x < 4
1 1

2 2
c. f(x) = ex, - < x <  g. f(x) = sin x, <x<
d. f(x) = ex, 0 < x < 2

3. Misalkan f(x) pada interval -1 < x < 1. gambarkan fungsi seperti itu yang
periodik dengan periode 2, dan ekspansikan ke dalam deret Eksponensial
kompleks.
i 1 1 1 1
 (......  e 3 / x  e  / x  e  / x  e  / x  e 3 / x .......)
 3 2 2 3
(Jawab): f(x) =

22
2.6 Fungsi Genap dan Fungsi Gasal
2.7

Fungsi genap adalah fungsi seperti x2 atau cos x (seperti Gambar 6.1)

f(x) = x2 f(x) = cos2

x x
-π π

Gambar 6.1

Grafiknya untuk x negatif merupakan “bayangan pemantulan” pada sumbu y dari


grafiknya untuk x positif. Dalam rumus, harga f(x) sama untuk satu nilai x dan
negatifnya.

f(x) adalah fungsi genap jika f(-x) = f(x) (2.61)

Fungsi gasal adalah seperti fungsi x dan sin x (Gambar 6.2)


f(x) = x f(x) =sin x

x x
-π π

dengan definisi: Gambar 6.2

f(x) adalah fungsi gasal jika f(-x) = -f(x) (2.6.2)

23
Pangkat genap dari X adalah fungsi genap, dan pangkat gasalnya adalah fungsi
gasal. Anda dapat membuktikan sifat-sifat berikut :
“fungsi genap kali fungsi genap atau fungsi gasal dikalikan dengan fungsi gasal
menghasilkan fungsi genap.”

Beberapa fungsi genap, beberapa fungsi bersifat gasal dan ada pula yang tidak
genap ataupun tidak gasal (misalnya ex ). Tetapi sembarang fungsi dapat ditulisk
sebagai jumlahan dan fungsi genap dan fungsi gasal, seperti:

1
f (X )   f ( x )  f (  x )   1  f ( x )  f (  x )
2 2

Bagian pertama adalah genap, dan bagian kedua adalah gasal. Sebagai contoh
adalah :

ex 
2

1 x 1
  
e  e  x  e x  e  x  cosh x  sinh x
2

cosh x adalah genap dan sinh x adalah gasal.


Integral dari fungsi genap atau fungsi gasal, meliputi interval simetris seperti

(  ,  )
atau ( -l, l ) dapat disederhanakan. Perhatikan grafik sin x dan integralkan


 sin xdx
 π
. Daerah negatif dari 0 ke akan menghapus daerah positif dari 0 ke

π , sehingga integral itu nol. Integral ini tetap nol untuk sembarang integral lain

( -l, l ) yang simetris terhadap titik asal.

24
Hal yang sama jug berlaku pada sembarang fungsi gasal f(x) ; daerah di kiri dan
di kanan dari titik asal saling menghapus. Perhatikan grafik fungsi cos x dan




2

cos xdx
2 2
menginetgralkan . Luas dari ke 0 adalah sama dengan luas daerah

 
2 2
dari 0 ke , 0 dapat mengintegralkannya dari nol 0 kemudian dikalikan 2.

Secara umum jika f(x) genap, maka integral dari –l ke l adalah 2 kali integralnya
dari 0 ke l, kita peroleh :

l  0 jikaf ( x) gasal
 l
 f ( x)dx  2 f ( x)dx, jikaf ( x ) genap
l 
 0

(2.6.3 )
Bila sebuah fungsi yang berada dalam interval ( 0, l ) ingin dinyatakan dalam
deret Fourier dalam periode 2l, maka ada f(x) pada interval (-l, 0 ). Fungsi
tersebut dapat didefinisikan sama dengan nol ( atau yang lain ) pada ( -l, 0 ) yang
melanjutkannya seperti contoh-contoh sebelumnya untuk memperoleh deret
Fourier eksponensial atau sinus-cosinus dengan periode 2l.
Bila anda dihadapkan pada fungsi genap atau fungsi gasal, yang pertama anda
lakukan adalah menggambarkan fungsi yang ditentukan, pada ( 0, l )tadi ( dengan
garis tebal ) sepert gambar berikut :

gasal

-l l

Gambar 6.3

25
Kemudian perluas fungsi itu pada ( -l, 0 ) seperti pada gambar 6.4

Gambar 6.4

Ulangi lagi untuk daerah di luar ( – l , l )

{ }
1
2
bn = ∫ f ( x ) sin nxπ dx
Jika f (x) ganjil l 0 l ;
an=0

(2.6.4)

a =0
Dalam hal ini dikatakan bahwa f ( x) diuraikan dalam bentuk sinus n ,

sehingga tidak ada suku yang berbentuk cosines). Demikian juga jika f (x)

bn an
fungsi genap, semua adalah nol dan adalah integral dari fungsi genap,

didapatkan :

26
{ }
1
2 nxπ
bn= ∫ f ( x ) cos dx
Jika f (x) genap l 0 l ;
an =0

(2.6.5)

Dikatakan bahwa f ( x) diuraikan dalam deret cosines.

Ada dua hal yang perlu dicek jika Anda menggunakan deret Fourier yaitu :
1) Periode dasar pada problem fisis itu; Fungsi-fungsi dalam deret itu akan
mempunyai periode seperti ini;
2) Problem fisis itu dapat saja menghendaki dalam terbentuknya fungsi genap
atau fungsi gasal atau kedua-duanya; dalam hal-hal yang demikian ini
Anda harus mendapatkan deret yang paling tepat.

Tinjau f (x) yang didefinisikan pada ( 0,1 ) . Dapat diperoleh suatu deret

1
l=
sinus-cosinus atau eksponensial dengan periode 1 (yaitu 2 )

∞ l
f ( x )=∑ cn e
−2 lnπ
dx dengan c n=∫ f ( x ) e−2lnπ dx
−∞ 0

Pilihan deret sinus-cosinus dan deret eksponensial hanyalah masalah kemudahan


dalam menghitung koefisien (kedua deret itu jelas-jelas identik). Tetapi, dapat

juga diperoleh dua deret Fourier lain yang menyatakan f (x) yang sama pada

( 0,1 ) . Kedua deret ini mempunyai periode 2 (yaitu ( l=1 ) . Salah satunya

adalah deret cosinus,

∞ 1
f ( x )=∑ an cos nx , an =2∫ f ( x ) cos nπx dx ,
bn =0
n=0 0

27
Dan menyatakan sebuah fungsi genap; yaitu lainnya adalah deret sinus dan
menyatakan suatu fungsi gasal.

Dalam soal-soal, mungkin Anda hanya diminta mengekspansikan sebuah fungsi


ke dalam deret cosinus misalnya. Oleh karena itu, Anda harus mengetahui berapa
periodenya, jika Anda menggambar sebuah fungsi genap, dan selanjutnya memilih

nπx
cos an
l yang tepat dalam l dan rumus (untuk)

Contoh:

1
1,0< x <
2
Nyatakanlah f ( x )={ 1 dalam :
0, < x<1
2

a. Deret Fourier sinus;


b. Deret Fourier cosinus
c. Deret Fourier Biasanya dimaksud adalah deret cosinus-sinus atau
eksponesial yang periodenya di antara interval yang dinyatakan pada
fungsi yang di berikan itu dalam hal ini periodenya 1)
Penyelesaian :
a. Gambarkan fungsi yang diberikan itu antara 0 dan 1. Kembangkan dalam
inturval (-1 ,0) dengan membuatnya menjadi fungsi gasal. Periodenya

l 1
sekarang adalah 2, artinya lanjutkan fungsi ini dengan periode 2

an  0
karena kita mempunyai fungsi ganjil, maka

28
1
1 2
2
1 0
bn  f ( x) sin nxdx  2 sin nxdx
0

1
2
2 2  n 
 cos nx    cos  1
n n  2 
0

2 4 2
b1  , b2  , b3  , b4  0,
 2 3

- -1 0 1
2 1 3
3

Didapat deret fourier sinus untuk f(x) sebagai berikut :


2 2 sin n sin 3n sin 5n 2 sin 6n 
f ( x)   sin n      
 2 3 5 6 

b. Gambar fungsi genapanya dengan periode 2 sebagai berikut :

1
-3 -1 0 2 1
l  1, bn  0
Disini dan
1 2
a n  2  f ( x )dx  2  dx  1
0 0

n
1 1
2 2
a n  2  f ( x ) cos nxdx  sin nx 2  sin
0
n 0 n 2

Jadi deret fourier cosinisnya adalah :

29
1 2  cos x cos 3 x cos 5 x 
f ( x)       
2  2 3 5 

c. Gambarkan fungsi yang ditentukan itu pada ( 0,1) dan lanjutkan pada
periode 1 (gambar 6.7) 2l=1 , dan didapat Cn seperti pada gambar
sebelumnya.
d.

-3 -1 0 1
2 1 3

Deret eksponsial dapat dinyatakan dengan bentuk sinus-cosinus


c n   f ( x)e 2inp dx   e12inxx dx

 1
 ,n gasal
1  e inp 1  (1) n  in
 
2in  2in  
0, n genap  0


=
1
2
1
Co   dx 
0
2

1 2 sin 6 x 
f(X )    sin 2x   
2  3 

an dan bn dapat dicari secara langsung


1 1/ 2

 f (x)
0
 dx  1
0
a0 = 2 dx = 2
1

 cos 2nx
0
an = 2 dx = 0

30
1/ 2
1 1
 sin 2nx
0 n 
n 1 - (-1
^

bn = 2 dx = (1 – cos nπ) =
2 2
 3
b1 = , b2 = 0, b3 = , b4 = 0,……………….
Jika ada sebuah fungsi pada (-l, l) diekspansikan ke dalam deret sinus-cosinus
(dengan periode 2l) dan fungsi itu adalah fungsi genap, dapat dinyatakan bahwa
semua bn berharga nol, dan tidak perlu bekerja untuk mencarinya lagi.

an juga dapat di tulis sebagai dua kali integral dari 0 ke l. Demikian juga jika
fungsi yang diberikan itu ganjil, anda tidak perlu mencari an, dan bn dapat ditulis
sebagai dua kali integral dari 0 ke l.

Soal:

1. Berikut ini fungsi-fungsi yang ditentukan untuk satu periode. Untuk


masing-masing fungsi, gambarlah untuk beberapa periode dan katakan
apakah fungsi itu genap atau ganjil. Kemudian uraikan ke dalam deret
Feurier yang sesuai.
  1,  x  0  
  x
 1,0  x  l  2 2
a. f(x) = b. f(x) = |x|,

2. Ditentukan f(x) = x untuk 0 < x <1. Gambarlah fungsi genap fc dengan


periode 2 dan fungsi ganjil fs dengan periode 2, yang masing-masing sama
dengan f(x) pada 0 < x <1. Uraikan fc dalam deret cosinus dan fa dalam
deret sinus.

2.7 Teorema Parseval

Hubungan antara rata-rata dari kuadrat sebuah fungsi (atau harga mutlak
dikuadratkan) f(x) dan koefisien-koefisien dalam deret Fourier untuk f (x) itu,

31

| f  x  |
2
dx

dengan mengandalkan bahwa berhingga. Hasilnya dikenal sebagai
teorema Parseval atau relasi Kelengkapan.

Teorema Parseval dapat diturunkan dari sembarang bentuk ekspansi Fourier yang
telah dibuat.

 
1
a 0   a n cos na   bn sin nx
2 1 1
f(x) = (2.7.1)

kuadratkan f(x) kemudian ambil rata-rata dari kuadrat itu meliputi (-π, π):


 f ( x) 2  1   f  x   2
2 
Rata-rata dari dx (2.7.2)

Jika f(x) dikuadratkan akan diperoleh banyak suku. Dengan menggunakan sifat

1
2
bahwa rata-rata dari kuadrat sinus atau cosinus pada satu periode adalah , di
peroleh:
2 2
 1   1 
 a0   a0 
 2   2 
rata-rata dari adalah ;
1
2
rata-rata dari (an cos nx)2 adalah an2. ; (2.7.3)
1
2
rata-rata dari (bn sin nx)2 adalah bn2. .

Juga ada suku-suku hasil perkalian yang berbentuk

32
1 1
2 a0 an cos nx ,2 a0 bn sin nx , dan 2 an bm cos nx sin mx
2 2

m≠n
2
Rata-rata |f ( x )2| untuk satu periode :

∞ ∞
1 2 1 1
( )
a + ∑ a 2+ ∑ b 2
2 0 2 1 n 2 1 n (2.7.4)

(merupakan penampilan teorema Parseval)

Jika f (x) ditulis dalam bentuk deret Fourier eksponensial kompleks atau jika

2
f (x) sendiri kompleks, didapatkan rata-rata |f ( x )2| untuk satu periode


2
sebesar ∑|c n|
−∞

Contoh :

1. Gunakan Teorema Parseval untuk mencari f (x) pada interval −1< x <1 .

Gambarkan fungsi seperti itu yang periodic dengan periode 2, dan ekspansikan
kedalam deret Eksponensial Kompleks.
Penyelesaian :
Telah didapatkan bahwa :

−1 ln x −πix 1 2 πix 1 −2 πix 1 3 πix 1 −3 πix


f ( x )=
π (
e −e − e + e
2 2
+ e − e
3 3
+… )

33
1 3 3

Rata-rata
22
|f ( x ) | 1
−1
2
[ ]
1 x
pada (−1,1 ) = 2 ∫ x dx= 2 3
−1
=
1
3

Untuk bahan bacaan dan soal-soal pelengkap buku ajar mengenai deret Fourier,
dapat anda baca pada buku karangan Boas, Mary L,Mathematical Methods in
The Physical Sciences hal:298-335


2
Berdasarkan teorema Parseval, ini sama dengan ∑|c n| , sehingga memperoleh
−∞


1 1 1 1 1

3 −∞
|
2 −1
(
c n| = 2 1+ 1+ + + + +…
π 4 4 9 9 )

2 1
¿ 2∑ 2
π 1 n

Jumlah deretnya :

1 1 1 π2 1 π2
1+ + + …=∑ 2 = =
4 9 1 n 2 3 6

Referensi
Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in The Physical Sciences, 2nd edition,
Jhon Wiley & Sons, Inc : New York
Bradbury, Ted Clay., 1984, Mathematical Methods with Applications to Problems
in the Physical Sciences, Jhon Wiley & Sons, Inc : New York
Kreyszig, Erwin., 1993, Advanced Engineering Mathematics, 7th edition, Jhon
Wiley & Sons, Inc : Singapore

34
2
PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

1. Pendahuluan

1.1. Deskripsi

Persoalan-persoalan dalam fisika yang menyangkut kecepatan perubahan


(seperti besarnya kalor Q yang mengalir persatuan waktu melewati sebuah
penghantar panas, sebanding dengan luas penampang penghantar dan
perubahan suhu persatuan jarak dalam arah aliran kalor) dalam istilah kalkulus
dikenal dengan derivatif atau turunan. Sebuah persamaan yang mengandung
turunan yang disebut persamaan diferensial. Jika didalam suatu persamaan
diferensial hanya terdapat satu peubah bebas (independent variable) dan
derivatifnya biasa (ordinary derivatif), maka persamaan itu disebut persamaan
Diferensial Biasa (Ordinary Differential Equation).

