Dosen Pengampu :
Djati Wulan Kusumo, M.Farm
Kelompok 4
Disusun Oleh :
B. DASAR TEORI
Sabun merupakan bahan yang digunakan untuk mencuci ataupu sebagai
pembersih dan dikenal memiliki beberapa jenis diantaranya sabun mandi,
sabun cuci, sabun tangan dan sabun wajah. Sabun memiliki bentuk yang
berbeda pula seperti sabun padat, sabun cair dan sabun krim (Agustina et
al.,2017). Sabun cair menjadi semakin banyak digunakan karena praktis dan
menarik dibandingkan dengan sabun padat (Sari and Ferdinan,2017). Asam
lemak dari minyak nabati ataupun minyak hewani dapat diolah menjadi
sabun melalui proses saponifikasi, yaitu proses hidrolisis lemak menjadi asam
lemak dan gliserol dalam kondisi basa menggunakan Natrium Hidroksida
(NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Apabila menggunakan NaOH maka yang
dihasilkan berupa sabun padat, sedangkan apabila menggunakan KOH maka yang
dihasilkan berupa sabun cair (Bidilah, et al., 2017).
Berdasarkan proses penyabunan karena merupakan reaksi eksotermis maka
perlu diperhatikan penambahan minyak dan larutan NaOH atau KOH agar panas
yang terjadi tidak berlebihan. Sehingga dengan proses yang sempurna dan
pengadukan yang merata dapat menghasilkan sabun layak pakai (Muawanah, et
al., 2019). Sabun juga dapat dimanfaatkan untuk membunuh bakteri pada kulit,
sehingga memerlukan standar khusus dalam penggunaannya seperti harus bisa
menyingkirkan kotoran dan bakteri, juga tidak merusak kesehatan kulit
(Dimpudus, et al, 2017). Didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga mulai diadakan produk berbahan herbal yang aman alam
penggunaannya (Ariyani dan Hidayati,2018).
Sabun adalah produk non pangan yang digunakan untuk membersihkan
diri, dan dapat menyembuhkan penyakit kulit. Bahkan sabun dapat berfungsi
membersihkan kulit dari kotoran dan bakteri (Sukeksi, et al., 2018). Sabun
berbasis minyak kelapa dan KOH dapat menghambat pertumbuhan bakteri di
kulit (Bakhri, et al., 2022). Berdasarkan bentuknya, sabun terdiri dari sabun cair
dan sabun padat. Dari kedua betuk sabun tersebut, yang banyak diminati oleh
masyarakat adalah sabun cair. Selain mudah digunakan dan disimpan, juga
higienis (Widyasanti, et al., 2019). Sabun dibuat melalui proses
saponifikasi antara asam lemak dalam minyak bereaksi dengan basa kuat
(Widyasanti, et al., 2019). Basa kuat berfungsi untuk melarukan asam lemak dan
mempermudah reaksi dengan basa agar terbentuk sabun (Afrozi, et al., 2017).
Metode pembuatan sabun sendiri didasarkan pada proses saponifikasi dari
pencampuran minyak kelapa dan minyak jarak dengan larutan NaOH agar
diperoleh sediaan sabun padat (Juliansyah, R. and Paotonan, R., 2017). Bahan
penyusun sabun terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama
berupa berbagai jenis minyak nabati (berbentuk cair) atau lemak hewan
(berbentuk padat). Bahan pendukung Yang umum dipakai dalam proses
pembuatan sabun, antara lain, Pewangi, pewarna, natrium Klorida, natrium
karbonat, dan natrium fosfat (Mabrouk, 2005).
Sabun merupakan molekul organik yang terdiri dari dua gugus yaitu gugus
polar dan non polar. Gugus non polar adalah gugus bersifat hidrofobik sehingga
dapat mengikat kotoran (lemak) pada kulit. Sedangkan gugus polar adalah gugus
yang bersifat hidrofilik atau suka air sehingga ketika dibilas maka kotoran akan
terikat bersama air bilasan (Salam, 2003). Pada umumnya, sabun terdiri dari dua
komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon RCOOH dan Sodium
atau Potasium. Proses pembuatan sabun disebut saponifikasi. Proses saponifikasi
minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu gliserol dan terjadi karena reaksi
antara trigliserida dengan alkali (Suryakusuma, 2006).
Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, dimana trigliserida akan
dihidrosis dan sabun Oleh basa NaOH membentuk gliserol Triglisenida dapat
berupa ester asam lemak mem- bentuk garam karboksilat. Prinsip saponifikası
adalah hidrolisis lemak berupa trigliserida oleh basa alkali menghasilkan gliserol
dan sabun (Clayden, 2012). Sabun merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi
antara senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau
lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan dari
proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam
kondisi basa. Senyawa basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida
(NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah
senyawa NaOH, maka produk reaksi yang dihasilkan berupa sabun keras (padat),
sedangkan jika basa yang digunakan berupa senyawa KOH maka produk reaksi
yang dihasilkan berupa sabun cair (Pratiwi, I., 2017).
Fungsi saponifikasi adalah untuk membersihkan kotoran/noda. Reaksi
saponifikasi adalah proses hidrolisis asam lemak dengan basa, seperti natrium
hidroksida (NaOH). Dalam reaksi ini, asam lemak dihidrolisis menjadi sabun
sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Sabun yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai pembersih kulit, pembersih peralatan, dan
bahan baku untuk deterjen. Prinsip saponifikasi adalah hidrolisis lemak berupa
trigliserida oleh basa/alkali menghasilkan gliserol dan sabun. Reaksi saponifikasi
dilakukan dengan menambahkan basa pada minyak yang akan dimurnikan, seperti
natrium hidroksida (NaOH). Sabun yang terbentuk dari proses ini terutama
mengandung unsur karbon 12 dan 16, dan di dalam sabun terdapat struktur
bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik
(mulyanti 2005).
6) MgSO4
• rumus kimia : MgSO4
• struktur :
E. CARA KERJA
A. Hidrolisis Minyak Kelapa (Saponifikasi)
HASIL :
a. Hidrolisis minyak kelapa (saponifikasi)
Larutan 5ml minyak yang dicampur dengan 1,5 NaOH dan 25ml alkohol
96% BERHASIL karena diteteskan 3 tetes larut dalam air kemudian
dilanjutkan dengan menambahkan 75ml aquades dan dilarutkan dengan
cara dipanaskan, hidrolisis minyak kelapa berhasil membentuk larutan
sabun.
b. Uji sifat sifat sabun (Kesadahan)
- Tabung 1 : bening, berbusa sedikit, homogen
- Tabung 2 : bening, berbusa, homogen
- Tabung 3 : bening, berbusa, homogen
- Tabung 4 : bening, berbusa, homogen
- Tabung 5 : putih keruh, berbusa banyak, homogen
PENGAMATAN :
G. PEMBAHASAN
a. Hidrolisis minyak kelapa (saponifikasi)
Dalam praktikum ini, dilakukan hidrolisis minyak kelapa dengan
menggunakan larutan NaOH dan alcohol 96% yang kemudian dipanaskan,
bertujuan untuk memecah trigliserida dalam minyak menjadi asam lemak
bebas dan gliserol, yang ditandai dengan uji kelarutan hasil reaksi dalam air
untuk memastikan reaksi terjadi, selanjutnya dilakukan penguapan alcohol
yang belum bereaksi hingga habis sebelum mancampurkan campuran dengan
air dan memanaskannya lagi untuk melarutkan sabun yang terbentuk dari
reaksi. pada praktikum ini terjadi reaksi hidrolisis trigliserida (minyak kelapa)
dengan NaOH yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, yang
dipresentasikan dalam persamaan kimia sebagai berikut
(C3H5COO)3(R) + 3NaOH → 3RCOOH + C3H5(OH)3
H. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan pada uji hidrolisis minyak dengan menggunakan sampel
minyak kelapa berhasil menghasilkan larutan sabun ditandai pada saat sampel
minyak tadi yang sudah melalui proses pemanasan dengan larutan larutan, lainnya
lalu diteteskan sebabnyak 3 tetes dalam air dapat larut dengan sempurna. Dalam
pengujian sifat kesadahan deterjen dicampurkan pada berbagai macam sampel
yakni, Na2CO3 0.5%, CaCl 5%, MgSO4 5%, Pb Asetat 5%, dan Aquadest ke
dalam masing-masing sampel. Pada deterjen mampu bekerja secara baik dalam
keadaan air sadah. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya endapan di dalam
deterjen yang sudah diberi air sadah. Dan pembentukan busa paling banyak
terdapat pada sampel Pb asetat karena terdapat pembentukan CO2. Melalui
praktikum ini pula dapat diketahui proses penyabunan pada minyak yang dapat
menghasilkan sabun dan gliserol.
