Anda di halaman 1dari 13

“ISLAM DI THAILAND ”

(Ditulis untuk Memenuhi Tugas Middle Pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam)

Dosen Pengampu Nur Rodiah, S.E.I, M. H

Nama : Habibah

NIM :180105010170

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

2020
ISLAM DI THAILAND

PENDAHULUAN

Thailand atau sering di sebut dengan julukan Negeri Gajah Putih ini
adalah sebuah negara yang terletak di Benua di Asia Tenggara. Thailand juga
merupakan satu-satunya negara Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh
negara Eropa. Tetapi Thailand juga tetap mendapat pengaruh dari negara-negara
Barat, karena Thailand termasuk sekutu Amerika dan sejumlah negara Barat
lainnya, terutama dalam bidang perdagangan.

Sekitar 80 persen dari seluruh penduduk Thailand adalah merupakan


orang Thai, yang terdiri dari orang Siam (53%) dan orang Lao (27%). Selain yang
disebut kan tersebut di Thailand juga terdapat kelompok-kelompok minoritas,
seperti orang Cina (12%), orang Melayu (4%),dan beberapa kelompok minoritas
lain, yang dapat dibedakan yaitu kelompok “orang gunung” (Lisu, Luwa, Shan,
Khan, Meo, Karen, dan Yao) dan kelompok pengungsi Vietnam.

Dalam aspek agama, dimana mayoritas penduduknya beragama buddha


dengan presentase 94,63%, sedangkan Islam sendiri menduduki urutan ke dua
sebagai agama yang paling banyak di peluk oleh penduduk Thailand dengan
presentase 4,30%, sisanya yaitu agama kristen, hindu dan agama lainnya.

ISI

A. Sejarah Masuknya Islam di Thailand

Islam diperkirakan datang di Thailand sekitar pada abad ke-10 atau 11


melalui jalur perdagangan.Yang mana penyebaran Islam ini dilakukan oleh para
guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India.Wilayah
pertama yang menerima Islam adalah Patani. Patani dikenal memiliki pelabuhan
yang strategis pada zamannya. Selain itu ada yang mengatakan bahwa Islam
masuk ke Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Salah satu bukti
yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang

1
bertuliskan Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang
bertepatan pada tahun 1028 M.

Ada pun pendapat lain bahwa Kedatangan Islam di Thailand telah terasa
pada masa kerajaan sukhathai di abad ke-13, yang merupakan buah dari hubungan
dagang yang dibangun oleh para saudagar muslim. Hal ini bermula pada dua
orang bersaudara dari Persia, yaitu Syeikh Ahmad dan Muhammad Syaid yang
juga disebut Khaek Chao Sen (suatu cabang mazhab syiah), menetap di kerajaan
sukhatai tersebut, ia melakukan perdagangan sekaligus menyebarkan agama
Islam. Sebelum berdirinya kerajaan Ayyuthaya sebagai pengganti kerajaan
Shukhotai yang runtuh pada abad ke-14, Islam sendiri telah memiliki kekuatan
politik yang sangat besar. Perdagangan merupakan perintis proses islamisasi dan
perkembangan politik kerajaan-kerajaan maritim diwilayah kepulauan di abad ke-
15, 16 dan 17. Perdagangan juga pulalah yang merupakan faktor dominan yang
mendekatkan Islam dengan kerajaan Ayuthaya.

B. Perkembangan Islam di Thailand

Islam masuk ke Thailand sejak pertengahan abad ke-19. Proses masuknya


islam di Thailand dimulai sejak kerajaan Siam mengakuisisi kerajaan Pattani Raya
(atau lebih dikenal oleh penduduk muslim Thai dengan sebutan Pattani
Darussalam). Pattani berasal dari kata Al Fattani yang berarti kebijaksanaan atau
cerdik karena di tempat itulah banyak lahirnya ulama dan cendekiawan muslim
yang terkenal. Berbagai golongan masyarakat dari tanah Jawa pun banyak
pula yang menjadi pengajar Al Qur'an dan kitab-kitab islam berbahasa Arab Jawi
disana. Beberapa kitab Arab Jawi sampai saat ini masih diajarkan di beberapa
sekolah muslim dan pesantren di Thailand Selatan.

