Catatan Obgyn
Catatan Obgyn
2 Perdarahan Antepartum 11
3 Diagnosis Kehamilan 21
4 Prolaps Organ Panggul 28
5 Pencegahan Infeksi 32
6 Asuhan Persalinan Normal 34
7 Abortus dan teknik kuretase 38
8 Hipertensi pada Kehamilan 47
9 PROM and PPROM 60
10 Gawat Janin 67
11 HPP dan Manual Plasenta 72
12 Mekanisme Persalinan Normal 79
13 Distosia bahu 88
14 ISK 92
15 Ruptur perineum 99
16 Persalinan Premature 106
17 Observasi partus, Partograf WHO 112
18 Persalinan sungsang 117
19 Pemeriksaan obstetri 122
20 Pemeriksaan Gynecology dan Fertilitas 124
21 Induksi Persalinan 135
22 Deteksi dini Kanker Serviks 142
23 Infeksi Genitalia 151
24 Kontrasepsi, IUD 157
25 Perdarahan pada Hamil Muda 161
26 Kehamilan dan Persalinan Ganda 167
S.A.A Suryantari, ACX
VAKUM EKSTRAKSI
Mempercepat kala II pengeluaran dengan tenaga mengedan ibu dan ekstraksi
bayi. Indikasi: kala II lama, kasep, gawat janin
2
S.A.A Suryantari, ACX
Syarat:
- Pembukaan lengkap
- Belakang kepala (posisi: kepala fleksi maksimal sehingga dagu menyentuh dada)
- Cukup bulan
- Penurunan hodge III +: kepala sudah nongol di vulva → ekstraksi bawah, sekarng
sperti ini dikerjakan, dlu bisa hodge I dan II, namun kalau hodge I dan II sekarang
indikasi SC
- Kontraksi baik
- Ibu kooperatif dan mampu mengedan
- Selaput ketuban pecah {bila belum pecah → pecahkan saja ketubannya (kecuali bila
masih di kala I laten,atau pembukaan masih kecil jangan pecahkan ketuban)}
KONTRAINDIKASI:
- malpresentasi (dahi, puncak, muka → kepala full defeleksi, bokong)
- CPD (cephalopelvic dysproportion) → bila ibu pendek tingginya kurang dari 145 cm
KEDUA SITUASI DIATAS TIDAK BISA DILAKUKAN PERVAGINAM → JADI TIDAK
BISA DILAKUKAN VAKUM/FORCEPS
Bila ada listrik di faskesnya → bisa gunakan alat suction untuk membuat vacuum
CUP vacuum → dipakai yg plastik (cup silastik). CUP besi VS plastik → kekuatan vacuum sama
namun besi lebih traumatis, plastik bisalangusng di setting 0,6 – 0,8 mmHg dalam 2 menit
✓
X
Pada gambar diatas, di gambar yang salah pembukaan masih kecil seharusnya
dilakukan vakum saat pembukaan sudah lengkap. Di gambar yang benar
presentasi kepala sudah benar (fontanel posterior di bawah/di bawah simfisis
pubis), pada gambar yang salah (fontanela posterior dibawah) → atau disebut
persisten occiput posterior position (POPP) → apakah bisa lahir? Bisa bila bayi
4
S.A.A Suryantari, ACX
lahir, bila kepala bayi posisi nya terlentang pada lantai panggul → banyak
memakan ruang di jalan lahir → sehingga susah lahir (tetapi bisa lahir bila bayinya
kecil). Kesalahan ketiga pada gambar yang salah adalah posisi kepala bayi masih
HODGE II+ (hodge III setinggi spina, hodge III + kepala sudah muncul di vulva).
*hodge I: arah simfisis; Hodge II: tepi bawah simfisis; Hodge III: setingga spina →
III +: sudah nongol di vulva)
Saat ini dilakukan vacum rendah/forceps rendah (vakum/forceps outlet)
{Hodge III} → tidak pernah dilakukan vorceps/vacuum tengah (Hodge II) atau
vorceps/vacuum tinggi (Hodge I), karena sudah diganti dengan tindakan SC
RISIKO vakum pada bayi → terjadi caput succedanum: hanya di jaringan
lunak tidak mengenai peristonium → bisa menyerap sendiri atau dengan
digosok-gosok dengan rambut bayi bisa hilang sendiri
1. FORCEPS EKSTRAKSI
→mempercepat kala pengeluaran (II) dengan menarik kepala memakai
cunam (TIDAK ADA MENGEDAN)
Indikasi, KI sama dengan vakum
Syarat: (denominator kepala, ubun-ubun kecil di depan)
FULLY dilated cervix
Occipito-anterior position
Rupture membrans
Cephalic presentasi
Engaged presenting part (HODGE III +)
PAIN relief adequate
SPHINCTER/BLADDER empty
1. Bilah kiri: dipegang
FORSEPS dengan tangan kiri
NAEGLE 2. Kunci
3. Bilah kanan:
1 dipegang dengan
2 tangan kanan
5
S.A.A Suryantari, ACX
→ dagu akan seperti kait/hook → kepalanya macet. Dengan forseps ini
akan membantu kepala bayi fleksi maksimal)
*Pada posisi bayi sungsang/mendongak: biasanya proses persalinan
membentuk tim → ada yang mendorong fundus (untuk membantu
mengedan, agar tidak ada ruang kosong diatas kepala bayi → kepala bayi
bisa fleksi maksimal)
*satuni andros score: pada pasien sungsang, bila score > 5 atau 6
persalinan bisa pervaginam atau kalau bukaan sudah lengkap. Bila
meragukan terpaksa lakukan SC
CARA pemasangan forceps:
a. Simulasi pemasangan: bisa dilakukan didepan vulva, fontanela
posterior di depan → simulasikan forceps
b. Pemasangan daun forseps: forseps kiri masuk dulu → 4 jari tangan kanan masuk
ke vagina → dorong forseps dengan jempol tangan kanan→ bila forseps kiri sudah
masuk, minta asisten membantu memegang → pasang forseps kanan dengan
bantuan tangan kanan seperti memegang pensil → 4 tangan kiri masuk ke vagina
→ dorong dengan jempol
c. Bila sudah bisa dipasang → lakukan penguncian (bila tidak bisa dikunci jangan
dipaksa → ulang pemasangan dari awal)
d. Evaluasi pemasangan (apakah terjadi perdarahan, apakah serviks vagina terjepit →
bagaimana mengetahuinya? LIHAT dan lakukan VT, cari serviks dan dinding vagina
apakah ada terpegang dengan forseps). *Bila dinding serviks atau vagina terjepit
dan dilakukan penarikan → bisa robek dan terjadi perdarahan.
e. Bila berhasil penguncian → lakukan tarikan percobaan (tangan kanan diatas
forceps, posisi menunjuk → tangan kiri diatas tangan kanan → lakukan tarikan
mendatar (karena kepala sudah di posisi hodge III +) menggunakan otot biseps dan
triseps → bila kepala ikut tertarik berati tarikan percobaan berhasil, bila kepala
menjauh berarti tarikannya gagal)
f. Bila tarikan percobaan berhasil → langsung genggam → lakukan tarikan definitif
(Bila gagal ulang dari awal)
6
S.A.A Suryantari, ACX
Penggunaan pain relief sebelum forceps? Biasanya tidak diberikan di
Indonesia (karena mahal) → selain itu karena ada kontraksi terus menerus,
pemasangan forsep menjadi tidak berasa sakit → MAKA, sebaiknya pain
relief diberikan di fase aktif (pembukaan > 4 cm), agar persalinan bersifat
painless labor → sebenarnya kontraksi masih tetap berlangsung,
persalinan masih bisa berlangsung. (-): pada ibu multipara, pada saat
menunggu pembukaan, ibu tidak merasakan apa-apa → bisa saja bukaan
sudah lengkap dan bayi sudah mulai lahir →harus diobservasi dengan baik.
2. SECTIO CASEREA
= Persalinan buatan dengan melakukan insisi pada dinding perut dan rahim,
dilakukan pada berat janin > 1500 gram (bila dilakukan pada janin dengan berat
< 1500 gram → disebut histerotomi)
Indikasi:
a. Ibu: CPD, plasenta previa (kepala melayang, sudah 37 minggu, riwayat
sakit perut, ada keluar flek-flek), ada LMR 2x = lokus minoris resisten
pada dinding uterus 2x → lokus minoris bisa terjadi karena SC (pada
operasi obstetri), miomektomi (pada operasi ginekologi). *Mengapa
LMR berbahaya? bisa terjadi robekan uterus pada kehamilan
selanjutnya
b. Bayi: janin besar (Indonesia > 4 kg, luar negeri: > 4,5 / 5 kg), gawat janin
(pada kala I), letak lintang (letak janin melintang dari sumbu badan ibu
contoh sumbu badan ibu adalah tulang belakang)
c. On request: contoh pasien sendiri yang meminta ingin melahirkan
secara SC (sebelumnya harus dilakukan kounseling terkait risk-benefit
terlebih dahulu)
**Pada ibu yang sudah melahirkan secara SC sebanyak 2 kali, pada kehamilan
ke-3 sebaiknya dilakukan kelahiran dengan SC juga (biasanya persalinan maju 2
– 3 minggu) kemudian dilakukan tubektomi/sterilisasi**
Jenis Insisi:
a. Insisi pada kulit:
- midline (umum dilakukan: insisi dimulai di tepi bawah umbilikus
sampai ke tepi atas symphisis pubis → mengikuti linea alba). Lebih
disarankan untuk operasi ginekologi: misalnya untuk mengangkat
tumor yang besar → bila ada tumor besar dan insisi midline tidak
cukup, biasanya bisa diperlebar dengan melakukan insisi melingkari
umbilikus. (-): bekasnya juga besar
- pfannensteil: insisi di tepi atas os pubis (cukur dahulu rambut pubis)
secara horizontal (seperti di tempat karet celana dalam), sebesar 10
cm → untuk melahirkan bayi.
7
S.A.A Suryantari, ACX
*(+): bekas minimal,
secara kosmetik lebih
baik selama tidak ada
bawaan keloid
bekasnya tidak
kelihatan {kadang bisa
dilakukan dikulit diatas
os pubis agar bekasnya
tidak kelihatan → tapi
sulit bila akan dilakukan
operasi SC pfannensteil
berikutnya}
*bisa dilakukan dengan tumpul, tajam (dengan gunting, [-]:
pembuluh darah bisa ikut terpotong)
b. Insisi pada uterus
Insisi
klasik/korporea
Insisi transperitoneal
profunda yang
diperluas/T-
inverted/anchor Insisi
transperitoneal
profunda
8
S.A.A Suryantari, ACX
- Transperitoneal profunda: insisi di bagian bawah uterus (mirip
pfannensteil). (-): insisi semilunar → biasanya kita kesulitan saat
bayi lahir, sulit memprediksi bagian mana yang kepala, bokong, dll
→ insisinya juga tidak bisa diperluas ke belakang karena menjadi
amputasi uterus (caesarian histerectomy), jadi bila akan diperluas
lakukan perluasan insisi ke atas → jadi nanti bekas insisi seperti
T terbalik (anchor)
*saat kehamilan selanjutnya, bisa dilakukan SC transperitoneal
profunda lagi (bila ibu pendek, bayi pertama BBLR) atau vaginal
birth after caesarian (harus dilakukan di RS, evaluasi ulang indikasi
SC kehamilan pertama → misal dulu SC karena sungsang atau
plasenta previa totalis → kehamilan saat ini presentasi kepala, tidak
ada plasenta previa bisa dilakukan dengan pervaginam). Bila pada
kehamilan kedua dengan pervaginam berhasil, maka pada
kehamilan ke-3 atau ke-4 bisa dilahirkan secara spontan
pervaginam lagi.
*Trial of scar (TOS): pada kehamilan kedua (setelah kelahiran
pertama dengan SC profunda) dicoba persalinan pervaginam dulu
→ bila berhasil kehamilan selanjutnya boleh pervaginam
10
S.A.A Suryantari, ACX
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Prinsip
- Intinya resusitasi kan takutnya shok
- Sama evaluasi kegawatan janin
Definisi
- Perdarahan pervaginam diatas 20 minggu
- <20 minggu bisa abortus atau kehamilan ektopik terganggu
Etiologi HAP
- Bisa karena koitus
- Penipisan serviks → bisa saat trimester 1 ?
Prosedur diagnostic
- Solusio disertai nyeri → di periksa dengan USG → biasa solusio terjadi karena habis
trauma, atau
- Plasenta previa perdarahan tanpa nyeri
- Kalo perdarahan aktif jangan langsun VT → kalo plasenta previa bisa makin berdarah
aktif
- Jangan langsung VT, tapi periksa dulu inspeksi dnegan speculum
Tatalaksana – ABC
- Pasang infus → sesegera mungkin
- Siapkan darah → untuk kasus solusio plasenta dan plasenta previa
Perawatanan janin
- Ada tes kocok → tapi tidak pernah dilakukan
- Biasa dilihat dari umur kehamilan aja, dibawah 35 minggu dikasih dexamethasone
PLASENTA
11
S.A.A Suryantari, ACX
•Etiologi Perdarahan Antenatal
o Serviks
▪ perdarahan kontak (mis. trauma, postcoital )
▪ peradangan (mis. infeksi)
▪ pendataran dan dilatasi (mis. persalinan, inkompetensi
serviks)
o Plasental
▪ solusio
▪ previa
▪ robekan sinus marginalis
o Vasa previa
o Lain-lain: abnormalitas sistem pembekuan darah
1. Solusio plasenta
- Faktor risiko : yang paling sering trauma abdomen, other hamil gemeli,
oligohydramnion ?
- Klinis : nyeri, didapatkan gawat janin, kontraksi uterus → abdomen tegang
Klasifikasi
- Total - janin meninggal
- Parsial – janin dapat bertahan dengan 30-50% solusio
\
Solusio Plasenta dengan Perdarahan (A) dan Perdarahan Tersembunyi
(B)
12
1: solusio 2: plasenta 3: janin
4: dinding uterus
S.A.A Suryantari, ACX
Lokasi Perdarahan Solusio dan Plasenta Previa
• Prosedur Diagnostik
Riwayat persalinan dan pemeriksaan
fisik
Ultrasound
konfirmasi plasenta previa
sulit untuk mengenali pasti solusio
plasenta
Electronic Fetal Monitoring
kontraksi dan kesejahteraan janin
Spekulum
konfirmasi secara ultrasonik
jangan melakukan periksa dalam pada
dugaan plasenta previa
• Laboratorium
jenis golongan darah, Rh, Coombs, Hb
fungsi koagulasi: waktu perdarahan dan pembekuan
uji silang kesesuaian donor-resipien
maturitas paru janin (bila mungkin)
13
S.A.A Suryantari, ACX
• Penatalaksanaan
Informed choice dan informed consent
Siapkan infus cairan dengan jarum besar
Pastikan ketersediaan cairan dan darah
Nilai dan pertahankan kondisi ibu dan bayi
Golongan darah dan cross-match
Bekerja secara tim
• Resusitasi hemodinamik
resusitasi secara agresif untuk memelihara perfusi organ bayi dan ibu mencegah DIC
stabilisasi tanda vital
infus cairan kristaloid atau plasma expanders
perbaiki kadar Hb
beri oksigen
• Perhatian untuk bayi
lateroposisi untuk meningkatkan cardiac output hingga 30%
Uji maturitas paru
Pemantauan kesejahteraan janin (biophysic profile)
Nilai waktu pembekuan darah (dugaan solusio)
Bila perdarahan terjadi pascatrauma, observasi selama 4 jam untuk melihat
kemungkinan terjadinya gawat janin, solusio plasenta atau kondisi gawatdarurat
lainnya
2. Plasenta Previa
➔ plasenta menutupi seluruh atau sebagian ostium kanalis servisis
• Marginal = 2 cm dari ostium uteri interna
• FR : riwayat section atau kuret
• Klinis : tidak nyeri, bayi nya bisa letak lintang
• Ditegakkan dengan USG
• Plasenta previa → lebih tidak mungkin untuk persalinan pervaginam, karena
plasenta menutupi jalan lahir
• Ada pembuluh darah besar melewati serviks → saat terjadi HIS → pembuluh
darahnya pecah
15
S.A.A Suryantari, ACX
Klasifikasi
• total - menutupi seluruh ostium
• parsial - menutupi sebagian ostium
• marginal - menutupi tepi ostium dan risiko , tinggi perdarahan bila terjadi
pendataran dan dilatasi serviks
16
S.A.A Suryantari, ACX
3. VASA PREVIA
pembuluh darah pada selaput ketuban yang melintas di depan ostium serviks
Umumnya disertai insersi vilamentosa atau lobus suksenturia
Diagnosis
perdarahan setelah amniotomi atau pecahnya selaput ketuban
bradikardia janin akibat perubahan hemodinamik
• Prognosis
Mortalitas janin dapat mencapai 50-70%
KEHAMILAN ABDOMINAL
Definisi
17
S.A.A Suryantari, ACX
- Kehamilan yang berimplantasi di luar uterus dan salfing → kalo di salfing disebut KET
Diagnosis
- Gambaran USG → cavum uteri kosong
Penanggananan
- Kalau terdiagnosis di awal → dilahirkan
- Kalau aterm → biasa plasenta akan menempel dimana2, sulit dilepaskan → jadi
plasentanya dibiarin aja diem, nanti terserap sendiri → sehingga beta HCG akan lama
turunnya → ada juga yang di khemo dengan methotrexate
PLASENTA AKRETA
Ada skor
- Invasi tropoblast menembus lapisan uterus
- Riwatar SC atau kuret sebelumnya
Pathogenesis
- Karena ada bekas operasi / SC → dinding jadi lebih tipis → sehingga gampang
tembus ke vesika urinaria nya
Prediksi
- Menggunakan skoring, misal bekas SC 2 kali, dst
USG
- Lacuna → ada pulau2 bolong2 item → kalo banyak grade 3
18
S.A.A Suryantari, ACX
TANYA
1. Kalo shok hipovolemik secara umum diberikan 10-20 ml/kgBB secepatnya dan
maintenance biasa menggunakan perhitungan holiday segar → kalau pada ibu hamil
bagaimana teknik pemberian cairan atau cara menghitung cairan nya ?
o Kalauu di Sanglah Hb di bawah 8 di transfuse kalau di sanglah
▪ Kalau hamil dan masih dipertahankan janin nya → biasa nya dicari
target Hb 10
▪ Kalo kehamilannya diterminasi, post tindakan saja → target Hb nya
diatas 8
o Biasa kalau perdarahan banyak, hipotensi → di sanglah langsung di grojol
2000 ml → baru dievaluasi lagi
2. KET dan kehamilan abdomen → kalau belum terjadi perdarahan atau kegawatan
janin → misal periksa ANC Rutin tidak pake USG → apakah bisa terdeteksi ?
o KET → biasa ada nyeri2 (nyeri hebat) dan flek → tidak apa rujuk
Secara umum kalo hamil → pasti dirujuk buat USG dulu → baru dibalikin ke faskes 1
lagi → ga serta merta hamil terus ANC
Catatan:
19
S.A.A Suryantari, ACX
Cairan ketuban
janin
# Antenatal Care
- Pengawasan kehamilan
- Berdasarkan WHO minimal dilakukan 4 kali selama kehamilan : 1x pada trimester 1, 1
x pada trimester 2, 2x pada trimester 3 (boleh lebih)
10 T
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
o Peningkatan berat badan biasanya baru signifikan pada trimester 2 atau 3
yakni idealnya sejak mulai trimester 2 (13 minggu) beratnya naik 0,5 mg per
minggu (sehingga total peningkatan berat badan 6,5 – 16 kg) → kalau
trimester 1 masih mual-muntah, hipersalivasi (terus meludah), sulit makan
berat badan sulit naik, sehingga pada trimester 1 kenaikkan berat badan
21
S.A.A Suryantari, ACX
belum dipatok normalnya berapa → kalau trimester 2 dan 3 tidak naik
beratnya sesuai patokan (0,5 mg / minggu) → kemungkinan terjadi IUGR
(intrauterine growth restriction)
o Tinggi badan → apabila dibawah 145 cm → ada risiko CPD / kesempitan
panggul → biasanya dpersalinan akan diakhiri dengan operasi, karena
kesempitan panggul menyulitkan persalinan pervaginam
2. Tekanan darah
o Hipertensi dalam kehamilan = tensii diatas 120/80
3. Tinggi Fundus Uteri
o Tinggu fundus uteri diukur dan dapat digunakan untuk mengetahui berapa
umur kehamilan ibu dan berapa perkiraan berat badan bayi
o Untuk menghitung berat badan bayi berdasarkan tinggi fundus uteri,
digunakan pengukuran Mc.T dan rumus Johnson (tinggi fundus uteri – 12 ) x
155 ) → dengan syarat penurunan kepala bayi masih hodge 1
o Leopold (palpasi)
▪ Leopold 123 menghadap ke kepala pasien
▪ leopold 4 menghadap kaki pasien → dikerjakan kalau leopold 3
ditemukan kepala yang ada dibawah → leopold 4 untuk menentukan
seberapa jauh kepala bayi sudah masuk / turun → hasilnya bisa
divergen (pada gambar, kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul,
jari-jari pemeriksa tidak bisa saling bertemu) atau konvergen (kepala
bayi belum masuk, jari pemeriksa bisa saling bertemu)
4. Tetanus immunization
o Kalau dulu pakenya TT (tetanus toksoid), tapi sekarang pakenya TD (tetanus
diptheri)
o Kalau tali pusat dipotong dengan alat tidak steril → bayinya bisa tetanus
neonatorum → prognosis bayi sangat buruk
o Vaksin diberikan 0,5 cc secara IM / Subkutan → 1 bulan kemudian diulang lagi
(jadi 2 x 0,5 mg dengan jarak 1 bulan)
5. Tablet besi
o Anemia defisiensi besi banyak ditemukan pada ibu hamil karena emesis
gravidarum (pola makan terganggu, kurang asupan gizi)
6. Tes PMS
o Triple eliminasi : Pemeriksaan HbSAg (Hepatitis B), sifilis, dan PPIA (program
pencegahan penularan ibu dan anak, untuk HIV nya) → memastikan bayi
tidak tertular lewat transplasenta
7. Temu Wicara
o Menyiapkan rujukan : apakah pasien bisa ditolong di bidan, puskesmas, atau
rumah sakit
8. Tentukan Presentasi janin
9. Tentukan denyut jantung janin
10. Tatalaksana Kasus
22
S.A.A Suryantari, ACX
RUJUKAN
Pada saat melakukan ANC dapat ditentukan apakah ibu termasuk KEHAMILAN RISIKO
RENDAH VS RISIKO TINGGI
Menggunakan kriteria Poedji Rochjati:
• Kelompok I → ada potensi gawat obstetri 9 (APGO) → 7 TERLALU + 3 PERNAH
• Kelompok II → ada gawat obstetri (AGO) → ada 8 macam. *PE ringan (TD > 140/90 - <
160/110)
• Kelompok III → ada gawat dan darurat obstetri (AGDO), dapat membahayakan ibu dan
anak. Contoh: PE berat (TD > 160/110), eklampsia (hamil+HT+kejang), antepartum bleeding
(plasenta previa, solusio plasenta)
Bila ibu mengalami kehamilan risiko tinggi perlu dilakukan sistem rujukan → ada
sistem pelimpahan. Pada saat merujuk harus perhatikan = BAKSO KUDA PONI
- Bidan, Alat, Keluarga, Surat rujukan, Obat, Kendaraan khusus, Uang, Darah
- Posisi: bila gawat janin, jangan posisikan pasien telentang, tetapi dimiringkan
dan diberikan O2
Rujukan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Rujukan dini berencana / rujukan dalam Rahim (RDB/RDR)
o Rujukannya ke poli klinik, bukan diantar bakso-kuda-poni, pasien bisa datang
sendiri
o Rujukan yang paling baik, karena fasakes yang menerima bisa mempersiapkan
diri dulu, ga panic
o Rujukan dilakukan menjelang aterm (minggu 35-36 atau 36-37)
Keuntungan :
- Kesehatan ibu hamil masih optimal
- Saat tiba di rumah sakit keadaan ibu yang sehat tidak memerlukan upaya stabilisasi,
KIE atau informed consent dapat dilakukan dalam keadaan yang santai.