I. SOAL LATIHAN DAN JAWABAN
1. Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi penyabunan / saponifikasi suatu
lemak. jelaskan bagaimana proses penyabunan / saponifikasi lemak pada
praktikum ini?
2. Pada praktikum ini dilakukan penambahan Na2CO3 0.5%, CaCl2 5%, MgSO4
5%, MgSO4 5% dan Pb Asetat 5% pada identifikasi penyabunan / saponifikasi
suatu lemak. Jelaskan tujuan penambahan bahan tersebut? Jelaskan reaksi
yang terjadi!
Jawaban Latihan soal
1. Proses penyabunan atau saponifikasi lemak adalah reaksi kimia di mana lemak
bereaksi dengan basa kuat, seperti NaOH atau KOH, untuk menghasilkan
garam lemak (yang disebut sabun) dan gliserol. Dalam praktikum ini
prosesnya meliputi pencampuran lemak atau minyak kelapa yang digunakan
pada sampel praktikum ini dengan larutan basa, kemudian dipanaskan. Proses
ini menghasilkan gliserol dan garam asam atau sabun.
2. Penambahan bahan-bahan seperti Na2CO3 (natrium karbonat), CaCl2
(kalsium klorida), MgSO4 (magnesium sulfat), dan Pb asetat (plumbum
asetat) dalam praktikum penyabunan atau saponifikasi lemak memiliki
beberapa tujuan:
a. Na2CO3 (natrium karbonat) : Biasanya ditambahkan sebagai
pengatur keasaman. Reaksi saponifikasi membutuhkan suasana basa,
dan Na2CO3 dapat membantu menjaga pH larutan agar tetap basa
sehingga reaksi berlangsung dengan baik.
b. CaCl2 (kalsium klorida) dan MgSO4 (magnesium sulfat) :
Digunakan sebagai pengering. Kedua bahan ini membantu
menghilangkan kelembaban dari larutan atau campuran reaksi,
memastikan reaksi saponifikasi berlangsung dengan baik tanpa
gangguan dari kelembaban.
c. Pb asetat (plumbum asetat): Digunakan sebagai katalisator dalam
reaksi saponifikasi. Plumbum asetat dapat meningkatkan kecepatan
reaksi saponifikasi, sehingga proses berjalan lebih efisien.
Reaksi yang terjadi pada penambahan bahan-bahan tersebut adalah sebagai
berikut:
- Na2CO3: Na2CO3 + 2NaOH → 3Na2O + CO2 + H2O
- CaCl2: CaCl2 + 2H2O → CaCl2·2H2O
- MgSO4: MgSO4 + 7H2O → MgSO4·7H2O
- Pb asetat : Pb(C2H3O2)2 → Pb2+ + 2C2H3O2-
Perlu dicatat bahwa reaksi saponifikasi utama, yaitu reaksi antara lemak
dan basa kuat, tetap berlangsung secara terpisah dari reaksi dengan bahan
tambahan tersebut.
J. DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Lia, Mia Yulianti, Fenita Shoviantari, dan Indra Fauzi
Sabban. 2017. "Formulasi Dan Evaluasi Sabun Mandi Cair Dengan
Ekstrak Tomat (Solanum LycopersicumL.) Sebagai Antioksidan."
Jurnal Wiyata Penelitian Sains Dan Kesehatan4(2):hal. 104-110.
Sari, Rafika, and Ade Ferdinan. 2017. “Antibacterial Activity Assay of
the Liquid Soap from the Extract of Aloe Vera Leaf Peel.”
Pharmaceutical Sciences and Research 4(3):111–20.
Bidilah, Siti Aulia, Opir Rumape, and Erni Mohamad. 2017. “Optimasi
Waktu Pengadukan Dan Volume KOH Sabun Cair Berbahan Dasar
Minyak Jelantah.” Jurnal Entropi 12(6):55–60.
Muawanah, Nanah, Hilyati Jaudah, and Titan Destania Ramadhanti. 2019.
“Pemanfaatan Limbah Kulit Durian Sebagai Anti Bakteri Pada
Sabun Transparan.” Seminar Nasional Sains Dan Teknologi1–10.
Dimpudus, Stefanie Amelia, Paulina V. Y. Yamlean, and Adithya Yudistira.
2017. “Formulasi Sediaan Sabun Cair Antiseptik Ekstrak Etanol
Bunga Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Dan Uji Efektivitasnya
Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara in Vitro.” Pharmacon
6(3):208–15.