Dalam bab ini ditinjau beberapa metode untuk menyelesaikan berbagai


persamaan diferensial yang sering muncul dalam terapan. Untuk mempelajari

35
topik ini diharapkan mahasiswa telah memahami Integral Kalkulus dan
Diferensial parial pada Fisika Matematika 1.

1.2. Relevansi

Persamaan diferensial biasa merupakan dasar untuk memplajari pokok


bahasan persamaan diferensial limer orde tinggi dan solusi persamaan
Diferensial dengan deret pada bab-bab berikutnya yang sering dijumpai dalam
terapan.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa dapat


1. Menuliskan bentuk persamaan diferensial
2. Menentukan tingkat/orde pangkat suatu persamaan diferensial
3. Menentukan persamaan dengan variabel yang dapat dipisahkan
4. Menentukan/menghitung unsur persamaan differensial orde I dengan
menggunakan persamaan Bernouli
5. Menyelesaikan persamaan Differensial Eksak
6. Menentukan faktor Integral dari suatu persamaan Differensial Eksak
7. Menghitung persamaan Differensial Orde dua dengan koefisien konstan
8. Menghitung Wornskian dari suatu persamaan Differensial
9. Menyelesaikan persamaan linier orde dua dengan koefisien konstan dan
ruas kanan tidak sama dengan nol
10. Menyelesaikan soal-soal mengenai persamaan Differensial biasa

2. Penyajian

2.1. Persamaan Differensial Biasa(PDB)

36
Suatu persamaan differensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatif-
derivatif,sekurang-kurangnya satu derivatif dari fungsi yang tidak diketahui.
Contoh :
1.dy cos x 2. xy2 + y = 3
dx
3. d2y + 3 dy + 2y = 0 4. L d2t = R dt + L t = C cos t
dx2 dx dt2 dt C

Bila suatu persamaan memuat satu atau lebih derivatif-derivatif dari suatu
peubah(variable)tertentu, maka peubah ini disebut peubah bebas(independent
variable)

Misalnya pada contoh (1),x disebut perubahan bebas,sedangkan y disebut eubah


tidak bebas (dependent variabe).

Jika didalam suatu persamaan diferensial hanya terdapatsatu peubah bebas


(seperti cntoh 1,2,3) dan derivatifnya adalah erivatif biasa (ordinary
derivatif),maka persamaannya disebut persamaan Diferensial Biasa (ordinary
deferential equation)

2.1.1 Tingkat/orde suatu persamaan Diferensial

Tingkat (Orde) suatu persamaan diferensial ditentukan oleh tingkat derivatif yang
tertinggi yang terdapat dalam persamaan itu,contoh :

dy
cos x
dx xy   y  3
1. 2.
Kedua persamaan ini merupakan persamaan diferensial tingka satu.
Sedangkan pada contoh berikut ini :

37
d2y dy d 2t dt L
2
 3  2y  0 L 2
 R 2  t  cos t
dx dx dt dt C
3. 4.
Tersaji dua persamaan diferensial tingkat dua.
Pangkat (degree) dari suatu persamaan diferensial yang dapat dipandang sebagai
suatu polynomial dalam derivatif-derivatif adalah pangkat dari derivatif yang
mempunyai tingkat tertinggi dalam persamaan itu.Misal :

y '''  2( y '' )  y '  cos x

Adalah persamaan diferensial tingkat tiga dan berpangkat satu.

Tinjau persamaan diferensial berikut ini :


3 4
 d 2 y  dy 
 2 
  x 7 y  sin x
 dx   dx 

Adalah persamaan diferensielal tingkat dua dan berpangkat tiga, karena pangkat
yang tertinggi dari derivatif adalah tingkat dua.

2.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial

Suatu bentuk fungsi yang memenuhi persamaan diferensial disebut penyelesaian


persamaan diferensial.

Contoh :

1. Diketahui persamaan diferensial :


d 2 y dy
  6y  0
dx dx

Selidiki adakah bentuk fungsi :

38
y  c1e 2 x  c 2 e 3 x
,merupakan penyelesaian atau bukan.

Penyelidikan :
y  c1e 2 x  c 2 e 3 x
dy
 2c1e 2 x  3c 2 e 3 x
dx
d2y
2
 4c1e 2 x  9c 2 e 3 x
dx

Jika disubtitusikan kedalam persamaan diferensial, akan terdapat bentuk :

 4c e
1
2x
    
 9c 2 e 3 x  2c1e 2 x  3c 2 e 3 x  6 c1e 2 x  c 2 e 3 x  0
 4c1  2c1  6c1  e 2x
  9c 2  3c 2  6c 2  e 3 x
0

Hasil diatas ternyata memenuhi persamaan diferensialnya, berarti bentuk itu


merupakan penyelesaian diferensial.
2.2.1 Persamaan Diferensial dengan Variabel yang Dapat Dipisahkan
(Separable Variabel)

Setiap kali menghitung integral berikut :

y= ∫ f ( x)dx (2.2.1)

itu artinya anda menyelesaikan sebuah persamaan diferensial,missal

dy
=f (x )
y’= dx (2.2.2)

sebuah contoh sederhana dari persamaan yang dapat ditulis dengan

suku-sukunya yang mengandung γ disatu sisi dan suku-suku yang

mengandung χ disisi lain,seperti :

39
dy=f ( x ) dx

Jika variable – variable itu dapat dipisahkan dalam sebuah persamaan deferensial
dengan cara seperti ini,maka dikatakan bahwa persamaan tersebut variabelnya
dapat dipisahkan (separable variable ),dan penyelesaiannya dapat diperoleh hanya
dengan mengintegralkan masing-masing sisi persamaan itu.

Contoh.

Selesaikan persamaan xy= y +1 (2.2.4)

Bagi kedua sisi persamaan (4) dengan x ( y +1) untuk mendapatkan

y' 1 dy dx
y +1 = x = atau y +1 = x (2.2.5)

Dengan mengintegralkan masing-masing sisi pada persamaan (2.2.5),diperoleh

a=¿ ln ax
ln ( y +1) = ln x + tetapan = ln ¿

(2.2.6)

Dari persamaan (2.2.6) ini diperoleh penyelesaian persamaan (2.2.4),yaitu :

y +1=a x

Soal
Carilah penyelesaian umum dari setiap persamaan diferensial berikut melalui
pemisahan variable.Selanjutnya carilah sebuah penyelesaian khusus dari setiap
persamaan yang memenuhi syarat batas yang diberikan.

1. xy= y y=3 untuk x=2

40
2. x √ 1− y ² , dx + y √1−x ² dy=0 y=0,5 untuk x=0,5
π
y sin x= y ln y y=2 untuk x=
3. 3

4. y ' =( 2 x y 2 + x ) + x ² y − y ¿ y=0 untuk x= √ 2

π
cos x cosy dx−sinx siny dy=0 y=π untuk x=
5. 2

6. Panas keluar dengan kelajuan konstan [ dq dt dalam (1.1) adalah konstan ]


melalui dinding sebuah pipa silinder yang panjang.Carilah suhu T pada
jarak r dari i sumbu silinder jika bagian dalam dinding memiliki jejari r=I
dan suhu T = 100 dan dinding bagian luar memiliki jejari r=2 dan T =0
7. Buktikan bahwa ketebalan es diatas sebuah danau bertambah dengan
kudrat waktu dalam musim dingin,buat asumsi sederhana berikut.Misal
suhu air konstan 10° C suhu udara konstan 10°C dan anggap pada waktu
tertentu es membentuk sebuah lapisan dengan ketebalan yang sama x.Laju
pembentukan es sebanding dengan laju pemindahan panas dari air ke
udara.Ambil t=0,untuk x = 0
8. Segelas susu bersuhu 38°F diambil dari lemari es dan diletakkan dalam
ruangan yang bersuhu 70° F.Jika suhu segelas susu tersebut 54° F setelah
10 menit,berapakah suhunya setengah jam kemudian ? (Petunujuk : Laju
perubahan suhu sebanding dengan perbedaan antara suhu benda dan suhu
sekitarnya)

2.3 Persamaan Diferensial Linear Orde Satu

Persamaan diferensial linear orde satu adalah persamaan linear yang berbentuk
y'+ P y =Q P dan Q adalah fungsi x (2.3.1)

Untuk mencari penyelesaian persamaan diferensial ini, dimulai dengan yang


sederhana, yaitu jika Q = 0. Persamaan ini sekarang menjadi :
' dy
y +P y =−Py
= 0 atau dx (2.3.2)

41
Penyelesaian sebagai berikut :
dy
=−Py → ln y = −∫ P dx +C
dx

−∫ P dx+ C −∫ P dx+ C −∫ P dx+ C


y= e =A e =A e (2.3.3)

0
Dimana A = e jika di tulis (untuk menyederhanakan)

I= ∫ P dx (2.3.4)

dI
maka dx =P (2.3.5)

I
Persamaan (2.3.3) dapat ditulis sebagai y = A e atau
I
y e =A (2.3.6)

Akan dicari persamaan (2.3.1). jika (2.3.6) didiffrensial terhadap x dan kemudian
gunakan persamaan (2.3.3), diperoleh:
'
d I ' I I dI ' I I y
dx (y e ¿ = ye +y e dx = ye +y e P = eI ¿ +

Py
) (2.3.7)

I
Yang sama dengan ruas kiri persamaan (2.3.1) dikali e . dapat dituliskan

sebagai berikut :
'
d I y
(y e ¿ = eI ¿ + P y ) = Q eI
dx

(2.3.8)

42
I
Karena Q dan e merupakan fungsi x saja, maka kedua sisi persamaan (2.3.8)

dapat diintegralkan terhadap x, dan didapatkan :

y e
I
= ∫ Q e I dx +C atau y=e−I ∫ Q e I dx+Ce−I (2.3.9)

dimana I = ∫ P dx yang merupakan persamaan umum diferensial (2.3.1)

Contoh

2 1
Selesaikan persamaan diferensial x y – 2xy = x

Penyelesaian

Tulis dalam bentuk persamaan (2.2.1) sebagai berikut

2 1
y' - y=
x x3

Dari (2.2.9) diperoleh :

−2
x
I= ¿ ) dx = - 2 ln x dx
∫¿
I −2 ln x
1
e =¿ e = x2

1 1 1 x
−4
ye I = y 2 ∫ 2
= ° 3 ° dx=∫ x −5
x x x dx = −4 -C

43
1 2
y=- 4 x2 +C x

Soal

Carilah penyelesaian umum dari setiap persamaan diferensial berikut :

1. y' + y = ex
x2
2. dy + 2 xy −xe ) dx = 0

3. y ' cos x + y = cos 2 x

4. dxdy = cos y + x tg y
5. ( x ln x ) y + y = ln x
6. y + y cos x = sin 2x
y
7. dx + ( x - e ) dy = 0

8. carilah penyelesaian umum persamaan (1.3) untuk rangkaian RC ( L = 0 )

dengan V = V0 cos ωt , ω konstan.

2.4. Metode Lain untuk Persamaan Diferensial Orde 1

2.4.1 Persamaan Bernoulli

Suatu persamaan differensial yang berbentuk :

dy dy
+ yP(x) = y n Q(x) atau y−n + y−(n−0) P(x) = Q (x)
dx dx

Dengan bentuk persamaan umumnya sebagai berikut

44
n dy
y + y
−(n−0)
P(x) = Q (x)
dx

dz dz dy
y(1−n) dimisalkan sebagai Z dan Z’ = = ; Z’ = (1 – n )
dx dy dx

dy
y−n
dx

Harga-harga Z distribusikan kedalam persamaan (1) dan sehingga diperoleh suatu


bentuk persamaan

; Z’ + (1 – n ) PZ = ( 1 – n )Q
dy
y−n (1−n)
Atau (1 – n ) dx + (1 – n ) y P = ( 1 – n )Q

Contoh
Tentukan penyelesaian persamaan differensial :
Y’ + y = xy2/3

Penyelesaian :
Ubah persamaan ke dalam bentuk persamaan (2.4.1)
dy dy
+ yP(x) = y n Q(x) y-2/3 + y-2/3 P(x) = Qx
dx dx

dy
y-2/3 dx + y1/3 = x

1 dy
Z = y1/3 Z’ = 3 y-2/3 dx

Persamaan :
Z’ + ( 1 – n ) ZP = Q (1 – n )

45
1 dy
-2/3
3 y dx + ( 1 – 2/3 ) y1/3 = x(1 – n)

y −2 /3 dy 1 1
+ y1/3 = X
3 dx 3 3

maka

Z x
Z’ = 3 + 3

Soal
Selesaikanlah persamaan differensial berikut :
1 y’ + y = xy2/y
2 y’ + y/x = 2 x9/2 y1/2
3 (2xe3y + ex ) dx + ( 3x2e3y – y2 ) dy = 0
4 ( x – y ) dy + ( y + x + 1 ) dx = 0
5 ( cos x cos y + sin2x) dx – ( sin x sin y + cos2y ) dy = 0
6 Xy dx + (y2 – x2 ) dy = 0
7 y’ = cos ( x + y ). Petunjuk : Ambil u = x + y, maka u’ = 1 + y’
8 Selesaikanlah persamaan differensial yy’2 + 2xy2 – y = 0 dengan mengubah
variable y, x menjadi r, x dengan y2 = r2 – x2 maka yy’ = rr’ - x

9. Jika fluida tak kompresibel mengalir dalam sudut yang terbentuk antara dua
dinding yang bertemu pada titik asal dengan sudut 60º ,aliran tersebut memenuhi


persamaan 2xy dx +( x² - y² ) dy =0.Carilah persaman aliran tersebut !
10. Carilah bentuk cermin yang memilki sifat sinar dari sebuah titik 0 pada sumbu
di pantulkan ke dalam berkas sejajar.Petunjuk : Ambil titik 0 pada titik asal ,

46
buktikan dari gambar bawah tg 2θ=yx.Gunakan rumus tg 2θ untuk menyajikan ini
dalam bentuk tg θ = dy/dx dan selesaikan persamaan deferensial yang di peroleh.