Provinsi Pattani di bagian selatan Thailand yang disebutkan, dihuni oleh


mayoritas muslim yang jumlahnya mencapai angka 80%.11 Sebagian kecilnya
lagi, muslim bermukim Thailand Tengah dan Utara. Muslim yang bermukim di
Thailand Selatan, disebut muslim Melayu, sedangkan yang bermukim di Thailand
Tengah dan Utara disebut muslim Thai. Populasi muslim Thai jauh lebih

2
majemuk daripada penduduk muslim Melayu di Thailand. Muslim Thai mencakup
keturunan muslim Iran, Champa, Indonesia, India, Pakistan, China, dan Melayu
yang bermukim di daerah-daerah yang didominasi oleh pemeluk Budha Thai di
Thailand Tengah dan Utara. Meskipun mereka sadar akan warisan etnis mereka
yang berbeda dan mempertahankan tradisi keagamaan mereka sendiri, mayoritas
orang muslim disana berbicara dalam bahasa Thai dan telah berasimilasi dengan
masyarakat Thai kebanyakan (Sanuardi, 2018: 383)

Perkembangan islam di Thailand semakin pesat saat beberapa pekerja


muslim dari Malaysia dan Indonesia masuk ke Thailand pada akhir abad ke-19.
Saat itu mereka membantu kerajaan Thailand untuk membangun beberapa kanal
dan sistem perairan di Krung Theyp Mahanakhon (yang sekarang dikenal sebagai
Propinsi Bangkok). Beberapa keluarga muslim bahkan mampu menggalang dana
dan mendirikan masjid untuk sarana ibadah masyarakat muslim di Thailand.
Masjid tersebut bernama Masjid Jawa yang didirikan pada tahun 1949 oleh
warga Indonesia dan komunitas muslim asli Thailand. Tanah masjid tersebut
merupakan hasil wakaf dari Almarhum Haji Muhammad Saleh, seorang warga
Indonesia yang berasal dari Jawa.

Pemerintah juga membolehkan warga muslim Thailand menyelenggarakan


pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja oleh umat Islam
Thailand untuk mengembangkan pendidikan Islam di Thailand. Proses pendidikan
Islam di Thailand sudah mengalami banyak perkembangan dan kemajuan. Hal ini
bisa dilihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam,
seperti pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan
mahasiswa. Masyarakat dan pelajar muslim Indonesia juga dapat mengadakan
silaturrahim bulanan dalam forum pengajian NgajiKhun, yang dilaksanakan di
berbagai wilayah di Thailand. Pemerintah Thailand juga membantu penerjemahan
al-Quran ke dalam bahasa Thai, serta membolehkan warga muslim mendirikan
masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 2000 masjid dan 200
sekolah muslim di Thailand.

3
Selain itu pemerintah Thailand selama 10 terakhir ini memberikan
pelayanan ibadah haji dan umrah gratis bagi umat Islam yang tinggal di Thailand.
pihak pemerintah Thailand telah menyiapkan penerbangan langsung dari bandara
di Narathiwat sehingga tidak perlu lagi ke bandara di Bangkok atau bandara Hat
Yai.