Ariyani, Sukma Budi, and Hidayati Hidayati. 2018. “Penambahan Gel Lidah
Buaya Sebagai Antibakteri Pada Sabun Mandi Cair Berbahan Dasar
Minyak Kelapa.” Jurnal Industri Hasil Perkebunan 13(1):11–18.
Widyasanti, Asri; Winaya, Adryani Tresna; Rosalinda, S. (2019). Pembuatan
Sabun Cair Berbahan Baku Minyak Kelapa Dengan Berbagai Variasi
Konsentrasi Ekstrak Teh Putih. Jurnal AGROINTEK, 13(2) : 132-142.
Afrozi, Agus Salim; Iswadi, Didik; Nuraeni, Nida; Pratiwi, Gloria Iwing.
(2017). Pembuatan Sabun Dari Minyak Jelantah Sawit Dan
Ekstraksi Daun Serai Dengan Metode Semi Pedidihan. Jurnal Ilmiah
Teknik Kimia UNPAM, 1(1).
Juliansyah, R. and Paotonan, R., 2017. Uji Daya Hambat Sediaan Sabun
Transparan Ekstrak Jarak Pagar (Jatropha curcas) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Uji Propionibacterium acnes. Jurnal Mandala
Pharmacon Indonesia, 3(02), pp.103-109.
Salam, R. R. S. (2003). Kualitas Sabun Mandi Cair Dengan Penambahan
Madu
Ekstrak Polen. [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, IPB.
Suryakusuma, K. (2006). Aplikasi AgarAgar Rumput Laut Gelidium sp.
Sebagai Pengental Pada Formulasi Sabun Mandi Cair. Bogor: Jurusan
Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan-
IPB.
Pratiwi, I., 2017. Pembuatan Sabun dari Limbah Minyak Jelantah Sawit dan
Ekstraki Daun Serai dengan Metode Semi Pendidihan. Jurnal | Ilmiah
Teknik Kimia UNPAM, Vol. 1 No. 1., 2017.
Mufida, N. (2014). Sabun dan Detergen. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada.
Kent, J. 2013. Handbook of Industrial Chemistry and Biotechnology. London:
pringerScience & Business Media.
Dosen Pengampu :
Djati Wulan Kusumo, M.Farm
Kelompok 4
Disusun Oleh :
B. DASAR TEORI
Kolesterol adalah zat alamiah dengan sifat fisik berupa lemak tetapi memiliki
rumus steroida. Kolesterol merupakan bahan pembangun esensial bagi tubuh untuk
sintesis zat-zat penting seperti membran sel dan bahan isolasi sekitar serat saraf,
begitu pula hormon kelamin, dan anak ginjal, vitamin D, serta asam empedu. Namun,
apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan peningkatan kolesterol
dalam darah yang disebut hiperkolesterolemia, bahkan dalam jangka waktu yang
panjang bisa menyebabkan kematian. Kadar kolesterol darah cenderung meningkat
pada orang-orang yang gemuk, kurang berolahraga, dan perokok (Iman, 2004;
Beydaun, 2008).
Kolesterol yang kita butuhkan tersebut, secara normal diproduksi sendiri oleh
tubuh dalam jumlah yang tepat. Tetapi ia bisa meningkat jumlahnya karena asupan
makanan yang berasal dari lemak hewani, telur dan serta makananmakanan yang
dewasa ini disebut sebagai makanan sampah (junkfood). Kolesterol dalam tubuh yang
berlebihan akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu
kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh
darah. Kondisi ini merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung dan stroke
(Pangastuti, 2011).
Adanya kolestesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi
warna. Salah satu diantaranya ialah reaksi salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan
dalam kloroform dan larutan ini dituangkan di atas larutan asam sulfat pekat dengan
hati-hati, maka bagian asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila
dikenai cahaya. Bagian kloroform akan berwarna biru yang berubah menjadi merah
dan ungu. Larutan kolesterol dalam kloroform bila ditambahkan anhidrida asam asetat
dan asam sulfat pekat, maka larutan tersebut yang mula-mula akan berwarna merah
kemudian menjadi biru dan hijau. Ini disebut reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau
yang terjadi ternyata sebanding dengan konsentrasi kolesterol. Karenanya reaksi
Lieberman Burchard dapat digunakan untuk menentukan kolesterol secara kuantitatif.