2.4.2 Penyelesaian Persamaan Differensial Eskak

Bentuk umum persamaan


M ( x,y ) dx + N (x,y ) dy = 0

 N

Y X
Syarat :

Untuk mencari penyelesaian persamaan differensial eksak,tinjau suatu persamaan

F ( x,y ) = c,c = konstanta sembarang

Differensial total dari F ( x,y ) adalah :


F ( x, y ) F ( x, y )
F ( x, y )  dx  dy  dC
x y
F ( x, y ) F ( x, y )
dx  dy  0
x y

Dari persamaan ( 2.4.1 )

F ( x, y ) M ( x, y )  F ( x, y )  N ( x, y )

x y

Penyelesaian persamaan differensialnya :

47
F ( x, y )
 M ( x, y )didapat
x
x
F ( x, y )   M ( x, y )dx  g ( y )

(2.4.5)


x
Bentuk menyatakan bahwa integral tersebut , y dipandang konsatan dan g
(y) adalah konstan harus di cari .

Untuk mencari g (y) , pers (3) dideferensialkan ke y , yaitu

F ( x, y )   
x

y

y 
  M ( x, y)dx  g ' ( y)

(2.4.6)
F ( x, y )
y
Oleh karena = N (x,y) , maka pers (2.4.4) harus juga sama dengan
N(x,y)
Jadi,

  
x
  g ' ( y )  N ( x, y )

y   M ( x , y ) dx

  
x
g ( y )  N ( x, y )  
'
 M ( x, y)dx 
y  

Atau :
(2.4.7)
dg ( y )
dy
Karena = g’(y) merupakan fungsi dengan peubah y saja , maka ruas kanan
dari
persamaan ( 5 ) setelah di sederhanakan harus merupakan fungsi y saja atau
konstan . Berarti g ( y ) dapat dicari , maka fungsi F ( x,y ) dapat di cari, jadi
penyelesaian persamaan differensial eksak adalah :
F ( x,y ) = C (2.4.8)

48
Penyelesaian persamaan (2.4.3) dapat pula di cari dengan mengambil :
y
F ( x, y )
 N ( x, y ) sehinggaF ( x, y )   N ( x, y )dy  f ( x)
y
(2.4.9)
Kemudian bentuk (2.4.9) dideferensir ke X untuk mendapatkan f(x), yaitu :

  
y
F

x x 
  N ( x , y ) dy   f ' ( x)


(2.4.10)

Persamaan (2.4.10) ini harus sama dengan M(x,y), jadi :


 
N ( x, y ) dy 
y
f ' ( x )  M ( x, y ) 
x   

(2.4.11)

Karena f(x) merupakan fungsi dari dengan peubah x saja, maka ruas kanan
persamaan (2.4.9) setelah disederhanakan, harus merupakan fungsi darinn x saja
atau konstan. Berarti f’(x) dapat dicari, penyelesaian persamaan Differensial
Eksak adalah :
F(x,y) = C

Contoh :

1. Cari penyelesaian persamaan differensial : (2xe3y+ex)dx+(3x2e3y-y2)dy=0


Penyelesaian :

Bentuk persamaan : M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0


M N
 6 xe3 y :  6 xe3 y
y x

49
M N

y x
Tampak bahwa yang berarti Eksak
dF=M dx + N dy, atau

F F
 M  2 xe3 y  e x :  N  3x 2 e 3 y  y 2
x y

F F
 2 xe3 y  e x  3 x 2 e 3 y  g ' ( y )  3x 2 e 3 y  y 2
x y

F   (2 xe3 y  e x )  g ( y ) 3x 2 e 3 y  g ' ( y )  3x 2 e 3 y  y 2

1
 x 2 e 3 y  e x  g ( y) g ' ( y)   y 2  g ( y)   y 3
3

1 3
x 2e3y  e x  y
3
Penyelesaian umum PD adalah :

2. Buktikan bahwa persamaan differensial : (x+y)dx + (x-y)dy = 0, adalah


Eksak dan tentukan penyelesaiannya :
Penyelesaian :
M N

y x
Syarat PD Eksak :
M
M ( x, y )  x  y  1
y

N
N ( x, y )  x  y  1
x

Penyelesaian PD-nya :

50
F
 x y
x
1.
F ( x, y )   ( x, y )dx  g ( y )

1 2
 x  xy  g ( y )
2

F
 x  g ' ( y )  N ( x, y )  x  y
x
2.
Maka :
x + g’(y) = x – y
g’(y) = - y g(y) = -1/2 y2
jadi persamaan umum PD adalah : x2 +2xy – y2 = C

2.4.3 Faktor Integral

Bila persamaan M (x,y) dx + N (x,y) dx = 0


(2.4.12)
Tidak eksak, maka akan dicari suatu fungsi yang dapat mengubah persamaan
tersebut menjadi suatu persamaan differensial eksak. Fungsi tersebut adalah faktor
Integral.

Contoh :

Tentukan faktor integral dan penyelesaian persamaan differensial berikut :


 4 xy  3 y 2

 x dx  x x  2 y  dy  0

Penyelesaian :
 4 xy  3 y 2

 x dx  x x  2 y  dy  0

51
M
 4x  6 y
y
N
 2x  2 y
x
M N
  2 x  2 y 
y x

Terlihat bahwa :
M N

y x
dan PD ini tidak eksak.
M N

y x 2 x  2 y  2
 
N x x  2 y  x

Ternyata merupakan fungsi x sendiri, maka faktor integral adalah :

 e 
2 / xdx 2
 2 ln x  x 2

Persamaan differensial eksaknya adalah :

 
x 2 4 xy  3 y 2  x dx  x 3  x  y  dy  0

Penyelesaian persamaan differensial eksaknya adalah :

F
 x 2  4 xy  3 y 2  x 
x
F  x, y     4 x 3 y  3x 2 y 2  x 3  dx  g  y 
1 4
F  x, y   x 4 y  x 3 y 2  x  g y
4

Untuk mencari g(y) diambil :

52
F
 x 4  2 x 3 y  g '  y   N  x, y 
y
x 4  2x3 y  g '  y  x3  x  2 y
x 4  2x3 y  g '  y  x 4  2x 3 y
g '  y  0  g y  C

Penyelesaian PD-nya adalah :

1 4
x 4 y  x3 y 2  x C  0
4

Catatan :

1. Bila faktor integral U merupakan fungsi dari x saja maka faktor integral
f  x  dx
U  e

2. Bila faktor integral U merupakan fungsi dari y saja maka faktor integral
2.5 Persamaan Linier Orde dua dengan koefisien konstan
f  y  dy
U  e

2.5 Persamaan Linier Orde Dua dengan Koefisien Konstan

Bentuk umum :
d2y dy
a2 2
 a1  a2 y  0
dx dx
(2.5.1)

Persamaan (2.5.1) termasuk persamaan homogen, karena setiap sukunya hanya


memuat y atau hanya memuat turunannya.
Persamaan Differensial Homogen berbentu :

P(x,y) dx + Q(x,y) dy =
0
53
Penyelesaian persamaan linier orde dua dengan koefisien konstan dapat dicari
dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Contoh :
d
dx
1. Selesaikan persamaan : y”+5y’+4y=0 (D) ditulis dengan menyingkat
Misalkan :
dy d dy d2y
Dy   y' , D2 y  ( )  2  y"
dx dx dx dx

Dari persamaan
y”+5y’+4y=0 diubah menjadi
D2y + 5Dy 4y = 0 (2.5.2)

Pernyataan yang menyangkut D, seperti : D2 + 5D + 4, disebut operator


differensial. Dari persamaan (2.5.2) dibuat persamaan dalam bentuk :

(D2 + 5D + 4)y = 0
(D + 1)(D + 4)y = 0 (2.5.3)
D+1=0 D1 = -1
D+4=0 D2 = -4
y  C1e D1x y  C 2 e D2 x

y  C1e  x y  C 2 e 4 x

Maka penyelesaian persamaan differensial soal tersebut adalah :


y  C1e  x  C 2 e 4 x

Secara umum penyelesaian differensial pada persamaan (2.5.1) adalah

54
D2 + 5 + 4 = 0 (persamaan karakteristik)
Memiliki akar-akar -4 dan -1, bila akar-akar persamaan adalah a dan b
(a≠b), maka penyelesaian umum persamaan adalah kombinasi linier dari

y  C1e ax  C 2 e bx
eax dan ebx : adalah penyelesaian umum dari (D – a)(D –
b)y=0 a≠b
2. Cari persamaan differensial : y”+y’-2y=0
(D2 + D – 2)y = 0
Ditulis (D – 1)(D + 2)y = 0
D1=1 D2= -2
y  C1e D1x  C 2 e D2 x

y  C1e 1 x  C 2 e 2 2 x

2.5.1 Akar-akar Sama dari Persamaan Karakteristik :


(D – a)(D – a)y = 0 (2.5.4)
u = (D – a)y (2.5.5)

(D-a)u = 0

U = Aeax

Substitusikan persamaan (2.5.7) dalam pers. (2.5.5), diperoleh :

dy
ax
(D-a)y = Ae atau dx - ay = Aeax

55
y’ – ay = Aeax PD linear orde 1
ye –ax = ∫ e -ax Aeax dx = ∫ A dx = Ax + B
Maka penyelesaian persamaannya :

y = ( ax + B ) eax

Contoh: 3. Soal hal 358 no. 5

( D2 – 2D + 1)y = 0
( D -1 ) ( D -1 )y = 0 u = Aeax u = Ae +x
( D -1 )y = Aex atau y’ – y = Aex
ye –x = ∫ e -x Aex dx = ∫ A dx = Ax + B
y = ( Ax + B ) ex

2.5.2 Akar-akar kompleks konjugat persamaan karakteristik

Bila akar-akar persamaan pembantu terbentuk ( a ± ib ) dan tidak sama, maka


bentuk penyelesaian persamaan differensial itu adalah :

y = eax (A1 ibx + A2 –ibx)


y = A1 e (a + ib)x + A2 (a-ib)x
y = eax (A1 ibx + A2 –ibx)

y = [A1 ( cos bx + i sin bx) + A2 ( cos bx - i sin bx)] eax


y = [( A1 + A2 )cos bx + i ( A1 + A2 ) sin bx] eax
y = ( C1 cos bx + C2 sin bx) eax

penyelesaian umum untuk persamaan ini adalah :

y = ( C1 cos bx + C2 sin bx) eax (2.5.8)

Contoh:

1. Tentukan penyelesaian umum persamaan differensial :

56
2
d y dy
+2 +5 y = 0
d x2 dx

Penyelesaian :

Persamaan tersebut dibentuk menjadi ( D2 + 2D + 5)y = 0

Persamaan karakteristiknya :

−b ± √ b2−4 ac
D12 ¿
2a

−2 ± √ 22−4.1.5 −2 ± √−16
D12 ¿ ¿
2 2

−2 ± √ i ²16
D12 ¿ 2 = -1 ±2 i

Penyelesaian umumnya :

y = ( C1 cos 2x + C2 sin 2x) e-x

2.6 Wornskian

Suatu himpunan penyelesaian :

y = y1 (x), y = y2 (x), y = y3 (x),.......... y = yn (x) (2.6.1)

dari persamaan differensial diserbut bergantung linear (linear dependent) jika


pada :

C1 y1 + C2 y2 +....................................... Cn yn) (2.6.2)

dimana c1 adalah konstan sembarangan, tidak semua konstanta C1, C2, C3, …..
C4, sama dengan nol.

57
Bila C1, C2, C3, ….. C4, semua sama dengan nol, maka himpunan y = y1(x)
disebut tidak bergantung linear (linear independent)

Syarat perlu dan cukup bahwa himpunan n penyelesaian adalah tidak


bergantung linear yaitu:

y1 y2 y3 ... yn
y '1 y '2 y '3 ... y 'n
W  y"1 y"2 y"3 ... y"n 0
   
 n 1  n1  n1  n1
y1 y2 y3 yn
(2.63)

Contoh :
y  C1e  x  C2e 2 x
1. Buktikan bahwa adalah penyjelesaian umum
persamaam:

d 2 y dy
  2y  0
dx 2 dx

Bukti:
y  C1e  x  C2e 2 x

dy
 C1e  x  2C2 e 2 x
dx

d2y
2
 C1e  x  4C2 e 2 x
dx

d 2 y dy
  2y  0
dx 2 dx
Disubstitusikan dalam persamaan
  
C1e  x  4C2 e 2 x   C1e  x  2C2 e 2 x  2 C1e  x  C2 e 2 x   
 
 e  x C1  C1  2C2 e 2 x  e 2 x  4C2  2C2  2C2   0

Ternyata dipenuhi sama dengan nol  terbukti bahwa bilangan itu


y  C1e  x  C2e 2 x
merupakan penyelesaian karena:

58
e x e2 x
W x
   
 e  x .2e 2 x  2e 2 x .  e  x 
e 2e 2x

 2e 2 x  e  x  3e  x  0

2. Hitung wornskian dari himpunan dan fungsi


y  e ax , Xeax , X 2 e ax

Penyelesaian:
Wornskian ditulis:

e ax xeax x 2 e ax
W  ae ax xaeax  e ax x 2 ae ax  2 xeax
a 2 e ax xa2 e ax  e ax x 2 a 2 e ax  4 xaeax  2 xeax

1 x x2
 
W  e ax a ax  1 x ax  2
a2 a ax  1 x 2 a 2  4ax  2

B2  aB1 dan B3  a 2 B1

1 x x2
 
W  e ax 0 1 2x
0 2a 4ax  2

  21a
W  e ax
4ax  2
2x
 e ax 1 4ax  2  2 x.2a 

 e ax  4ax  2  4ax   2e ax
W  2e ax

2.7 Persamaan ea orde 2 dengan koefisien konstan ≠ 0

Persamaam umum (contoh pada sistem getaran terpaksa)

59
d2y dy
a2 2
 a1  a0 y  f  x 
dx dx
atau
d 2 y a1 dy a0
  y  F  x
dx 2 a2 dx a2
(2.7.1)
Penyelesaian umum untuk persamaan ini adalah:
y = ye + y p
ye = penyelesaian umum persamaan homogen (persamaan tereduksi) dan
disebut fungsi komplementer
yp = penyelesaian khusus (particular solution/particular integral)

untuk mencari penyelesaian khusus digunakan beberapa metode:


2.7.1 Metode koefisien tak tentu
Dapat dilaksanakan jika F(x) merupakan kombinasi ea dapat berbentuk:
 eksponensial  eax
 fungsi-fungsi geometri (trigonometri) sin bx dan cos bx
 suatu polynomial

contoh:

1. Selesaikan persamaan:
y n + y = 2 + x2

penyelesaian

persamaan karakteristik D2 + D = 0 D12 = ±


fungsi komplementernya: y0= C1cosx + C2sinx : Q(x) = 2 + x2
sedangkan ye tidak memuat bentuk ppolinomial, maka untuk
penyelesaian
khususnya diambil bentuk:

yp = A + Bx + Cx2 yang memenuhi persamaan differensial.