Dan seiring berkembangnya islam di thailand negara ini, Thailand pun


juga berfokus pada pariwisata halal nya, dalam menunjang aktivitas orang muslim
Thailand atau pun wisatawan muslim mancanegara. Thailand sendiri memiliki
banyak tempat dengan berbagai fasilitas pelayanan yang ramah Muslim (Muslim-
friendly services). Sebagai contoh, negara ini memiliki 3.600 masjid dan pusat
perbelanjaan yang menyediakan ruang ibadah bagi umat Islam. Terdapat banyak
restoran halal yang terdaftar dalam aplikasi ramah Muslims (Muslim-friendly
app)dan buku panduan bagi wisatawan Muslim. Selain itu berbagai fasilitas
disediakan untuk memikat para wisatawan Muslims, seperti Muslim-friendly
hotels yang menyediakan pilihan makanan halal, ruang sholat dan arah
kiblat, Muslim-friendly spasyang memisahkan antara laki-laki dan
perempuan, Muslim-friendly beach resorts, Muslim-friendly medical
facilities dan Muslim-friendly airports (COMCEC: 2016).

Mengingat bahwa masjid sangat penting bagi umat islam sebagai tempat
beribadah, sebagai tempat menuntut ilmu didalam nya,atau bahkan sebagai tempat
silaturahmi antar umat Islam, berikut beberapa masjid bersejarah di Thailand.

1. Masjid Wadi Al Hussein

Masjid Wadi Al Hussein atau lebih dikenal dengan nama Masjid


Telok. Masjid Telok Manok dibangun pada abad ke-18 pada masa Kerajaan
Melayu Pattani, kerajaan Islam yang terletak tidak jauh dari provinsi
Narathiwat, hingga kini menawarkan populasi wilayahnya yang memiliki akar
tradisi Islam dan melayu yang sangat kuat. Dimana saat ini usia masjid ini
sudah mencapai kurang lebih sekitar 300 tahun berdirinya. Penamaan masjid
ini sendiri diambil dari nama orang yang pertama kali membangun masjid ini

4
yaitu Wadi Al Hussein,beiau seorang alim ulama Narathiwat, dan sekarang
masjid ini di urus oleh generasi ketujuh nya yaitu Ramli Talokding yang
merupakan imam masjid Wadi Al Hussein ini. Arsitektur masjid ini bisa
dikatakan jauh dari kata megah dan terkesan sangat sederhana. Bangunannya
pun mirip rumah panggung dan sekitar 99 persen seluruhnya terbuat dari
kayu. Bangunan masjid ini Arsitekturnya menggunakan kayu yang orang
Melayu sebut kayu Cengah. Di masjid ini ada perpaduan budaya Melayu dan
Cina (di segi arsitektur masjid). Budaya Melayu terlihat pada ukiran bunga
yang ada di ujung-ujung atap dan budaya Cina terlihat pada atap masjid.
Selain itu dalam Arsitekturnya juga terdapat falsafah-falsafah seperti dibangun
rendah karena apabila berdiri saat mengerjakan sholat pandangan tidak ke
luar, sehingga sholat pun bisa khusyuk. Kemudian saat kita duduk terasa angin
terus masuk. Dan masjid ini bisa menapung 400 jamaah.

2. Masjid Jawa

Masjid Jawa di Thailand terletak di Soi Charoen, Rat 1 Yaek 9,


Sathorn, Bangkok, Thailand. Masjid ini di beri nama jawa karena pendiri nya
orang Jawa di atas tanah wakafnya yaitu milik Haji Muhammad Saleh. Masjid
ini didirika di Bangkok pada Juni-September pada masa Rathanakosin
(periode Rama V) bulan Muharam 1326 hijriah. Pada kalender Masehi, masjid
ini berdiri tahun 1906.

Masjid Jawa ini memiliki arstektur yang khas dari Jawa. Masjid ini
bentuknya sama dengan masjid-masjid yang ada di Tanah Jawa, yaitu bentuk
atapnya. Atapnya berupa limas berundak tiga yang serupa dengan masjid-
masjid tua di Indonesia. Jika dilihat dari dekat, masjid ini memang memiliki
kemiripan dengan Masjid Agung Kauman di Yogyakarta, tetapi versi lebih
kecil. Secara keseluruhan, masjid ini didominasi oleh warna hijau muda.
Sementara itu, bangunan utama masjid berbentuk segi empat dengan ukuran
12 x 12 meter dengan saka guru (empat pilar di tengah masjid yang digunakan
sebagai penyanggah). Masjid ini memiliki empat pintu kayu. Di bagian depan
mihrab, ada mimbar kayu yang dilengkapi tangga. Kanan kirinya diapit dua