Dalam darah manusia normal terdapat antara 150- 200 miligram tiap 100 ml darah
(Pordjiadi, A. 2006).
Kolesterol merupakan konstituen utama membran plasma dan lipoprotein
plasma. Kolesterol sering ditemukan sebagai ester kolesterol, dengan gugus hidroksil
diposisi 3 yang mengalami esterifikasi dengan suatu asam lemak rantai panjang.
Senyawa ini terdapat pada hewan dan merupakan senyawa lemak kompleks yang
berada pada tiap sel didalam tubuh (Rini, et al., 2014). Kolesterol memang dibutuhkan
oleh tubuh, tetapi sebenarnya tanpa asupan kolesterol dari luar kebutuhannya sudah
terpenuhi dengan baik. Karena 80% kolesterol dihasilkan dari dalam tubuh (organ
hati) dan 20% sisanya dari makanan (Sihotang 2019).
Fungsi kolesterol kolesterol dalam tubuh mempunyai fungsi untuk
membangun dan memperbaiki membran membran – membran sel, sintesa asam
empedu dan vitamin D, precusore hormone progestins, glucocorticoidds,
mineralocorticoids, androgens, dan estrogen. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah
terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh
darah sehingga menyebabkan penyempitan yang disebut artheroselerosis. Bila
penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung, maka akan menyebabkan penyakit
jantung koroner (Almatsier, 2004).
Jenis-jenis makanan yang banyak mengandung kolesterol antara lain daging (sapi
maupun unggas), ikan, dan produk susu. Makanan yang berasal dari daging hewan
biasanya banyak mengandung kolesterol, tetapi makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan tidak mengandung kolesterol. (Wahyudiati, 2016).
Kolesterol memang dibutuhkan oleh tubuh, tapi sebenarnya tanpa asupan
kolesterol dari luar kebutuhannya sudah terpenuhi dengan baik. Karena 80%
kolesterol dihasilkan dari dalam tubuh (organ hati) dan 20% sisanya dari makanan
(Sihotang 2019). Penentuan ada tidaknya kolesterol dalam suatu bahan makanan
dapat dilakukan dengan berbagai macam analisa. Secara laboratorium ada 2 metode
yang paling umum digunakan untuk mengecek keberadaan kolesterol yaitu uji
Salkowski dan uji Liebermann-Buchard dengan analisa kualitatif. Berikut prinsip
kerja dari kedua metode tersebut,
1. Uji Salkowski. Prinsip uji ini yaitu kolesterol dilarutkan dengan kloroform
anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat. Asam
sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel
tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi
berwarna merah, dan asam sulfat terlihat berubah warna menjadi kuning
dengan fluoresens hijau atau kuning keemasan menunjukkan adanya
Triterpenoid. (Mamuaja 2017)
2. Uji Liebermann-Buchard. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya
kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak
10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam larutan uji pada percobaan
Salkowski. Tabung dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit.
Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat
ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air
berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi
membentuk 3,5 kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang
mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini
menandakan hasil yang positif. Reaksi positif uji ini ditandai dengan
adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink, kemudian menjadi
biru ungu dan akhirnya menjadi hijau tua. (Mamuaja 2017)
C. ALAT DAN BAHAN
Kloroform, H2SO4, Pipet tetes, Pipet skala, Tabung reaksi, Rak tabung, Penjepit
tabung.
SAMPEL : Minyak, Mentega, Margarine, dan Kolesterol 0,5% dalam kloroform.
D. MSDS
1) Kloroform
• Rumus kimia : CHCl3
• Struktur :
Dimasukkan 2ml
larutan kolesterol
dalam kloroform
ditambahkan 2ml
H2SO4 pekat ke
dalam larutan
tersebut
diamati terbentuknya
cincin merah
diantara kedua
larutan berbeda
HASIL :
a. Tabung 1 = terdapat cincin merah, terdapat kolesterol
b. Tabung 2 = terdapat cincin merah, terdapat kolesterol
c. Tabung 3 = terdapat cincin merah, terdapat kolesterol
d. Tabung 4 = tidak terdapat cincin merah, tidak terbentuk kolesterol
e. Tabung 5 = tidak terdapat cincin merah, tidak terdapat kolesterol
PENGAMATAN :
G. PEMBAHASAN
Pada tabung 1 ketika minyak kelapa dicampur dengan kloroform dan H2SO4
membentuk cincin merah, karna adanya reaksi sterol dengan asam sulfat maka
terbentuk cincin berwarna merah, cincin yang berwarna merah tersebut
menandakan sampel mengandung kolesterol.