- Hari perawatan menjadi lebih pendek dan murah
23
S.A.A Suryantari, ACX
- Prognosis baik
2. Rujukan tepat waktu
o Tujuannya diantar ke VK → diantar dengan BAKSOKUDAPONI, ada bidan,
supir ambulance, dsb
o Misalnnya : anterpartum bleeding (plasenta previa/solusio plasenta) tapi
belum shok atau anemia berat, preeclampsia / eklampsia belum ada
sindroma HELLP, atau pada partograf WHO udah melewati garis waspada
(prolong fase laten atau fase aktif)
o Rujukan yang diharapkan masih bisa membuahkan hasil yang baik pada ibu
dan bayi
3. Rujukan terlambat
o Rujukan dengan outcome paling jelek → Berisiko kematian ibu atau bayi
o Misal kacep
o Penyebab rujukan terlambat
▪ Perangkap geografis : gunung, laut → di bali mungkin tidak
▪ Perangkap social budaya : budaya persalinan masih ditolong dukun /
mertua
▪ Perangkap social ekonomi : kemiskinan → diatasi dengan asuransi
kesehatan seperti BPJS
Contoh 1 : ibu wayan 25 tahun, kehamilan ke-2, pada kehamilan pertama : partus
kasep, forcep ekstraksi (FE), lahir mati, tinggi ibu 160 cm, Hb 7 gr%
24
S.A.A Suryantari, ACX
➔ Skor = bumil (2) + bayi mati (4) + partus kasep dan persalinan FE (4) + Hb 7 gr% (4) =
14 (KRST) → kalau umur kehamilan 36-37 minggu bisa rujukan dini berencana, pasien
bisa berangkat sendiri ke RS, ga perlu BAKDOKUDAPONI
Contoh 2 : Ibu Rai, 25 tahun, kehamilan ke-2, pada kehamilan 1 SC. Tinggi ibu 140 cm.
Kehamilan saat ini letak lintang.
➔ Skor = bumil (2) + LMR / riwayat SC (8) + tinggi ibu <145 cm (4) + letak lintang (8) = 22
(KRST) → harus dilakukan rujukan dini berencana (karena ini pasiennya udah masuk
APGO, memenuhi 7 terlalu dan 3 pernah) → bayangkan kalo ini dirujuk saat kondisi
udah inpartu atau bukaan 4, tentu akan jadi gawat darurat betul / AGDO ? AGO ? (letak
lintang, tinggi ibu <145 cm, HIS / kontraksi kuat) → tentu akan ngeriii sekali
25
S.A.A Suryantari, ACX
Badan
Perineum
(Raphe
Perinei)
PERTANYAAN: apakah POP ada gejala anyang-anyangan? Apakah ada efek bila tidur kaki
diangkat mencegah POP?
Anyang-anyangan yang dimaksud disini BESER, secara medis disebut inkontinensia
urine tipe stress → tidak bisa menahan kencing saat aktivitas misal
bersin/batuk/menunduk → terjadi karena dinding depan vagina lemah dan turun,
28
S.A.A Suryantari, ACX
sehingga fungsi uretra tidak berjalan baik, tidak bisa menutup. Keluhan biasanya
membaik dengan tidur, saat pagi hari sudah membaik, dan kembali saat beraktivitas di
siang hari. Jadi tidak perlu mengangkat kaki saat tidur.
Kapan di operasi? Kalau pasien mengeluh beser sampai basah seperti kencing beneran,
berarti perlu dilakukan operasi. Kalau pasien hanya mengeluh kadang-kadang basah
bila aktivitas berat →tidak perlu operasi, cukup senam Kegel.
Catatan:
29
S.A.A Suryantari, ACX
PENCEGAHAN INFEKSI
o Infeksi → 10% penyebab kematian pada, → penyebab kematian ibu yang paling tinggi saat ini
preeclampsia, dulu perdarahan post partum
o Tujuan pencegahan infeksi → biar kita tidak menularkan ke atau tertular dari pasien
Asepsis : mengurangi → pake duk steril, sarung tangan
Antisepsis : membunuh → pake alcohol, betadine
Tindakan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi (slide 13)
- APD lengkap : sarung tangan, masker, google, head cap → kalo covid APD tingkat 3,
yakni pake baju astronot
- Penangganan alat-alat yang dipakai → kalo di puskesmas biasa kita yang kerjain
sendiri
o Cara melepas sarung tangan (slide 17)
- Yang benar direndam dulu pake klorin sebentar → gosok-gosok → baru lepas → tapi
praktis nya biasanya langsung lepas aja ga rendem klorin
Larutan Antiseptik
- Yang sering dipakai : alcohol, klorheksidin, iodin / iodofor
- Alkohol : kita harus tunggu sampe kering → baru kuman terbunuh → ga boleh saat
basah2 udah melakukan tindakan, belum kerja alkoholnya
- Iodin : gapapa dalam kondisi basah2 sudah terbunuh kumannya, ga perlu tunggu
kering → udah boleh tindakan
Cara kerja yang aman
- Jangan melepas jarum dari tabung suntik
- Jangan recapping jarum → tapi beberapa RS ada yang suruh recapping
o Pemrosesan alat-alat
1. Dekontaminasi
- Membunuh HIV dan hep B
- Rendam dengan klorin 0,5% selama 10 menit (tidak boleh lebih nanti alat2 besi
berkarat) → lalu cuci dengan air dan sabut dan sikat sampai bersih
- Klorin = bayclin
2. Pencucian alat
a. Sterilisasi
o Mematikan semuanya termasuk endospore
o Yang ada di rumah sakit adanya autoklaf (paling canggih/bagus), beberapa
RSUD pake dry heat/oven → keduanya dipanaskan
o Kimiawi → untuk alat2 yang ga boleh dipanaskan, misal untuk alat endoskopi
dan laparoskopi
b. DTT (disnfeksi tingkat tinggi)
o Tidak bisa membunuh endospore
30
S.A.A Suryantari, ACX
o Caranya bisa direbus (selama 20 menit, dihitung setelah air mendidih), diuap
(selama 20 menit juga sejak uap mulai muncul → kalo sarung tangan bisa
ditaruh di nampan uap yang paling atas) → lebih sering penguapan daripada
perebusan
c. Kimiawi : direndem larutan klorin selama 20 menit
• KLORIN
- Klorinnya kan dimasukkin ke baskom gitu, terus bisa dipakai berapa kali ? berapa pasien
? → sebenernya tidak ada batasan, boleh untuk banyak pasien atau banyak alat ga
masalah → asalkan alat-alat nya kering supaya klorin nya gak kecampur air, supaya
klorinnya tetep 0,5% → kalau klorinnya udah kelihatan kotor, misal banyak darah lah,
atau kita udah jijik, boleh diganti
• Hydrogen peroxide
- Dulu dipake untuk pembersihan luka → tapi dia ternyata merusak jaringan yang viable
→ sehingga sekarang sudah tidak digunakan untuk bersihin luka, yang dipake adalah
larutan NaCl
- Tidak dipakai untuk penangganan alat
31
S.A.A Suryantari, ACX
32
S.A.A Suryantari, ACX
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri di
antara kedua lutut janin).
25. Melakukan penilaian selintas : (a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa
kesulitan? (b) Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Membiarkan bayi di atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal
dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan
pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.
35. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir
setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran
searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
33
S.A.A Suryantari, ACX
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan
bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke dalam
kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%,
bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara terbalik dan rendam sarung tangan
dalam larutan klorin 0,5 % selama sepuluh menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
mengalir, keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Kemudian pakai sarung tangan untuk melakukan pemeriksaan fisik bayi.
44. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
45. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
46. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
47. Celupkan tangan dilarutan klorin 0,5% ,dan lepaskan secara terbalik dan rendam, kemudian
cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir, keringkan dengan handuk bersih
dan pakai sarung tangan.
48. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
49. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
50. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
51. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
52. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
53. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
54. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
56. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin
minum.
57. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
58. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
59. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
60. Melengkapi partograf.
34
S.A.A Suryantari, ACX
35
S.A.A Suryantari, ACX
36
S.A.A Suryantari, ACX
✓ Awalnya threaten abortus (imminens/mengancam): perdarahan sedikit, konsepsi
bagus, serviks belum membuka, tidak ada kram → tx: konservatif, bisa
dipulangkan, KIE kapan harus kembali, hal-hal bahaya yang harus dihindari, tidak
perlu USG dan rujuk → selesaikan di dokter umum
✓ Bila proses berlanjut → abortus insipiens: serviks membuka, perdarahan makin
banyak, jaringan keluar sedikit → merupakan fase transisi karena akan diikuti
oleh abortus komplit ataupun inkomplit → tx: tahan pasien, KIE pasien, berikan
uterotolika agar hasil konsepsi keluar, induksi, berikan oxytocin, pasang infus →
agar kontraksi dan hasil konsepsi cepat keluar, ketika sudah keluar evaluasi
apakah keluar keseluruhan atau sebagian.
5. ETIOLOGI: (3 kelompok)
a. Faktor dari zigot: ketika konsepsi terjadi, zigot merupakan kombinasi gamet
perempuan/oosit dan laki-laki/spermatozoa → terjadi fertilisasi (2 sel gamet menjadi
satu) → hari 1: membelah menjadi 2 sel → hari 2: menjadi 4 sel → hari 3: menjadi 8
sel. Jadi bila ada oosit atau/dan spermatozoa ada kelainan pembelahan kromosom →
zigot menjadi abnormal
*Tapi zigot yang abnormal ini sebenarnya bisa terjadi walaupun gametnya kedua
normal karena proses fusi, pembelahan dan diferensiasi merupakan proses yang
dinamis → jadi karena prosesnya panjang dan butuh banyak faktor pendukung,
abnormalitas zigot bisa terjadi karena masalah di faktor lain selain gamet ini. Jadi
contohnya bila hasil preimplantation genetic diagnosis/screening hasilnya normal
kedua kromosom orangtuanya, hati-hati jangan berani dulu mengatakan bayinya akan
normal. Saat ini, pada program bayi tabung, diambil embrio seluruhnya dilihat
kromosomnya → mana zigot yang normal mana yang tidak normal → hanya zigot
yang normal yang diimplantasikan.
37
S.A.A Suryantari, ACX
*Proses bayi tabung: ambil ovum taruh di cawan petri → dibuahi secara konvensional
atau ICSI (intracytoplasmic sperm injection) → diamati pembelahannya.
- kita bisa lihat pada minggu 7 pulsasi zygot.
- ada kantong tapi tidak terbentuk zygot
b. Faktor maternal: → sebagian besar abortus etiologinya faktor ini
Infeksi: brucella abortus (zaman dulu saat abortus bila diperiksa brucella +,
sekarang sudah tidak sering), mycoplasma hominis (positif pada abortus dan
preterm labor), ureaplasma urealitikum (saat ini paling utama), sifilis
(sebaiknya saat ANC periksa triple elimination), chlamydia trachomatis (pada
kasus abortus dan infertilitas → bila laparaskopi ditemukan Fitz-hugh-curtis
sign)
*saat ini jarang diperiksa mikrobiologinya
Penyakit Kronik: Tb milier → Tidak dapat penanganan baik → KU pasien buruk
→ memicu abortus, DM (sering mengalami sudden fetal death dan abortus
walaupun pada pasien DM terkontrol)
Endokrin: hipertirioidism, defisiensi progesteron
~Teori Defisiensi Progesteron sebagai Etiologi Abortus~
38
S.A.A Suryantari, ACX
granulosa (bila estradiol naik → memicu LH → terjadi LH surge →
ovulasi → ovum keluar, tersisa corpus luteum → menghasilkan
progesteron → kalau tidak ada hamil, estrogen dan progesteron
menurun → tidak ada yang mempertahankan endometrium →
deskuamasi endometrium
▪ Bila hamil terjadi fetomaternal communication system → fungsi
korpus luteum dipertahankan oleh beta HCG → hasil konsepsi
mengalami nidasi, implantasi dan plasentasi → aposisi, adhesi,
invasi → kembali menghasilkan beta HCG, sampai terjadi
plasentasi sempurna (+ 4-5 bulan) → bila sudah plasentasi
sempurna akan terjadi atropi korpus luteum. Bila hamil dan terjadi
defek fase luteal, atau corpus luteum tidak menghasilkan
progesteron yang adekuat → defisiensi progesteron → kualitas
endometrium tidak baik → abortus
Malnutrisi: derajat berat. Tapi saat ini malnutrisi karena obesitas (BMI >>) →
PCOS → bisa menyebabkan abortus
Obat-obatan
Gamet yang menua (kalau tidak ada ovulasi, oosit bisa bertahan 2-3 hari
setelah itu akan atresia, sperma bertahan 3-4 hari → tapi bila sel telur yang
umur 3 hari dibuahi oleh sperma yang umurnya 4 hari → gamet tua → zigot
yang terbentuk tidak normal
Imunologis: hasil konsepsi bersifat semihalogenik. *Ovum dan sperma bersifat
haploid, ketika bersatu/fertilisasi menjadi zigot yang bersifat diploid, diploid
inilah yang semihalogenik → terjadi inkompatibilitas → terjadi endometrial
receptivity yang buruk →penerimaan zigot ke endometrium buruk. Faktor
imunologis dan genetik menyebabkan abortus pada usia kehamilan dini.
Imunologis yang lain: autoimun oleh ACA (anticardiolipin antibody)
Apendisitis: manipulasi di adneksa kanan → juga menyebabkan intervensi
ovarium → abortus terjadi bila hasil konsepsi dari ovarium sebelah kanan
Kistoma ovarii → bisa jadi kista korpus luteum tempat oosit berasal → jangan
langsung dilaparatomi karena dapat menyebabkan defisiensi progesteron
Trauma: pasien post kecelakaan → edukasi pasien tetap hati-hati karena
abortus bisa terjadi 2 minggu kemudian (karena proses abortus lumayan lama)
→ tatalaksana: 1) minta pasien datang kembali bila ada keluhan misal ada
nyeri, perdarahan 2) cegah abortus dengan berikan progesterone oral (karena
terapi defisiensi progesterone hanya salah satu dari patofisiologinya abortus,
selain itu progesterone juga menenangkan uterus karena biasanya uterus ikut
39
S.A.A Suryantari, ACX
tegang bila pasien tegang, stress setelah kecelakaan), 3) dapat dilakukan USG
untuk konfirmasi
Mioma uteri (jenis subserosum → di permukaan, intramural di otot,
submukosum yang masuk ke mukosa endomterium. Jenis yg sering
menyebabkan abortus: submukosum, intramural yang besar)
Kelainan uterus: perlengketan intrauterin misal karena kuret; defek
perkembangan uterus → contoh: uteris bikorpus, kanalis servikalis dan OU
bersatu
Pemberian DES: hati-hati pemberian terapi hormonal pada awal kehamilan
c. Faktor paternal: sperma yang tidak normal. Yang perlu diperiksa berapa cc spermanya,
berapa konsentrasi spermanya, berapa sperma yang normal bagaimana motilitas
spermanya, pada sperma yang tidak normal → bagian mananya yang bermasalah?
d. Lain-lain:
Kehamilan muda: saat ini jarang terjadi karena sudah ada transvaginal USG →
bisa deteksi kantung kehamilan bahkan pada usia 4 minggu-an atau < 4 minggu
saat kantung masih kecil sekali bila alatnya baik
Blighted ovum: bisa dilihat di USG UK 6-7 minggu (bila sudah 8 minggu → tidak
ada DJJ → blighted ovum. Kalau pasien masih belum percaya, bisa ditunggu
dalam 2 minggu, apakah ada perdarahan → apabila berdarah berarti abortus
Fetus papiraseus: terjadi karena awalnya missed abortion → fetus yang sudah
mati dan terlepas mengalami kompresi → tidak dikuret → kontraksi →
didorong keluar ke kavum abdomen
6. DIAGNOSIS:
- Wanita usia reproduktif (jangan pada yang belum menarche/menopause)
!!! Namun saat ini hati-hati, ada beberapa remaja yang mengalami ovulasi lebih
awal → tetapi belum haid → di periode ini apabila coitus → bisa hamil
- Terlambat haid
- Test urine positif
- Perdarahan
- Sering disertai mules-mules (kadang nyeri sampai ke pinggang → karena rahim
berusaha mengeluarkan hasil konsepsi)
- Pembukaan serviks
- Keluar darah / jaringan
7. DDx
- mola hidatidosa (contoh kasus pasien hamil dilakukan kuret di rumah sakit daerah
→ 10 hari kemudian datang lagi dengan mual yang hebat → dirujuk →beta HCG
250.000 → diperiksa ulang, masih ada kantung pada uteri → dikuret lalu di PA →
ternyata hasilnya partial mola)
- KET
40
S.A.A Suryantari, ACX
- Hamil dengan kelainan serviks
8. SPEKTRUM KLINIS
Abortus imminens
Abortus insipiens
Abortus komplit
Abortus inkomplit
Abortus habitualis → abortus terjadi > 3 kali → lihat penanganan panduan di POGI.
Bila ada abortus ulang apalagi sampai 3x → Pikirkan bahwa penyebab masih ada!!,
misal imunologi, genetik, infeksi, serviks inkompeten dari dulu
Abortus infeksius/sepsis: di Indonesia cakupan KB pada pasangan yang sah/subur
hanya 60% → artinya 40% pasangan sisanya tidak KB → sering mengalami
unwanted/unplanned pregnancy → melakukan upaya aborsi provokatus
kriminalis/unsafe abortus → aborsi dilakukan di tempat yang tidak higienis dan oleh
orang yang tidak kompeten → risiko infeksi >>> → terjadi abortus infeksiosus atau
septic abortus (ada febris, jaringan bau, nyeri, takikardia, leukositosis). *Extra atau
premarital sex juga sering memiliki risiko unsafe abortion yang lebih besar.
9. KOMPLIKASI:
Perdarahan
Perforasi uterus
Infeksi
Syok
Kematian
*CONTOH KASUS: pasien melakukan aborsi provokatus kriminalis di tempat yang tidak
safe berulang-ulang → terjadi septic abortion →harus di histerektmoi dan bilateral
salphingoorektomi → pasien menjadi menopause prekoks karena iatrogenik →
infertile
10. ASPIRASI VAKUM MANUAL
✓ PITPOGI 2019: saat ini dianjurkan hindari gunakan mata kuret tajam mulai gunakan
kuret kanul → dihisap dengan AVM atau suction elektrik (saat ini paling banyak
penggunaan kuret suction dengan alat elektrik, jadi AVM sudah mulai ditinggalkan)
11. KURETASE
41
S.A.A Suryantari, ACX
Bila hasil abortus sisa sedikit untuk melihat lokasi bisa diidentifikasi dengan USG atau
kuretase biasa (saat kuretase pada bagian yang bersih terasa sudah tidak ada apa-
apa/bersih, sedangkan pada bagian yang masih ada sisa konsepsi terasa licin-licin)
LANGKAH KLINIK KURETASE: dibagi menjadi pratindakan, selama tindakan, pasca
tindakan
a. Pratindakan: persiapan pasien → informed consent dan persetujuan tindakan
medik, operator → memakai APD, persiapan alat dan obat-obatan
b. Tindakan
▪ Anestesi → perhatikkan pain control. Bila pasien ingin pain control yang
lebih murah bisa dilakukan infiltrating anesthesia dengan infiltrasi
lidocain → tapi nyeri hanya berkurang TIDAK hilang
▪ Kateterisasi
▪ Evaluasi ulang diagnosis
▪ Liat besar dan arah uterus dengan sondasi
▪ Lakukan tindakan kuretasi: Bila dilatasi serviks lebar gunakan mata kuret
yang lebih besar yang bisa masuk (misal dengan sendok ukuran 6 pas, tapi
ternyata dengan ukuran 8 masih bisa masuk, pakai yang ukuran 8) →
karena makin banyak jaringan yang bisa terjangkau makin banyak
jaringan yang terangkat, lebih cepat pengerjaannya, mencegah perforasi
▪ Keluarkan semua jaringan
▪ Bersihkan dinding vagina
▪ Dekontaminasi, cuci dan sterilisasi alat
c. POST tindakan
▪ Edukasi: akan di observasi 1 – 2 jam baru boleh dipulangkan
▪ Dokumentasi: tulis proses pengerjaan di status pasien di RM
▪ Cuci tangan
42
S.A.A Suryantari, ACX
▪ Lepas APD
▪ Observasi pasien
!!! PRINSIP NUTRISI (untuk mencegah abortus): pada ibu hamil pemberian nutrisi konsepnya
adalah gizi seimbang:
✓ jangan restriksi makanan
✓ hindari makan 1 jenis buah/makanan saja
✓ sarankan perbanyak variasi makan buah dan kombinasi → karena di buah ada vitamin,
mineral dan antioksidan
✓ dalam buah tertentu seperti nanas, durian memang ada prostaglandin, tapi kalaupun
ada kadarnya dalam buah tidak bersifat abortivum → jadi boleh makan asal
dikombinasi dengan buah lain
43
S.A.A Suryantari, ACX
*Pada gambar ini, sepertinya gangguan vaskular sudah terjadi sejak awal morula, karena
gangguan diferensiasi villous tropoblast
44
S.A.A Suryantari, ACX
Secara patofisiologi, ada stage 1: muncul stress oxidative dan stage 2: sudah ada
maternal syndrome
45
S.A.A Suryantari, ACX
Obstetric transition → saat ini kematian ibu pada kehamilan tidak hanya bisa
disebabkan oleh komplikasi obstetri tapi bisa juga terjadi akibat penyakit diluar
obstetri seperti kelainan jantung, ginjal, penyakit autoimmune
Menyebabkan abnormal plasenta → penyempitan plasenta → iskemia
plasenta → menyebabkan hipoksia persisten → peningkatan circulating sFlt1
dan sEng → disfungsi sistemik vaskular → HT, proteinuria, sindrom HELPP.
Preeklampsia muncul sejak morula. PE terjadi karena kegagalan vilous
trophoblast
3. KLASIFIKASI PREEKLAMPSIA
- Early onset (< 34 minggu): komplikasi pada ibu juga lebih berat (TD lebih
tinggi), BB janin lebih kecil, gamabran arteriuterina pada pemeriksaan Doppler
lebih jelek
- Late onset (> 34 minggu): komplikasi lebih ringan, BB tidak terkomplikasi
Insiden late onset > early onset
46
S.A.A Suryantari, ACX
4. PERJALANAN PENYAKIT PREEKLAMPSIA/EKLAMPSIA
6. RISIKO PREEKLAMPSIA:
a. Kategori HIGH RISK:
- History of any HT disorder IN PREVIOUS PREGNANCIES
- Autoimmune disease, SLE, APS
- DM type 1 and 2
- Chronic arterial hypertension
b. Kategori MODERATE RISK:
- Primiparity
- Women aged > 40 years or older
- Interdeliver interval more than 10 years
- BMI → obesitas
- Family history of PE
- Multiple gestation
*According to NICE, the presence of 2 moderate RF or 1 high RF would admit
pregnant women to prophylactic measure (aspirin use before the 16th week of
gestation and prenatal care in specialized service)
*pasien dengan kadar LDL tinggi risiko PE juga tinggi karena LDL dapat menumpul
pada pembuluh darah → penyempitan pembuluh darah → iskemik uteroplasenta
*Memprediksi PE pada kehamilan pertama
47
S.A.A Suryantari, ACX
HT chronic
gestational hypertension
preeclampsia (kronik dan superimposed) 48
white coat hypertension
S.A.A Suryantari, ACX
PREEKLAMPSIA
- Preeklampsia tanpa gambaran berat: HT + proteinuria, tanpa
gangguan organ
- Preeklampsia dengan gambaran berat (with severe feature): HT +
proteinuria + gangguan organ (kadar platelet < 150, gangguan pada
janin, dll)
→ HT pada severe preeclampsia diastole > 110 dan sistole > 160. TAPI,
bila HT tidak mencapai 160/110 namun ada komplikasi organ → bisa
disebut severe preeclampsia. Atau tensi sudah mencapai > 160/110
tapi tidak ada gangguan organ tetap disebut sebagai severe
preeclampsia.
