Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
JOMBANG
2024
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
Karunia, Rahmat, dan Hidayahnya baik berupa kesehatan, kemudahan, serta
kelancaran sehingga makalah yang berjudul “Kebutuhan akan Pendidikan etika”
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas
kelompok mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
3.1 Kesimpulan 11
Daftar Pustaka 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Bagaimana konsep pendidikan etika bisnis?
2. Mengapa kegiatan bisnis harus beretika?
3. Mengapa pendidikan etika bisnis penting bagi masyarakat?
1.3 Tujuan
Meningkatkan kesadaran moral bagi para karyawan dan menerapkannya
sebagai nilai serta sikap dalam keseharian. Untuk menjalankan dan
menciptakan sebuah bisnis seadil mungkin serta menyesuaikan hukum yang
sudah dibuat. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menghilangkan
ketergantungan pada sebuah kedudukan individu ataupun perusahaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Plato
Dalam teori pendidikan menurut Plato adalah sesuatu yang dapat membantu
perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang dapat
memungkinkan tercapainya sebuah kesempurnaan.
Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan salah satu usaha pokok
untuk memberikan nilai-nilai kebatinan yang ada dalam hidup rakyat yang
berkebudayaan kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur), tidak hanya
berupa “pemeliharaan” akan tetapi juga dengan maksud “memajukan” serta
“memperkembangkan” kebudayaan, menuju ke arah keseluruhan hidup
3
kemanusiaan. Konsep pendidikan yang dianut oleh Ki Hajar Dewantara adalah
menjunjung tinggi pendidikan budi pekerti yang akan membantu mengembangkan
sikap dan perilaku peserta didik yang lebih baik.
Ahmad D. Marimba
Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai mengenai yang benar
dan salah yang dianut masyarakat.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik
dibalik
a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara
tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya,
maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika
sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia
perorangan maupun pada taraf sosial
b. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik.
Contoh: Kode Etik Jurnalistik
4
a.Etika Deskriptif
Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni
mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan
situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang
kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
b. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-
norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.
5
(1) Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara
etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan
mendapat sorotan, kritik, bahkan hukuman.
(2) Agar prusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan
stakeholder lainnya.
(3) Penerapan etika bisnis perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Hal ini dapat dicapai melalui terjadinya penurunan resiko korupsi, manipulasi,
penggelapan,dan berbagai bentuk perilaku tidak etis lainnya.
(4) Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap
dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan
hubungan bisnis.
(5) Agar perusahaan terhindar dari penyalah-gunaan yang dilakukan karyawan
maupun kompetitor yang bertindak tidak etis.
(6) Penerapan etika perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat
menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi
kerja(employers).
(7) Mencegah agar perusahaan (yang diwakili para pemimpinnya) tidak
mendapatkan sangsi hukum yang disebabkan menjalankan bisnis secara tidak etis.
6
yang terlibat dalam kegiatan bisnis adalah seluruh masyarakat, hanya
peran yang dimainkan berbeda-beda. Ada yang berperan sebagai
pengusaha/ produsen, sebagai konsumen, sebagai investor, dan
sebagainya. Bila saat ini seseorang yang berprofesi sebagai karyawan,
tidak tertutup kemungkinan di kemudian hari beralih profesi menjadi
pebisnis yang sukses. Oleh karena itu lebih tepat apabila pendidikan dasar
berbisnis yang disertai dengan pendidikan etika bisnis diberikan pada
progam/jurusan lainnya. Selain itu pendidikan etika bisnis adalah sarat
dengan nilainilai yang wajib diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maka
semestinya pendidik berperan sebagai model panutan/keteladanan dalam
aplikasi pembelajaran etika bisnis tersebut.
2. Nilai -nilai moral dan etika dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif
diajarkan pada saat usia emas (golden age) anak, yaitu usia 4–6 tahun.
Karena itu, pembelajaran harus bersifat tematik. Misalnya pada mata
pelajaran agama, guru bisa mengajarkan etika bisnis dengan memberi
contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW ketika berdagang meski
mengambil keuntungan, namun tidak setinggi langit.
3. Orang tua beranggapan bahwa adalah suatu hal yang tidak mungkin
mengajarkan anak di rumah tentang etika bisnis karena mereka bukan
pengusaha. Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi
tanggung jawab konsumen. Contoh: Orang tua dapat mengajarkan etika
bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi pemahaman yang
disertai keteladanan pada anak misalnya dalam menghargai hak atas
kekayaan intelektual.
4. Selain melalui jalur formal (Sekolah) dan informal (keluarga), pendidikan
etika bisnis seharusnya juga dilaksanakan oleh manajemen perusahaan,
sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab terjadinya
pelanggaranpelanggaran etika bisnis di masyarakat. Dalam hal ini
perusahaan dituntut untuk melaksanakan tanggung jawab sosial (Corporate
Social Responsibility) yaitu merupakan komitmen bisnis untuk
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja
bersama karyawan perusahaan, komunitas setempat dan masyarakat secara
7
keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Perusahaan
dapat menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan etika bisnis
untuk level manajer, level karyawan, dan level stakeholder secara berkala.
3. Memiliki Etika
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh
adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah) dengan cara:
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
8
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar
perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara
pelayanan.
Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal
dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga
dapat berjalan secara konsisten.
1. Efektif
Lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
2. Sederhana
Prosedur/ tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, dan
tidak berbelit-belit.
3. Transparan
Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan pejabat yang
bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.
4. Efisiensi
5. Keterbukaan
9
Berarti prosedur/ tata cara persyaratan, satuan kerja/ pejabat penanggung jawab
pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/ tarif serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka
agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.
6. Ketepatan waktu
10
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
12