Pada tabung 2 ketika mentega dicampur dengan kloroform dan H 2SO4
membentuk cincin berwarna merah, karena adanya senyawa pada mentega seperti
sterol atau senyawa lain yang mengandung gugus hidroksil dapat bereaksi dengan
asam sulfat, reaksi ini menghasilkan cincin berwarna merah menandakan sampel
mengandung kolesterol.
Pada tabung 3 ketika margarin dicampur dengan kloroform dan H 2SO4
membentuk cincin berwarna merah, karena reaksi kimia yang disebut reaksi dari
metode Salkowski untuk mendeteksi keberadaan sterol dalam berbagai jenis
lemak. Beberapa senyawa dalam margarin sepertin sterol atau senyawa lain yang
mengandung gugus hidroksil dapat bereaksi dengan asam sulfat, cincin yang
berwarna merah tersebut menandakan sampel mengandung kolesterol.
Pada tabung 4 ketika larutan kolesterol dalam kloroform dicampur dengan
kloroform dan H2SO4 tidak terbentuk cincin merah, kolesterol tidak dapat bereaksi
dengan asam sulfat karna kosentrasi kolesterol yang rendah maka tidak terbentuk
cincin berwana merah dan sampel tidak mengandung kolesterol.
Pada tabung 5 ketika larutan kolesterol dalam aquades dicampur dengan
kloroform dan H2SO4 tidak terbentuk cincin berwarna merah karena kosentrasi
kolesterol yang rendah tidak dapat bereaksi dengan asam sulfat dan kolesterol
tidak dapat larut dalam aquades maka tidak terbentuk cincin berwarna merah dan
sampel tidak mengandung kolesterol. Kolesterol memiliki struktur kimia sebagai
berikut,
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang sudah dilakukan diperoleh bahwa 5 sampel yang
digunakan hasilnya tabung 1,2,3 terdapat adanya kolesterol karena sampel memiliki
kandungan kolesterol yang tinggi sehingga bisa bereaksi dengan asam sulfat sedangkan
4,5 tidak terdeteksi adanya kolesterol karena sampel memiliki kandungan kolesterol yang
rendah yang tidak bisa bereaksi dengan asam sulfat. Cincin berwarna merah terdapat pada
sampel atau tabung yang mengandung kolesterol yakni pada tabung 1,2 dan 3. Sementara
itu pada tabung 4 dan 5 tidak menghasilkan cincin berwana merah yang menendakan
tidak terkandung kolesterol.
J. DAFTAR PUSTAKA
Beydoun, M.A. 2008. Ethnic diff erences in dairy and related nutrient
consumption among US adults and their association with obesity,
central obesity, and the metabolic syndrome. Am J Clin Nutr., 87(6):
1914-1925.
Mamuaja CF. 2017. Lipida. Manado: UNSRAT Press.
Husna, A., Fauziah, D., Azizah, Y.N., Choirul, A. and Pujiyanti, R. 2013.
Departemen Biokimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Aalam Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iman, S. 2004. Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak &
Kolesterol. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pordjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.
Sihotang HT. 2019. Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Kolesterol Pada
Remaja Dengan Metode Certainty Factor (Cf). Jurnal Mantik Penusa.
15(1):16–23.
Saidin M. 2000. Kandungan Kolesterol Dalam Berbagai Bahan Makanan
Hewani. Buletin Penelitian Kesehatan. 27(2):224–230.
Ardanan Y, Kaligis SH, Mewo YM. 2013. Gambaran Kadar Kolesterol Low
Density Lipoprotein Darah Pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas
Kedokteran Sam Ratulangi Dengan Indeks Massa Tubuh ≥ 23 kg/m 2.
Jurnal e-Biomedik. 1(2):956–960.
Nasution, S.L.R., Halim, K., Fachrizal, F. and Puspawani, Y., 2022. Uji
Efektivitas Penurunan Kadar Kolesterol Total Ekstrak Etanol Kulit
Batang Mangkokan Terhadap Tikus Jantan Putih. Jurnal Keperawatan
Silampari, 6(1), pp.879-885.
Fatmawati, F., Syahbanu, F., Raudah, S., Najmah, N., Supadmi, S., Nasruddin,
N.I., Mubarak, F., Puspitasari, A., Arisanty, D., Supriyanta, B. And
Rita, R.S., 2023. Biokimia Gizi.