Anda di halaman 1dari 3

Cemburu seringkali menghiasi panggung

pernikahan. Perasaan ini terkadang membuat


kehidupan rumah tangga lebih mempesona
ketika dimaknai sebagai perasaan cinta
kepada pasangan bukan sekedar cemburu
buta yang lebih didominasi nafsu dan bisikan
setan, namun cemburu romantis yang mampu
mempererat benang-benang asmara agar lebih
beraroma sayang. Menguatkan kembali jalinan
kasih mesra yang seolah pudar dengan
berbagai kesibukan psikis dan fisik yang mulai
mengendorkan ikatan cinta diantara pasutri.
Cemburu yang berakhir indah ketika pasutri
mampu mengelolanya dengan bijak, bukan api
cemburu yang berakhir tragis dengan
perceraian.
Seorang penyair berkata :
Alangkah indahnya cemburu yang terjadi hanya
sekali saja
Dan alangkah buruk cemburu yang terjadi setiap
waktu
Barangsiapa yang senantiasa menuduh
pasangannya
Dan senantiasa mencurigainya berdasarkan
dugaan semata
Maka ia rentan menggiring pasangannya untuk
melakukan apa yang dituduhkan kepada dirinya
secara terang-terangan. (Al-Kharimi)
Cemburu dalam batas yang normal adalah
perkara yang wajar. Bahkan cemburu itu
perkata yang disyariatkan, bahkan lelaki yang
tidak cemburu terhadap istrinya diancam
dengan ancaman yang keras.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Ada tiga orang yang tidak masuk surga: ad
dayyuts, wanita yang ar rajulah dan pecandu
khamr”. Para sahabat bertanya: “wahai
Rasulullah, adapun pecandu khamr kami sudah
paham maksudnya, lalu apa makna ad dayyuts?”.
Nabi bersabda: “yaitu orang yang tidak peduli
siapa yang mendatangi anak-istrinya”. Para
sahabat bertanya lagi: “Lalu apa wanita yang ar
rajulah itu?”. Nabi menjawab: “Wanita yang
menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman no.10800, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih At Targhib no. 2367).
Al Munawi mengatakan:
“Ad dayyuts adalah sebuah kerendahan, sehingga
ketika ia melihat anak-istrinya melakukan
kemungkaran ia tidak cemburu” (Faidhul Qadir,
3/327).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Ad Dayyuts adalah lelaki yang tidak punya rasa
cemburu” (Majmu’ Al Fatawa, 32/141).
Jangan Cemburu Melebihi Batas

Anda mungkin juga menyukai