*Hipertensi dalam kehamilan: TD > 140 dan > 90 pada usia kehamilan > 20
minggu
*Hipertensi tanpa proteinuria → Chronic hypertension (atau bila HT pada usia
kehamilan < 20 minggu) dan gestational hypertension
*Saat ini tidak ada PE ringan → diubah menjadi PE tanpa gambaran berat
8. MANAGEMENT:
*Tidak ada terapi definitif untuk PE, karena disebabkan plasenta sebenarnya terapi definitif
adalah terminasi dan lahirkan plasenta → namun muncul dillema bila bayi belum aterm →
bisa dilakukan terapi secara konservatif
Bila pasien mengalami eklampsia, pulmonary edema, AKI, DIC, GA > 34 weeks (bayi
sudah matur) → TIDAK ADA expectant management harus diterminasi. Terapi:
49
S.A.A Suryantari, ACX
PERTAMA, berikan antikejang MgSO4 → bila ibu sudah stabil berikan AHT → baru
diterminasi dalam 4-6 jam
Bila komplikasi hanya ringan seperti HELLP syndrome, oligohydramnions, janin
terganggu, ada trombositopenia → boleh ditunda 2x24 jam untuk memberikan
steroid dan mematangkan paru janin
Bila UK 24 – 32 6/7 minggu → persalinan dapat ditunda dan kehamilan dapat
dilanjutkan (terapi konservatif sampai UK mencapai 34 minggu → bila ternyata
tensi masih terkontrol, ibu dan janin stabil → lanjutkan sampai usia 37 minggu
beru boleh diterminasi). Persalinan biasanya dimajukan 2 minggu dari tanggal
prediksi kehamilan.
Bila UK < 23 minggu → bila dipertahankan, waktu persalinan masih lama, malah
dapat membahayakan ibunya, namun bila diterminasi bayi masih terlalu kecil
untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan luar → JADI, pertimbangannya adalah
TERMINASI
*Rute delivery: bisa pervaginam dan SC tergantung indikasi masing-masing. Bila dipilih
rute pervaginam, pasien PE tidak boleh ngeden → karena mengedan dapat menaikkan
tensi sampai 30% (bisa mencetuskan kejang) sehingga harus dibantu dengan vakum
sebaiknya (minta pasien mengejan 1-2 x masih tidak apa-apa), forceps biasanya
komplikasi robekan vagina lebih besar. Tetapi pada pasien dengan kelainan jantung tidak
boleh mengedan sama sekali → lakukan dengan bantuan FORCEPS.
50
S.A.A Suryantari, ACX
PEMBERIAN AHT: diberikan bila MAP antara 125-150 → tapi jangan juga terlalu
agresif memberikan AHT karena walaupun memang bisa menurunkan TD dan
menyelamatkan ibu, namun bisa menyebabkan penurunan flow uteroplasenta → bisa
terjadi IUFD/intrauterine fetal death
51
S.A.A Suryantari, ACX
Metildopa onsetnya 40 min (biasanya 4-6 jam baru ada efek), sedangkan nifedipine onset
lebih cepat 30 menit. Karena onset kerja nifedipine lebih cepat, peak lebih cepat jadi untuk
awal pemberian AHT biasanya dimulai dengan nifedipine PO. Namun durasi kerja metildopa
(12-24 jam) lebih panjang dari nifedipine (12 jam) → jadi minum nifedipine lebih banyak dari
metildopa. *Kalau tidak ada nifedipine untuk awal pemberian AHT bisa diberikan
metildopa double dose (2x250 = 500 mg) + diberikan berbarengan dengan MgSO4
PEMBERIAN MgSO4
Pemberian MgSO4 bukan antihipertensi (bukan AHT walaupun bisa
sedikit menurunkan BP) tapi anti kejang
INDIKASI: diberikan pada preeklampsia with severe feature (pasien
harus MRS → karena diberikan MgSO4 IV), eklampsia (bila pasien
kejang wajib diberikan antikejang pilihannya tetap yang paling utama
MgSO4, diazepam, valium →tapi valium dapat menyebabkan
penurunan kesadaran, jadi tidak bisa memantau DOC karena valium
atau stroke).
MgSO4 BUKAN untuk profilaksis pada pasien PE without severe
feature karena efek samping MgSO4 berat.
PEMBERIAN PROFILAKSIS ASPIRIN: (diberikan sesuai hasil skoring
+ pemeriksaan doppler)
*Diberikan mulai UK < 17 minggu, efektivitas lebih baik bila diberikan
bersamaan dengan vit C
*Pasien high risk PE di Sanglah akan dilakukan pemeriksaan doppler →
melihat arteri uterina →bila menyempit → bisa diberikan aspirin untuk
mencegah PE sambil rawat jalan (aspirin dapat menurunkan risiko PE
sebanyak 40-70%)
52
S.A.A Suryantari, ACX
53
S.A.A Suryantari, ACX
DISKUSI:
a. Bagaimana mengetahui bila paru janin sudah matang?
- Pada UK > 34 minggu, 98% paru janin sudah matur
- Dengan menghitung LS (lesitin spingomielin) ratio
- Tes kocok: ambil cairan ketuban campur dengan alkohol 70% (1:1) → kocok
→bila ada berbuih dalam 15 detik berati paru sudah matur
b. Pasien dengan superimposed eclampsia, kapan obat AHT nya diganti dengan
obat AHT untuk PE, misal pasien memang mengkonsumsi amlodipine kapan
diganti dengan nifedipine?
- Amlodipine sebenarnya tidak spesifik untuk vasodilator karena bekerja pada
otot polos. Nifedipine selain bekerja sebagai vasodilator juga meningkatkan
NO induction → ada efek antioksidan (yang tidak dimiliki amlodipine).
- Kapan obat AHT diswitch? Kalau pasien datang dengan PE akut, langsung
pilihan utama pemberian AHT nya adalah nifedipine (tidak usah
mempertimbangkan obat AHT sebelumnya)
c. Bagaimana pematangan paru pada janin < 34 minggu yang harus diterminasi
karena eklampsia?
= memang sudah tidak ada waktu untuk pemberian steroid (karena steroid harus
diberikan 2x24 jam) → jadi pematangan paru dilakukan post partum dengan
memberikan surfaktan.
54
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
55
S.A.A Suryantari, ACX
2. DEFINISI:
PROM (Premature Rupture of Membrane) dan PPROM (preterm premature rupture
of membrane)
Adalah spontaneous rupture of the fetal membranes any time beyond the 28 th week
of pregancy but before the onset of labor (< 28 minggu: abortus). Dulu dipakai batasan
28 minggu (batasan abortus dan bukan) karena kemampuan tim resusitasi hanya
mampu sampai bayi yang lahir premature maksimal 28 minggu, saat ini dipakai
batasan 20 minggu untuk abortus dan buka abortus dari WHO. Di Inggris dan
Indonesia dipakai batasan 24 minggu.
After 37th weeks: term/PROM
Before 37th weeks: preterm/PPROM
3. ETIOLOGI: PALING BANYAK (70%) adalah infeksi/inflamasi di serviks atau vagina, maupun
infeksi sistemik → peningkatan sitokin (TNF ALFA, IL-6, IL-8) → meningkatkan kaskade →
breakdown kolagen di ketuban → mencetuskan pecah ketuban; defisiensi vitamin C;
overdistensi; trauma; iatrogenik
4. DIAGNOSIS
- Anamnesis: keluarnya cairan (bedakan fluor/cairan keputihan dengan air ketuban) →
kalo pasien mengeluh keluar air sampai tiba-tiba basah → curiga pertama KPD sampai
terbukti bukan.
- Pemeriksaan fisik: letakkan pasien di meja ginekologi → litotomi → masukkan inspekulo
→ cari porsio → apakah ada keluar cairan dari prosio atau pooling di forniks posterior
vagina. Bila tidak ada bisa ditekan fundus sedikit atau minta pasien batuk untuk melihat
di OUE apakah ada cairan yang keluar. Kalau (+) ada cairan keluar → hampir pasti adalah
air ketuban.
- Pemeriksaan penunjang:
56
S.A.A Suryantari, ACX
a. Nitrazine/lakmus test, tes (+) akan menghasilkan warna biru APAPUN warna kertas
awalnya, misal kertas lakmus merah → biru, kuning → biru, kertas awal biru →
warna tidak berubah (karena air ketuban bersifat basa pH > 7, kalau cairan vagina
bersifat asam jadi tidak mengubah warna lakmus)
b. Ferning pattern (pemeriksaan mikroskopis) cairan ketuban ditaruh di object glass
→ dikeringkan → dilihat dibawah mikroskop. Ada fern like pattern karena ada
sodium chloride dan protein pada air ketuban akibat pengaruh estrogen. *Jarang
dilakukan, cukup sampai lakmus test.
5. KOMPLIKASI:
a. Komplikasi maternal:
Kehamilan aterm: infeksi (endometritis, sepsis), CS, penggunaan induksi dalam
persalinan
Kehamilan preterm: infeksi (endometritis, sepsis), CS, persalinan premature
b. Komplikasi fetal:
Bila bayi aterm: infeksi, cord compression/prolapse (cairan ketuban habis,
langsung kontak dgn dinding rahim sehingga terjadi penekanan tali pusat)
Bila bayi preterm: infeksi, cord compression, hipoplasia paru (bila pecah < 24
minggu, karena tidak ada cairan ketuban yang membuat alveoli mengembang)
*Bila ketuban pecah dalam < 48 jam harus dimulai fase persalinan (sehingga menjadi
masalah bila terjadi pada kehamilan yang masih preterm)
*Komplikasi prematuritas → kematian bayi akibat CP, intraventricular hemorrhage, sepsis,
respiratory distress, retinopathy of prematurity, hipoplasia paru
57
S.A.A Suryantari, ACX
Intinya, bila UK semakin mendekati term (semakin aterm kehamilan) makin pendek masa
latensinya dan kemungkinan akan terjadi persalinan dalam < 7 hari → terjadi komplikasi
prematuritas pada bayi premature (risiko respiratory distress, hipoglikemia,hipotermia,
hiperbilirubinemia).
7. MANAJEMEN:
- Aterm (minimal dalam 12 jam harus persalinan): manajemen aktif → persalinan
→ pilihan: pervaginam (misal presentasi kepala → bisa dibantu induksi) VS SC
(kelainan letak lintang, kesulitan pinggang, gawat janin)
- Preterm (manajemen sesuai usia apakah > atau < 34 minggu, intinya kehamilan
perlu dipertahankan untuk menjaga agar kematangan paru-paru)
*KPD preterm bila ditemukan di Faskes 1 harus dirujuk! (ada kemungkinan
distress) Misal pasien datang sudah akan in partu, bukaan lengkap → bisa dibantu
persalinannya → lalu rujuk fasilitas faskes 2. Namun, sebenarnya persalinan
prematuritas harus dilakukan di faskes tingkat 2.
~Manajemen aktif (> 34 minggu): pemberian antibiotika, tergantung kemampuan
NICU → bila NICU bisa menangani bayi usia 34 minggu dan < 37 minggu (bisa
dilahirkan), ketersediaan sumber daya untuk bayi premature
~Manajemen konservatif (< 34 minggu): kortikosteroid (untuk mempercepat
pematangan paru janin → mencegah respiratory distress), antibiotika (mencegah
infeksi, bila tidak terjadi infeksi dapat memperpanjang masa latensi) → TUJUAN:
memperpanjang masa latensi. Rujuk pasien ke faskes yang bisa menangani bayi
prematur.
58
S.A.A Suryantari, ACX
- diagnosing PROM
- menurunkan pulmonary hypoplasia
- menurunkan neurological complications
- prolongs gestation
- improves fetal biofisikal profil
- improves neonatal survival
- reduce fetal deformity
• Komplikasi
- Chorioamnionitis (jarang)
- PROM
- Placental abruption
- Delivery within 24 jam
- Haemorrhage from the cord
9. ALGORITMA PENANGANAN
59
S.A.A Suryantari, ACX
60
S.A.A Suryantari, ACX
61
S.A.A Suryantari, ACX
GAWAT JANIN
1. DEFINISI: ketidakpastian diagnosis yang didasarkan pada intepretasi pola frekuensi
denyut jantung janin
GAWAT JANIN: kondisi kegawatan pada janin yang membutuhkan penanganan segera
kalau tidak ada penanganan segera dapat menyebabkan kematian janin ~definisi
berbeda-beda, subjektif
→ GAWAT JANIN = hipoksia janin
*hipoksia: gangguan oksigenasi pada jaringan; iskemia: gangguan perfusi ke jaringan
2. ETIOLOGI: (INTINYA segala kondisi dari ibu, janin dan hubungan antar ibu dan
janin/uteroplasenta yang menyebabkan hipoksia, penurunan oksigenasi menyebabkan
gawat janin)
a. Faktor maternal: contoh → anemia atau defisiensi CO2
- Akut: terjadi dalam bentuk mendadak dalam menit atau jam dan langsung
perburukan
- Kronis
b. Faktor uteroplasenta: adalah akses dari ibu ke janin, jadi kalau ada gangguan di
uteroplasenta → gangguan juga di janin
- Akut: solusio plasenta, hipertonus uterus, infark placenta, placenta previa
Abruptio plasenta: plasenta terlepas dari desidua basalis maternal
Hipertonus uteri : uterus (miometrium) kontraksi secara tetanik →
gangguan sirkulasi ke plasenta → hipoksia
- Kronis: insufisiensi uteroplasenta (gangguan sirkulasi dan oksigenasi plasenta)
→ ada tanda-tanda IUGR dengan oligohydramnion, gawat janin → bisa
kematian janin, chorioamnionitis (infeksi)
c. Faktor fetal: kompresi tali pusat (oligohidramnion, prolaps tali pusat atau belitan
dan simpul), penurunan oksigenasi fetal (anemia, carboxihemoglobin)
62
S.A.A Suryantari, ACX
ETIOLOGI GAWAT JANIN, AKUT VS KRONIK
AKUT KRONIK
Kompresi tali pusat (fetal) Preeklampsia (maternal)
Solusio plasenta (uteroplasenta) Anemia (maternal)
Ruptur vasa previa (uteroplasenta) Kelainan jantung (maternal)
Ruptur uteri (uteroplasenta) Perdarahan kronik (maternal)
Postterm (fetal)
PJT/IUGR (fetal)
63
S.A.A Suryantari, ACX
4. TANDA GEJALA GAWAT JANIN: (Bradikardia dan takikardia merupakan red flag terjadi
sesuatu pada janin)
- Gejala/data subyektif (yang dikeluhkan oleh ibunya):
= ada riwayat berat janin menurun, tanda dan gejala faktor risiko (misal penyebab
gawat janin solusio plasenta → ibu ada riwayat sakit perut, perdarahan, lemas;
infeksi → ibu ada riwayat demam, pecah ketuban lama dan keluar cairan berbau)
data objektif (didapatkan dari status present ibu, misal ibu shock → TD menurun,
HR naik)
- Tanda/data objektif
Mekonium dalam amnion
Kenapa mekonium keluar pada saat gawat janin? Kompensasi terhadap
hipoksia ada aktivasi saraf simpatis: motilitas usus dihambat, spinkter ani
relaksasi → keluar mekonium. Mekonium keluar bila saturasi < 30%
(hipoksia berat). Mekonium pada cairan ketuban dapat menyebabkan
aspirasi mekonium (bila ada mekonium dalam ketuban → saat lahir → bayi
menarik napas pertama → aspirasi) dan pneumonia. Aspirasi mekonium
juga dapat terjadi di dalam kandungan → fetal distress.
Pemeriksaan fisik ibu secara menyeluruh (untuk mengetahui faktor risiko
gawat janin, misal solusio plasenta → ibu TD menurun, saturasi menurun)
pemeriksaan janin
▪ Tanda pada KTG dengan pemeriksaan doppler
o Ada takikardi (Kapan disebut takikardia? Takikardia pada janin
HARUS dinilai pada DJJ baseline → Apa itu DJJ baseline? DJJ
yang dihitung pada fase istirahat atau tanpa kondisi stress misal
saat kontraksi uterine, tidak boleh ada gerak janin. Bila tidak
diukur saat baseline → DJJ bayi tidak representatif terhadap
keadaan bayi sebenarnya. Takikardia yang terjadi saat bukan
kondisi baseline, bukan menunjukkan adanya gawat janin.
Takikardia yang terjadi bukan saat baseline adalah fase
akselerasi; bradikardia yang terjadi bukan saat basline adalah
fase deselarisasi.
Takikardia gawat janin bila DJJ saat baseline > 160 //
bradikardia gawat janin bila DJJ baseline < 110
NORMAL KTG
5. PENATALAKSANAAN
= lakukan resusitasi → lewat ibunya. PRINSIPNYA~ lebih mudah memperbaiki sirkulasi
ke janin daripada oksigenasi ke janin, karena oksigenasi harus ada persiapan butuh face
mask, nasal kanul, butuh sumber oksigen.
a. MEMPERBAIKI SIRKULASI UTERUS
Posisi ibu: minta ibu miring kiri → Kenapa miring ke kiri? karena pada posisi
telentang uterus akan dekstrorotasi, agak miring ke kanan → menekan vena
cava inferior → penurunan SV → penurunan aliran darah ke janin → bila miring
ke kiri, membebaskan inferior vena cava dari uterus → memperbaiki venous
return → peningkatan SV → sirkulasi ke uteroplasenta membaik.
Pemberian cairan: resusitasi IV fluid 1 flash
Relaksasi uterus
b. MEMPERBAIKI SIRKULASI TALI PUSAT
Posisi ibu
Posisi kepala janin: misal pada janin terjadi prolaps tali pusat → tali pusat
terjepit kepala → lakukan VT perbaiki posisi kepala bayi, dengan dorong kepala,
posisikan ibu pantat lebih tinggi agar tidak terjadi kompresi tali pusat
c. MEMPERBAIKI OKSIGENASi
O2 8 – 12L/menit
d. MEMBERIKAN INFUS CAIRAN AMNION
Pada kondisi tertentu seperti oligo/polihidramnion
6. MENGAKHIRI PERSALINAN
Bila terjadi gawat janin, respond time / DDT (decision to delivery time) harus cepat: misal
bayi aterm datang ke IGD, gawat janin, lakukan resusitasi intrauterine dalam 30 menit
→ evaluasi → bila tidak berhasil, berarti perlu dilakukan resusitasi ekstrauterine
dengan lahirkan bayinya (disebutnya dilakukan SC cito)
*Green code: dari insisi sampai bayi lahir waktunya harus dalam 8 menit
65
S.A.A Suryantari, ACX
PERDARAHAN POSTPARTUM
2. VASKULARISASI: arteri uterina – arteri iliaka interna – a. ovarika – dari cabang aorta
abdominalis)
Semua arteri besar uterus pada ibu hamil akan memasok daah 500 – 800 ml/menit.
Jika pasca persalinan uterus tidak berkontraksi maka 350 -560 ml darah/menit akan
keluar dalam 10-30 menit
Biasanya HPP salah satu faktor risiko pada multigranda → jadi harus sudah
dipersiapkan sebelumnya (obat-obatan, cairan)
Memperkirakan jumlah perdarahan: tidak ada yg akurat, contoh → meletakkan
penampung darah di bawah bokong ibu (tapi tidak nyaman juga tidak akurat);
pengukuran dengan gelas ukur (bengkok → sekitar 150 – 500cc tergantung ukuran
bengkok); lain-lain: kain, kasa, pakaian.
Bila perdarahan sampe menyebabkan hipotensi (keluar darah 1000 – 1200 cc) →
identifikasi dengan cara menanyakan apakah ibu merasa ngantuk, lemas, puyeng-
puyeng
Bila sudah terjadi syok, tensi turun, HR naik → bila perdarahan 2000 – 2500 ml
HPP adalah jika perdarahan pasca partum > 500cc (pada pervaginam) dan jika lebih
perdarahan > 1000cc (SC)
66
S.A.A Suryantari, ACX
*HPP pada persalinan SC: keluar darah pervaginam, perut membesar/distensi atau dari
kateter ada perdarahan → karena vesica menempel pada dinding depan uterus →
kemungkinan perlukaan pada vesica urinaria pada saat menjahit / menoreh, pasien tampak
pucat, tiba-tiba syok
3. PENILAIAN KLINIK
67
S.A.A Suryantari, ACX
ATONIA UTERI
KONDISI YANG BERISIKO
Polihidramnion → ada hiperdistensi
Kehamilan kembar
Makrosomia → hiperdistensi uterus
Persalinan terlalu lama → ibu lelah → kontraksi uterus tidak baik
persalinan terlalu cepat → Kontraksi cepat → ibu lelah
Persalinan dengan induksi → gangguan kontraksi uterus
Infeksi intrapartum → gangguan kontraksi uterus
Paritas tinggi → uterus telah kendor
Ibu dengan HT → pasien memakai nivedipine untuk kontrol HT, side effect
nivedipine: kontraksi uterus tidak baik (karena nivedipin calcium channel
blocker)
*Bila kondisi sudah diketahui risiko seperti diatas pada ibu hamil → sebelum
persalinan lakukan kounseling, obat-obatan: oksitosin, pemasangan IV line
sebelum shock terjadi.
PENYEBAB: berurutan dari yang paling sering terjadi →
1) Tonus (kontraksi tidak baik)
2) Trauma (luka pada jalan lahir, misal karena tidak melakukan episiotomi atau
melakukan episiotomi tapi dijahit tidak dengan baik. EPISIOTOMI tidak mutlak
dikerjakan kecuali ada indikasi misal induksi plasenta)
68
S.A.A Suryantari, ACX
3) Tissue (plasenta, aplasenta)
4) Thrombin (jarang terjadi, misal pasien hepatitis → ada ikterus → dicek APTT
PTT memanjang)
PENANGANAN:
o siapkan tindakan gawat darurat (ada laci obat-obatan berisi oksitosin,
metergin)
o manajemen aktif kala III (adalah dengan pemberian suntikan oksitosin,
massase fundus uteri, PTT/peregangan tali pusat)
o minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
o bila syok lakukan penanganan
o periksa kandung kemih → kosongkan
o cari penyebab perdarahan
o lakukan tindakan secara cepat
PENANGANAN SCR UMUM:
- Atasi syok
- Berikan oksitosin 10 IU IM (1 ampul) dilanjutkan dengan 20 IU (2 ampul) dalam
/ 1000 ml RL/nacl (1 ampul/500 cc (1 flash) RL/NaCL 0,9%)
- Pastikkan plasenta lahir → periksa apakah kotiledon lengkap
- Cari penyebab
- Bila perdarahan masih berlanjut → tes pembekuan darah
- Pantau BC dengan memasang kateter atau CVC
- Bila perlu transfusi darah (INDIKASI transfusi: periksa mata ibu anemis atau
tidak, periksa DL awal dan DL cito, bila DL awal dan DL cito mengalami
penurunan sampai Hb < 8 mg/dl →bisa dilakukan transfusi). *Contoh: pasien
dengan HT dalam kehamilan, post SC tidak boleh masuk metergine → dilakukan
DL cito dan ada gejala klinis → Hb dari 12 menjadi 8 → dilakukan transfusi).
- Lakukan uji pembekuan darah
PENANGANAN SCR SPESIFIK:
- Kompresi bimanual eksternal (tangan kanan saja yang menekan dari luar →
bisa minta tolong ke keluarga) dan internal (bila pemeriksa right handed →
tangan kiri diatas di fundus, tangan kanan kepalkan masukkan ke forniks
anterior dan dorong uterus ke atas agar uterus berkontraksi → sambil
simultan dilakukan pemberian oksitosin IM 1 ampul, berikan oksitosin infus 2
ampul (di PPK 28 IU), misprostol 200 – 800 mg, 1 tablet 200 mg, masukkan 2-
4 tablet secara rektal), kombinasi dengan metargine.