Untuk mencari harga-harga A, B, dan C maka yp didefferensialkan ke –
x:

yp = A + Bx + Cx2
y’p = B + 2Cx
y”p = 2C, kemudian dimiasukkan ke persamaan differensial

y” + y = 2 + x2
2C + A + Bx + Cx2 = 2 + x2
2C + A = 2 ; B = 0 C = 1
2C + A = 2

60
1.1 A = 2  A = 0

Maka penyelesaian khususnya adalah: yp = x2


Penyelesaian umum persamaan differensial

y = ye + yp
y = C1cosx + C2sinx + x2

jika Q(x) berbentuk eax


*) Bila (a) merup[akan akar-akar dari persamaan karakteristik dan
banyaknya (r), maka diambil yp dengan dimulai dari suku Axreax
*) Bila (a) bukan merupakan akar dari persamaan karakteristik maka
yp diambil dalam bentukl Aeax

Contoh:
Selesaikan persamaan y” + 4y’ + 5y = 7 e2x

(D2 + 4D + 5)y = 7e2x

(D + 1)(D + 5) y = 7e2x

Penyelesaian :
Akar - Akar karakteristik D12 = 1 dan -5

Fungsi komplementernya :
yc = C1ex + C1e-5x

Karena Q(x) = 7e2x , 2 bukan akar persamaan karakteristik maka untuk


mencari yp diambil bentuk :
yp = Ae2x : y = 2Ae2x : yp = 4Ae2x

yp + 4y + 5y = 7e2x
4Ae2x – 4(2Ae2x) + 5 Ae2x =7e2x
A(4e2x – 8e2x + 5e2x) = 7e2x

A(7Ae2x) = 7e2x  A = 1

Penyelesaian umumnya adalah

y = ye + yp

61
y = C1cosx + C2sinx + x2

2.7.2 Metode Invers


PD Linear tidak homogen tingkat -n dapat ditulis sebagai
d
f  D  y  Q x  , dimana D 
dx

Bentuk f(D) disebut fungsi operator.


Untuk mencari penyelesaian khusus PD, dapat dituliskan sebagai bentuk
(2.7.2)
1
yp  Q x 
f  D
Bila

f  D    D  m1  D  m2 ............... D  mn  maka

1
yp  Q x 
 D  m1  D  m2 ............... D  mn 

Atau
1 1 1
yp  ............... Q x 
 D  m1   D  m2   D  mn 

Untuk menyelesaikan bentuk (2) ini dimisalkan:


1
u2  Q x  atau  D  mn   Q x 
 D  mn 

Persamaan (2.7.4) merupakan PD linier tingkat I dengan penyelesaian


sebagai berikut
mn dx

 Q x e
 mn dx
u1  e  dx

 e mn x  Q x e  mn x dx

Kemudian dimisalkan

62
1
u2  Q x  atau  D  mn1  u 2  ui
 D  mn 

 e mn x  u1  x  e  mn 1x dx

 e mn x  u1  x  e  mn mn 1  x  Q x e  mn x dx 2

Setelah dikerjakan n - kali


y p  e mn x  e  m2 m1  x  e  m1 2 m1  x ................ Q x e  mn x  dx 
n

(2.7.7)
Bila m1 = m2 = m3 = m4 = .............. = mn = m, , maka persamaan
(D – m)n y = Q(x).
1
yp  Q x 
 D  m n
mempunyai penyelesaian khusus :
Bila Q(x) berbentuk eax

1 1 ax
e ax  e , jika f  a   0
f  D f  a
a.
1 x n ax
e  e
ax

 D  a n!
b.
1 1
e ax F  x   e ax F  x
f  D f  a
c.

Contoh:
1. Selesaikan persamaan (D2 – 3D + 2)y =ex
Persamaan karakteristiknya misalkan : m2 – 3m + 2 = 0
Fungsi komplementer: yc = C1ex + C2e2x

Untuk mencari penyelesaian khusus yp digunakan rumus


D2 – 3D + 2)y =ex

63
1 1
yp  e ax  ex
D  3D  2
2
 D  1 D  2
 e 2 x  e  12  x  e x e  x  dx 
2

 e 2 x  e  x   dx 
2

 e 2 x  e  x  x  dx  e 2 x  xe x dx

 
 e 2 x  xe x  e  x  e x  x  1

y p   x  1 e x

y  C1e x  C2 e 2 x  xex  e x

Jika suatu persamaan differensial berbentuk:


f(D)y = Q(x) cos ax (a)
atau f(D)y = Q(x) sin ax (b)
untuk mencatri persamaan khususnya digunakan rumus Euler:
elax = cos ax + i sin ax (c)

Maka yp merupakan bahagian real dari penyelesaian khusus PD:


f(D)y = Q(x) cos ax + iQ(x) sin ax
= Q(x)elax

Sedangkan yp yang merupakan bahagian imaginer dari penyelesaian


khusu PD:
sin ax, bila f   a 2   0
1 1
sin ax 
f D 2
f  a2 
1.
cos ax, bila f   a 2   0
1 1
cos ax 
f D 2
f  a 2

2.
1 1
sin bx  sin bx, b  a
D a
2 2
 b  a2
2

3.
1 1
cos bx  cos bx, b  a
D a
2 2
 b  a2
2

4.
1 1
sin ax  cos ax
D a
2 2
2a
5.

64
1 1
cos ax  sin ax
D a
2 2
2a
6.

Untuk bahan bacaan dan soal-soal pelengkap bukuj ajar mengenai persamaan
differensial Biasa, dapat and abaca pada buku karangan Boas, Mary L,
Mathematical Methods in The Physical Sciences hal: 337-380

Referensi

Boas , Mary L, 1983. Mathematical Methods in the Physical sciences 2nd edition
Jhon Wiley & son, inc, New York

Bradbury, Ted Clay, 1984, mathematical methods with applications to problems in


the physical sciences, john Wiley & Sons, INh, New York.

Kreyszig Erwin, 1993. Advanced Engineering Mathematics, 7th edition Jhon


Wiley & Sons, Inc, Singapore.

3
FUNGSI GAMMA DAN BETA

1. Pendahuluan
1.1 Deskripsi

Fungsi gamma dan fungsi beta merupakan bagian dari fungsi-fungsi khusus yang
paling penting dan sangat mudah sebelum membahas kajian tentang fungsi-fungsi
khusus lainnya. Fungsi-fungsi khusus dalam Fisika Matematika adalah fungsi-
fungsi pemecahan istimewa beberapa persamaan differensial biasa ordo dua
homogen. Fungsi gamma biasanya diungkapakan dalam pernyataan integral,
sedangkan fungsi beta merupakan perlusan dari fungsi gamma.

Dalam bab ini dibahas definisi fungsi gamma, fungsi beta dan beberapa sifat serta
hubungan sederhana yang dimiliki kedua fungsi tersebut. Untuk mempelajari

65
topik ini, diharapkan mahasiswa telah memehami topik “Integral, Deret Fourier,
Persamaan Differensial dan Kalkulus Dasar”.

1.2 Relevansi

Fungsi gamma dan fungsi beta merupakan dasar untuk mempelajari pokok
bahasan mengenai fungsi-fungsi khusus lanjutan dan dalam teori fungsi kompleks
lanjut

1.3 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah mengikuti perkuliahan ini,mahasiswa dapat :


1. Mengetahui fungsi Faktorial
2. Menjelaskan definisi fungsi dan hubungan rekursi
3. Menentukan fungsi gamma untuk bilangan negatif
4. Memetukan fungsi beta
5. Menentukan hubunganfungsi gammadenganfungsi beta
6. Menyelesaikan soal-soal mengenai fungsi gamma dan fungsi beta

2. Penyajian

2.1 Fungsi Faktorial

Untuk α>0 maka integral berikut adalah :



1
e
x
dx   e x
0

1 x
 (e  e 00

1



1
e
x
dx  
0

(2.1.1)

66
Bila kedua suku pada persamaan (2.1.1) diturunkan terhadap α maka :


d (e x ) d ( 1 )
0 d dx   d

 ( xe
x
)dx    2
0


1
 xe
x
dx  
0 2

la diturunkan lagi diperoleh


 x (  x )e
x
dx  ( 2) 3
0


2
x e x dx  
2

0 3

Turunan berikutnya

3!
x e
2  x
dx  
0
4

Secara umum dapat ditulis :



n!
x e
n  x
dx  
0
 n 1
(2.1.2)

Dengan mengambil = 1, diperoleh :
 
n!
 x e dx     x n e  x dx  n!
n x
n 1
0
1 0
(2.1.3)

x e
n x
dx  n!
0
Dengan alasan ini, fungsi , sering disebut fungsi faktorial. Dengan
mengambil n = 0 dalam persamaan (2.1.3), dapat dijelaskan definisi dari 0!

67

x e
0 x
dx  0!
0

 e x  0!

 e e 1 0
  0!
1  0!

2.2 Definisi Fungsi Gamma dan Hubungan Rekursif

 p 
Fungsi gamma ditulis sebagai , didefinisikan oleh Euler sebagai integral tentu.
Untuk setiap p > 0 didefinisikan :

 p    x p 1e  x dx
0
(2.2.1)

Dari persamaan (2.2.1) dan persamaan (2.1.3) didapat


 p    x n 1e  x dx   n  1!
0
(2.2.2)

 n 1   x n 11e  x dx  n!
0


 n1   x n e  x dx  n!
0
(2.2.3)
(1)  0! 1
Sehingga :
( 2 )  1! 1 ( n )  ( n  1)!
untuk n positif :
(3)  2! 2

68
( 4 )  3! 6

Dari persamaan (2.2.2) bila P digantikan dengan p+1 :



 p    x p 11e  x dx
0


 p    x p e  x dx  p!;.......... p
0
>-1 (2.2.4)
 p1  P!

Persamaan (2.2.4) dapat diselesaikan dengan integral parsial


Misal
X9 = u; du = pxp-1dx
e  x dx  dv;  dv   e  x dx  v  e  x


 p 1   x p e  x dx
0


 x p (e  x ) 0   (e  x ) px p 1dx
0


 0 p  x p 1e  x dx
0

 p 1  p p 
(2.2.5)

Hubungan diatas (persamaan 2.2.5) disebut hubungan Rekrusif (berulang)


untuk fungsi gamma.

Rumus mencari r(p) dimana 0 < p < 2 dapat di peroleh dari variabal fungsi gamma.

Dengan menggunakan hubungan rekrusif (2.2.5) dapat di cari r(p) untuk 2 ≤ p ≤ 3

69
Contoh:
r(2,5) = 1,5r(!,5)
Dengan cara yang sama:
r(3,5) = 2,5 r(2,5)
=2,5 .(1,5)t(1,5) dst
Hubungan rekrusif (2.2.5) dapat juga ditulis sebagai
1
r
p
r(p) = (p+1)

contoh:

1
1
( ) 1
2 2
r = r(!,5)
1
( )
2
r = 2r(!,5)

untuk p < 0, r, di defenisikan dari hubungan rekusif (2.4.5)

r (p+1) = pr(p) , dapat jug di tulis sebagai :


1
r
p
r(p) = (p+1) , untuk p < 0 (2.2.6)
contoh:

70
1
 r
 1 ( 1/ 2 1)
2
 2r(1/ 2 )

1
 r( 3 / 21)
3
2
2
  r( 1/ 2 )
3
2 1
   r(1/ 2 )
3 2
karena r(1) = 1 , maka untuk

r( p 1)
p  0........r( p )  
p

p0
tidak hanya. tapi untuk p => bilangan bulat negative, r(p) juga menjadi tak
berhingga.
Untuk p > 0 bila p = n (bilangan bulat positif)
R(a) = n-1)1, merupakan suatu fungsi kontinu.
Untuk p < 0
r(p) adalah diskontinu pada bilangan bulat negatif.

2.3 Beberpa rumus penting yang menyangkut fungsi gamma

Perhitungan nilai fungsi gamma untuk (p) tidak bulat, pada umumnys tidak
dilakukan secara analitik, dalam hal tersebut nilainya dihitung secara numerik.
Khusus untuk p = ½, dapat dihitung secara analitik sebagai berikut:
Dari defenisi:


1
r ( p )   t e 1e 1dt : untuk.. p 
0
2


1 1
r( )    e 1dt
2 0 t
(2.3.2)

71
Bila diambil : t = y2; dt = 2ydy

1
r 1   e y 2 dt
( )
2 0
y


1
  e y 2 2 ydy
0
y


r 1  2  e  y 2 dy
( )
2 0
(2.3.2)

Untuk menghitung integral persamaan (2.3.2) :



 1    y
 e dy
2

 
 2 0
=2 , tinjau :

     2 e    2 

12
 y2
dy   2  e  x dx 
 0   0 


4  e  x  dxdy
2
 y2

0 0
=
Ini adalah integral terhadap seluruh kuadran pertama bidang (X,Y). Perhitungan
ini akan lebih mudah dilakukan dengan mentransformasikan integralnya ke

 r , 
koordinat polar
x  r cos  y  r sin 
;
x2  y2  r 2 ds  rdrd
;

72
r 0
Batas integrasi yang berkaitan dengan ;

  0
2

2
   2 

  e
r 2
  1  4 rdrd 
  
 2  0 r 0

  r 2
 4 e
20

dr 2
 2  e  r
2

0
2

   e r
2

   0  1


 1 2   
(2.3.3)

Rumus penting lain, tanpa bukti



 p  . 1 p  
sin p
(2.3.4)
Contoh
1
p
2
Untuk

 p   1

 1  1
 2 sin 
2


 1   1 2  

 2
 1

2
 
  1   
 
 2

73
 1   
 
 2

Contoh-contoh lain :
1 1
 3 2    1 2 1   1   
2  2  2
 1   1 2   2 
  
 2 1 2

 1
  2
  3 2      1 2 
 2

3 2 3
 1 
2  2  2 4
   . 2   
3 1 2 3 3

2.4 Fungsi Beta

p  0; q  0
Untuk , fungsi beta didefinisikan oleh integral tentu sebagai berikut :

1
  p , q    x x 1 1  x 
q 1
dx
0
(2.4.1)
p>0, q>0
Dengan mengganti variabel x menjadi fungsi sederhana dari variabel lain, fungsi
beta dapat dinyatakan dalam beberapa pernyataan yang bermanfaat, sebagai
berikut :
Jika dalam persamaan (2.4.1)
Jika dalam persamaan (2.4.1)
1
 ( p ,q )   x p 1 (1  x) 01 dx
0

Dimisalkan : x = I-y , maka dx = -dy


x = 1 berkaitan dengan y = 0
x = 0 berkaitan dengan y = 1, maka

74
0
 ( p ,q )   (1  p ) p 1 (1  1  1) 21 (dy )
1

0
  y q 1 (1  p) p 1 dy
1

1
  y q 1 (1  y ) p 1 dy
0

 ( p ,q )   ( q , p )
(2.4.2)

Dari persamaan diatas terlihat bahwa fungsi beta memiliki sifat simetri Daerah
integrasi dalam persamaan :
1
 ( p ,q )   x p 1 (1  x ) q 1 dx;
0
p>0 ; q>0

