Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nur Safira Dyah .

P
NIM : 2005230025
Kelas : PGSD 1 (PPG Prajabatan Gelombang I)
Mata Kuliah : Filosofi Pendidikan Indonesia

01.01.2-T1-7. Koneksi Antar Materi

Alasan saya menjadi seorang guru adalah karena panggilan jiwa dan termotivasi oleh

guru saya ketika masih sd. Saya melihat guru sebagai profesi yang sangat mulia, seorang guru

dapat berbagi ilmu, pengetahuan, memberikan contoh yang baik, serta memberikan semangat

dan dorongan kepada siswa. Saya merasa senang ketika bertemu dengan siswa yang sangat

beragam. Dari siswa yang beragam tersebut saya belajar hal baru dan menjadi tantangan bagi

saya untuk bisa menciptakan suasana kelas yang kondusif, menarik, dan menyenangkan bagi
siswa. Saya juga ingin berpartisipasi dalam mencetak generasi penerus bangsa melalui

Pendidikan dan pengembangan diri. Menjadi guru sangat menyenangkan, seperti ketika saya

berhasil untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Saya merasa senang ketika siswa bisa

memahami apa yang saya sampaikan, sehingga menjadi seorang guru dan mengajar di kelas

adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya.

Kemudian perkembangan pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Pra sejarah,

Hindu Budha, Kolonial hingga saat ini. meskipun Indonesia sudah merdeka, tapi kenyataannya

masih ada belenggu-belenggu yang mengganggu kemerdekaan peserta didik dan guru didalam

praktik pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Sehingga masalah ini menjadi penghambatan

untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan pendidikan

dahulu dan saat ini, pendidikan sekarang sudah lebih mementingkan kualitas dan berpedoman

pada UU Sisdiknas dan hasil pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara. Saat ini pemerintah

sudah mengupayakan untuk memerdekaan peserta didik melalui paradigma baru dalam proses

pembelajaran.

Melalui mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia ini saya mendapatkan pemahaman dan

pengalaman baru terkait nilai-nilai filosofi Ki Hajar Dewantara. Gagasan yang dikemukakan Ki

Hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang memperhatikan kodrat peserta didik dan

mempertimbangkan aspek keseimbangan cipta, rasa, dan karsa. Yaitu pendidikan yang tidak

hanya mengedepankan pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan berfikir dan

kecerdasan batin. Pemahaman baru inilah yang menjadi refleksi diri saya untuk mengajar

disekolah nanti. Pendidikan yang berpihak pada peserta didik dan memerdekakan peserta didik

dalam pendidikan abad ke-21 ini, yang akan saya praktekan dalam praktik PPL di sekolah mitra

nantinya.
Menjadi guru pada abad 21 ini sangat jauh berbeda dengan generasi sebelumnya,

dikarenakan ilmu hari ini sangat mudah di peroleh dan di akses oleh siswa dikehidupan sehari-

hari, artinya sekolah hari ini bukanlah satu-satunya sumber ilmu yang didapatkan oleh siswa.

Menjadi guru hari ini, dimana seorang guru harus dapat menguasai banyak hal, salah satunya

yaitu bagaimana seorang guru harus bisa menciptakan suasana kelas yang berpihak kepada

siswa dan dapat membimbing siswa untuk dapat terkontrol agar ilmu yang diperoleh dari dalam

sekolah atau luar sekolah dapat berdampak positif bagi siswa dan msyarakat banyak.

Guru hari ini harus fleksibel terkadang kita menjadi mentor di kelas dan terkadang kita

menjadi teman bicara yang hangat ketika di luar kelas, hal-hal tersebut harus di kuasai oleh

guru pada generasi z sekarang agar dapat menciptakan hubungan harmonis dan kepercayaan

antara guru dan murid sehingga berdampak pada proses pembelajaran dikelas. secara tidak

langsung kita menyadari atau tidak menyadari bahwa perjalanan pendidikan di indonesia terus

bergerak seiring perkembangan zaman dari keadaan pendidikan yang sangat memprihatinkan

hingga keadaan pendidikan yang sangat menyenangkan bagi siswa dan kemudahan menempuh

pendidikan hari ini sangat jauh berbeda dengan zaman masa kolonial dahulu seperti kata Ki

Hadjar Dewantara “ setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”, kondisi inilah

yang kita alami sekarang di dunia pendidikan.

Pada zaman kolonial sangatlah terbatas, hanya anak-anak bangsawan yang disekolahkan

untuk mempersiapkan mereka menjadi tenaga ASN di kantor pemerintahan sedangakan rakyat

biasa hanya dididik untuk membantu pemerintahan hindia belanda dalam perdagangan mereka,

dimana hanya didik untuk tahu membaca, menulis dan berhitung yang sangat sederhana.

Semenjak dahulu sampai dengan sekarang ini pemikiran Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan
dengan pendidikan bahkan banyak diadopsi oleh negara-negara lain diluar sana. Pendidikan

dan kebudayaan adalah satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Beiau membedakan kata

pendidikan dan pengajaran. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu

menuntut segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat menciptakan keselamatan

dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota

masyarakat.

Menurut Ki Hajar Dewantara Budi pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi itu

sendiri terdiri dari cipta, rasa dan karsa sedangkan pekerti adalah tenaga sehingga pendidikan

yang diharapkan adalah bagaimana nantinya anak didik kita memiliki pemikiran yang tajam,

perasaan yang halus dan mampu bergerak untuk menghasilkan sebuah karya sesuai dengan

makan dan minat mereka serta perkembangan zaman. Begitu banyak pemikiran-pemikiran yang

relevan dari bapak Ki Hajar Dewantara, misalnya kurikulum merdeka mengenai perkembangan

aspek keterampilan, kopetensi dan karakter sesuai dengan nilai-nilai bangsa indonesia. Ki Hajar

Dewantara menekankan anak didik harus memiliki budi pekerti agar mampu mencapai

keseimbangan hidup yang setinggi-tingginya.

Anda mungkin juga menyukai