- Kompresi aorta abdominalis (tekan aorta abdominalis → bila gagal antar ke
ruang operasi untuk mempersiapkan histerektomi). Dilakukan bila telah
dicoba dilakukan kompresi bimanual interna tidak berhasil → dillanjutkan
dengan kompresi eksternal. *Susah dilakukan bila ibu obese.
- Tampon → penuhi uterus dengan tampon, sisakan sedikit ujung tampon di
luar, sambil menekan fundus uterus dari luar (lanjutkan oksitosin IM dan
infus, misoprostol tetap jalan bila diperlukan)
69
S.A.A Suryantari, ACX
PENANGANAN DI RS
- Pasang tampon kondom kateter (kondom diikat pada ujung kateter dengan
selang infus→ masukkan ke OUE → kondom dimasukkan 300 – 500cc pada
kateter → setelah 24 jam kurangi volume kondom sedikit demi sedikit)
*Indikasi: misal kehamilan pertama, ingin mempertahankan uterus
*Sambil memasukkan oksitosin IM, drip oksitosin, misoprostol, metergin
- Ligasi arteria uterina dan ovarika
- Metode B-lynch
- Ligasi arteri hipogastrika
- Histerektomi
METODE BLYNCH
INVERSIO UTERI
= hanya bagian fundus uteri yang terlipat keluar (Perbedaan dengan POP: seluruh
uterus dan organnya turun kebawah → tapi fundus uteri masih berada pada posisinya)
Predisposisi: atonia uteri, traksi tali pusat dengan saat kuat → peningkatan
tekanan intraabdominal, traksi tali pusat saat uterus tidak berkontraksi
*saat melahirkan plasenta, pada PTT (peregangan tali pusat terkendali) lakukan
dengan cara tangan kiri diatas suprasimfisis mendorong uterus ke arah
dorsokranial
Penanganan: Setelah melakukan manual replacement bisa dilanjutkan dengan
pemberian obat-obatan uterotonika seperti oksitosin, metergin, misoprostol
6. PLASENTA AKRETA: bila plasenta dalam 30 menit tidak lahir → pikirkan salah satu
kemungkinan penyebabnya plasenta akreta → tegakkan diagnosis→ stabilisasi pasien
→ rujuk ke RS → di RS pertimbangkan histerektomi
7. Mengapa perlu manajamen kala III? sebenarnya secara fisiologis kala III bisa berjalan
sendiri tetapi kematian ibu banyak terjadi postpartum karena atonia dan retensio
plasenta → jadi upaya terbaik adalah untuk mencegah kematian ibu akibat HPP adalah
LAKUKAN PENCEGAHAN dengan penatalaksaan aktif kala III.
Manfaat: kala III lebih singkat, memperbaiki kontraksi uterus, jumlah perdarahan lebih
sedikit, angka kejadian retensio plasenta menurun
72
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan
73
S.A.A Suryantari, ACX
74
S.A.A Suryantari, ACX
Bloody show → sering keliru dengan darah (contoh pada plasenta previa yang
keluar adalah darah segar; pada solusio plasenta → keluar darah kehitaman
dengan nyeri perut dan perut papan) → bloody show adalah DARAH DAN
LENDIR. Pada saat kehamilan di daerah serviks akan terjadi peningkatan
produksi lendir → untuk mencegah terjadi nya ascending infection → mukus
plug akan menyumbat pada daerah serviks → sehingga saat awal persalinan
dimana serviks mulai menipis dan memendek (awalnya panjang serviks adalah
2 cm) mukus plug akan terdorong keluar. Pembuluh darah di sekitar serviks
yang menipis akan pecah sehingga keluar bersama mukus plug.
4. TANDA-TANDA INPARTU:
His yang lebih kuat, sering, teratur, fundus dominan → beda dengan kontraksi
biasa, saat inpartu biasanya ibu sakit perut disertai kontraksi yang ritmis →
kontraksi kuat, kencang dan perut menjadi keras/tegang. Pada fase laten
biasanya 2x dalam 10 menit → menjadi 3-10x dalam 10 menit pada fase akif.
*Saat menilai kontraksi, nilai amplitudo, frekuensi dan durasinya di partograf
Keluar lendir bercampur darah
VT: serviks mendatar dan membuka yang bermakna (karena kontraksi dari
daerah fundus akan mendorong bagian teratas janin, lalu mendorong bagian
terbawah janin → bagian terbawah janin mendorong serviks → serviks
mendatar/menipis dan membuka)
*Yang bermakna artinya dievaluasi dalam jangka waktu tertentu → contoh
kalau benar-benar terjadi inpartu dalam 2 jam akan ada efek dan perubahan
lebih lanjut pada serviks, yaitu bukaan semakin tipis dan kontraksi semakin
sering. Mules-mules biasa atau his palsu tidak disertai dilatasi serviks,
5. PEMBUKAAN LENGKAP → Bagaimana cara mengetahui? susuri dinding vagina kiri
kanan depan belakang, susuri melingkar seperti jam, bila tidak teraba serviks sama
sekali dan seolah-olah menyatu dinding vagina dan serviksnya → berarti serviks sudah
pembukaan lengkap (10 cm). Bisa juga dinilai dengan pembukaan 10 jari, namun
biasanya jari tidak dapat masuk dan teregang sampai 10 cm, biasanya cuman sampe 8
cm → jadi bila pembukaan lengkap (10cm) serviks benar-benar tidak teraba sama
sekali, bila pembukaan 8cm masih ada terbaa serviks sedikit-sedikit.
Pada wanita primipara: pendataran serviks dahulu → baru dilatasi
Multipara → pendataran dan pembukaan serviks dalam waktu yang bersamaan
6. KALA PERSALINAN:
a. Kala I: pembukaan serviks sampai menjadi 10 cm (dipantau dengan partograf WHO
dimulai dari bukaan 4cm / fase aktif → sebelum bukaan 4 cm merupakan fase laten
kala I)
b. Kala II: pengeluaran janin → dengan asuhan persalinan normal; waktu uterus
dengan kekuatan His; ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar
sehingga lahir
75
S.A.A Suryantari, ACX
c. Kala III: waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta → maksimal 30 menit
(bila > 30 menit merupakan keadaan patologis, harus tindakan manual plasenta)
d. Kala IV: postpartum dalam 1-2 jam. Angka kematian ibu paling sering akibat
kelalaian asuhan kala IV → padahal kala IV adalahproses krusial, karena saat
plasenta sudah lahir, akan terdapat pembukaan pembuluh darah spiralis pada
implantation site, pembuluh darah tersebut terdapat pada sela-sela miometrium
→ normalnya setelah persalinan, miometrium akan berkontraksi di bekas
implantasi plasenta → otot menjepit pembuluh darah dan pembuluh darah
tertutup. Misalkan bila ada atonia uteri, pembuluh darah tidak terjepit → darah
mengucur seperti pada darah mengucur dari aorta abdominalis → HPP.
7. KALA II PENGELUARAN:
• His terkoodinir dengan kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit sekali +
perasaan ingin mengedan, BAB dan muntah (muntah karena tekanan rahim
mengeras akan mendorong lambung → refleks muntah)
• Kepala janin turun ke organ panggul → tekanan pada otot-otot dasar panggul
secara refleks tonis menimbulkan refleks ingin mengejan (sma seperti refleks
ingin BAB)
• Mekanisme persalinan (7 cardinal sign)
a. Engagement, descent, fleksi, internal rotasi (mulai dari trimester III – kala
I). *Bayi tidak dapat lahir bila ada gangguan kemajuan persalinan saat
gerakan FLEKSI dan INTERNAL ROTASI.
b. Ekstensi, eksternal rotasi, ekspulsi (kala II)
ENGAGEMENT: mekanisme agar diameter terbesar kepala janin
(diameter) biparietal masuk ke PAP (saat Hodge I) yang terjadi pada
minggu akhir kehamilan.
Pada wanita CPD, kepala janin tidak engange tetapi melayang diatas
PAP → bisa dilakukan osborn test.
Masukknya kepala janin ke PAP harus tegak lurus (sinklitismus)
Bila tidak tegak lurus dan membentuk sudut → disebut
asinklitismus, ada 2 yaitu: asinklitismus anterior (membentuk sudut
ke arah depan), asinklitismus posterior (membentuk sudut ke arah
posterior, di posterior melebar, di anterior menyempit)
Asinklitismus anterior lebih menguntungkan karena bagian
posterior memang lebih lebar
Menilai penurunan kepala dapat dengan: station, Hodge, perlimaan
76
S.A.A Suryantari, ACX
DESENSUS: terjadi karena tekanan hidrostatik cairan amnion, tekanan
langsung fundus pada bokong saat terjadi kontraksi, pada saat Hodge III+
penurunan terjadi karena usaha mengejan dengan otot abdomen, bayi
ekstensi dan penurunan → membantu desensus pada kala II)
FLEKSI: ketika kepala mengalami tahanan (baik dari serviks, dinding
panggul atau dasar panggul). Fleksi adalah kepala janin akan menekuk
mendekati dada → sesuai hukum Kopel (bila suatu benda mengalami
tahanan → benda akan bergerak menuju bagian yang resistensinya lebih
rendah. Sendi kepala manusia tidak asimetris, dimana lebih panjang di
anterior dan posterior → resistensi lebih kecil di bagian anterior). Fleksi
membuat memasuki PAP lebih mudah, karena saat fleksi maksimal
diameter kepala yang masuk ke PAP adalah yang paling kecil →
suboksipitobregmatika (11 cm), kalau tegak lurus diameter yang masuk
PAP adalah diameter frontooksipitalis (13 cm).
• Kelainan POSISI:
- Gangguan fleksi ringan → letak puncak (saat VT teraba fontanella
anterior), yang masuk ke PAP adalah diameter frontooksipitalis).
- Lebih defelksi lagi → letak dahi → teraba dahi, tidak teraba sutura
→ tidak bisa lahir karena diameter vertikomentalis merupakan
diameter kepala yang paling besar.
- Defleksi maksimal → letak muka → tidak teraba sutura tetapi
teraba mata/hidung/dll, persalinan tergantung letak dagu →
kalau dagu di depan masih bisa lahir dengan proses defleksi yang
terbalik kalau dagu dibelakang tidak bisa lahir.
77
S.A.A Suryantari, ACX
kepala SS melintang (sutura sagitalis melintang) pada proses
engangement
ROTASI INTERNA (mulai hodge III dan III+): karena pada PAP ginekoid
diameter transversal > diameter anteroposterior sedangkan di pintu
tengah dan bawah panggul diameter anteroposterior lebih besar →
terjadi putar paksi agar diameter kepala terbesar dalam posisi
anteroposterior → fontanelle posterior menjadi ada di anterior
(sebelumnya ada di anterior sinistra). Komplit interna rotasi → fontanelle
posterior di anterior, muka menghadap ke sakrum → berarti telah
memasuki pintu tengah panggul
*Gangguan rotasi interna (hanya 65% yang memutar ke anterior):
• posisi melintang letak rendah/deep transverse arrest:
20% tetap pada posisi melintang
• POPP (positio occipito-posterior persistent) → 15% rotasi
yang terbalik. Pada posisi ini proses defleksi akan terganggu
→ POPP tidak bisa lahr
78
S.A.A Suryantari, ACX
79
S.A.A Suryantari, ACX
8. MANAJEMEN KALA III: Setelah ekspulsi → mulai kala III yaitu lahirnya plasenta →
berikan oksitosin dan tarikan tali pusat terkendali < 30 menit postpartum
80
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan :
Pada fase laten bukan persalinan yang sebenarnya, saat ini menghindari false labor →
dulu fase lapten diopname sehingga sering sekali terjadi induksi persalinan yang tidak
diperlukan (misal di induksi, drip, di pecahkan ketuban → padahal risiko infeksi >> dan
persalinan SC >>). Sebenarnya fase laten tidak perlu dikelola → hanya perlu dilihat
apakah ibu mengalami risiko tinggi kehamilan (misal ada HT dan DM dalam kehamilan)
dan pastikkan fetal well being dengan USG (lihat air ketuban), doppler (melihat sirkulasi
uteroplasenta), CTG → bila semua normal, ada jaminan bahwa semuanya dalam 7 hari
akan aman, tidak akan terjadi persalinan.
81
S.A.A Suryantari, ACX
DISTOSIA BAHU
INTRO: Pelajari dulu asuhan persalinan normal, di asuhan persalinan normal ada 7
cardinal movement sampai bayi lahir seluruhnya dari kepala, bahu dan ekstrimitas → 7
cardinal movement ini spesifik terjadi pada bayi yang lahir pervaginam dengan
presentasi kepala
1. DEFINISI DISTOSIA BAHU
= distosia atau kemacetan di kala II persalinan → kemacetan proses melahirkan bahu
▪ Tertahannya bahu depan (anterior) diatas simfisis
▪ Ketidakmampuan melahirkan bahu pada persalinan normal
Normalnya, manuver melahirkan bahu adalah memegang kepala bayi secara biparietal,
sambil dilakukan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu anterior (bahu
anterior terlepas dari simfisis) → kegagalan melahirkan bahu anterior → DISTOSIA
BAHU.
3. FAKTOR RISIKO (intinya MAKROSOMIA →bahu terlalu besar atau PANGGUL SEMPIT)
kehamilan lewat waktu → makrosomia
obesitas ibu → makrosomia
DM tidak terkontrol
Riwayat distosi bahu sebelumnya
Persalinan lama
*misal bila ibu ada DM, perkiraan BB janin besar 4000-an → bisa diperkirakan akan
terjadi distosia bahu
4. DIAGNOSIS
- Kepala bayi melekat pada perineum / Turtle sign
= pada saat kepala bayi lahir tapi bahu tidak lahir → setiap ada usaha mengedan
atau usaha kontraksi uterus, kepala terdorong keluar → tetapi saat tidak ada
kontraksi uterus, kepala akan masuk lagi ke vagina → menempel di perineum
- Kala II persalinan yang memanjang
82
S.A.A Suryantari, ACX
- Gagal untuk lahir (melahirkan bahu anterior) walau dengan usaha maksimal
(sudah dilakukan tarikan curam ke bawah) dan gerakan yang benar
83
S.A.A Suryantari, ACX
- Rotation of posterior shoulder/Wood’s screw manuver:
Penekanan pada bagian depan bahu belakang + bisa dikombinasi dengan
anterior disimpaction manuver (Rubin manuver) → rotasikan bayi
(counterclock wise) → lahirkan bayi
*jangan menekan fundus selama manuver agar tidak ruptur uteri
*Bahu anterior didorong dari belakang ke depan, bahu posterior didorong dari
depan ke belakang
GAGAL
Manual remover
of posterior arm
- Manual removal of posterior arm: karena di posterior lebih lunak (hanya ada
anus, perineum) sedangkan di anterior ada simfisis pubis sehingga susah
84
S.A.A Suryantari, ACX
melakukan modifikasi paling → lahirkan dulu lengan posterior → memperkecil
diameter bahu → bahu anterior bisa dilahirkan
CARA: masukkan tangan operator → susuri lengan posterior → identifikasi fosa
cubiti → dorong fosa cubiti ke atas/anterior → raih pergelangan tangan →
lahirkan bahu posterior
*Paling tinggi angka keberhasilan melahirkan bahunya tapi → risiko fraktur
humerus, fraktur antebrachi dan fraktur klavikula
6. SELESAI TINDAKAN:
- Antisipasi HPP (karena semua manuver rentan berpotensi mencederai jaringan
ibu: perineum, vagina, uterus)
- Eksplorasi laserasi dan trauma
- Pemeriksaan fisik bayi untuk melihat adanya perlukaan
- Menjelaskan proses persalinan dan manuvernya
- Catat tindakan
85
S.A.A Suryantari, ACX
87
S.A.A Suryantari, ACX
b. Pemeriksaan fisik:
- Nyeri kostovertebral
- Vaginal discharge? (vaginitis → belum ISK, belum sampe kantung kemih)
- Vulvovaginal atrophy (pada ibu-ibu menopause, epitel vagina aka menipis →
kuman mudah berkembang biak, perubahan ph → kuman yang jinak menjadi
kuman patogen
- Lesi HSV
- Kultur serviks untuk klamidia dan gonore
c. Pemeriksaan penunjang:
- Urinalisis
- Skrining kimiawi: uji dipstick leukosit esterase, uji dipstik nitrate
*Uji dipstik: harus diambil urine pada pertama pagi, jangan dilakukan bila pasien
sedang mengonsumsi phenazopyrilide, nitrofurantoin, metronidazole, vit B
kompleks. False (+) pada bakteri yang tidak menghasilkan nitrate, konsentrasi
urine
*Lekosit esterase: enzim yang dilepaskan leukosit yang menimbulkan piuria,
mendeteksi > 10 lekosit/mm3
*Nitrate: enterbacteriaceae mengubah urine nitrite menjadi nitrate
- Kultur urin, indikasi:
• Diagnosis ISK bawah (contoh ada bakteriuria tapi tidak ada gejala; namun
bila keluhan ISK sudah jelas maka kultur tidak perlu dikerjakan)
• ISK berulang
• ISK terkomplikasi (infeksi di luar ogran kantung kemih)
• Suspek kegagalan terapi → sambil dilakukan pemeriksaan sensitivitas
antibiotik
- Pencitraan
-
8. BAKTERIURIA ASIMPTOMATIS
Pada 2-7% ibu hamil dan sering pada trimester I → karena penekanan bladder
neck oleh uterus yang membesar ke anterior (0:35), hormon estrogen akan
menyebabkan relaksasi otot kandung kemih → bisa terjadi stagnansi urine
pada kandung kemih
Harus dilakukan kultur urine
Mikroorganisme penyebab: e. coli, klebsiella, proteus, pseudomonas,
stafilokokus aureus, enterobacter
Komplikasi (bila tidak diobati):
- ISK menjadi simptomatis “frank cystitis”
- 30-40% akan menjadi pielonefritis
- ¼ kasus akan menjadi persalinan premature
- Anemia
- Pertumbuhan janin terganggu
9. SISTITIS DAN URETRITIS
88
S.A.A Suryantari, ACX
Insiden dalam kehamilan 1%
Gejala: tidak ada manifestasi sistemik, nyeri perut bawah atau suprapubic
discomfort, disuria (atau terkadang dispareunia), urgensi, frekeunsi,
inkontinensia, nokturia, jumlah urine berubah (lebih sedikit namun lebih
banyak frekuensinya), urine biasanya keruh atau berbau busuk, nyeri/rasa
menekan/nyeri tekan pada daerah kandung kemih
10. PIELONEFRITIS AKUT
Bisa dari rektum, uretra, kandung kemih yang asending ke pyelum nefrom
Insidensi 1-2% → potensial menyebabkan kematian ibu/janin, biasanya karena
partus prematurus
Pada ibu hamil, baik asimptomatis dan simptomatis →harus diobati untuk
menjcegah terjadi AKI
Komplikasi berat: Syok spesis, abses ginjal
DDx:
- Nyeri karena ISK atau persalinan (nyeri pada kehamilan/His → reguler,
kontinus, dan semakin lama semakin kuat)
- Korioamnionitis (kuman dari rektum →vagina → serviks → OUI →
mengenai membran amnion)
- Akut abdomen, apendisitis (nyeri di perut kanan bawah di titik McBurney
sedangkan pada ISK nyeri pada suprapubic dan costovertebric)
- Kehamilan ektopik (nyeri speerti mau pingsan, ada defans abdomen)
- Solusio plasenta (terutama yang occult bleeding → nyeri , wooden uteri →
uterus seperti papan)
- Mioma uteri (ada pembesaran uteri melebihi UK, pada ISK tidak ada
pembesaran rahim)
Patologi: akut, demam tinggi, unilateral sebelah kanan (50%), nyeri pinggang,
muntah, oliguria (hati-hati AKI), malaise, anoreksia
Pemeriksaan LAB: darah rutin, tes fungsi ginjal (penurunan GFR, peningkatan
kreatinin serum), MSU (ditemukan bakteriuria)
Tatalaksana: AB sampai 24 jam tidak febris → lanjutkan dengan AB oral selama
7-10 hari (harus diberikan 10 hari untuk mencegah terjadi nya ISK ulang)
Bakterial vaginosis meningkatkan risiko untuk terjadi ISK pada kehamilan
sebanyak 7 kali
Faktor risiko iatrogenik: kateterisasi yang asepsis (pemasangan terlalu lama →
sebaiknya post SC dilepas setelah 1 hari, kalau kateter dipasang lama > 1
minggu →berikan AB perofilaksis), pembedahan uroginekologi
89
S.A.A Suryantari, ACX
11. TATALAKSANA:
Obat profilaksis: nitrofurantoin, fosfomysin trometamol → kombinasi paling baik
pada ibu hamil dengan ISK yang belum terkomplikasi contoh monoril →single dose
→ sekali diminum tidak akan kambuh dalam 6 bulan, rogers, pemberian estrogen
(pada wanita menopause), zat pengasam urine, cranberry
PRINSIP PEMBERIAN TERAPI: simptomatik vs asimptomatik (harus dikultur
sebelum diberikan pengobatan), komplikasi + tanpa komplikasi (trimetrofin +
monoril), pertama kali (simpel) atau berulang, hamil (hindari pemberian obat yang
mengganggu kehamilan) atau tidak hamil, MRS (pakai AB enteral) atau tidak MRS,
pola resistensi (e. coli paling banyak)
AB untuk ISK tanpa komplikasi:
- TMP-SMX: pada ISK
- Monuril → paling baik pada ibu hamil
- Nitrofurantoin: terapi lini pertama, harus diberikan selama 5 hari
PENANGANAN ISK PADA IBU HAMIL:
90
S.A.A Suryantari, ACX
- Hidrasi (8x300 ml)→ e. coli akan hanyut hidup-hidup
- AB: sebaiknya sesuai hasil kultur → pilihan AB: ampicilin → amoksisilin
→augmentin → nitrofurantoin → fosfomisin
- Rejimen empirik: single dose regimen, 3 days regimen, full dose 10 day
- Yang paling ideal dan aman adalah fosfomisin trometamol
- Apa yang terjadi setelah pengobatan?
Infrequent infection: setelah diobati selama 1 minggu → kultur
negatif → dilakukan pemeriksaan ulangan dalam 1 minggu dan 1
bulan setelah pengobatan → tetap negatif
Reinfection (intinya INFEKSI BARU): setelah diobati selama 1 minggu
→ kultur negatif → 1 minggu kemudian → kultur negatif → satu
bulan setelah pengobatan → gejala ISK kembali dan dari hasil kultur
ditemukan kuman yang berbeda
Relaps: setelah satu minggu pengobatan → kultur negatif → dicek
lagi minggu depan → kultur (+) → diperiksa kembali kultur kembali
positif oleh kuman yang sama. *Pada relapse → selama diobati kultur
akan negatif, setelah beberapa minggu pasca pengobatan (setelah
efek pengobatan habis) hasil kultur akan tetap positif dengan jenis
kuman yang sama.
Persistence: kultur tetap positif setelah diberikan AB → harus
diberikan regimen lain dengan pemeriksaan kultur dan sensitivitas AB
12. KOMPLIKASI ISK PADA KEHAMILAN:
- Sedang:
• Korioamnionitis → KPD
- Berat
• Selulitis
• Septikemia
• Syok septik
• ARDS
• kehamilan
91
S.A.A Suryantari, ACX
-------------------------------------------------------DISKUSI-------------------------------------
BAGAIMANA MENDETEKSI ISK ASIMPTOMATIS PADA IBU HAMIL (KARENA ISK INI TANPA
GEJALA)? Pada ibu hamil wajib dilakukan pemeriksaan DL dan UL selama trimester
pertama dan selama kehamilan minimal dilakukan 3x → tujuannya sebenarnya adalah
untuk melakukan triple eliminasi dalam 3 bulan pertama. Namun apabila pada UL
ditemukan leukositosis, bakteriuria, dan leukosituria → buktikkan apakah terjadi ISK
dengan melakukan kultur dan hasil tes sensitivitas → bila dari kultur ditemukkan koloni
bakteri 105 → lakukan terapi AB. Bila hasil kultur masih 103 atau 102→ bila diberikan AB
malah menimbulkan komplikasi dan resistensi AB → jadi pada pasien ini sebaiknya
diberikan edukasi pencegahan: seperti jaga hygiene dengan benar (cara cebokkan
dengan benar), banyak minum, jangan menahan kencing.