Dapat diubah dengan mengambil :


y
x , maka
a

dy
dx 
a

x = 1, berkaitan dengan y = a
x = 0, berkaitan dengan y = 0

maka persamaan diubah menjadi :


1
y y dy
 ( p ,q )   ( ) p 1 (1  ) q 1
0
a a a

a
1
 ( p ,q )  p 1 q 1  y p 1 (a  y ) q 1 dy
a a a0

75
a
1
 ( p ,q )  y
p 1
p  q 1
(a  y ) q 1 d y
a 0
(2.4.3)

Untuk menentukan bentuk trigonometri sin dan cos dari fungsi beta dapat
dilakukan bila diambil :
x  sin 2  , maka

dx  2 sin  cos d

(1  x )  1  sin 2   cos 2 



2
x = 1 berkaitan dengan
  0(sin 2   0)
x = 0 berkaitan dengan

dengan mensubstitusikan kedalam persamaan (2.3.4) diperoleh :



 ( p ,q )   (sin 2  ) p 1 (cos 2  ) q 1 2 sin  cos  d
0


2
 ( p ,q )  2  (sin  ) 2 p 2 (cos  ) 2 q 2 sin  cos d
0


2
 ( p ,q )  2  (sin  ) 2 p 1 (cos  ) 2 q 1 d
0
(2.4.4)

Untuk pernyataan nisbah, dapat diakukan dengan mengambil :


y
x maka
(1  y )'

76
(1  y ) dy  ydy dy
dx  
(1  y ) 2
(1  y ) 2

x = 1, berkaitan dengan y = ∞
x = 0, berkaitan dengan y = 0

Dengan mensubstitusikan ke dalam persamaan (2.4.1) didapat:


p 1 q 1
1
 y   y  dy
0  1  y   1 
 1  y 

1  y  2
β(p,q) =
y p 1 1q 1
1
dy
 1  y 
0
p 1
1  y  q 1
1  y  2
=
y p 1
1

 1  y 
0
pq
dy

β(p,q) = (2.4.5)

2.5 Hubungan Antara Fungsi Beta dan Gamma

Fungsi beta ternyata dapat pula diungkapkan dalam fungsi gamma sebagai berikut

( p ) ( q )
( p  q )
Β(p.q) = (2.4.6)
Tinjau kembali persamaan :

t
p 1

0
Г(p) = e-tdt
Dengan memisalkan :
t = y2, maka
dt = 2 ydy
t = ∞, berkaitan dengan y = ∞
t = 0, berkaitan dengan y = 0

77
dengan substitusi di dapat :

y 
2 p 1
e  y 2 2 ydy
0
Г(p) = e-tdt

y 
2 p 1 2
ey
0
=2 ydy

y
p 1  y 2
e
0
Г(p) = 2 dy (2.4.7)

Karena y adalah variable integral, sehingga dapat diganti dengan huruf apa saja,
maka :

x
2 p 1  x 2
e
0
Г(q) = 2 dx
Dengan mengalikan Г(p) Г(q) didapat :


x
1
2 q 1
y 2 p 1e  x
0 0
Г(p) Г(q) = 2. 2 dxdy


x y e
2
2 q 1 2 p 1  ( x  y2 )

0 0
= 2. 2 dxdy
Kemudian untuk integral lipat dua ini ke dalam koordinat polar :
x = r cos θ
y = r sin θ
x2 + y2 = r2, ambil unsur luasan dxd = ds dalam bentuk ds = rdrd θ
untuk x = r cos θ,
x = ∞, berkaitan dengan r = ∞
x = 0, berkaitan dengan r = θ
untuk y = xtgθ

2
y = ∞, berkaitan dengan θ =

78
y = 0, berkaitan dengan θ = 0
dengan substitusi didapat :

 /2

  (r cos 
2
2 q 1
( r sin  2 p 1 )e  r rdrd 
0 0
Г(p) Г(q) = 2. 2
  /2

 r e dr.2  (cos  ) (sin  ) d


2
2 p  q 1  r 2 q 1 2 p 1

0 0
=2
  /2

r  (cos  )
2
2 ( p  q ) 1  r
e dr 2 q 1
(sin  ) 2 p 1 d
0 0
=2 .2


2 (   q ) 1
r
0
e 1 dr  ( q )

2
 /2

 (cos  ) (sin  ) 2 p 1 d   ( p.q )


2 q 1

0
2
Sehingga didapat hubungan :
( p ) ( q )  ( p  q )  ( p.q )
+
( p ) ( q )
 ( p.q ) 
( p q )
Terbukti

Dengan demikian, dari table fungsi gamma dapat pula dihitung nilai beta yang
bersangkutan. Dengan selalu mengingat bentuk-bentuk fungsi beta, dapat
langsung dihitung beraneka ragam integral yang terkait.

Contooh :

79

x 3 dx
0 (1  x) 5
Hitung integral : I =

Penyelesaian :
Integral ini tergolong dalam persamaan :

x p q
 ( p .q ) 0 (1  x) p q dx
=
dengan :

p–1=3 p=4

p+q=5 q=1

( 4 ) (1)
 (1.4) ( 4 1)
Jadi : I= =
3!.0! 3!
4! 4!
= =
1
4
I=
Untuk bahan bacaan dan soal-soal pelengkap buku ajar mengenai Fungsi Gamma da

Referensi

nd

Boas, Mary L, 1983. Mathematical Methods in The Physical Sciences 2 edition,


Jhon Wiley & Sons, Inc, New York.
Bradbury, Ted Clay, 1984, Mathematical Methods with Application to Problems in

80
The Physical Sciences, John Wiley & Sons, Inc, New York.
th

Kreyszig, Erwin, 1993, Advanced Engineering Mathematical, 7 edition John


Wiley
& Sons, Inc, Singapore.

4
PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN
DIFFERENSIAL

1. Pendahuluan

81
1.1 Deskripsi

Persamaan differensial (orde dua) sering muncul dalam proses penyelesaian


beberapa persamaan differensial parsial dalam fisika matematika. Metode untuk
menyelesaikan persamaan differensial (linier orde dua) dengan menggunakan
deret tak terhingga disebut sebagai metode penyelesaian dengan deret. Metode
penyelesaian dengan deret dapat juga digunakan untuk mencari penyelesaian
tertentu. Dalam bab ini dipusatkan dalam deret sebagai penyeesaian persamaan
differensial (orde dua) dengan koefisien peubah.

Sebagai prasyarat untuk mempelajari dan memahami bab ini, diharapkan anda
telah memehami materi deret , Differensial Parsial, Deret Fourier, Persamaan
Differensial Biasa, Fungsi Gamma dan Fingsi Beta.

1.2 Relevansi

Materi dalam bab ini merupakan dasar untuk mempelajari pokok bahasan
lanjutan seperti persamaan Differensial Parsial, Transformasi Fourier dan fungsi-
fungsi khusus sebagai lanjutan.

1.3 Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasisiwa diharapkan dapat :


1. Menggunakan metode untuk menyelesaikan paersamaan differensial
dengan deret
2. Menggunakan persamaan Legendre
3. Menghitung Polinom Legendre
4. Menggunakan rumus rodrigues
5. Menentukan fungsi pembangkit
6. Menggunakan hubungan Rekursif

82
7. Menjelaskan uraian Potensial
8. Menuliskan susunan lengkap dari fungsi otogonal
9. Menghitung othogonalitas dan normalitas
10. Menentukan fungsi Legendre Sekawan
11. Menggunakan persamaan Bessel

2. Penyajian

2.1 Deret Sebagai Penyelesaian Suatu Persamaan Sederhana

Semua persamaan differensial dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian


deret. Sebelum menjelaskan bagaimana memeperoleh penyelesaian deret untuk
persamaan differensial dengan koefisien peubah lainnya, tinjau suatu persamaan
sederhana, berikut:

Y1 = 2x y (2.1.1)
Asumsikan penyelesaian persamaan differensial itu kedalam bentuk :
y = a0 + a1 + a2x2..............................+anxn +.......

y   an x n
n 0

(an) adalah nilai/harga yang akan dicari.


Dengan mendiferisialkan persamaan (2) diperoleh

y’ = a1 + 2a2x + 3a3x2 + …….anxn-1 +….. (2.1.3)


∑ na n x n−1
n−1

Bila persamaan (2) dan (3) disubtitusikan kedalam persamaan (1),diperoleh


y’ = 2xy
a1 + 2a2 + 3a3x2 + ….. = 2x ( a0 + a1x + 1a2x2 + ….)

83
= 2a0x + 2a1x2m-1 + 2a2x3 + ……

Agar kedua deret ini identik maka koefisien dari pangkat x yang berkaitan harus
sama :
x0 : a1 = 0
x1 : 2a2 = 2a0….a2 = 0
x2 : 3a3 = 2a1 = 2.0…..a3 = 0
1
x3 : 4a4 = 2a2 = 2a0 …….a4 = 2 a0

xn-1 : nan = 2an-2

an = 0 untuk n gasal
2
an = n an-2 untuk n genap

Yang membentuk deret ini hanyalah fungsi genap, maka dengan mengambil n=2m
diperoleh :
2 1
a2m = 2 m a2m-2 = m a2(m-1)

1 2
= m . 2( m−1) a2(m-1)-2

1 1
= m . m−1 a2 (m-2)

1 1 1
= m . m−1 . m−2 a2(m-3)

1 1 1 1
= m . m−1 . m−2 . m−3 a2(m-4)

1 1 1 1 1
 . . . ........... a 2 ( m (( m 1) 1))
m m 1 m  2 m  3 m  (m  1)

84
1 1 1 1
 . . . ...........a 2.0
m m 1 m  2 m  3
(2.1.6)
1
a2m  .a0 ;.........m  0,1,2,3,.......
m!

Harga koefisien tersebut disubstitusikan kedalam persamaan (2.1.2), dan diperoleh



y   an x n
n 0

 a 0  a1 x  a 2 x 2  a 3 x 3  a 4 x 4  .............
1 1
 a 0  0  a 0 x 2  0  x 4  .........
1! 2!
1 1 1
 a 0  a 0 x 2  a 0 x 4  a 0 x 6  ...........  a 0 x 2 m  ......
2! 3! m!
 x 4
x 6
x 2m

 a 0  1  x 2    ........   ........... 
 2! 3! m! 
(2.1.7)
 2m
x
y  a1  .
m  0 m!
Bandingkan persamaan (2.1.7) dengan penyelesaian dengan menggunakan
metode elementer (dalam kasus ini digunakan metode variabel) berikut
y ' 2 xy
dy
 2 xy
dx
ln y = x2 + A
dy
 2xdx................................
y
e ln y  e 2 A
2
y  ex
2
y  e Ae x
Ekspansi kedalam deret pangkat untuk x2 adalah
 x4 x6 
y  c 1  x 2    ...........
 2! 3! 

x 2n
y  a1  . 0 maka c  a0
n0 n!

85
Contoh
1.Selesaikan persamaan : y’ – y = 0
Penyelesaian

y   anx
n

n 0
Seperti persamaan (2.1.2) :

y '   na n x n 1
n0

y'  y  0
a 1  
 a 2 x  3a3 x 3  ...  a 0  a1  a 2 x 2  ...  0 
a 1  a 2 x  3a3 x 3  ...   a 0  a1  a 2 x 2  ...  0
 a1  a0   0;2a 2  a1  0;3a3  a 2  0
a1 a 0 a a
a1  a0 ;......... .a 2   ;....a 3  2  0
2 2! 3 3!

Dengan koefisien ini,deretnya menjadi :


a0 2 a0 3 a0 4
y  a0  a0 x  x  x  x  ....
2! 3! 3!
 x 2 x3 
y  a 0  1 x    ....   a 0 e x
 2! 3! 

2. Selesaikan persamaan : y”-y = 0


Penyelesaian :

y '   na n x n 1
n0
Dari persamaan

y "   n n  1a n x n 2
n 0

y '  a1  2a 2 x  3a3 x 2  ............


y"  2a 2  3  2a3 x  4a 4 x 2  .......

Maka :

86
 2a2  3  2a3 x  4  3a4 x 2  ....   a0  a1 x  a2 x 2  ....  0

 2a 2  a0  ...   3  2a3  a1  x   4  3a 4  a 2   ....  0


2a 2  a 0  0;3  2a3  a1  0;4  3a3  a 2  0
a0 a a a
a2   ;....a3   1 ;....a 4   2   0
2! 3! 43 4!

a0 dan a1 berubah-ubah. Dengan koefisien – koefisien ini, maka diperoleh

a 0 2 a1 3 a 0 4 a1 5
y  a 0  a1 x  x  x  x  x  .....
2! 3! 4! 5!
 x 2
x 4
  x 3
x5 
y  a 0  1    ....  a1  x    .... 
 2! 4!   3! 5! 

x2 x4 x3 x5
  ....   ...)  sin x
2! 4! 3! 5!
(1- ) = cos x a1(x-
 y  a 0 cos x  a1 sin x

y '  a 0 sin x  a1 cos x


y "   a 0 cos x  a1 sin x

 (a 0 sin x  a1 cos x
= )

2.2 Persamaan Legendre


Persamaan Difernisal legendre berbentuk :
(1  x 2 ) y "  2 xy '  m(m  1) y  0

(2.2.1)
n adalah suatu konstanta.
Penyelesaian deret dengan turunannya berbentuk :

87
y  a 0  a1 x  a 2 x 2  a3 x 3  a 4 x 4  ...  a n x n  ...
y '  a1  2a 2 x  3a3 x 2  4a 4 x 3  5a5 x 4  ...  na n x n 1  ...

y "  2a 2  6a3 x  12a 4 x 2  20a5 x 3  ...  n(n  1)a n x n  2  ...