Pada ibu hamil → sebaiknya banyak minum karena memang ibu hamil banyak miksi→
hamil → penekanan vesica urinaria oleh uterus → peningkatan miksi.
Kemampuan vesica urinaria pada orang dengan BB 50 kg: 25cc/kg → rata-rata 500-
600cc → bila setengah kapasitas vesica urinaria telah terpenuhi → akan ada kemauan
untuk berkemih → namun bila otot detrusor masih kuat, masih bisa dipertahankan
sampai urine memenuhi vesica sebanyak 500-600cc. Dengan hidrasi → semakin cepat
meningkatkan kapasitas vesica → semakin cepat meningkatkan kemauan ingin
berkemih → bakteri E. coli langsung ke flush dengan cairan. Yang penting jangan terlalu
banyak hidrasi saat malam. Pada ibu hamil dengan AKI, jumlah hidrasi masih sama 1,5
– 3L tidak perlu dilakukan adjustment jumlah hidrasi (kecuali bila ibu diberikan di hidrasi
dengan IV line → harus dikurangi pemberian hidrasinya bila terkomplikasi AKI).
92
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
93
S.A.A Suryantari, ACX
ROBEKAN PERINEUM
1. DEFINISI
= setiap robekan perineum baik yang terjadi spontan atau dibuat (dengan episiotomi →
robekan pada jalan lahir yang dibuat untuk memperlebar jalan lahir) akan terjadi robekan
mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, serabut otot levator ania dan fascia
rektovaginalis.
2. ANGKA KEJADIAN:
50-60% wanita yang bersalin mengalami episiotomi → angka kejadian ini tinggi
karena dulu setiap pasien primigravida dan bayi besar dilakukan episiotomi →
namun dampak robekan perineum adalah besar risiko POP dikemudian hari →
episiotomi pada kala II hanya dilakukan saat indikasi: 1) saat kepala crowning ada
retak/renyap didaerah perineum → untuk mencegah robekan yang tidak teratur
harus segera dilakukan episiotomo, 2) bila sudah curiga dari awal bayi besar dan
3) jarak perineum pendek (normal jarak perineum min: 4cm)
19% wanita yang melahirkan mengalami robekan grade III dan IV
94
S.A.A Suryantari, ACX
- 3B: bila robekan > 50% ketebalan sfingter ani eksternum → reparasi dengan
jahitan end to end
- 3C: sudah mencapai hingga sfingter ani internum
d. Derajat 4: derajat 3 + robekan hingga mukosa/epitel anus (vagina dan anus sudah
menjadi satu)
*Kenapa dilakukan klasifikasi derajat luka? Karena prinsip reparasi robekan perineum
adalah mengembalikan fungsi anatomi perineum → Perineum wanita punya gradasi
warna: merah jambu dan merah gelap (bila warna merah gelap dan jambu disambungkan
keduanya → akan sangat nyeri) → sehingga reparasi harus sesuai dengan letak anatomis
*beda robekan spontan VS episiotomi: robekan pada episiotomi lebih rapi
4. TEKNIK PENJAHITAN:
95
S.A.A Suryantari, ACX
terlalu mengencangkan benangnya akan menganggu flow pembuluh darah →
gangguan penyembuhan jaringan→ nekrosis
➔ Lakukan penjahitan jelujur sampai dibelakang himen → Di belakang himen dibuat
simpul → Sampai di himen jahit menyebrang himen → Jahit sampai ujung luka → di
ujung luka buat simpul satu kulit → jahit subkutikuler sampai komissura posterior →
menyebrang himen → jahit terus ke atas sampai ketemu titik ujung luka pertama,
buat simpul lagi. Bila jahitan sudah seperti ini dan semuanya jahitan sampai layer di
dalam sudah dilakukan tidak akan timbul komplikasi seperti hematoma,
penyembuhan luka yang terlambat, dispareunia, dsb.
➔ Benang yg ideal dipakai untuk jahit perineum PGA (poliglikolik acid), bila tidak ada
benang ideal pakai benang yang baik yaitu benang kromik cat gut. PGA dan kromik
cat gut adalah benang yg absorbsable sampai 2minggu. PGA benangnya bisa
bertahan sampai 1 bulan → dengan sumsi bahwa sebenarnya dalam 10 hari akan
terjadi penyembuhan
6. PEMERIKSAAN FISIK PASCA PERSALINAN → dalam 1-2 hari setelah melahirkan pasien
sudah boleh pulang, kontrol kembali dalam 1 minggu, dan periksa:
- Breast: perhatikan payudara, tanyakan apakah ASI keluar lancar kanan dan kiri →
kalau tidak keluar → bengkak → mastitis, apakah menyusui ASI full
- Uterus: apakah pernah ada perdarahan, apakah ada subinvolusio uteri
- Bowel → BAB apakah sulit atau nyeri → obat: bisa diberikan pencahar (hati-hati
memberikan pencahar karena dapat menyebabkan diare juga pada bayi), anjurkan
banyak makan buah dan makanan berserat, banyak minum
- Bladder → apakah pasien bisa kencing? Bila ada hambatan kencing, kemungkinan
karena serviks yang ke arah anterior menekan buli-buli → terjadi retensio urine →
bisa berbahaya, pasien harus kembali ke RS segera setelah tidak bisa kencing.
- Lochea: keluarnya darah warna coklat kehitaman yang normalnya terjadi pada saat
postpartum sampai 42 hari/masa puerperium (minggu 1 warna merah, minggu
berikutnya kecoklatan , minggu berikutnya kekuningan lalu akhirnya bersih)→ KIE
96
S.A.A Suryantari, ACX
jika semakin banyak aktivitas dan menyusui maka akan lochea semakin cepat
hilang
- Episiotomi → lihat di bekas episiotomi dan jahitan apakah ada eritema/merah,
bengkak, hematoma?
97
S.A.A Suryantari, ACX
keloid bila ada genetik), yakinkan bahwa perubahan normal ini normal dan akan
membaik dalam 1 minggu-an
*Perineum diperiksa setelah persalinan lalu setiap 15 menit dalam 1 jam kemudian
13. MEDIKASI:
ANTIBIOTIK
= diberikan 5-7 hari. pilih yang broad spectrum seperti amoksisilin atau
sefalosporin PO
ANALGESIA: NSAID → asam mefenamat, perawatan luka dengan mengompres
dengan es dapat mengurangi nyeri
PELUNAK FESES → pencahar (ducolax supp) diberikan bila lebih dari 5 hari sejak
postpartum pasien masih belum bisa BAB, hati-hati pemberian pencaharnya yang
paling penting adalah atur diet kaya serat. Diet tinggi serat dan pemberian obat
pelunak feses diindikasikan pada luka > grade III → pemberian selama 2 minggu.
98
S.A.A Suryantari, ACX
DISKUSI:
Evaluasi luka robekan: bila spinkter ani fungsi masih baik berarti luka mencapai derajat 3,
atau perhatikan apakah ada benang yang mencapai mukosa rektum → harus dijahit ulang
→ karena tidak boleh menjahit sampai menembus rektum → bila sampai rektum akibatnya
akan menyebabkan keputihan terus menerus (karena ada e.coli di rectum masuk ke
vagina).
Setelah melahirkan pasien dipasang tampon, tampon dipasang diluar vagina tanpa
pemakaian betadine → kenapa tidak perlu betadine? agar luka kering, sebelum prosedur
juga sudah dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis → tampon dipasang tanpa betadine
hanya sampai 2 jam selama di ruang bersalin sebelum akan pindah ke ruangan biasa harus
dilepas, kecuali bila ada perdarahan pemasangan tampon dipertahankan sampai pindah
kamar (dari ruang bersalin).
Episiotomi dilakukan pada kala II saat kepala crowning → setelah plasenta lahir (kala III)
kembali dievaluasi robekan nya, klasifikasikan sesuai Sultan dengan pemeriksaan
pervaginam → setelah plasenta lahir lakukan penjahitan dengan menggunakan anestesi
menggunakan pehacaine.
Episiotomi ada 4 jenis: ke arah lateral (tidak direkomendasi), ke arah medial (hanya orang-
orang advance yang mengerjakan), antara medial dan lateral (mediolateral), ke arah
medial baru ke lateral (J shape) → yang direkomendasikan adalah mediolateral: karena
pengerjaan mduah, komplikasi disparenia kecil, penyembuhan baik dan cepat,
kemungkinan robekan berlebihan kecil. Penjahitan medial: menjahit mudah, proses
penyembuhan lebih baik namun (-) risiko penutupan anus karena menjahit dari komisura
posterior sampai ke anus. Kalau Penjahitan lateral dari komisura posterior dijahit ke lateral
ke arah paha, namun banyak perdarahan dan sangat nyeri.
INDIKASI JAHITAN ROBEKAN PERINEUM DIBUKA?
- Pertama, identifikasi apakah ada masalah pada penjahitan? → biasanya masalah
pada penjahitan terjadi apabila pasien datang sebelum waktu kontrol (< 1 minggu)
→ harus dievaluasi dengan benar pada daerah penjahitan REEDA
- Kalau kemerahan → wajar karena pada 3 hari pertama biasanya memang
kemerahan
- Kalau edema → perhatikan apakah memang edema karena penyembuhan luka atau
infeksi (berikan AB yang lebih adekuat) atau karena hematoma → kalau
komplikasinya hematoma, pasien akan merasakan sangat nyeri → harus dibuka
kembali jahitannya
- Indikasi pembukkan jahitan: hematoma → ada dead space (mungkin tidak dijahit
lapis demi lapis) → masih ada pembuluh darah yang terbuka, harus dievakuasi darah
- Kalau ternyata masa ada luka robekan (jahitan belum kena semua area robekan) →
darah masih mengucur → tidak boleh dijahit ulang, bila pasien datang 1 hari setelah
penjahitan → JANGAN dijahit ulang karena akan mengganggu proses
penyembuhan, jadi dirawat saja dan boleh direparasi setelah 3/30 (?) hari
Bila melakukan episiotomi pembukaan hanya dibatasi sampai derajat 2 tidak boleh lebih,
bila dilakukan episiotomi + ada robekan derajat 3 berarti kemungkinan robekan derajat 3
99
S.A.A Suryantari, ACX
terjadi karena proses persalinan. Robekan sampai derajat >3 sebenarnya tidak dibutuhkan
karena penekanan kepala keluar masuk akan menipiskan perineum dan perineum
sebenarnya bersifat elastis.
Benang PGA dan cat gut → masing-masing bersifat absorbable (kurang lebih dalam 2
minggu untuk cat gut, untuk PGA dalam 1 bulan) dengan asumsi sebenarnya penyembuhan
luka sudah terjadi pada hari ke – 10, jadi luka tidak akan terbuka setelah benang diserap.
Pasien boleh berhubungan seksual → 1 – 2 hari setelah proses penyembuhan baik →
pembuluh darah sudah bagus, sudah tidak nyeri, sudah ada involusi uteri.
Keloid jarang terjadi di vagina (karena proses remodelling baik), keloid muncul bila: ada
genetik, ada infeksi karena sering digaruk karena gatal, benang ditarik terlalu kencang →
menyebabkan nekrosis → bisa menjadi keloid.
100
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
101
S.A.A Suryantari, ACX
PERSALINAN IMATURE
1. DEFINISI:
Sanglah: Persalinan prematur: UK < 37 minggu dan atau dengan PBB < 2500 gram
WHO 2018: persalinan pada umur kehamilan < 37 minggu
ACOG 2016: persalinan pada UK antara 20-0/7 minggu dan 36-6/7 minggu
3. BERDASARKAN KARAKTERISITIK:
a. early preterm: < 34 minggu (< 33 6/7 minggu)
b. late preterm: 34 minggu sampai 36 minggu
*beda tatalaksana karena outcome bayi → karena perbedaan pematangan paru pada
bayi berusia < 34 dan > 34 minggu.
4. FAKTOR RISIKO
- Idiopatik (50%): ditegakkan bila penyebab lain sudah tereksklusi
- Iatrogenik: memang dilahirkan atas indikasi maternal (ibu tidak mungkin
memperpanjang kehamilan contoh PE, eclampsia, dengan gangguan ginjal yang
harus diterminasi. Pada ibu preeklampsia, karena HT berasal dari plasenta jadi
penatalaksanaannya adalah dengan melahirkan bayi dan plasentauntuk
memperbaiki kondisi ibu) dan fetal (fetal distress → oksigenasi dan perfusi janin
tidak baik → kalau dilanjutkan kehamilannya bisa meninggal, IUGR, BB kurang →
evaluasi dengan doppler velosimetri → sirkulasi uteroplasenta jelek → harus
diterminasi, tali pusat menyimpul → contoh pada bayi kecil dengan tali pusat
panjang atau bayi gemeli → terjadi gawat janin)
- Sosiodemografik. Misal ibu unmarried, cemas akan merangsang CRH →
pengeluaran kortisol pada plasenta → merangsang pengeluaran DHS → dibawa ke
hati didekarboksilasi menjadi estriol → estriol mengikat estrogen pada
endometrium → meningkatkan prostaglandin → kontraksi miometrium
- Faktor ibu. Contoh: merokok →menyebabkan penurunan O2 pada uteroplasenta,
vasokonstriksi uteroplasenta, merubah endokrin → merangsang HPA aksis dan
meningkatkan sekresi prostaglandin yang menyebabkan prematuritas. Konsumsi
alkohol→ merangsang prostaglandin.
- Penyakit medis: ibu dengan riwayat penyakit jantung AHA kelas III dan IV →
menurut WHO tidak boleh hamil, jadi waktu kehamilan awal pilihannya 2: 1)
102
S.A.A Suryantari, ACX
melanjutkan kehamilan dengan risiko, 2) atau lakukan persalinan prematur
iatrogenik
- Infeksi: ISK simptomatis dan asimptomatis (tidak ada keluhan saluran kemih namun
ada peningkatan leukosist sedimen > 10 → suspek ISK → lalu di kultur ditemukan
bakteri → Bakteri merangsang kontraksi apda rahim. Pada infeksi Gingivitis akut
dan periodontitis kronis merangsang kontraksi prematur pada kehamilan
- Genetik: ada 5 pathway → endokrin pathway, uterus contractility pathway,
uteroplasenta pathway, metabolism pathway, inflammatory pathway → risiko
persalinan prematur berulang pada ibu dengan riwayat persalinan pertama
prematur atau saudara perempuan premature
5. DIAGNOSIS
a. Subjektif: ibu mengeluh ada kontraksi, sakit perut seperti mau melahirkan sebelum
kehamilan aterm
b. Objektif: pertama, diperiksa ada nyeri perut + kontraksi adekuat + darah lendir +
kemajuan pembukaan + penurunan kepala → lakukan pemeriksaan:
- Kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit
- pembukaan lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama
dengan 50%
- Ada lendir dan darah
- Pembukaan serviks bermakna yang diperiksa dengan pemeriksa yang sama
dalam selang waktu 2 jam (Evaluasi dalam 2 jam ternyata berlanjut → berati
benar akan terjadi persalinan)
*Pembukaan serviks:
103
S.A.A Suryantari, ACX
diikat pada tipe V, U, Y → sampai menjadi bentuk T → dibuka pada usia 35-36
minggu saat akan lahiran.
8. TATALAKSANA
tirah baring: karena bergerak dapat memicu persalinan
rehidrasi → bila bayi oksigenasi tidak baik
tokolitik → untuk menghilangkan kontraksi dan bersifat menunda persalinan →
untuk memberikan waktu untuk pematangan paru janin → agar napas janin saat
lahir adekuat. Ada skor keberhasilan tokolitik.
AB → kontroversial pada partus prematur bila membran intak, risiko bayi
mengalami HMD sama antara ibu yang diberikan AB dan tidak. Pada membran
pecah → memang harus diberikan AB.
kortikosteroid untuk pematangan paru dengan merangsang produksi surfaktan
pda sel pneumosit 2 di paru (surfaktan berfungsi untuk menurunkan tekanan
pada dinding alveoli → sehingga kalau tekanan tinggi, alveoli kollaps → bisa
terjadi ARDS). Pilihan:
- dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam selama 2 hari → bertahan sampai 7 hari
(yang dipakai rutin di Sanglah)
- bethamethasone 12 mg IM tiap 24 jam selama 2 hari
*efek optimal dalam24 jam, puncak dalam48 jam dan bertahan dalam 7 hari
*pemberian ulangan tidak disarankan, misal 26 minggu ada tanda PPI →
diberikan dexa → membaik, kontraksi hilang → bila pasien datang lahgi pada
usia 30 minggu, berarti tidak perlu diberikan deksa lagi, hanya tokolitik yang
boleh diulang
tokolitik, jenis-jenisnya:
- beta mimetik → terbutaline: menghambat beta reseptor di uterus →
meredakan kontraksi)
- MgSO4: sebagai tokolitik (menurunkan ACH pada neuromuscular
junction, kompetisi dengan Ca di intrasel → kalsium intrasel menurun →
mencegah kontraksi) dan neuroprotektan sebagai vasodilator sehingga
aliran darah dan perfusi ke otak bayi lebih bagus. Dosis MgSO4 sama
dengan yang diberikan pada PE
105
S.A.A Suryantari, ACX
- Indomethasine (gol. Nsaid → menghambat sintesis prostaglandin)
- Ca channel blocker (nifedipine) → cara kerja mirip beta mimetik
- atosiban: antagonis oksitosin
!!! Kontraindikasi pemberian tokolitik pada persalinan preterm: ibu dengan
severe infection contoh sepsis, ibu dengan TB, bayi dengan KGDR, ibu
dengan penyakit underlying misal pada ibu dengan PE karena harus
dilahirkan, fetal distress, kematian janin. Sedangkan pemberian
kortikosteroid untuk pematangan paru harus dipertimbangkan risk dan
benefitnya, misal steroid dapat menimbulkan peningkatan gula darah ibu
dan memperburuk infeksi (menurunkan sistem imun) → jadi tidak diberikan
steroid, perlu dilakukan persalinan premature iatrogenik
9. Komplikasi pada bayi prematur selain pematangan paru: yang sering terjadi adalah
respiratory distress syndrome, pecah ketuban premature: komplikasi infeksi dari ibu ke
bayi → korioamnionitis → sepsis neonatorum
10. Persalinan preterm emergency
Bila ibu datang ke puskesmas dan sepertinya persalinan sudah akan dimulai karena
pembukaan sudah besar → perkirakan jarak dan durasi perjalanan ke faskes rujukan →
bila jauh dan ada kemungkinan lahir di jalan, maka persalinan sebaiknya dilakukan di
puskesmas lalu dirujuk. Risiko nya adalah mungkin terjadi HPP karena plasenta pada
persalinan preterm biasanya masih melengket erat, pada bayi juga ada risiko asfiksia
Persalinan preterm yang masih bisa ditunda
Tapi bila pembukaan masih 2 cm dan jarak faskes rujukan dekat → boleh dilakukan
rujuakn sambil diberikan tokolitik dan deksametasone
106
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
107
S.A.A Suryantari, ACX
1. Identitas
1 kotak kecil nilainya setengah jam, observasi DJJ dengan doppler setiap 30
menit, beri titik pada masing-masing kotak kemudian dihubungkan dengan
garis
3. Cairan ketuban
Periksa dengan VT, ada 5 jenis: U / utuh, J / jernih, Darah / D, K / kering, M /
mekonium
4. Moulase
kemampuan kepala memasuki panggul
ada 4 jenis: 0 → tidak ada moulase, pada saat VT masih teraba ada sutura; 1
→ sutura sagitalis tidak teraba, menempel kanan kiri; 2 → sutura overlapping
tapi masih bisa dibuka/direnggangkan; 3 → sutura menempel tidak bisa
dipisahkan
Moulase 2 dan 3 = risiko CPD → artinya janin benar-benar berusaha
mengecilkan kepala agar bisa lewat jalan lahir
5. Kemajuan persalinan
Selalu mulai/tandai dari garis alert!! → contoh bila pasien datang dengan
pembukaan 8 cm, beri tanda “X” di garis miring alert sejajar dengan angka 8
108
S.A.A Suryantari, ACX
pada sumbu Y, jangan diberi tanda “X” pada garis disebelah angka 8 pada
sumbu Y. *Tujuannya karena pada fase aktif setelah pembukaan 4 cm maka
dilatasi serviks menjadi 1 cm/jam sampai bukaan lengkap, jadi total fase aktif
berlangsung selama 6 jam sampai bukaan lengkap 10 cm.
!!! Bila dilatasi serviks memotong garis waspada/alert harus dievaluasi 3P (power,
passage, passenger) → karena kemungkinan ada masalah di 3 ini:
• Power → raba His → tx: drip
• passage → evaluasi panggul → tx: induksi dengan rangsangan atau SC
(karena kemungkinan persalinan tidak berjalan karena CPD atau
malpresentasi)
• passenger → berat janin, presentasi janin, moulase → tx: sama spt
passage
*Bila memotong garis waspada, dan terjadi di Puskesmas → rujuk
*Bila memotong garis waspada, dan terjadi di RS yang ada fasilitas operasi →
evaluasi 3P
109
S.A.A Suryantari, ACX
Hodge 3
Hodge 1
Kemajuan persalinan yang baik apabila: grafik dilatasi serviks semakin naik,
grafik penurunan kepala semakin ke bawah. Contoh: pada gambar dibawah
grafik yang ditandai kotak hijau adalah kemajuan persalinan yang baik
110
S.A.A Suryantari, ACX
Bila ibu datang dengan dilatasi serviks 8 cm, maka VT tetap dilakukan 4 jam kemudian,
namun apabila bila dilatasi sudah lengkap 2 jam kemudian (10 cm) → ibu psati ada
perasaan ingin mengedan → bisa dilakukan VT
Langkah 3, 4, 5 dan 6 (cairan ketuban, moulase, kemajuan persalinan, penurunan) dinilai dengan
pemeriksaan dalam/VT → JADI, semua step diatas dilakukan selama 4 jam. VT yang dilakukan
sebelum melewati batas 4 jam dapat dilakukan apabila ada 5 indikasi VT seperti: indikasi
partograf (tiap 4 jam), karena ibu ingin mengedan, ada kontraksi hipertonik/berlebihan, ada
ketuban yang pecah, ada penurunan DJJ.
CONTOH: Ibu datang dengan bukaan 5, bila ternyata ibu pecah ketuban 2 jam kemudian, boleh
dilakukan VT, dan dievaluasi sekalian dilatasi serviks atau penurunan kepala → tandai hasil
pemeriksaan insidental (2 jam setelah pemeriksaan pertama).
111
S.A.A Suryantari, ACX
Pada bagian halaman belakang partograf :
a. Data atau informasi umum - data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan dan alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada
saat merujuk.
b. Kala I - terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada,
masalah-masalah lain yang timbul, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut.
c. Kala II - terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah
lain, penatalaksanaan masalah dan hasilnya.
d. Kala III - terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali,
rangsangan pada fundus, kelengkapan plasenta saat dilahirkan, retensio plasenta yang > 30
menit, laserasi, atonia uteri, jumlah pendarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
e. Bayi baru lahir - informasi yang perlu di peroleh dari bagian bayi baru lahir adalah berat dan
panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan
hasilnya.
f. Kala IV – terdiri dari data tentang tekanan darah, nadi, temperatur, tinggi fundus, kontraksi
uterus, kandung kemih dan pendarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting, terutama
untuk menilai deteksi dini risiko atau kesiapan penolong mengantisipasi komplikasi pendarahan
pasca persalinan. Pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama setelah
melahirkan dan setiap 30 menit pasa 1 jam berikutnya.
112
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
113
S.A.A Suryantari, ACX
PERSALINAN SUNGSANG
DEFINISI
- Letak bujur / longitudinal dengan presentasi bokong / esktremitas bawah dengan
kepala ada di fundus
TIPE
INSIDEN
- Insiden pada kehamilan aterm 3-4% dari seluruh kehamilan
- Semakin muda umur kehamilan semakin tinggi insidennya
114
S.A.A Suryantari, ACX
o UK 32 minggu = 7 – 10 %
o UK 28 minggu = 25-35%
- Menurut BAN → Letak sungsang didiagnosis sejak UK 22 minggu
DIAGNOSIS
- Anamnesis : persepsi ibu terhdap gerakan janin
o Gerakan dominan dirasakan di suprasymphysis (karena pada letak sungsang
kaki yang dominan ada di sana, dan yang nedang/gerak2 biasa kakinya)
- Pemerikssan Leopold
o Leopold 1 : fundus teraba keras karena kepala diatas
o Leopold 2 : tetap teraba punggung dan ekstremitas (seperti leopold bayi ga
sungsang)
o Leopold 3 : teraba kaki
- DJJ → punctum maksimum ada di atas umbilicus
- Pemeriksaan dalam / VT
o Yang dicari adalah denominator letak sungsang yaitu → os sacrum (bayi)
o Kalau ga ketemu os sacrum, cari apakah ada ekstremitas (kaki bayi)
- USG → penunjang yang sering digunakan dan penting untuk dx sungsang
- X-ray
PEMERIKSAAN USG
- Mulai 22 mgg
- Konfirmasi letak dan tipe sungsang
- Sikap kepala
o Dicari apakah terdapat hiperekstensi kepala janin → menentukan bisa
pervaginam atau harus SC
- Ada tidaknya kelainan bentuk kepala
o Brakicephali atau Dolikocephali → tidak bisa TOL (Trial of Labor), harus SC
- BPD > 9,5 cm → tidak bisa TOL
- PBB (perkiraan berat badan bayi = Estimated Fetal Weight / EFW)
- IUGR (Intra-uterine Growth Restriction) dan kelainan kongenital
- Volume air ketuban
- Konfirmasi letak plasenta
X-RAY
- Konfirmasi sungsang
- Sikap kepala → hiperekstensi
- Pelvimetri Rontgen
115
S.A.A Suryantari, ACX
RESIKO PERSALINAN SUNGSANG
- Fetal : morbiditas dan mortalitas meningkat, kel. Kongenital, prolaps tali pusat,
plasenta previa
- Maternal : Trauma jalan lahir, SC
PENCEGAHAN
- Mengupayakan supaya presentasinya jadi presentasi kepala, caranya
- 1. Knee chest position
o Dilakukan 8x / hari, selama 5 menit
o Pasien disuruh nungging / seperti posisi sholat / mengepel
o Dilakukan mulai UK 34 minggu
- 2. Versi luar
o Dengan sengaja kita putar bayinya
o Dilakukan pada UK ≥36 minggu (menurut BAN 37 mgg, early term) → kalau
dilakukan lebih awal, bisa terjadi reverse spontan (setelah kita posiin bener,
bisa balek sendiri ke posisi salah)
o Faktor Keberhasilan (keberhasilan tinggi apabila) :
▪ Multiparitas → Zhang and colleagues (1993)
▪ Multiparitas, unengaged presentation (presentasi belum masuk
pintu atas panggul), jumlah air ketuban normal → Hellstrom and co-
workers (1990)
▪ Unengaged presentation, kesulitan meraba kepala, ketegangan
uterus → Lau and associates (1997)
▪ Umur kehamilan, lbh awal lbh mudah, namun lbh mudah reversi
spontan (Westgren and colleagues, 1985b
o Faktor Kegagalan :
▪ Vol. air ketuban sedikit, ibu obese, placenta anterior, pembukaan
cervix, penurunan bokong ke dlm panggul, punggung janin anterior
atau posterior → Fortunato and colleagues (1988); Newman and
colleagues (1993).
▪ Resiko (komplikasi) : solusio placenta , ruptur uteri, amnionic fluid
embolism, fetomaternal hemorrhage, preterm labor, fetal distress,
and fetal demise (IUFD / kematian janin dalam Rahim)
o Tahap versi luar
▪ 1. Mobilisasi
▪ 2. Eksenterasi
▪ 3. Rotasi
116
S.A.A Suryantari, ACX
▪ 4. Fiksasi → tujuan difiksasi biar ga kembali ke posisi semula yang
sungsang
SC dilakukan bila
- Non reassuring fetal heart rate →
gawat janin
Yang ditakutkan dari persalinan sungsang adalah → After coming head → setelah
badan lahir, kepala nya ga bisa lahir →
Tahap 2 (fase cepat) → ini kita kerjanya harus cepat / harus proaktif kita pada fase ini
→ karena pada saat ini risiko untuk tertekan umbilicus nya
CATATAN :
- Kalau dokter umum ketemu posisi bayi sungsang → harus rujukan dini berencana /
rujukan dalam rahim (dirujuk sejak dari poli yang pasien bisa ke RS nya sendiri ga
usah baksokudaponi) → karena trial of labor (cara pervaginam) ini hanya boleh
dilakukan di faskes / RS yang udah standby fasilitas SC nya → begitu ga bisa lahir /
nyangkut, harus segera di SC
117
S.A.A Suryantari, ACX
PEMERIKSAAN OBSTETRI
Obstetri → berkaitan dengan kehamilan
Ginekologi → berkaitan dengan kandungan / alat reproduksi
Pemeriksaan obstetric (anamnesis)
- dasarnya sama dengan bagian lain, ada sacred 7 + fundamental 4
- Identitas pasien → kita akan bisa mengetahui pasien risiko rendah atau tinggi → misal
umur ibu 37 tahun (usia >35 tahun merupakan risiko tinggi, sering kelainan pada bayi)
→ bisa sarankan ibu untuk pemeriksaan USG dan kromosom
- HPHT / LMP (last menstrual period) → bisa menentukan estimate date of delivery
(EDD) pake rumus naegel (+7 -3 +1)
- Menghitung umur kehamilan bisa dengan LMP atau tinggi fundus uteri
- Obstetric history → tanya riwayat persalinan sebelumnya → kalo di SC, atas indikasi
apa
Pemeriksaan fisik
- Persiapan / preparation : pasien, alat, pemeriksa (harus tau apa yang akan dicari dari
pemeriksaannya)
LEOPOLD
- Mulai diperiksa pada umur kehamilan 24 minggu keatas (trimester 2 pertengahan dan
trimester 3) --> ada pemeriksaan leopold
- Leopold 1
o Tinggi fundus uteri → menentukan umur janin
- Leopold 2
o Menentukan punggung dan kemungkinan letak bayi apakah melintang atau
membujur lalala
- Leopold 3
o Kalau kepala bayi belum masuk panggul → kepala bisa kita pegang dan
goyang2kan
o Kalau kepala sudah masuk panggul → tidak bisa kita pegang/goyang2kan →
harus kita tentukan udah berapa jari masuknya / hodge 1/2/3 dst
o primi → 36minggu
o multi → inpartu
o masukke POPkalau bagian terbesar sudah masuk 1/5
- Leopold 4
o Satu2 nya leopold yang hadap kaki pasien → leopold 1,2,3 hadap kepala
pasien
o Divergen (jari tidak bisa bertemu, kepala sudah masuk panggul) vs konvergen
(jari bertemu, kepala belum masuk panggul)
Vaginal Toucher
- Dilakukan pada trimester 3
- Yang dicari pada VT
o 1. Bukaan serviks
118
S.A.A Suryantari, ACX
o 2. Apakah membrane amnion masih intak ? kalau tidak intak / keluar cairan
ketuban → warna apa ketubannya
o 3. Bagian2 bayi seperti umbilical cord ?, bagian bayi terendah, cari
denominatornya
DISKUSI
# Bagaimana jari untuk VT
- Tergantung dokter kinan / kidal → misal kinan → jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan masuk ke vagina → tangan kiri memegang fundus ke atas / arah kepala ibu
- 2 jari adduksi masuk cervix = 2 cm
- 2 jari abduksi masuk cervix = 4 cm
# Luas panggul ibu
- Diperiksa pada umur 36 minggu → karena otot2 udah lebih lembek sehingga pasien
tidak nyeri saat diperiksa, dan lagi 1 minggu aja udah term (kalau ternyata saat
diujek2 periksa bikin pasiennya persalinan, paling enggak jarak lagi dikit aja)
- Kalau tinggi ibu <145 cm → cenderung bisa pintu panggul sempit
- Ada 3 titik lokasi yang diperiksa
1. Pintu atas panggul (promotorium sampe tepi atas symphysis pubis) → periksa dengan
VT apakah promotorium teraba atau tidak → kalo teraba promotorium, artinya
diameter anteroposterior sempit (normalnya promotorium tidak teraba)
o Linea dekominata ?
2. pintu tengah panggul (spina ischiadikus) → apakah prominen / teraba jelas atau tidak
→ kalau teraba, artinya sempit
3. pintu bawah panggul (arkus pubis) → apakah lebih dari 90 derajat atau tidak
120
S.A.A Suryantari, ACX
121
S.A.A Suryantari, ACX
PEMERIKSAAN INFERTILITAS
DEFINISI: pasangan suami istri yang sudah berhubungan rutin (2-3x/minggu) dalam 1
tahun tapi istrinya belum hamil → subfertil (masih bisa ditolong pasangan laki-laki dan
perempuan, secara epidemiologi subfertil karena masalah pada laki-laki 30% vs
perempuan 40%, 30% keduanya)
PRIA
1. Kapasitas reproduksi pria telah dibuktikan menurun pada sekitar 50% pasangan infertil →
ada penurunan kuantitas dan kualitas sperma
2. Penyebab: kelainan organik (gangguan saraf), psikologis, hormonal, deviasi seksual
3. Pemeriksaan dasar:
a. Anamnesis:
- Riwayat infertilitas, contoh:
pasien laki-laki divasektomi di pernikahan sebelumnya → pernikahan saat
ini ingin punya anak → masih bisa dibantu dengan reverse vasektomi, atau
di refer ke bayi tabung dengan mengambil sperma di epididimis
pasien azoospermia karena kelainan hormon, sperma masih bisa diambil di
epididimis atau tubulus seminiferous; secondary infertility)
- Riwayat penyakit:
Penyakit kronis → TB, DM
Riwayat mumps/parotitis menjadi orchitis pada wkatu kecil → testis
mengecil → menjadi azoospermia
IMS (gonorea,sifilis → menimbulkan antigen antibo di sperma → terjadi
aglutinasi atau perlengketan sperma satu sama lain sehingga sperma tidak
bisa bergerak dengan cepat → tidak gerak hanya diam di tempat)
Tumor testis
Riwayat kemoradioterapi
Prostitis (harus diberikan AB selama 3 minggu karena prostate
vaskularisasinya tidak baik)
- Faktor lain:
faktor pekerjaan (bekerja berhubungan dengan zat toksik seperti di pom
bensin, chef → bekerja terus menerus dengan panas)
hobi (berendam di air panas, hard exercise, memakai celana ketat)
rokok → gangguan kuantitas dan kualitas sperma
alkohol → gangguan kuantitas dan kualitas sperma
- Fungsi seksual dan ejakulasi, misalnya
deviasi seksual
ejakulasi: apakah bisa ejakulasi? ejakulasi dini → sebelum penis masuk ke
vagina sudah ejakulasi, ejakulasi retrograde (ejakulasi ke belakang
ejakulasinya ke uretra atau buli-buli; kecepatan ejakulasi harus cepat karena
harus melewati vagina, serviks, uterus, tuba falopi dll)
122
S.A.A Suryantari, ACX
Frekuensi senggama (hubungan yang teratur: 2-3 x/minggu)
Ereksi: bisa terjadi karena gangguan saraf, disfungsi seksual
b. Pemfis:
- Generalis: TB, BB, BMI (semakin obese → kualitas dan kuantitas sperma dan oosit
menurun)
- Lokalis/pemeriksaan urogenital:
Periksa tanda seks sekunder → untuk melihat ada kelainan hormon atau tidak
(gangguan FSH, LH, gangguan HPA aksis)
Ginekomastia (sudutnya nya tajam; perlemakan → sudut tidak tajam) →
periksa fungsi hormon
Penis: bekas operasi, hipospadia (arah semen ke bawah → susah masuk ke
dalam vagina)
Testis: apakah di skrotum (letak), volume testis (semakin dewasa semakin
besar testisnya; azoospermia → testis kecil dan keras)
Epididimis
Vas deferens
Skrotum
Varikokel (pelebaran vena, grade 1: ringan → minta pasien mengedan → di
skrotum vena keliatan memebsar, grade 2/berat dan grade 3/berat sudah
terlihat pelebaran venanya tanpa mengedan). Mengapa varikokel
menurunkan kuantitas dan kualitas sperma? vena membendung → suhu
semakin panas karena sperma hidup di suhu optimal 22-24oC; vena
membawa aliran darah balik → membawa zat toksik
Prostat dan vesica seminalis
raba kelenjar inguinal: apakah terjadi infeksi/tumor
c. Pemeriksaan penunjang
▪ “SPERM ANALYSIS” caranya:
- abstinensi 2-7 hari
- cara pengeluaran dengan masturbasi (bersihkan alat kelamin → BAK dulu →
tampung sperma di pot → bawa sampel sperma ke lab maksimal 1 jam supaya
tidak banyak sperma yang mati)
- hasil pembacaan:
makroskopis
volume semen: 2-4 ml
penampilan: normalnya pas keluar pertama kali seperti agar-agar, dalam
waktu 30 menit karena ada enzim dari prostat maka akan sperma akan
mencair seperti air
pH cenderung basa (6,8 – 7,8)
mikroskopis (tergantung masing-masing lab)
Leukosit <1 juta/ml
123
S.A.A Suryantari, ACX
TIDAK ADA SEL muda → tidak boleh ada sperma yang ada kepala nya
besar-besar mikroskopis (per 100 sperma dihitung, gerak cepat 25%,
gerak cepat + lambat > 50%, tidak ada aglutinasi)
Konsentrasi spermatozoa: > 20 juta/ml
Morfologi: > 25% (WHO, > 4% sudah dianggap normal)
Motilitas: gerak cepat, gerak lambat, gerak ditempat, tidak bergerak
*dihitung per 100 sperma, gerak cepat harus > 25% ATAU gerak cepat +
gerak lambat > 50%
Aglutinasi: harus (-)
- Klasifikasi:
Oligozoospermia: bila konsentrasi < 200 juta/ml
124
S.A.A Suryantari, ACX
- Tubulus semineferous
menghasilkan sperma
yang belum matang
(morfologinya: kepala
sperma sangat besar)
- Bila sperma matang maka
sitoplasma yang ada di
kepala akan menuju leher
dan ekor
- Dari hasil pemeriksaan
sperma analisa, ada
leukosit dan eritrosit
- Pematangan sperma
terjadi karena, LH tinggi →
testoterone tinggi →
pematang di epididimis
Epididimis → vas deferens → bercampur dengan cairan prostat dan vesicula seminalis
dan urine dari bladder
Gangguan pada struktur-struktur yang berperan dalam produksi dan pematangan sperma
bisa menyebabkan infertilitas
125
S.A.A Suryantari, ACX
4. PENANGANAN: ART (assisted reproduction technology)
inseminasi buatan/IUI → sperma langsung dimasukkan ke uterus (syaratnya tuba
falopi harus paten dan konsentrasi sperma baik)
IVF (bila sperma kurang baik dan tuba nonpaten) → penyatuan ovum dan sperma
dilakukan di petri disk → ditunggu sampai hari ke 5 → hari ke-5 menjadi blastosit
→ ditanam di rahim ibu
intracytoplasmic sperm injection/ICSI (bila sperma sangat sedikit, di petri disk tidak
mau menyatu) → dengan ICSI sperma diinjeksikan langsung ke oosit → jadi zigot
→ dimasukkan ke uterus.
Kontraindikasi mutlak bayi tabung: azoospermia, non paten tuba kiri dan
kanan
Kontraindikasi relatif (misal: Sperm > 10 juta, motilitas > 25%, morfologi >
4%)
Bayi kembar karena ART? Di Indonesia teknik ART prinsipnya masih
masukkan zigot sebanyak mungkin ke rahim ibu, bila zigot yang
dimasukkan ke uterus semakin banyak → semakin besar kemungkinan
hamil dan semakin mungkin hamil ganda → di luar negeri biasanya
dilakukan SBT (Single Blastocyst Trasnfer) karena risiko kehamilan multipel
sangat berbahaya
WANITA
1. DEFINISI:
PRIMER: inability to get pregnant after a year of unprotected intercourse (< 35
years old) or six months (> 35 years old)
SECONDARY: infertility that occurs after previous pregnancy regardless of
outcome (sudah punya anak kedua/sudah pernah hamil pertama walaupun
keguguran namun tidak pernah hamil kedua)
Umumnya, pada pasangan usia subur (PUS) bila melakukan hubungan rutin dalam
6 bulan pertama kemungkinan hamil 50%, dalam 1 tahun pertama 35 %hamil,
sisanya 15% tidak hamil setelah tahun kedua, ketiga
2. REQUIREMENT FOR CONCEPTION: sperma dan oosit bagus, tuba tidak blok, sperm yang
bisa penetrasi ke oocyte (ada acrosomal reaction), implantasi embrio (hari ke-6) →
gangguan implantasi contohnya bila ada mioma uteri.
*Infeksi klamidia biasanya silent infection → bisa retrograde ke atas ke arah uterus →
sering menyebabkan perlengkatan pada tuba → blok silia dan gangguan silia
→gangguan pada silia menyebabkan risiko kehamilan ektopik.
3. PENYEBAB INFERTILITAS:
a. Gangguan ovulasi:
- HPA axis disorder
- PCOS (Paling banyak)
- Premature ovarian failure (menopause dini sebelum usia 35 tahun)
b. Non patent tuba: infeksi endometriosis derajat berat
126
S.A.A Suryantari, ACX
c. Uterus: mioma, polyp, asherman syndrome (ketebalan endometrium melebihi
normal sehingga zigot susah menempel di rahim)
d. Genetik abnormal (hanya 1%): AIS, Turner
e. Unexplained (15%)
f. Usia → semakin tua, kualitas dan kuantitas oosit makin rendah
4. BASIC PHYSIOLOGY OF MENSTRUATION:
▪ Fase folicular (hari ke 0-14): peningkatan hormon FSH → ribuan primary follicle
diubah menjadi secondary follicle → salah satu secondary follicle menjadi anthral
follicle, antral follicle mengandung sel telur yang matang (99% secondary follicle lain
atresia)
*pada menopause cadangan follicle di ovarium sudah tidak ada: sejak lahir ada
400.000 primary folikel, tiap mens dikeluarkan 1000 folikel, saat menopause
cadangan follicle sudah habis. Pada laki-laki saat andropause, sperma masih
dibentuk terus selama 74 hari di tubulus semineferous
▪ Fase ovulasi (hari ke 14): terjadi LH surge → ovum keluar dari follicle
*Bila ada kehamilan akan terjadi peningkatan hormon pregesterone oleh corpus
luteum (kalau sudah ada plasenta, hormonnya diproduksi oleh plasenta) untuk
menebalkan endometrium, dan membentuk pembuluh darah yang besar dan
berkelok-kelok → zigot bisa menempel di uterus
*Bila tidak hamil progesterone akan menurun
5. PCOS:
= LH meningkat daripada FSH (rasio mencapai 3:1) → hormon androgen >>
Kriteria rotterdam: (2 dari 3)
- Tanda hiperandrogenism (banyak acne, rambut)
- Prolonged menstruation (tiap 3 bulan baru mens) → TANDA UTAMA
127
S.A.A Suryantari, ACX
- USG: banyak secondary follicle (ditemukan polycystic ovaries) karena LH banyak
tapi tidak ada LH surge sehingga ovulasi tidak terjadi
Tipe
- Perifer: pada wanita obese, related to DM dan hipertension. First line therapy →
turunkan BB, atur makanan jangan yang banyak lemak
- Genetik: lean PCOS → tipe kurus, BMI normal tapi LH cenderung tinggi. Susah
diobati karena genetik.
6. POF/MENOPAUSE DINI
Genetik: ada keluhan yang sama pada first degree relative
Definisi: absence of ovulation, amenorrhea and high level of serum gonadotropins
(hypergonadotropic hypogonadism)
Potential causes: iatrogenik (ovarian srugery, radioterapi, kemoterapi),
environmental factors, viral infections, autoimmune (SLE)
Gejala utama: tidak mens dalam 6 bulan, FSH dan LH tinggi, estradiol rendah,
anthral follicle tidak ada/rendah, antimullerian hormon (hormon yang melihat
cadangan follicle) rendah
7. NON PATENT FALLOPIAN TUBE
Unable to let oocyte and sperm converge
Penyebab: chlamydia trachomatis (sering silent infection), septic abortion,
endometriosis derajat berat, PID
Evaluation: hysterosalpingogram dan laparoskopi
8. SEVERE ENDOMETRIOSIS
Keluhan utama: datang dengan menstrual cramp yang sangat nyeri, nyeri saat
intercourse
Endometriosis bila berat akan menciptakan kista coklat → manajemen kista
biasanya diangkat → primary dan secondary follicle lain ikut terangkat →
cadangan follicle rendah. Kista coklat berisi darah sehingga bisa diffuse ke sel telur
lain → menurunkan kualitas sel telur
Severe endometriosis: sel yang menyerupai endometrium tumbuh ditempat lain
selain di uterus
9. UTERUS ABNORMALITIS:
a. Myoma uteri: penyebabnya karena estrogen meningkat → saat tua bisa saja mioma
mengecil karena estrogen menurun
Penanganan tergantung besar, jumlah, dan lokasinya
b. Kista uteri
10. AIS: fenotype female padahal genotype XY, punya breast, tidak pernah mens (karena
tidak ada uterus dan ovary); partial AIS: perempuan atau laki-laki dengan hipospadia;
mild AIS: laki-laki (karena masih ada reseptor walaupun sedikit) dengan ginekomastia
dan azoospermia
128
S.A.A Suryantari, ACX
11. TURNER SYNDROME: 45XO tidak punya vagina dan ovarium. Mosaics syndrome:
sebagian normal 45XO sebagian 46XX → Kelainan KHAS: pendek, webbed neck, punya
kelainan jantung/aorta, masih ada sel telur
12. INVESTIGATION:
- Anamnesis: apakah ada gangguan menstruasi? bagaimana mens nya? apakah ada
menstrual cramp?