(2.2.2)
Substitusikan persamaan (2.2.2) kedalam persamaan :

Konstanta X X2 x3 xn
yn 2a2 6a3 12a4 20a5 (n + 2)(n + 1)an2+1
- xyn - - - 2a2 - 6a3 - n(n – 1)an
- 2xyt - - 2a2 - 4a2 - 6a3 - 2n2an
m(m + 1) y m(m + 1)a0 m(m + 1)a1 m(m + 1)a2 m(m + 1)a3 m(m + 1)an

Atur jumlah koefisien dari masing-masing pangkat x = 0, sehingga memenuhi


persamaan (2.2.1)

 Konstanta (xo)
m(m  1)
2
2m + m(m + 1)a0 = 0 a2 = - a0

 X1 :
6a3 – 2a1 + m2a1 + ma1 = 0
6a3 – (m21 + m – 2)a1 = 0
6a3 – (m – 1)(m + 2)a1 = 0
(m  1)( m  2)
 a1
6
a3 =
 x2
12a4 – 2a2 + m2a1 + ma = 0
12a4 + (m2 + m – 6)a2 = 0
12a4 – (m + 3)(m – 2)a2 = 0

88
(m  2)( m  3)
 a2
12
a4 =
(m  2)( m  3) m(m  1)
 . a0
4 .3 2
a4 =
m( m  1)( m  2)( m  3)
 a0
4!
4 =
a

Dan jumlahkan koefisien dari xn

(n + 2)(n + 1)an+2 + (m2 + m – n2 – n)an = 0;


(n + 2)(n + 1)an+2 + [ (m + n) (m – n) + (m – n) ] an = 0;
(n + 2)(n + 1)an+2 + [ (m – n) (m + n + 1) ] an = 0;
(m  n)( m  n  1)
 a n ...
(n  2)( n  1)
an+2 = (2.2.3)

Penyelesaian umum persamaan (2.2.1) adalah jumlah dari dua deret yang berisi
dua konstanta a0 dan a1 yang dapat ditentukan dengan memberikan dua syarat
awal yaitu, misal
a) Untuk n = 0 b) untuk n = 1
(m  0)( m  0  1) (m  1)( m  1  1)
 a0  a1
(0  2)( 0  2) (1  2)(1  1)
a2 = a3 =
m(m  1) (m  1)( m  2)
 a0  a1
2 3!
= =
c) untuk n = 2
(m  2)( m  2)
a2
4.3
a4 = ;
(m  2)( m  3)  (m!)( m  2) 
 .  a0 
4. 3  2 
a4 = ;

89
(m  2)( m  3)( m  1)( m  2)
 a0
4!
a4 = ;

d) untuk n = 3
(m  3)( m  4)
 a3
5 .4
a5 = ;
(m  3)( m  4)  ( m  1)( m  2) 
 .  a1 
5 .4  2 
a5 = ;
(m  1)( m  2)( m  3)( m  4)
 a1
5!
a5 = dan seterusnya.

Sehingga penyelesaian umum dari persamaan (2.2.1) dapat ditulis

2 3
y=a0+ a1 x+ a2 x +a3 x + a4 + …

y=a0 y 0 ( x )+ a1 y 1 ( x )

y=a0 1−[ m ( m+1 ) 2 m ( m+1 ) ( m−2 ) ( m+ 3 ) 4


2!
x+
4!
x … +¿ ]
[
a1 x−
m ( m−1 ) ( m+2 ) 3 ( m−1 )( m+2 ) ( m−3 ) ( m+ 4 ) 4
3!
x+
5!
x … ] (2.2.4)

Untuk bilangan bulat genap m≥ 0, deret yang pertama pada persamaan (2.2.4))

adalah konvergen sehingga diperoleh penyelesaian polynomial.

90
Untuk bilangan bulat gasal m>0, deret yang kedua konvergen, sehingga

diperoleh penyelesaian polynomial.

Dengan demikian untuk sembarang bilangan bulat m≥ 0, persamaan (2.2.40

mempunyai penyelesaian polynomial

m=tegak , y =a0 [ 1−0+0 … ] m=1, y=a 1 [ x−0 ]

y=a0 y=a1 x

[
m=2, y=a 0 1−
2 ( 2+1 ) 2
2!
x +0 ]

[
m=3, y=a 1 x−
( 3−1 )( 3+2 ) 3
3!
x +0 ]
5
y=a0 ( 1−3 x2 ) y=a1 1− x 3
3 ( )
……dst

a0 a1
Hasil polynomial disebut polynomial Legendre, jika nilai dan dalam

tiap polynomial Legendre dengan derajat m, ditulis dengan Pm ( x ) Untuk

m=0

Substitusi y=1 dan x=1 pada derajat polynomial m=0

y=a0

1=a 0 ataua0 =1 P1 ( x )=1

91
Untuk m=1 (dengan cara yang sama)

y=a1

1=a 1 a1=1 P1 ( x )=x


maka

Untuk m=2 (dengan cara yang sama)

y=a0 ( 1−3 x2 )

−1
1=a 0 ( 1−3.1 ) maka a0 =
2
−1
P2 ( x )= ( 1−3 x 2 )
2
1
¿ ( 3 x 2−1 )
2

Untuk m=3

5
(
y=a1 x− . x3
3 )
5
(
1=a 1 1− .1 maka a1=
3 )
−3
2

−3 3 x−5 x 3
P3 ( x )=
2 3 ( )
3
¿− ( 3 x −5 x 3 )
2
1 3
¿ ( 3 x −5 x )
2

Penyelesaian Polynomial Legendre untuk m = genap dan m = gasal, dapat


dinyatakan dalam bentuk :

N
( 2m−2r ) !
Pm ( x ) =∑ (−1 ) m
m−2 r
r=0 2 r ! ( m−r ) ! ( m−2r ) !

92
Dimana :

m
N=
2 untuk m genap

m−1
N=
2 untuk m gasal

2.3 Rumus Rodrigues

Polynomial Legendre dapat juga dinyatakan dalam bentuk rumus ringkas :

m
1 dm ( 2 )
Pm ( x ) = m m
x −1 (2.3.1)
2 m! d x

Rumus ini dapat juga dinyatakan dalam bentuk rumus Rodrigues :

2 m
V = ( x −1 ) (2.3.2)

dv m −1
=m ( x 2−1 )
dx

2 m 2 −1
¿ 2 xm ( x −1 ) − ( x −1 )

( x 2−1 ) dv =2 xm ( x2 )
m

dx

( x 2−1 ) dv =2 xmv (2.3.3)


dx

Jika persamaan (2.3.3) diturunkan ke m+ 1 dengan aturan Leibnizh, diperoleh :

m +1 m
) 2 m−1
) 3
( x 3−1 ) d m+1 dv + ( m+1 ) d ( x 2−1 ) d m dv + m m+1 d 2 ( x 2−1 ) d m −1 dv + m m−1 m+1 d 3 ( x 2
( ( )(
dx ( dx ) dx dx dx 2! dx dx dx 3! dx

93
m+1 m 2 m −1
d d d d d
¿ 2 mx m +1 v +2 m ( m+1 ) ( x ) m v +2 m ( m+1 ) m 2 ( x ) m−1 v + …
dx dx dx dx dx

m+ 2 m+1 m
( x 2−1 ) d m +2 ( v )+ ( m+1 ) 2 x d ( 2 ) d m ( v )
dx 2! dx

d m+1 dm ( )
¿ 2 mx v +2 m ( m+1 ) v (2.3.4)
dx m +1 dxm

Persamaan ini sama dengan persaman Legendre.

( 1−x 2 ) y ”−2 x y' +m ( m+1 ) y=0

dm v
Dengan ¿ , yang merupakan Polynomial derajat m, karena persamaan
dx m

Pm ( x ) , maka
Legendre mempunyai penyelesaian dari bentuk itu, yaitu

Pm ( x )

m
d v
Merupakan suatu kelipatan tetapan dari dx m jadi didapatkan :

d m ( m )m
Pm x =c m x −1
( )
dx

Untuk menentukan tetapan c, cukup ditinjau pangkat tertinggi untuk x di setiap


ruas persamaan di atas, yaitu :

( 2 m ) ! xm dm 2m
❑ =c x
2 m ( m !) 2 dx m

(2 m)!
¿c x
m!

94
1
¿
c m
2 m!

Dengan mensubstitusikan nilai c, diperoleh :

d m ( m )m
Pm x =c m x −1
( )
dx

dm dm ( 2 )m ( )
Pm ( x ) x −1 Pm x
2m m ! dx m

Contoh :

1. Cari P0 ( x ) ; P1 ( x ) ; P2 ( x ) , P3 ( x ) dengan menggunakan rumus

Rodrigues.

Penyelesaian.

dm dm ( 2 )m
a. Pm ( x ) = x −1
2m m! dx m

1 d 0 ( 2 )0
P0 ( x )= x −1
20 0 ! dx 0

1 d 1 ( 2 )1
b. P1 ( x )= 1 1
x −1
2 1 ! dx
1
¿ .2 x=x
2

1 d2 ( 2 )2
c. P2 ( x )= 2 2
x −1
2 2 ! dx

1 d
¿ (2 ( x 2−1 ) 2 x )
8 dx

95
1
¿ ( 12 x2 4 )
8

3 1
¿ x 2−
2 2
3
1 d ( 2 )3
d. P3 ( x )= 3 3
x −1
2 3! dx

1 d 2 ( 2 )2 1 d2 4 4
¿ 2
3 x −1 .2 x= 2
6 x ( x −2 x +1 )
48 dx 48 dx

1 d2 ( 5 1 d (
¿ 2
6 x −12 x3 +6 x ) = 30 x 4−36 x 2 +6 )
48 dx 48 dx

1 d
¿ ( 120 x 3−72 )
48 dx

1 3
P3= ( 5 x −3 )
2

2.4 Pembangkit Untuk Polynomial Legendre

Fungsi Pembangkit untuk Polyno1mial Legendre dinyatakan sebagai

−1
φ ( x , n )=( 1−2 xh+h 2) 2 ;|h|< 1 (2.4.1)

Akan ditunjukan bahwa


φ ( x , h )=P0 ( x ) +h P2 ( x ) +…= ∑ h Pm ( x )
2 m

m=0
(2.4.2)

96
Pm ( x ) =¿ Polynomial Legendre

Untuk mencari persamaan (2.4.2 diambil

−1
2 xh−h2 = y , sehingga persamaan (2.4.1) menjadi : φ=( 1− y ) 2

Ekspansikan ke dalam deret pangkat :

−1
φ=( 1− y ) 2

1 3
.
1 2 2 2 (2.4.3)
¿ 1+ y+ y +…
2 2!

1 3 2
¿ 1+ ( 2 xh−h2 ) + ( 2 xh−h2 ) +…
2 8

1 2 3 4 4 3 4
¿ 1+ xh− h + ( 4 x h −4 x h + h ) + …
2 8

¿ 1+ xh+h2 ( 32 x − 12 )−…
2

¿ P0 ( x ) +h P1 ( x ) +h2 P2 ( x ) +…

Pm x
Untuk menjelaskan bahwa polynomial pada persamaan (2.4.3) adalah

Polynomial Legendre, harus ditunjukan bahwa polynomial tersebut harus

memenuhi persamaan Legendre dan dapat pula ditunjukkan pada : Pm ( 1 )=1

97
Dengan mengambil x=1 dalam persamaan (1) dan (2) di peroleh

−1
φ ( x , n ) ( 1−2 xh+ h2 ) 2 =
−1
2 2
φ ( 1, n )=( 1−2.1. h+ h )
−1

¿ [ ( 1−h ) ]
2 2

−1
¿ ( 1−h )

Dengan deret binomial diperoleh :

(−1 )(−1−1 ) 2
φ ( 1, h )=1+ (−1 )(−h ) + h
2!

2
¿ 1+ h+h

¿ P0 ( 1 ) + P1 ( 1 ) h+ P 2 ( 1 ) h2+ … (2.4.4)

Karena persamaan (2.4.4) identic dalam ( h ) , maka fungsi Pm ( x ) dalam

Pm ( 1 )=1
persamaan (2.4.2) mempunyai sifat

Untuk menunjukan bahwa persamaan tersebut memenuhi persamaan


Legendre,dapat dilakukan dengan cara mendiferensialkan persamaan (2.4.1):

−1
φ ( x , n )=( 1−2 xh+h 2) 2

Dengan diferensial langsung persamaan diatas dapat ditunjukan bahwa :

2 2
( 1−x 2 ) ∂ φ2 −2 x ∂ φ +h ∂ 2 ( hφ ) =0 (2.4.5)
∂x ∂x ∂h

98
Substitusikan ke dalam deret persamaan (2.4.2) untuk φ ke dalam persamaan

(2.4.5) diperoleh:

2 2
( 1−x 2 ) ∂ φ2 −2 x ∂ φ +h ∂ 2 ( hφ ) =0
∂x ∂x ∂h
∞ ∞ 2 ∞

m=0 m=0 ∂h (
( 1−x 2 ) ∑ h m Pm ( x )−2 x ∑ hm P m ( x ) +h ∂ 2 h ∑ hm Pm ( x ) =0
m =0
)
∞ ∞ 2 ∞
( 1−x 2 ) ∑ h m Pm ( x )−2 x ∑ hm P m ( x ) +h ∂ 2 ∑ h m+1 P m ( x )=0
m=0 m=0 ∂h m=0

∞ ∞ ∞
( 1−x 2 ) ∑ h m Pm ( x )−2 x ∑ hm P m ( x ) +h ∂
m=0 m=0
( ∂h
∑ )
( m+ 1 ) h m Pm ( x ) =0
m=0

∞ ∞ ∞
( 1−x 2 ) ∑ h m Pm ( x )−2 x ∑ hm P m ( x ) +h ∂
m=0 m=0
( ∑ ( m+ 1 ) mhm−1 P m ( x ) =0
∂ h m=0 )
∞ ∞ ∞

m=0
m

m=0
m
∂ h m=0 (
( 1−x ) ∑ h Pm ( x )−2 x ∑ h P m ( x ) +h ∂ ∑ m ( m+1 ) hm Pm ( x ) =0
2
)
(2.4.6)

Persamaan ini identic dalam ( h ) , sehingga koefisien masing-masing pangkat

( h ) harus =0, dengan mengatur koefisien hm =0 , diperoleh

( 1−x 2 ) Pm ( x )−2 x P m ( x ) +m ( m+1 ) Pm ( x ) =0 (2.4.7)

Persamaan ini adalah persamaan Legendre, sehingga ditunjukan bahwa fungsi

Pm ( x ) dalam persamaan (2.4.2) memenuhi persamaan Legendre pada

persamaan (2.4.1).