- Pemfis:
• BMI
• pemeriksaan pembesaran tiroid: pada hipertiroid →biasanya tidak mens
• Breast secretion → prolactin tinggi → tidak mens
• Hyperandrogenism (ciri khas PCOS)
• Lokalis: infeksi/peradangan pada organ panggul
- Penunjang:
• USG (melihat cadangan follicle, bentuk uterus bicornu apa tidak)
• hormon (5 hormon utama pada perempuan: FSH, LH, prolactin, AMH,
estrogen)
- HSG: melihat kepatenan tuba
- Gold standard: hysteroscopy (melihat di setiap lubang) dan laparoscopy
(memasukkan kamera dalam abdomen) → dengan minimal surgery → walaupun
gold standard tapi sangat hamal sehingga terakhir dikerjakan
129
S.A.A Suryantari, ACX
13. INFERTILITY CARE UNITS:
a. PRIMARY → basic investigation (mencari penyebab → pemeriksan panggul),
treatment of minor defect (contoh pada PCOS tipe perifer → dengan menurunkan
BB, pemberian hormon FSH dari luar → merangsang ovulasi)
b. SECONDARY → RS yang punya histeroskopi dan laparoskopi
c. TERTIARY → bisa melakukan ART dan memiliki bank sperm (misal pasien
mengalami kanker, perlu dilakukan kemoradioterapi → ada risiko infertil → ovum
dan sperma bisa disimpan → bila ingin punya anak suatu saat nanti bisa
dipanaskan)
130
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
131
S.A.A Suryantari, ACX
INDUKSI PERSALINAN
1. DEFINISI
= aterm berati UK 37 – 40 minggu, tafsiran persalinan adalah pada UK 40 minggu (tafsiran
persalinan dengan rumus Naegle). Misal ibu sudah hamil aterm NAMUN belum ada tanda-
tanda in partu namun bayi harus dilahirkan segera, misal pada pasien dengan
oligohidramnion, kehamilan lewat waktu/posterm (> 42 minggu) → makin besar
kehamilan makin sedikit jumlah cairan ketuban
JADI induksi persalinan adalah upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada
tanda-tanda persalinan distimulasi menjadi ada) dengan merangsang timbulnya kontraksi
rahim, berbeda dengan akselerasi persalinan yaitu dimana tindakan-tindakan tersebut
dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu (misal pembukaan 4 cm namun kontraksi
belum mencapai 3-4x dalam 10 menit dan durasinya belum 30-50 detik → bisa
ditingkatkan kontraksi dengan oksitosin; TAPI bila tanda-tanda persalinan belum ada
JANGAN di drip dengan oksitosin karena persalinan tidak akan maju)
135
S.A.A Suryantari, ACX
(kontraksi normal di bukaan 4cm: sebanyak 3-4 kali per 10 menit durasi 30-50
detik)
- Lama kontraksi > 60 detik
- Kontraksi > 4x dalam 10 menit (normalnya kalau pembukaan 4 cm paling baik
kontraksi 3x, 8 cm kontraksi 4x, pembukaan 10 cm kontraksi 4-5x)
- Tidak ada fase istirahat → ibu merasa sakitnya terus menerus dan saat dipegang
rahim terasa tegang terus (normalnya setelah kontraksi dalam 30 detik, ada fase
istirahat 2 menit)
- Bila terjadi berarti TERLALU BANYAK DRIP OKSITOSINYA → stop drip oksitosin →
berikan terbutaline untuk relaksasi dengan dosis 250 mcg IV pelan selama 5 menit,
salbutamol 5 mg dalam 500 ml NS atau RL 10 tetes/menit atau guyur dengan RL
136
S.A.A Suryantari, ACX
OKSITOSIN DRIPS
Skor Bishop
Pertimbangkan hubungan
risiko manfaat
Monitoring
Pervaginam SC
137
S.A.A Suryantari, ACX
138
S.A.A Suryantari, ACX
SOLID
Epitel:
• Kondiloma akuminata: papil seperti jengger ayam pada vulva, vagina,
serviks dan perianal. Penyebab: virus HPV tipe 6,11; termasuk PMS → bisa
divaksin. Keluhan: lekore, gatal-gatal, keluar darah, keputihan. Terapi:
tingtura podopilin, kauterisasi, kadang dengan vaksinasi juga bisa sembuh
• karunkula urethra
Jaringan mesodermal: fibroma, lipoma → tumor jinak dari jaringan lunak dan
lemak, biasanya muncul di daerah permukaan kulit
5. VAGINA
KISTIK:
Inklusi: sama seperti pada vulva
Sisa jaringan embrio
SOLID:
Kondiloma, granuloma
Fibroma, lipoma
Adenosis
6. UTERUS
Tumor ektoserviks (bagian uterus yang menunduk ke vagina termasuk serviks)
- Kisat sisa jaringan embrional
- Kista endometriosi
- Folikel uterus/Kista nabothi (PALING SERING) = fisiologis, retensi kelenjar
endoserviks nabothi → sehingga sekret tidak bsia keluar, terlihat seperti
daerah yang mengkilap di serviks, Terapi: punksi → ambil jarum spuit 5cc lalu
pungsi kista, kalau tidak mengganggu bisa dibiarkan
- Papiloma
- Hemangioma
Tumor endoserviks (bagian uterus diatas dari kanalis servikalis)
- Endometrium-miometrium:
• Adenoma-adenofibroma
• Paling sering karena polip (jaringan menonjol di kanalis servikalis ) → bila
menonjol disebut mioma
• Mioma (benjolan di kanalis servikalis): fibromioma, leiomioma, fibroid
➔ 25% wanita 25 tahun mempunyai sarang mioma (mioma sudah ada
sejak lahir) → Teori sel nest: ada beberapa sel otot abnormal di serviks
(1-3%) dan sel otot di korpus uteri yang sangat sensitif terhadap
estrogen → sehingga apda saat pubertas terpapar oleh estrogen yang
tinggi → akan membesar
➔ Jenis mioma berdasarkan lokasi: Bila mioma menonjol ke arah dalam
ke arah kavum uteri (submokusaom), intramural (di idnidng uterus),
ke serosa/keluar dinding uterus (subserosum)
139
S.A.A Suryantari, ACX
Mioma submukosum: masuk ke dalam kavum uteri sehingga
dapat dilahirkan, ddx: nya adalah polip tapi polip ukurannya lebih
kecil sedangkan mioma adalah benjolan yang besar, bertangkai
keluar dari kanalis serviks
Mioma subserosum: 1) bisa wandering atau di omentum bila
terputus dari implantasinya di subserosum → disebut parasitik
fibroid,2) diantara ligamentum-intraligamenter
➔ Gejala: karena penekanan → rasa tidak enak di perut bawah,
gangguan BAK (penekanan di anterior), gangguan BAB (penekanan
diposterior), gangguan haid, infertilitas, akut abdomen (bila
wandering)
➔ Penanganan: → tergantung dari besar dan gejalanya
a) Bila besar korpus uteri kurang dari 12 minggu (sama seperti TFU
pada kehamilan) → Konservatif (dimonitor dan diterapi dengan
GnRHagonis→ agar sel-sel yang berespon terhadap estrogen
tidak aktif dan mengecil)
b) Korpus uteri besarnya > 12 minggu, ada Gangguan haid, gejala
penekanan → operatif (dengan mengangkat mioma
saja/miomektomi atau mengangkat uterus/histerektomi)
~Pada saat uterus dibelah akan tampak:
▪ Berkas otot polos seperti konde atau pusaran air (whorled
like pattern)
▪ Ada kapsul dan jaringan ikat longgar
~Bila dibiarkan akan terjadi degenerasi atau perubahan sekunder:
- Atrofi: pasca menopause, atau pasca hamil (karena kadar
estrogen rendah)
- Deg hialin:
- Degenerasi kistik: seperti agar-agar
- Membatu: karena endapan kalsium, mengeras
- Deg merah (pada ibu hamil dan nifas): gg vaskularisasi →
nekrosis → endapan pigmen hemosiderin mewarnai mioma
→berwarna merah seperti daging mentah
➔ Komplikasi mioma: leiomiosarkoma (0,32 – 0,6%) dan akut
abdomen bila terjadi torsio
➔ Komplikasi kehamilan: mioma membesar, degenerasi merah, torsi
tangkai mioma
7. LESI PRAKANKER-KANKER SERVIKS
➔ Etiologi: HPV onkogenik (18, 31, 33, 35, 45, 53)
➔ Perjalanan alamiah: terinfeksi HPV → 80% bisa normal/NIL (karena
dibersihkan oleh imunitas tubuh), hanya 20% yang menetap di serviks → bila
menetap di serviks bisa menjadi lesi prakanker derajat ringan → derajat
sedang (15%) → derajat berat (30% →kanker serviks (45%)
140
S.A.A Suryantari, ACX
➔ Selama pada kondisi prakanker masih bisa terjadi regresi dari derajat berat
menjadi derajat sedang (20%) → dari derajat sedang ke ringan (40%) dan dari
kondisi prakanker bisa menjadi normal (30%) tanpa terapi → sehingga kasus
kanker serviks harus ditemukan di stadium prakanker
➔ Pencegahan kanker serviks:
- PRIMER: Menghindari faktor risiko (penggunaan kondom), Vaksinasi
- SEKUNDER: deteksi dini dan terapi adekuat
➔ SITOLOGI SERVIKS: program skrining kanker serviks dengan pap smear
bermakna menurukan insiden kanker serviks sebanyak 60 – 85% → karena
seperti perjalanan alamiahnya bla ditemukan lesi prakanker masih bisa regresi
- Sensitivitas rendah → untuk meningkatkan sensitivitas dibuat test yang
liquid based citology (LBC), test ini bisa dilanjtukan dengan tes DNA.
Namun dari hasil studi LBC dibandingkan dengan sitologi konvensional
tidak ada perbedaan secara bermakna.
➔ CARA PAPSMEAR:
- Gunakan brush untuk mengambil spesimen di OUE diputar 360o
- Oleskan diatas gelas obyek
- rendam dalam alkohol 95% selama 30 meni
- kirim ke lab PA disertai surat pengantar (termasuk keterangan klinis:
umur, pemakaian kontrasepsi, HPHT, dan temuan spesifik dari
pemeriksaan genitalia)
➔ tes DNA HPV tidak disarankan dilakukan tunggal kecuali menjadi tes tambahan
papsmear → bila DNA + papsmear dilakukan bersamaan jangka waktu
pemeriksaan PAPsmear selanjutnyad apat diperpanjang
➔ IVA (inspeksi visual dengan asam asetat): dengan asam cuka 25% →
diencerkan menjadi 5% [1(cuka):4(air)]. Sensitivitas dan spesifisitasnya
menyerupai papsmear, dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih cepat.
Dipasang spekulum, pasang lampu sorot yang cukup, bersihkan mukus-mukus
vagina dan serviks, aplikasi asam asetat 5% → dalam1 menit lihat apakah
perubahan warna menjadi putih → bila ada perubahan menjadi warna putih
kemungkinan lesi prankanker → bsia langsung ditreat dengan cryoterapi bila
ditemukan lesi acetowhite. Bila sudah kelihatan lesi kanker jangan di IVA
langsung di biopsi, ambil sampel + kasi formalin → kirim ke lab
➔ REKOMENDASI PAPSMEAR ACOG:
- Mulai usia 21 tahun (bila <21 tahun sudah kontak seksual, setelah 3 tahun
kontak seksual dapat dimulai pemeriksaan pap smear) → dilakukan setiap
2 tahun sampai usia 30 tahun, setelah usia 30 tahun bila hasil tes
sebelumnya semua negatif → skrining dilakukan tiap 3 tahun (namun di
Indonesia masih direkomendasik tetap datang tiap tahun). Setelah usia 30
tahun, pemeriksaan sitologi bisa ditambah dengan pemeriksaan DNA dan
skrining bisa dilakuakn tiap 5 tahun.
141
S.A.A Suryantari, ACX
- Kapan dihentikan? Pada usia 65-75 tahun bila tes Pap dalam 10 tahun
terakhir hasilnya negatif
142
S.A.A Suryantari, ACX
- Faktor risiko: usia tua, obesitas → estrogen yang meningkat, paparan estrogen
yang berlebihan (obesitas, DM), riwayat kanker payudara, riwayat kanker HNPCC
(kanker payudara, endometrium, ovarium dan colorectal) → menurunkan RF:
grandemultipara, merokok (menurunkan reseptor estrogen sehingga tidak mudah
terpapar hormon estrogen), pemakaian kontrasepsi oral, aktivitas fisik (menguragi
gejala metabolic)
- Kondisi yang mencurigakan kanke endometrium:
▪ Postmenopausal bleeding
▪ Postmenopause dengan estrogen eksogen tanpa progesterone
▪ Perimenopause dengan instramenstrual bleeding
▪ Premenopause dengan siklus anovulasi
- Diagnosis: kuret → sampling endometrium
- JENIS:
A. TIPE 1 (karena paparan estrogen) → usia cenderung lebih muda → lebih cepat
terdiagnosis
- Kondisi prekursor (sebelum menjadi kanker endometrium: hiperplasia
endometrium) → yaitu endometrium yang terpapar estrogen sehingga
terus menerus sehingga menebal → harus dikuret → semakin komplit
gambarannya risiko terjadinya kanker akan semakin besar
*usia perimenopause: 45 tahun ke atas
143
S.A.A Suryantari, ACX
9. MOLA HIDATIDOSA:
Klasifikasi:
- Mola hidatidosa → parsial dan komplit
- Mola invasif (harus dengan pemeriksaan histerktomi). Diketahui dari
pemeriksaan histerektomi.
- Koriokarsinoma → sudah mengarah ke keganasan. Diketahui dari pemeriksaan
PA.
- Placental site trophoblastic tumor →keganasan di tempat implantasi plasenta.
Diketahui dari pemeriksaan PA.
Klasifikasi secara klinis tanpa PA:
- Penyakit trofoblast gestational/penyakit trofoblas ganas
- Tumor trofoblas gestational
144
S.A.A Suryantari, ACX
- Metastatik trofoblastik tumor
Adalah abnormaltias sel tropoblast → neoplasma jinak sel trofoblast, kegagalan
plasentasi fisiologis, vili menggelembung menyerupai buah anggur
Gejala: Biasanya pembesaran rahim melebihi TFU normal pada kehamilan (>50%
UK), perdarahan pervaginam, tidak ada balotemen (bila diraba dengan dua tangan,
satu menahan satu menekan, bergantian → tidak ada pantulan saat dilakukan
pemeriksaan balotemen), tidak ada DJJ, karena pengaruh hormon betaHCG
berlebihan → hiperemesis, preeklampsia, toksemia, tirotoksikosis
Diagnosis: PA (dengan kuret) → degenerasi hidropik vili korealis, pembuluh darah
vili sedikit/tidak ada, proliferasi sel tropoblas, USG; snowstorm appearance
Penanganan: evakuasi, follow up→ bisa dilakukan di puskesmas
10. OVARIUM
a. Nonneoplasma: radang (misal karena infeksi), fungsional: kista folike (karena folikel
yang tidak pecah), kista lutein (pada kehamilan), Lain: kista endometriosis
(menyebabkan nyeri haid berlebihan), tumor ovarium polikistik
b. Neoplasma:
• Kistik: simplek, serosum, musinosum, dermoid
• Solid: fibroma
Tumor ovarium pada masa reproduksi sebagian besar jinak (80-85%), kejadian
tumor jinak pada ganas sangat kecil
20% dari keseluruhan keganasan genikologi
Et/: belum diketahui dengan pasti
Faktor risiko: faktor-faktor yang menyebabkan ovarium terus aktif (konsumsi obat-
obat ovulasi, wanita yang tidak pernah hamil, abnormalitas gonad, pengaruh
lingkungan)
DICURIGAI KANKER OVARIUM BILA: usia muda (20 tahun), usia tua > 60 tahun →
seharusnya menopause → seharusnya uteri atropi
SANGAT DICURIGAI: tumor cepat membesar, padat berdungkul, cachexia, ada
asites, ada efusi pleura, gangguan pasase usus, pembesaran KGB
hipotesis patella → ovulasi terus menerus → iritasi → knker
kb oral → mncegah ovulasi → protektif
145
S.A.A Suryantari, ACX
INFEKSI GENITAL
# Vulvitis
146
S.A.A Suryantari, ACX
# Bartholinitis
- Deket vulva, di kaudal (bawah deket anus) → ada 2 kelenjar bartolin → fungsinya
seperti vesika seminalis pada pria, buat lubrikasi
- Etiologi : yang ngetop gonococcus (zaman dulu, kalo udah bartholinitis jaman dulu
pasti konotasi nya suaminya nakal suka jajan) dan E.coli (yang sering zaman sekarang,
karena cara cebok yang salah atau hygiene kurang)
- Bartholinitis terjadi karena ada sumbatan + infeksi
- Gejala : infeksi local (terisolir) → vulva bengkak, merah, dan sangat nyeri, bisa sampe
susah jalan
- Infeksi biasanya unilateral (karena udah nyeri → biasanya tidak nunggu bilateral
sudah cari pengobatan)
- Pengobatan : seperti jerawat
o Kalau masih kecil / stadium awal → bisa pake antibiotic oral (cephalosporin,
macrolide)
o Kalau udah kayak jerawat yang mau meletus, ada titik putihnya → perlu di
drainase abses / eksisi elips supaya nanahnya keluar dan bisa kempes → saat
melakukan eksisi harus pake kacamata + masker + scott / faceshield (agar
tidak terciprat nanah)
# Kista Bartholin
- Seperi bartholinitis tapi tanpa infeksi (sehingga tidak nyeri), hanya terjadi sumbatan
- Karena ga nyeri, biasanya ditemukan secara coincidence saat in partu
- Terapi nya : eksisi atau marsupilisasi
- Eksisi : sebelum ditoreh, disemprot kloretil dulu (kayak cairan dikocok terus disemprot
ke kelenjarnya, jadi beku dia kayak es) → kemudian suntik lidocaine → toreh sedikit
dibagian kaudal (deket anus) → nanti nanahnya akan keluar → terus kita pasang
drainase pake sarung tagan aja boleh → termasuk OK KECIL
- Marsupilisasi : biasa dilakukan kalau kistanya rekuren 2-3 kali → ditoreh → kistanya
diangkat → selangnya / salurannya, kaya sedotan dibiarin aja → kita tutup jait →
PERLU KACA PEMBESAR
# Lekore
- Keluar cairan pervaginam lebih dari biasanya dan BUKAN DARAH → terjadi pada usia
reproduksi
o Jadi kalau pasien lagi menstruasi → kita ga bisa lihat ada lekore atau enggak
o Kalo pemeriksaan ginekologi : flx (darahnya) positif, fluor (lekore) nya ga
mungkin positif → dan sebaliknya kalau lekore nya +5 misalnya, ga mungkin
flx nya positif
- Fisiologis :
147
S.A.A Suryantari, ACX
o Bening, kayak awal2 pilek
o Pada anak perempuan baru lahir
o Pada rangsangan seksual meningkat (misal new-wed 2 bulan, baru
honeymoon → tanda siap koitus)
o Pada wanita hamil → kita harus waspada kalau terjadi pada wanita hamil
trimester 2 atau 3 → jangan2 bukan lekore tapi ketuban pecah dini → kalau
di cairan vagina nya ada vernix / lanugo berati itu KP bukan lekore
o menjelang menarche
o menjelang ovulasi (tanda susmet ? catat hari pertama haid terakhir, catat hari
pertama haid selanjutnya → antara 2 kali haid ini akan ada ovulasi → ditandai
dengan keluar cairan vagina yang lebih banyak → sebagai patokan untuk
pembuahan atau KB dengan pantang berkala)
- Patologis :
o Infeksi : perempuan yang kerja di penggilingan padi (kulit padinya masuk ke
vagina), ada lintah (mulut lintah mengandung heparin / anticoagulant → kalo
belum tercabut → perdarahannya bisa terus menerus)
o Tumor jinak / ganas : pasien kurus, pake penutup kepala → keluar cairan
seperti _____
o Infeksi vs tumor
▪ Infeksi : gatal, berbau
▪ Tumor : biasa ditemukan pada masa pemeriksaan fisik, riwayat
bleeding, gangguan di organ sekitarnya
- Sebagai catatan : vaginitis biasanya ditandai dengan adanya leukore yang patologis
- Bakterial Vaginosis → bau amis (whiff test +/ amien tes +) → terapi metronidazole
- Trichomonas Vaginalis (trichomoniasis) → vagina nya nampak bintik-bintik stroberi →
terapi metronidazole, sama kayak bacterial vaginosis
- Vulvovaginal Candida → gatal yang amat sangat (garuk pake garpu), keputihan seperti
tahu / nasi dibejek (lengket) → terapi bukan metronidazole
a. Bakterial Vaginosis
- Pathognomonis : clue cells
- Terapi : metronidazole 3 x 500 mg PO selama 7 hari
- Clindamycin → jarang dipakai di obgyn, lebih sering dipakai di dokter gigi →
(sediaannya ada yang 150 mg dan 300 mg)
b. Trichomonas Vaginalis
- Pathognomonis : strawberry appearanve / bintik-bintik stroberi
- Terapi : metronidazole 3 x 500 mg PO selama 7 hari
148
S.A.A Suryantari, ACX
c. Vulvovaginal Candidiasis (atau disebut candidiasis aja)
- Gejala : secret seperti susu basi (kayak tahu hancur / gumpalan susu basi), gatal amat
sangat, PH Normal, pada mikroskopis ada hifa jamur (seperti batang bamboo)
- Terapi : fluconazole 150 mg single dose
- Kalo candidiasis → biasa pasanganan laki2 nya juga di terapi (dengan fluconazole 150
mg single dose) → agar tidak terjadi rebound phenomena (bolak balik gentian kena
cewek cowok nya)
# SERVICITIS
- Gejala :
o biasa asimptomatis
o Cairan mucopurulen (lebih kental), gatal (tidak sehebat candidiasis), rasa
terbakar, YANG KHAS POST COITAL BLEEDING
▪ Kalau post coital bleeding yang dateng jam 2-3 subuh, pasien heboh
→itu biasa kasus2 robek → harus dijahit
- Etiologi : salah satunya adalah N. Gonorhea
a. N Gonorea
- Gejala : secret purulent, nyeri, panas, dysuria, mikroskopis diplokokus gram (+),
batholinitis
- Terapi : ampicillin 1 gram single dose atau thiamphenicol 1 gram single dose
- Injeksi : kanamycin 1-2 gram single dose
- Gambar : pemeriksaan serviks dengan IVA → kalo positif (pada infeksi, atau
keganasan) → ada perubahan warna serviks jadi putih2, disebut acetowhite lession →
terapi untuk IVA positif adalah dengan cryotheraphy (prosedur see and treat),
disemprotin cairan dingin untuk membekukan jaringan epitel yang rusak → syarat nya
jaringan yang rusak ini tebalnya maksimal hanya 3-5 mm (tidak boleh lebih, nanti ga
mempan / ga tuntas) → dengan harapan jaringan nya ini beku, rusak, hancur, dan
lepas sendiri, digantikan jaringan yang baru → harus KIE pasien bahwa
o saat dibekukan akan terasa dingin sedikit yah bu, proses normal,
o nanti setelah terapi akan banyak keluar cairan / keputihan yah bu, selama 4-6
minggu, karena seperti es yang mencair
o hindari coitus selama 4-6 minggu yah bu, agar tidak erosi lagi
b. Cervical polyps
- Gejala : pada waktu servikal polips sering terjadi perdarahan
C. Nabothian cysts
- Kelenjar pada serviks → biasa terjadi karena penyumbatan saat in partu, saat cervix
terbuka
149
S.A.A Suryantari, ACX
- Penampakkan seperti jerawat batu → isinya ga bisa keluar / ga bisa mateng sendiri →
harus ditusuk biar keluar nanahnya
- Biasanya pasien tidak ada keluhan, ditemukan secara coincidence saat partus
- Infeksi yang lokasinya melewati / diatas osteum internum → PID / penyakit radang
panggul
- Apabila terjadi infeksi disalah 1 organ-organ ini (endometritis, miometritis, salfingitis,
ooforitis) → akan terbentuk abses di cavum douglass
- Endometritis vs endometriosis :
o Endometriosis adalah jaringan endometrium yang tumbuhnya kemana-mana
diluar uterus → bisa ke otak, paru, dinding luar uterus → sehingga saat
menstruasi bisa terjadi batuk2 darah lah, intracranial bleeding (bisakah ?),
nyeri abdomen hebat
o Kalau endometritis : inflamasi / infeksi yang terjadi di endometrium uterus
- Patofisiologi
o Gangguan barrier fisiologis
▪ Vagina : PH nya tidak sesuai, flora normal banyak mati, lendir
▪ OUI : ………
▪ Cavum uteri : barrier berupa penggelupasan endometrium untuk
mengeluarkan sel-sel atau kuman2
▪ Lumen tuba fallopi : ada barrier berupa gerakan sillia dan lendir
o Apabila barrier fisiologis terganggu : bisa terjadi perdarahan, abortus →
barrier bisa juga terganggu karena instrumentasi / tindakan medis, misal
kuretase ?
o Vektor : sperma membantu membawa (ditumpangi) kuman2 ini naik / ascend
ke uterus
- Faktor risiko
o Aktivitas seksual → sperma bisa membawa kuman → saat kontraksi uterus →
sperma (dan kuman2nya) akan tertarik dari vagina/serviks → naik ke uterus
o Haid → jaringan nekrotik (jaringan2 mens nya) itu media pertumbuhan yang
baik untuk N.Gonorea
▪ Saat haid boleh ga koitus ? secara medis, mens itu pelepasan
endometrium dan jaringan nekrotik → saat koitus, terjadi kontraksi
uterus → jaringan nekrotik beserta kuman2 balek lagi naik ke uterus
- Gejala : pasien PID biasanya datang dengan keluhan keputihan + nyeri perut bawah +
febris → derajat nanti ditentukan dari ada tidaknya tumor / massa dan gambaran
umum toxic / tidak
- Derajat
o Derajat 1. Ada demam, nyeri perut bawah, TAPI tidak ada tumor / masa
150
S.A.A Suryantari, ACX
o Derajat 2. Ada tumor / massa (baik teraba pada pemfis atau terlihat dari USG)
o Derajat 3. Seperti derajat 2 dengan kondisi umum jelek / toxic → misal karena
ada abcess (terjadi perlengketan) terjadi ileus obstruktif (ditandai bising usus
turun, ga bisa BAB), bisa disertai penurunan kesadaran, dst
- Terapi
o Derajat 1 → rawat jalan, analgetik (paracetamol, NSAID ?), amox
o Derajat 2&3 → rawat inap, antibiotic, pilihan antibiotiknya
▪ triple combination (ampisilin-gentamicin-metronidazole) ATAU
▪ sefalosporin generasi 3 (misal : cefotaxime) + metronidazole (untuk
bakteri anaerob) → ini yang lebih popular sekarang
o Apabila terjadi perlengketan karena abcess → mungkin harus di angkat /
histerektomi / operatif
o operasi transabdominal, total abdominal histerektomi + salpingo
DISKUSI
PCOS
- Ovum yang dihasilkan terlalu banyak tapi semuanya kecil-kecil, ga ada yang dominan /
mateng → sehingga tidak bisa dibuahi
- Dari USG : kita temukan ovarium seperti roda → banyak ovum kecil2 tapi ga guna
- Biasanya penampilan umum wanitanya : gemuk, jerawatan, kumisan (hirsutism),
disertai HAID TIDAK TERATUR, bisa juga dengan kelainan metabolic (diabetes mellitus)
- Terapi :
o Kontrol gula darah
o Kurangi berat badan → lemak mempengrauhi estrogen progesterone
o Membuat siklus haid atau ovulasi telornya teratur → memicu supaya ada
telor yang dominan (terapi hormone) → adanya telor yang dominan itu
ditandai dengan haid yang teratur
- Virus corona ada yang ditemukan pada feses, kalau pada cairan vagina bagaimana →
belum baca, coba cari yah
- Kalau pasangannya ada corona, paling bagus yang hindari dulu hubungan seksual
- Kalau terpaksa banget harus hubungan seksual
o 1. Pakai masker
o 2. Hindari posisi konvensional (muka hadep muka), gunakan lah gaya gaya lain
151
S.A.A Suryantari, ACX
KONTRASEPSI
1. Apakah pemasangan IUD menyakitkan?
= Relatif, pada saat pemasangan IUD biasanya tidak diberikan analgetik tapi setelah
pemasangan bisa diberikan analgesik. AB sebenarnya tidak disarankan untuk diberikan AB
→ tapi biasanya AB tetap diberikan
4. Usia berapa sebaiknya memulai pemasangan IUD? Bagaimana cara memotong tali IUD
dengan benar agar tidak menimbulkan rasa nyeri? Bagaimana efek hormonal (seperti
acne) pada pemakaian IUD?