2.5 Hubungan Rekursif

99
Fungsi pembangkit dapat digunakan untuk menurunkan beberapa hubungan
rekursif penting antara beberapa derajat polynomial Legendre dan juga turunanya.
Beberapa diantaranya:

a. m Pm ( x )=( 2 m−1 ) x Pm−1 ( x ) −( m−1 ) P m−2 ( x ) ;

b. x Pm ( x )−P' m ( x )=mP m ( x ) ;

c. P' m ( x ) −x P' m−1 ( x )=mPm −1 ( x ) ; (2.5.1)

2
d. ( 1−x ) Pm ( x )=mP m−1 ( x )−mxP m ( x )

e. ( 2 m+1 ) Pm ( x ) =P' m+1 ( x )−Pm−1 ( x )

Persamaan ( a ) dapat dibuktikan sebagai berikut:

Dari persamaan (2.4.1) diperoleh:

−1
φ ( x , n )=( 1−2 xh+h 2) 2

−3
∂ φ −1
= ( 1−2 xh+ h2 ) 2 (−2 x+2 h )
∂h 2
−1
2 2
( 1−2 xh +h )
¿ ( x−h ) (2.5.2)
( 1−2 xh+ h2 )

( 1−2 xh+h 2) ∂ φ =( x−h ) φ


∂h

Dengan substitusi deret pada persamaan (2.4.2) dan turunanya ke ( h ) ke dalam

persamaan (2.4.9) diperoleh:

100

h Pm ( x )=¿ ( x−h ) ∑ h m Pm ( x )
m

m=0

( 1−2 xh+ h2 ) ∑ ¿
m=0

∞ ∞
( 1−2 xh+h 2) ∑ mhm −1 Pm ( x ) =( x−h ) ∑ h m Pm ( x )
m=0 m=0


xh m Pm ( x )−¿ ∑ h m+1 Pm ( x )
m=0
∞ ∞ ∞
Pm ( x )−¿ ∑ 2 xmh P m ( x ) + ∑ mh Pm ( x ) = ∑ ¿
m−1 m m +1
mh
m=0 m=0 m=0

∑¿
m=0

m −1
Dengan menyamakan koefisien dari h pada masing-masing ruas diperoleh:

mP m ( x )−2 x ( 2ι−2 ) Pm−1 ( x ) + ( m−2 ) Pm−2 ( x ) =xPm−1 ( x ) −P m−2 ( x )

mP m ( x )=x ( 2ι−2 ) Pm −1 ( x )+ xP m−1 ( x )−( m−2 ) Pm −2 ( x )−Pm−2 ( x )

mP m ( x )= ( 2m−1 ) Pm−1 ( x ) −( m−1 ) P m−2 ( x )

Contoh

Diketahui P0 ( x )=1, P❑ 1 ( x )=x

Carilah: a. P2 ( x )

b. P3 ( x )

Penyelesaian

Dengan menggunakan hubungan Rekursif (2.5.1a) dan mengambil nilai m=2

diperoleh:

101
mP m ( x )= ( 2m−1 ) xPm−1 ( x )−( m−1 ) P m−2 ( x )

2 P2 ( x )=( 2.2−1 ) xP2−1 ( x )− (2−1 ) P2−2 ( x )

3 1
P2 ( x )= x 2
2 2

Dengan mengambil m=3 maka didapat:

3 P 3 ( x )=( 2.3−1 ) xP 3−1 ( x )−( 3−1 ) P3−2 ( x )

¿ 5 xP 2 ( x )−2 P1 ( x )

¿5x ( 32 x − 12 x )−2 x
3

5 3 1 2
3 2 (
P3 ( x )= x x 3− x − x
2 3 )
5 5 2
¿ x3 − x− x
3 6 3
1 3
P3 ( x )= ( 5 x −3 x )
2

2.6 Uraian Potensial

Fungsi pembangkit bermanfaat dalam menangani potensial yang berkaitan dengan


sembarang gaya yang sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak, dan energy

1
potensial sebanding dengan d (dimana d=¿ jarak).

102
Dengan cara yang sama gaya listrik antara dua muatan listrik yang berjarak ( a )

1 1
, sebanding dengan d2 dan energy potensial listrik sebanding dengan d .

Kasus ini dapat ditulis sebagai potensial:

K
V=
d ; k= konstanta

Pada gambar (1) ambil dua masa atau muatan dengan vector posisi r dan R.

Jarak antara 2 massa itu adalah:

d=|R−r|

¿ √ R 2−2 Rrcosθ+r 2


2
2r r
O d=R 1−
R
cosθ+
R ( )
Gambar I (2.6.1)

Besarnya potensial grafitasi atau potensial listrik adalah:

K   r 
2
r
1  cos     
R  R  R  
V= (2.6.2)
Untuk |r| < |R|, dipilih sebagai variabel :
r
P
h= x = cos θ (2.6.3)

103
maka persamaan (2.6.1) menjadi :
2
2r  r
1 cos    
R  R
d =R

1  2hx  h 2
=R

Dari persamaan (2.6.2)

1

K   r 
2 2
r
1  2 cos     
R  R  R  
V=

 
1
K 
1  2hx  h 2 2
R
=
K
R
= Φ, dimana Φ fungsi pembangkit (2.4.1)

Kemudian dengan menggunakan fungsi pembangkit (2.4.2), dapat ditulis


potensial V sebagai deret tak terhingga:

h
m 0
m
Pm ( x)
Φ =
K

R
V =

h
m 0
m
Pm ( x)
=

atau dalam bentuk r dan θ:

104
m
K  r
R
  R  Pm (cos  )

V = (2.6.4)
K r m Pm (cos  )
R
 R m1
=

2.7 Susunan Lengkap dari Fungsi Ortogonal

Dua vertor A dan B adalah ortogonal apabila A. B = 0 ditulis:


Ax By + Ax By = 0 untuk 2 dimensi (2.7.1)
Ax By + Ax By + Az Bz 0 untuk 3 dimensi (2.7.2)

Untuk notasi yang lebih umum :

Ax = A1 ; Ay = B2 dan Az = Az
Bx = B 1 ; By = B 2 dan Bz = B3

Dalam notasi ini, daapt ditulis syarat ortogonal litas sebagai :


A B
i 1
1 1 0
A1B1 + A2B2 =

AB i 1
1 1 0
A1B1 + A2B2 + A3B3 =
Secara umum dua vektor dalam (n) dimensi adalah ortoginal jika:

A B
i 1
1 1 0
(2.7.3)
Dua fungsi A(x) dan B(x) memenuhi persamaan

105
b

 A( x)
a
B(x) dx = 0 (2.7.4)
Dikatakan bahwa dalam persamaan (2.7.4) fungsi A (x) dan B (x) adalah ortoginal
dalam interval (a,b).

Jika dua fungsi A (x) dan B (x) adalah kompleks, maka didefinisikan A (x) dan B
(x) adalah ortogonal pada (a,b) jika:

∫ A∗( x ) B ( x ) dx=0
a

A* (x) adalah konjugat kompleks dari A (X)

Karena persamaan (2.7.5) identik dengan persamaan (2.7.4), jika A (x) dan B (x)
real, maka persamaan (2.7.5) dapat dijadikan dasar definisi ortoginalitas A (x) dan
B (x) pada (a,b).

Jika terdapat himpunan fungsi An (x) dimana n = 1,2,3........ maka:

b
konstan ≠0, jikam=n
∫ An∗( x ) A m ( x) dx 0, jika m=n ≠ 0
a

Fungsi An (x) diserbut himpunan dari fungsi ortogonal dalam selang (a,b)
Jika himpunan berbentuk deret Fourier, maka :

b
0, jika m≠ n
∫ sin n π sin mx dx π , jika m=n ≠ 0
a

Sin nx dan cos mx adalah himpunan dari fungsi ortogonal pada selang (- π , π ¿

Karena:

106
b

∫ sin n π cos mx dx = 0, untuk sembarang n dan m jika himpunan


a

−iax
fungsi adalah fungsi kompleks, misal e untuk orgonalitasnya adalah :

e mx∗¿ e inx π
π 0, jika m≠ n
∫¿ dx = ∫ emx einx dx = 2 π , jika m=n≠
−π
−π

Pm
2.8 Ortogonolitas dan Normalitas (X)

Dengan mernggunakan fungsi pembangkit, dapat ditunjukkan bahwa polynomial


legendre membentuk himpunan ortogonal dalam serlang (-1,1) yang memenuhi
hubungan integral :

X
X ¿ Pn ¿
Pm ¿ jika m ≠n
1 ) dx = 0
∫¿
−1

dan dapat pula ditunjukkan bahwa polynomial legendre memenuhi normalitas

X
¿ Pm ¿ 2
1
)|2 dx = 2 m+1
∫¿
−1

107
untuk membuktikan hal ini, tulis kembali fungsi pembangkit :

∞ ∞

ᶲ (x,h) = (1- 2xh + h ) 2 -½


=
∑ h m Pm ( X ) = ∑ h m Pn ( X )
m=0 m=0

kedua fungsi pembangkit dikalikan :

∞ ∞

∑h Pm ( X ) ∑ h m P n ( X ) = ᶲ (x,h) ᶲ (x,h)
m

m=0 m=0

= (1- 2xh + h2)-½ (1- 2xh + h2)-½

1
= (1−2 xh+h 2)

Kedua ruas diintegralkan terhadap x dengan batas -1 sampai 1.

1   1
dx
h
m
p  x  n 0  hn pn  x  dx   1  2 xh  h 2 
1 m  0 m 1

  1 1
1
  h m n  pm  x  dx 
n0
 1  2 xh  h  2
m 0 1 1

Integral ruas kanan dapat disubtitusikan sebagai berikut:


2

1 – 2xy + h = y
1 h y
 
2h 2 2h
x=
dy
2h
dx = -
Integrasikan kedua ruas ,dengan batas integral saat x = -, berkaitan dengan :

108
2 2

Y = 1 + 2h + h .saat x = 1,berkaitan dengan y = 1 – 2h + h


1 1 2 h  h 2
dx 1 dy
1 1  2 xh  h 2   2h  2 y
1 2 h  h

1 1 2 h  h 2
ln y
2h 1 2 h  h 2

=-
1
2h
  
ln 1  2h  h 2  ln 1  2h  h 2  
=-
1  1  2h  h 2 
 ln 
2h  1  2h  h 2 
=

 ln  1  h  2
2
1
2h 1  h 
=
2
 ln
1  h 2  
h 1  h  
=
1
1 1
 1  2 xh  h   h  ln 1  h   ln 1  h  
1
2

Bila ruas kanan diekspansikan,akan diperoleh:

1
1 
 h 
h 2 h3

 
 .....     h 
  h  2  ... 
 ln 1  h   ln 1  h     
h  2 3   2  
h
=
1 h3 h3 
 h  h   .....
h 3 3 
=

109
 h2 h4 
 1    ....
 3 5 
= 2

h 2m

m  0 2m  1
=2
sehinggga:
 
dx h 2m
   2 
m 0 2m  1 
1 1  2 xh  h
2

  1 
h 2m
 h  p m  x  p m  x  dx  2m0 2m  1
mn

m 0 n 0 1

  1 
h 2m
 h m n  p m  x  p n  x  dx  2
m 0 n 0 m  0 2m  1
0
1

  1
2  2m   
1

   p m  x  p n  x  dx   h     p  x  p  x  h
m n
m n 0
m  0  1 2m  1  m 0 n  0  1

suku pertama terjadi saat m=n



suku kedua terjadi saat m n

Untuk sembarang (h),maka berlaku jika:


1 1
2 2
1 pm  x  pm  x   2m  1  0 : 1 p m  x  pn  x  dx  2m  1 ; m  n

a.
1

 p  x  p  x  dx  0; m  n
1
m m

b.
dari (a) dan (b)dapat ditulis:
1
2
 p  x  p  x  dx  2m  1 
1
m n mn

110
 mn  1,
jika m= n
 mn  0, 
jika m n
Persamaan diatas adalah ortogonal dari persamaan Legendre.

2.8 Fungsi Legendre Sekawan

Jika y adalah penyelesaian dari persamaan Legendre :


(1  x 2
)y"-2xyʹ + m (m+1)y = 0.

n dny
2 dx n
Maka fungsi (1-x2) , adalah penyelesaian dari persamaan :
 n2 
 m(m  1)  
(1  x 2  1  x2 
)y"-2xyʹ = y=0 (2.8.1)

Yang dikenal dengan persamaan Legendre sekawan.


Jika y adalah Polynom Legendre Pm(x) , maka penyelesaian yang berkaitan adalah
:
n
dn
n
m ( x)  (1  x 2 ) 2 Pm ( x), n  0.
dx n
P
Disebut ”Fungsi Legendre sekawan” atau ”Polynom Legendre Sekawan”.
Fungsi ini dapat dibuktikan dengan mengambil :
n
n
2 m (x)
2
y= (1-x ) U=P
n
n 1
n
(1  x 2 ) 2 2 xU
2 2
yʹ = (1-x2) Uʹ -

111
n
n 1
n
(1  x 2 ) 2 2 xU
2 2
y" = (1-x2) U" - ʹ- n

n m n
1 n 2 1
(1  x ) 2 2
U  n(  1) x(1  x 2 ) 2 2 xU  mx(1  x 2 ) 2 U
2
ʹ

n n n
1 1  n  2
n
1  2nx(1  x ) 2 2
 n(1  x ) 2 2
 2n  1 x 2 (1  x 2 ) 2
2  2 
= (1-x2)

Subsititusikan ke persamaan :

 n2 
 m(m  1)  
(1  x 2  1  x2 
)yʹ – 2xyʹ + y =0 .
n 1 n n
1
2 Un 2 2

(1-x2) -2nx(1-x2) Uʹ– n(1-x2) U+


 n 
 1 n n n
1
 2  2 2 2 2

2n x2 (1-x2) U - 2x (1-x2) U + 2nx (1-x2) U+


n n
2 1
2 n 2

m+m(m+1)(1-x2) U- (1-x2) U =0.

n
2

Bagi persamaan di atas dengan (1-x2) , diperoleh :

 n 
 1
 2  1
2
(1-x2)Uʹʹ-2n x Uʹ-nU + 2n x (1-x2) U –
1 1
2
n2
2 2
2xUʹ+2nx (1-x ) U+m(m+1)U- (1-x ) U= 0.

112
m(m  1)  nx 2

 2nx 2  2nx 2  n 2 (1  x 2 ) 1  n 
2
(1-x )Uʹʹ- (n+1)2xUʹ+ U= 0.
 m(m  1)  n(n  1)
2
(1-x ) Uʹʹ- (n+1)2xUʹ + U = 0. (2.8.2)

Bila persamaan (2.8.2) dideferensialkan maka diperoleh :

 m(m  1)  n(n  1)


2
-2xUʹʹ +(1-x ) Uʹʹ -2(n+1)Uʹ-2x(n+1)Uʹʹ+ U
 m(m  1)  n(n  1  2(n  1)) 
2
(1-x )Uʹʹ -2x(n+2)Uʹʹ + U=0
 m(m  1)  (n  1)( n  2)U '  0.
2
(1-x )Uʹʹ -2x(n+2)Uʹʹ +
n  2 ( n  1)  1 x(u ' )   m(m  1)  (n  1)( n  2)U '  0.
2
(1-x )(Uʹ) (2.8.3)

Dengan mengganti uʹ menjadi u dan (n+1) menjadi n, maka persamaan (2.8.3)


akan sama dengan persamaan (2.8.2)

d0
Pm ( x)
dx 0
Pm(x) = adalah penyelesaian persamaan (2.8.2) dengan n = 0.
d
Pm (x)
dx
Jika : Pʹm(x) = adalah penyelesaian persamaan (2.8.2) dengan n = 1.
d2
Pm ( x)
dx 2
Pʹʹm(x) = adalah penyelesaian persamaan (2.8.2) dengan n = 2.

dn
nm Pm ( x )
dx 2
Maka secara umum untuk seluruh n, 0

113
Fungsi dalam persamaan (2.8.4) adalah “fungsi Legendre Sekawan” dan

n
dn
P ( x)  (1  x )
n
m
2 2
Pm ( x).
dx n
dinotasikan dengan
Dari Rumus Rodrigues untuk Pm(x)
1 dm 2
( x  1) m
2 m m! dx m
Pm(x) =
Pmn (x )
Maka untuk , diperoleh

(1  x 2 ) 2 d n  m 2
Pmn  ( x  1) m
2 m m! dx n  m
(2.8.5)

2.9 Persamaan Bessel


Pernyataan Bessel dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut :

x 2 y ''  xy' ( x 2  p 2 ) y  0.
(2.9.1)
p= konstanta dan disebut fungsi Bessel
Jika
x( xy' )'  x ( xy' ' y )

114
x 2 y ' ' xy
=
Maka persamaan (1) dapat ditulis sebagai :
( x 2 y ' ' xy' )  ( x 2  p 2 ) y  0

x( xy' )  ( x 2  p 2 ) y  0.
(2.9.2)
Penyelesaian umum dalam deret pangkat diasumsikan sebagai :

y   a n x n 3
n 0


y '   a n (n  s) x n  s 1
n 0


xy'   a n (n  s ) x n  s
n 0
(2.9.3)

( xy' )'   a n (n  s) 2 x n  s 1
n 0


x( xy' )'   a n (n  s) 2 x n  s
n 0
.
Substitusikan persamaan (2.9.3) ke dalam persamaan (2.9.2) dan tabulasikan pada
tabel sebagai berikut :
xs xs x s 1 x s 1 x s2 x sn

x(xy' ) s 2 a0 (1  s) 2 a1 (2  s ) 2 a 2 (n  s) 2 a n
..........
2
x y a0 an2
.......................
p y 2
 p a02
 p a12
 p 2 a2  p 2 an
.................

115
2
Koefisien dari X memberikan

a0
(s2 – p2) =0
s2 – p2 = 0
s= ±p

Untuk koefisien X s+1 didapatkan


1+s
¿
¿ a1 = 0
¿
¿
1+s
¿
¿ =0
¿

s+2
Koefisien dari X , memberikan:
2+s
¿
¿ a2 +a0
=0
¿
¿

2+ s
¿
¿
¿
−a0
a2 =
¿
a2 a0
merupakan bentuk dari

Koefisien dari X s+n memberikan bentuk umum dari an , yaitu

n+ s
¿
¿ an +an −2 = 0
¿
¿

116
n+ s
¿
¿
¿ (2.9.4)
−a n−2
an =
¿
Untuk mencari koefisien pada persoalan s = p dari persamaan (2.9.4)
n+ p
¿
¿ a n−2
¿ 2−p 2 ¿− 2
¿ n +2 np
−a
an = n−2
¿
n+¿
¿
n¿
(2.9.5)
−a
an = n−2
¿

a1 a gasal
Karena = 0 , maka seluruh =0

a genap
Untuk , n dapat diganti dengan 2n , sehingga

2n+ ¿ n+¿
¿ ¿
2
2n¿ 2 ¿
(2.9.6)
−a a
a2 n= 2 n−2 ¿− n−2
¿ ¿

Rumus untuk koefisien ini dapat disederhanakan dengan menggunakan notasi


fungsi gamma ( Г ) sebagai berikut:

p+¿
Г ¿
¿
p+¿
Г ¿
¿
Sehingga
p+¿
¿
¿

117
p+¿
¿
¿
p+2
¿
¿¿

Sehingga

p+¿
¿
¿

Dari persamaan (2.9.6) : untuk

−a0 −a0 a 0 Г (1+ p)


n=1; a 2= = ¿−
2
2 .1(1+ p) 2 (1+ p) 2
22 Г (2+ p)

−a2 −a2
n=2; a 4= 2
= 3
2 .2(2+ p) 2 (2+ p)
2+ p ¿ }
¿
{2 Г ¿
2

−a0 Г (1+ p)/¿


¿−¿
Г (1+ p)a0
¿
Г (3+ p)
2 ! 24 Г ( 2+ p)
Г (2+ p)

Г (1+ p) a0
¿ 4
2 ! 2 Г ( 2+ p) Г (3+ p) (2.9.7)

Untuk n=3

Г (1+ p)a 0
−a4 4
a6 = 2! 2 Г (2+ p) Г (3+ p)
2
2 .3(3+ p) = ¿− 2
2 .3(3+ p)

118
a 0 Г (1+ p)
¿−
2 .3.2 ! 24 Г (3+ p) Г (3+ p)
2

−a0 Г (1+ p)
a6 = (2.9.8)
3 ! . 26 Г (4 + p)

Sehingga untuk penyelesaian deret untuk kasus s= p berbentuk



y=∑ an x n + p
n=0

y=a0 x p +a 1 x 1+ p +a 2 x 2+ p +a3 x 3+ p +…
p 2+ p 4+ p
¿ a0 x + 0+a2 x +0+ a4 x +…

a0 Г (1+ p) 2 p a Г (1+ p) 4 4
¿ a0 x p− 2
x .x + 0 4 x . p +…
2 Г (2+ p) 2 ! .2 Г (3+ p)

]
2 4 6
¿ a0 x p Г ( 1+ p )
[ 1

1 x
Г ( 2+ p ) Г ( 2+ p ) 2
+
1
() x
2 ! Г ( 3+ p ) 2
− ()1 x
3! Г ( 4+ p ) 2
+… ()
x p x 2 x 4 x 6
¿ a0 2 p ()
2
Г ( 1+ p )
[1

1
Г (1) Г ( 2+ p ) Г (2) Г ( 2+ p ) 2
+
1
()
Г (3)Г ( 3+ p ) 2

1
()
Г (4) Г ( 4+ p ) 2
+… ()
−1
a0 =
Jika diambil : p
2 Г (1+ p) , maka :

]
p 4
y= p
1
2 Г ( 1+ p )
.2 p
x
2 () Г (1+ p )
[ 1
Г (1)Г ( 1+ p )
−+
1
() x
Г ( 2 ) Г (2+ p) 2
+…

]
p 2 4
y= ( )[
x
2
1

1
Г (1) Г 1+ p Г 2 Г (2+ p)
( ) ( )
x
2
+
2
Г 3 Г (3+ p)
( )
x
2
…() ()
Jp
Maka y disebut fungsi Bessel jenis pertama orde p ditulis sebagai (x)

Sehingga :

119
p 2+ p
1 x 1 x
J p (x )=
Г ( 1 ) Г (1+ p ) 2
− ()
Г ( 2 ) Г ( 2+ p ) 2 () +¿

4+ p 6+p
1 x 1 x
Г ( 3 ) Г ( 3+ p ) 2 () −
Г ( 4) Г ( 4 + p) 2 () +…

∞ n 2 n+ p
(−1) x
J p ( x ) =∑
n=0 Г ( n+ 1 ) Г ( n+ p+1 ) 2 () (2.9 .9)

2.9.1 Penyelesaian kedua fungsi Bassel

Untuk kasus s=− p pada persamaan Bassel, penyelesaiannya dapat digunakan

dengan cara mengganti s dengan −p dalam persamaan (9). Saat ¿− p ,

J− p ( x )
biasa dituliskan sebagai dan disebut fungsi Bassel jenis kedua.

Dari persamaan (2.9.9)


(−1)n x 2 n− p
J − p ( x )= ∑
0 Г ( n+1 ) Г ( n−p +1 ) 2 () (2.9 .10)

Secara umum untuk p bilangan bulat, dapat dibuktikan bahwa:

p
J − p ( x )=(−1) J p ( x ) ; untuk pmbilangan bulat (2.9 .11)

Bukti:

∞ n 2 n− p
(−1) x
J − p ( x )= ∑
n=0 Г ( n+ 1 ) Г ( n−p +1 ) 2 ()

(−1)n ∞
x 2 n− p
(−1)n x 2 n− p
J − p ( x )= ∑
n=0 Г ( n+ 1 ) Г ( n−p +1 ) 2 () +∑
n= p
()
Г ( n+1 ) Г ( n− p+1 ) 2

120
Karena Г ( n− p+1 )=∞ untuk n=0,1, 2 … … …( p−1) , maka suku pertama

pada ruas kanan = 0 sehingga

J p  x  

  1 n  x
2n  p

 
n  p   n  1   n  p  1  2
,

Dengan mengambil indeks m=n-p, kemudian jumlahkan seluruhnya dengan m


mulai dari 0 sampai ∞, atau ganti n dengan (m+p) dan diperoleh :

2 m  p   p



  1 m  p  x
J  p x   
m  0  m  p 1  m  p 1  2 


  1 m p  x
2m p

 
m 0  m1  m p 1  2
;

J  p  x     1

  1 1 m
 x
2 m p


p
 
m 0  m 1  m  p 1  2
;
J  p ( x )    1 J p  x 
p

 terbukti.

Dengan menerapkan metode Frobenius diperoleh pernyataan solusi persamaan

y  x   AJp  x   B J  p  x  p
Bessel untuk p tak bulat dalam bentuk : tidak bulat.
Dimana A dan B adalah tetapan sembarang. Dalam hal ini sebagai pengganti
solusi (pemecahan) kedua persamaan Bessel, dibentuk fungsi Neuman.

cos p  J p  x   J  p  x 
N p x   Yp x  
sin p
. (2.9.12)

Jika p bukan suatu bilangan bulat, Np(x) bergantung kepada Jp(x) dan J-p(x), maka
merupakan suatu penyelesaian persamaan differensial Bessel tingkat p.
0
N p( x) 
0
Jika p suatu bilangan bulat, bentuk tak tentu.
Jadi jika p suatu bilangan bulat, definisi Np(x) menjadi:

121
J p ( x ) cos n  J  p ( x )
N p ( x )  lim
sin n

p adalah :
Solusi umum untuk persamaan Bessel untuk semua nilai

y(.)  AJ p ( x )  BN p ( x )

(2.9.13)

2.10 Hubungan Rekursif

Beberapa hubungan rekursif yang menyangkut fungsi Jp(x) dapat diperoleh


langsung dari ekspansi deret-deret fungsi itu
d p
dx
 
x J p ( x )  x p J p 1( x )
1. ;
d p
dx
 
x J p ( x)   x  p J p 1 ( x)
2. ;
2p
J p 1 ( x )  J p 1 ( x)  J p ( x)
x
3. ;
J p 1 ( x)  J p 1 ( x)  2 J p ( x )
4. ;
p p
J p ( x)   J p ( x)  J p 1 ( x )  J p ( x)  J p 1 ( x)
x x
5.
Untuk membuktikan persamaan (1), kalikan persamaan :
2 n p

(1) n  x
J p ( x)    
n 0 n1( n p 1)  2

Dengan xp dan diferensial diperoleh :


d p
dx

x J p ( x)  
d p 
x 
(1) n x 2 n p
dx n0 ( n1) ( n p 1) 2 2 n p

d (1) n x 2n 2 p
 
dx ( n 1) ( n p ) ( n  p ) 2 2 n  p

122

(1) n 2(n  p ) x 2 n  2 p 1

n  0 ( n 1) ( n  p ) ( n  p ) 2 2n p


(1) n x 2 n2 p 1
 2 n  p 1
n 0 ( n 1) ( n p ) 2

Dibagi dengan xp
2 n  p 1

 
( 1) n

1 d p  x
x p dx
x J p ( x )  
n  0 ( n 1) ( n  p )
 
 2

Bila dibandingkan dengan persamaan :

J p x   
  1 2  x
2n p

 
( n 1)( n  p 1)  2 

Dalam persamaan ini bila p diganti dengan (p-1),diperoleh :

J p 1 ( x)  

  1 2  x
2 n  p 1

 
n  0 ( n 1) ( n  p )  2 

d
dx
 
x p J p ( x )  x p J p ( x ) ( x)
maka : terbukti (QED)

2.10.1 Penyelesaian Diferensial Umum yang dapat Dinyatakan dalam Fungsi


Bessel

Dalam matematika terapan sering dijumpai persamaan diferensial yang


penyelesaiannya dapat dinyatakan dalam fungsi-fungsi Bessel. Bentuk persamaan
tersebut antaralain :

1  2a  a 2  p 2c 2 
y
x
 2
y   bcx c 1 
x2
  y0
 
(2.10.13)
solusi siny adalah : y = xazp(bxc)
dimana : Zp = AJp(x)+BNp(y)

123
a, b, c dan p adalah konstanta.

Contoh
Selesaikan persamaan diferensi : yn + 9 xy = 0.
Penyelesaian
(1 – 2a) = 0; (bc)2 = 9 : 2 (c – 1) = 1 : a2 – p2c2 = 0
1
2
Didapat = 1 – 2a = 0 atau a =
3
2
2c – 2 = 1 atau c =

 3
 b 
 2
= atau b = 2
2 2
 1  3
 
 2
 p2 
 2
 1

x 2 AJ 13 2 x 3
2
  BN  2 x 
1
3
3
2

atau : y =
A dan B adalah konstanta sembarang.

2.11 Beberapa Fungsi Bessel Lainnya

2.11.1 Fungsi Bessel Jenis ketia atau Fungsi Hankel

Fungsi Bessel jenis ketiga adalah pendefinisian ulang fungsi Bessel ke


dalam bentuk kompleks, sebagai berikut ;
H 1p ( x)  J p ( x)  iN p ( x)
(2.11.1)
H p2 ( x)  J p ( x)  iN p ( x)
(2.11.2)

Bandingkan dengan : e+ix = cos x + i sin x

124
2.11.2 Fungsi Bessel Bola

 1
p  n 
 2 Jp Np
Untuk dengan n bulat, maka fungsi bassel (x) dan (x) dapat
dinyatakan dalam fungsi sinus dan cosinus, bentuknya adalah sebagai berikut;

n
n (2n  1) ( x )  1 d   sin x 
J n ( x)  j  xn     
2x 2  x dx   x 
( 2.11.3 )
n
 (2n  1) ( x )  1 d   cos x 
y n ( x)  N  xn     
2x 2  x dx   x 
( 2.11.4 )
hn(1) ( x)  j n ( x)  iy n ( x)
( 2.11.5 )
hn( 2 ) ( x)  j n ( x)  iy n ( x)
( 2.11.6 )

Fungsi Bassel Bola ini muncul dalam beraneka ragam persoalan getaran dan
perambatan gelombang bila digunakan sistem koordinat bola.

Untuk bahan bacaan dan soal-soal pelengkap buku ajar mengenai


fungsi Gamma dan funsi beta, dapat and abaca pada buku
karangan Boas, Mary L, Mathematical Methods in the Physical
Sciences hal: 483-540.
125
Referensi

nd

Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in the Physical Sciences 2 edition,
Jhon Wiley & Sons, inc, New York.

Bradbury, Ted Clay., 1984, Mathematical Methods with Application to problems


in
The Physical Sciences, John Willey & Sons, Inc, New York.

nd

Kreyszing, Erwin., 1993, Advanced Engineering Mathematics, 7 edition Jhon


Willey
& Sons, Inc, Singapore.

126

Anda mungkin juga menyukai