- Kapan digunakan? Kapan saja boleh dimulai selama wanita dalam usia reproduksi dan
ingin menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan, atau berhenti (biasanya langsung
152
S.A.A Suryantari, ACX
ditubektomi). Pilihan untuk pasien yang ingin menunda dan menjarangkan kehamilan:
pantang berkala, kondom, lactation method, IUD, pil KB.
- Tali IUD mengganggu bila tali terlalu panjang, jadi biasanya dipotong 2-3 cm dari OUI
(fungsi tali disisakan: agar pasien bisa kontrol sendiri IUD nya dengan vt sendiri, Raba
tali, bila tali teraba berati IUD masih di tempat)
- Tali IUD bisa menyebabkan ascending infection bila di vagina ada infeksi juga → maka
sebaiknya sebelum pemasangan lakukan skrining dulu, yang memenuhi syarat adalah:
wanita dengan satu pasangan, tidak dengan riwayat keputihan banyak. Sebenarnya
kalau ingin mencegah risiko infeksi ini bisa dipotong habis talinya tidak usah disisakan
2-3 cm, tetapi risikonya kalau ingin cabut dan kontrol pasien tidak bisa melakukan
sendiri, tidak bisa dilakukan di faskes primer → harus ke Sp.OG lalu diperiksa dengan
USG
- Agar potongan tali tidak tajam → di dalam vagina tekuk tali IUD ke lateral → baru
potong di bagian yang tertekuk agar hasil ujung potongan rata.
- Pasien yang disarankan pakai IUD hormonal adalah pasien dengan kelainan haid
(haidnya banyak) → karena di kaki T IUD hormonal/mirena ada progesterone →
progesterone berfungsi untuk mengikis habis endometrium → sehingga saat haid lagi
IUD hormonal mengurangi gejala keluar darah yang banyak (endometrium sudah
tipis); IUD hormonal juga mencegah implantasi hasil konsepsi
- IUD hormonal efeknya lokal hanya bekerja di uterus → tidak ada efek ke sistemik
seperti acne. *Obat KB pil yang dipakai obat jerawat misal nya “YAS”
6. Tips Osce Pemasangan IUD: langsung minta informed consent → jika iya → langsung
siapkan alat, bahan, pakai APD, cuci tangan → posisikan pasien dalam posisi litotomi →
153
S.A.A Suryantari, ACX
sterilin dulu dengan betadine → pasang duk steril. *Jangan habis posisi litotomi pasang
duk dulu baru dilakukan tindakan asepsis.
7. IUD super T, ada alat untuk menekuk ujung kaki T nya. IUD yang manual harus dimasukkan
secara manual ujung T nya. Milena saat ditutup arah kaki nya kebawah, copper T saat
ditutup arah kaki nya kebawah.
8. IUD yang dulu “reverse loop” (bentuknya seperti huruf S terbalik) mudah lepas. IUD saat
ini yang cooper T, kakinya bisa menyangga dengan baik di uterus, jarang lepas.
9. Risiko PIP pada IUD: karena IUD menyebabkan inflamasi ringan + vulva hygiene tidak
baik/risiko infeksi tinggi/ada vaginitis → menjadi inflamasi berat. Pada pasien yang
dipasang IUD → saat menstruasi biasanya darah yang keluar bisa lebih banyak karena
uterus mengenali IUD sebagai benda asing → terjadi kontraksi yang lebih >> →
endometrium makin banyak yg terkelupas.
10. Bagaimana risiko alergi terhadap tembaga pada IUD?
Idealnya memang dilakukan tes alergi terhadap tembaga, namun saat ini tidak dilakukan
karena mahal. Kasus hipersensitivitas terhadap tembaga IUD juga jarang terjadi
11. Cara Pemilihan KB: sistemnya mencoba-coba dan menjelaskan ke pasien pilihan KB apa
saja yang tersedia → diskusikan ke pasien risk benefit masing-masing pilihan KB nya,
diskusikan juga harapan pasien terhadap KB nya → bila ada 1 pilihan yang sesuai keinginan
pasien, coba lakukan KB → evaluasi keluhan dalam 1-3 bulan (nyeri perut hebat,
perdarahan, nyeri postcoitus) → bila ada keluhan berarti pasien tidak cocok → bisa
disarankan untuk pakai kontrasepsi yang lain.
154
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
155
S.A.A Suryantari, ACX
PIKIRKAN ABORTUS, Bila seorang wanita usia reproduksi datang dengan gejala sebagai
berikut:
Terlambat haid
Perdarahan per vaginam
156
S.A.A Suryantari, ACX
Spasme atau nyeri perut bawah
Keluarnya massa kehamilan/konsepsi
Komplikasi
- Perforasi uterus
- Robekan serviks
- Syok, perdarahan lanjutan yang hebat dan infeksi pascatindakan
- Emboli udara
Asuhan Pascatindakan
Pastikan bahwa prosedur evakuasi telah membersihkan seluruh sisa konsepsi
Observasi keadaan umum dan tanda vital klien minimal 2 jam pascatindakan
Bacakan, jelaskan dan berikan Asuhan Mandiri atau Instruksi Tertulis untuk
klien dan pastikan klien/keluarganya mengerti isinya, kapan melakukan
kunjungan ulang atau mencari klinik atau fasilitas kesehatan untuk pertolongan
segera
2. Kehamilan Ektopik
157
S.A.A Suryantari, ACX
- Kehamilan ektopik ialah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri
- Insidens kehamilan ektopik ialah 4,5-19,7/1000 kehaamilan
- Lokasi kehamilan ektopik pada umumnya di tuba falopii (82%), ampula (8%),
ovarium (6%) usus (4%)
- Selain ruptura tuba, dapat pula terjadi abortus tuba ke saluran cerna
Faktor Predisposisi:
- Radang pelvik
- Hamil ektopik sebelumnya
- Operasi pelvik
- Anomali tuba
- Endometriosis
- Perokok berat
Gejala Klinis:
Trias Klasik
- Amenore
- Nyeri Perut Bawah
- Peradangan Pervaginam
158
S.A.A Suryantari, ACX
DIAGNOSIS
1. Bila Belum Terganggu
- Temuan adanya kantong kehamilan diluar uterus dengan USG
- Massa adneksa yang disertai amenore
- Uji kehamilan yang positif tanpa disertai kantong gestasi intrauterin
- Reaksi Arias Stella dari spesimen endometrium yang terlepas keluar
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
- Amenore, perdarahan dan nyeri perut bawah
- Gangguan hemodinamik yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
pervaginan
- Shifting dullness
- Darah kehitaman, cair dan disertai bekuan daerah dari hasil kuldosentesis
Kuldosentesis = menilai
ada cairan/darah di
cavum douglas
PENATALAKSANAAN:
- Bila kondisi hemodinamik stabil, besar massa < 4cm dan tidak terdapat
perdarahan intraabdominal → 50mg Methotrexate (tingkat keberhasilan 80%)
- Observasi penurunan kadar hCG pada hari ketiga pasca-injeksi
- Bila setelah 7 hari tak terlihat pengisutan kantong gestasi dan terdeteksi
pulsasi internal → berikan dosis kedua
159
S.A.A Suryantari, ACX
- Terapi dianggap gagal bila kantong gestasi membesar atau β-hCG meningkat >
2 kali dalam 3 hari
Bila KET dan pasien masuk dalam keadaan syok, stabilisasi dengan restorasi cairan
- Lanjutkan dengan laparotomi (salfingotomi atau eksisi parsial) segera setelah
tekanan sistolik > 90 mmHg dan nadi < 120 / mnt.
- Transfusi darah bila Hb < 8 g%
- Bila ditemukan banyak darah intraabdomen, pertimbangkan untuk autologus
transfusi
160
S.A.A Suryantari, ACX
Catatan:
161
S.A.A Suryantari, ACX
Etiologi:
Faktor alamiah : ras, umur, keturunan, partas ibu
Faktor luar :
- Langsung : Obat pemicu ovulasi
- Tidak langsung
Faktor-faktor ini memicu matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf
Faktor genetik ayah sangat sedikit pengaruhnya terhadap terjadinya angka kejadian
kembar
• Superfekundasi : fertilisasi 2 ovum 2 sperma pada senggama yang berbeda
• Superfetasi : kehamilan kedua setelah kehamilan pertama berlangsung lebih dari 1
siklus haid
Klasifikasi:
• Kembar 2 monozygotic :
1. Tingkat Blastomere ( 24-72 jam )
Kembar monozygotic diamnionic dichorionic, dengan 2 plasenta terpisah atau fusi
menjadi satu
2. Tingkat Blastocyst ( hari 4-8)
Kembar monozygotic monochorionic diamnionic dengan satu plasenta
3. Tingkat lanjut ( hari 8<)
162
S.A.A Suryantari, ACX
Kembar monozigotic monochorionic
• Kembar monozigot
163
S.A.A Suryantari, ACX
TEORI TERJADINYA KEMBAR MONOAMNIOTIC
1. Primitive Unity
Primitive germ disc terelah 2 setelah amnion terbentuk → 2 embrio dgn
monoamnionic
2. Primitive duality
Terbentuk 2 ruangan amnion → selaput pemisah mengalami kerusakan sevara dini.
Penyebab :
- Faktor gerakan janin
- Pulsasi dari 2 tali pusat yang berdektan
KEMBAR DIZYGOTIC
• Fertilisasi 2 ovum oleh 2 sperma
• Ovum bisa dari 1 ovarium atau 2 ovarium dalam 1 siklus ovulasi
Ciri-ciri kembar dizygotic
• Jenis kelamin sama atau berbeda
• Paras muka,bentuk tubuh mirip saudara kandung lainnnya
• Perbedaan bentuk tubuh fisik nyata pada sesudah umur 2 tahun
164
S.A.A Suryantari, ACX
TRIMESTER 1
TRIMESTER 2 DAN 3
Jenis Kelamin
Ketebalan Membran
•<2 mm → MC
•>2 mm → DC
165
S.A.A Suryantari, ACX
166
S.A.A Suryantari, ACX
• Prenatal diagnostic Mark I Vans
KEMBAR SIAM
• Sinonim : Siamese Twins, conjoined twins, united twins, disominata,
diploterata, double monsters
• Terjadi → proses segmentasi tidak sempurna dari kembar monozigotic → hari
ke 13 <
• Jarang terjadi ; 1 : 70.000 persalinan
• Variasi tergantung derajat pembelahan menurut bidang kraniokaudal dan
dorsoventral
Diagnosis : radiografi, USG, Fetografi
Kriteria secara radiologis
- Kedudukan kepala sama tinggi dalam 1 bidang
- Tulang belakang sangat berdekatan
- Tulang belakang dalam ekstensi berlebihan
- Tidak ada perubahan posisi relatif janin satu dengan lainnya jika bergerak atau di
manipulasi
FREKUENSI
Thoracopagus : 40%
Sifo-ompalopagus : 35%
Pigopagus : 16%
Craniopagus : 12%
Ischiopagus : 6%
167
S.A.A Suryantari, ACX
VARIASI KEMBAR SIAM
1. Double Conjunction
Terata Katadidimus : Conjunction pd bagian bawah tubuh dan double di atas
tubuh
- Diprosupus : 2 muka, 1 kepala, 1 tubuh
- Disefalus : 2 kepala, 2 leher, dan 1 tubuh
- Ischiopagus : conjunction pd pinggir bwh os koksigis & sakrum
- Pigopagus : 1 pd permukaan lateral dan posterior os koksigis dan sakrum
Terata Anagatadidima
Dihubungkan bagian tengh tubuh, bagian atas dan bawah terpisah
- Torakopagus : dinding thorax menjadi satu
- Omfalopagus : melekat pada daerah antara umbilicus dan kartilago xiphoideus
- Rakhipagus : melekat antara kolumna vertebralis di atas sakrum
2. Triple Conjunction
- Perlekatan pada kembar 3 atau lebih
4. Transfusion Syndrome
- Plasenta monochorionic → anastomose arteri-arteri, vena-vena, arteri-vena
- Kejadian 5-30% dari kembar monochorionic
- Ada janin dan ada janin donor
- Janin resipien :
* Tampak plethoric, edema, hipertensi
* Asites, kern icterus, pembesaran jantung, hati, ginjal
* Hidramnion akibat hipervolemia dan hipertropi glomerulus renal
* Hipervolemia → kematian janin 24 jam → H. failure
- Janin donor :
• Lebih kecil, ringan dan dehidrasi, pucat → anemia berat
• Oligohidramnion berat → Stuck Twin synd.
- Diagnosis : postnatal → ditemukan tanda :
• Selisih berat badan > 20 %, Perbedaan HB > 30 %
• Gambaran pletorik pada resipien dan pucat pada donor
Prognosis tergantung umur kehamilan saat di diagnosis. Diagnosis awal prognosis
buruk
Berat badan Janin
- Lebih rendah dibandingkan kehamilan tunggal
- Perbedaan kedua janin antara 50-1000 gram
* Penyebab:
Salah satu plasenta mendapat vaskularisasi yang lebih baik.
- Jumlah janin meningkat → umur kehamilan dan berat badan janin menurun
- Penilaian pertumbuhan janin dengan USG → identifikasi discordance antara
kedua janin
PRESENTASI JANIN
Terdapat 9 kombinasi letak janin :
169
S.A.A Suryantari, ACX
1. Vertex -vertex : 42, 5 % 6. Vertex - Oblique : 1,1%
2. Vertex - Breech : 26,0 % 7. Vertex -Transverse : 0,5 %
3. Vertex -Transverse : 11,3% 8. Transverse -Transverse : 0,6 %
4. Breech - breech : 6,1% 9. Breech - Oblique : 0,3 %
5. Breech - Transverse : 4,7 %
Komplikasi:
1. Abortus
2. Kematian perinatal
3. Barat lahir redah : prematuritas dan IUGR
4. Malformasi / Kelainan kongenital
5. Fetal – fetal hemorhage, terdiri dari :
- Hipovolemia dan anemia
- Hipervolemia dan hiperviskositas
6. Hipertensi
7. Hidramnion
8. Anemia
- Hilangnya darah yang akut, Kekurangan zat besi, Defisiensi asam folat
9. Perdarahan pada ibu → atonia uteri
10. Placental Accidents : solusio plasenta, plasenta previa
11. Pada waktu persalinan : Partus prematur, partus lama
12. Kelainan presentasi janin
170
S.A.A Suryantari, ACX
LOCKED TWINS
1. Collision
Kontak bagian janin → mencegah engagement masing-masing janin
2. Impaction
Persinggungan antara 2 baguan janin → ke dua janin serentak engagement tapi tidak
sempurna
3. Compaction
Engagement serentak bagian terbawah janin → penurunan terhalang
4. Interlocking
Kedua dagu janin saling tersangkut erat
DIAGNOSIS
• Anamnesa
• Pemeriksaan fisik : Inspeksi,
Palpasi, Auskultasi
• USG
• Radiografi
• Pemeriksaan Laboratorium :
- HCG → Lebih tinggi
- HPL → lebih tinggi →
Plasenta lebih besar
- Estriol dan pregnandiol →
meningkat
- AFP → lebih tinggi
171
S.A.A Suryantari, ACX
DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan tunggal dengan bayi besar
2. Hidramnion
3. Kehamilan dengan mioma/kistoma ovarii
4. Mola hydatidosa
PENATALAKSANAAN
• Dalam Kehamilan
1. Diet tinggi protein, kalori, mineral dan vitamin
2. Istirahat baring
3. Pengawasan persalinan prematur
4. Jika ada perdarahan antepartum atau hidramnion → tunda sampai BB bayi >
2500 g
5. Pengawasan terjadi hipertensi pd kehamilan
6. Pegawasan terjadi gangguan pertumbuhan
• Dalam Persalinan
• Saat optimal persalinan : 37-38 mgg
• Persiapan sebelum partus :
- Tentukan gol. Darah dan persiapan darah untuk mencegah HPP.
- Siapkan bayi Resusitasi dan perawatan bayi
• Persalinan pervaginam
Prinsip : Jika anak I lahir dgn tindakan maka anaka II harus dilahirkan dg
tindakan juga
• Jarak waktu kelahiran anak I dan II antara 5-15 menit
• Jarak waktu < 5 menit → trauma pada bayi
• Jarak waktu > 30 → Insufisiensi plasenta
172
S.A.A Suryantari, ACX
• Kematian Maternal
- Perdarahan antepartum
- Perdarahan postpartum
173
S.A.A Suryantari, ACX
- Preeklampsia atau eklampsia
3. TIMING OF DELIVERY
Timing of delivery harus dipilih berdasarkan RISK VS BENEFIT apakah penanganan
konservatif (mempertahankan kehamilan) akan merugikan atau menyelamatkan
bayi
dipengaruhi oleh:
a. Umur kehamilan
Pada bayi gemeli usia > 40 minggu sudah disebut postterm (kehamilan
tunggal > 42 minggu) → karena sudah mulai ada tanda-tanda postterm
seperti kulit berkeriput, ada balding kepala
Sehingga risiko kematian pada bayi gemeli > 39 minggu lebih besar
INTINYA, pada saat ibu dengan kehamilan gemeli datang pada UK 36
minggu, pikirkan bahwa persalinan sebentar lagi akan terjadi
b. Pertumbuhan janin
c. Kematangan paru
Ditentukan dari rasio LS (lesito-sphingomyelin) → kematangan janin
biasanya sinkron pada kedua bayi. *Pada kehamilan ganda,
kematangan paru (LS rasio > 2) terjadi pada UK 32 minggu → padahal
pada kehamilan tunggal baru terjadi pada UK 36 minggu. Surfaktan
pada kehamilan gemeli juga sudah cukup pada usia 31 minggu. Oleh
karena itu, pada kehamilan gemeli morbiditas akibat respiratory
distress lebih kecil daripada kehamilan tunggal, saat UK < 37 minggu
d. Komplikasi maternal
Timing of delivery menurut rekomendasi ACOG:
Uncomplicated dichoronic twins: 38 weeks
Uncomplicated monochorionic diamnion twins: 34 – 36 6/7 weeks
Monoamnion twin: 32 – 34 week
*Bila prematur dan diskordan (bayi pertama dan bayi kedua PBB nya berbeda
> 25%) → timing of delivery harus berdasarkan parameter bayi yang lebih
sehat → jadi bila janin yang lebih sehat memburuk → harus diterminasi
175
S.A.A Suryantari, ACX
4. PRESENTASI BAYI TERSERING: (bayi pertama – bayi kedua) *bayi pertama adalah bayi
dengan presentasi paling bawah pada segmen bawah rahim
Kepala – kepala → namun pada presentasi ini bila sudah lahir bayi yang
pertama, bayi kedua bisa menjadi presentasi lain karena bayi kedua memutar
posisi pada uterus yang masih besar dan belum mengecil. Sehingga persalinan
gemeli harus dibantu asisten, untuk menahan uterus → menahan bayi kedua
→ mencegah perputaran bayi kedua
Kepala – bokong
Kepala – lintang
176
S.A.A Suryantari, ACX
*Tambahan: bila bekerja di faskes 1 → datang ibu hamil dengan gemeli bukaan belum
lengkap → segera rujuk. Namun bila bekerja di faskes tersire → persalinan bisa
dilakukan di VK biasa dengan special consideration
177
S.A.A Suryantari, ACX
7. KEYS TO REMEMBER:
Komplikasi yang terbatas untuk kehamilan monokorion: FTTS, TAPS, SJR →
sehingga pada kehamilan monokorion harus dimonitor lebih sering pada UK 16-24
minggu
Pertumbuhan janin pada multiple pregnancy harus dimonitor 1 bulan sekali mulai
usia 26-38 minggu
Kehamilan twin bisa direncanakan dengan menggunakan: 1) CC (klormifensitrat),
obatnya bekerja dengan menstimulasi follicle (menstimulasi beberapa secondary
follicle menjadi beberapa follicle de Graft) dan ovulasi dari 2 ovarium → bila 2
ovum dari 2 ovarium yang berbeda ini bertemu sperma → terjadi kehamilan
kembar.*Komplikasi pemberian CC: OHSS (ovarian hyperstimulating syndrome)
2) dengan IVF menggunakan embryo transfer: pembuahan diluar rahim → embrio
yang dihasilkan banyak, misal 3 embrio → 3 embrio diimplantasi bisa menjadi
triplets.
!! Ingat setiap ada pasien yang ingin kehamilan kembar, KIE pasien bahwa
kehamilan kembar adalah patologis dan jelaskan komplikasinya.
178