5
buah jam lonceng yang juga terbuat dari kayu. Di luar bangunan utama masjid
yang luas itu, masih ada ruangan khusus berbenuk rumah panggung yang
biasanya digunakan untuk mengaji dan ruang kelas untuk warga Indonesia
dari Jawa mempelajari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Sementara itu, di
seberang masjid terdapat pemakaman Islam. Masjid ini sangat ramai saat
masuk jam salat. (Ilmatus Sa'diyah, 2020)

3.Masjid Tonson

Masjid Tonson atau Tonson Mosque terletak di daerah Yai, Bangkok,


Thailand. Bisa dikatakan bahwa masjid ini merupakan masjid pertama di
Bangkok. Masjid ini didirikan tahun 1688 pada masa pemerintahan Raja Narai
dari Kerajaan Ayutthaya atau Siam Thailand. Jika dihitung hingga tahun 2020,
masjid ini sudah berusia sangat tua, yaitu mencapai 332 tahun. Meskipun
sudah tua, bangunan masjid ini masih dipertahanan sehingga masih bagus
sampai sekarang.

Awalnya, bangunan Masjid Tonson memiliki bentuk yang menyerupai


wihara Buddha. Secara keseluruhan, bangunan masjid menggunakan kayu jati.
Namun, pada tahun 1952, masjid ini direnovasi sehingga memiliki bentuk
bangunan yang modern. Kubah mini berbentuk oval dengan cat hijau dipasang
di atas masjid agar masjid memiliki bentuknya yang lazimnya sebagai masjid.
Arsitekturnya yang khas Thailand juga masih dipertahankan agar warisan
budaya setempat masih tertinggal.

Dinding masjid juga dihiasi dengan relief daun atau motif flora.
Bagian bawah masjid juga menggunakan desain lengkungan-lengkungan
setengah lingkaran yang mendominasi. Lengkungan-lengkungan ini dibentuk
dengan pola dua dimensi sehingga terlihat berlapis dua. Pintu utamanya
berbahan baku kayu jati, begitu juga jendelanya. Hal itu membuat masjid ini
semakin khas dengan budaya setempat.

Warna yang digunakan untuk mengecat dinding masjid ini bukan


warna buatan seperti yang biasa digunakan untuk mengecat bangunan lain.

6
Warna masjid ini berasal dari warna batu pualam yang digunakan sebagai
bahan dasar untuk melapisi dinding masjid. Warna dasar ini membuatnya
terlihat semakin elegan, klasik, dan memikat. Dengan hal itu, masjid ini pun
mendapat julukan sebagai masjid dengan tampilan khas Islam tradisional,
cerminan seni, dan budaya Thailand.

Di dalam masjid, terdapat mimbar dan mihrab dengan gambar kaligrafi


Arab, gambar Ka’bah dan Masjid Nabawi Makkah dalam ukuran besar.
Mimbar dan mihrab ini akan semakin indah tampilannya ketika lampu
dinyalakan. Cahaya biru akan memendar keluar dari dalam masjid. Selain
mimbar dan mihrab, bagian langit-langit masjid juga sangat bagus karena
bangunan langit-langit menggunakan eternity berbahan dasar kapur yang
dipadu dengan lempengan kayu jati.

Lempengan itu memiliki motif bintang sehingga semakin menawan.


Eternit yang digunakan juga bermotif bintang. Kemudian, lempengan kayu jati
yang berwarna coklat itu juga digunakan untuk anak tangga menuju lantai dua.
Di lantai dua, semua bagian masjid menggunaka granit, baik dindingnya
maupun lantai dasarnya. Granit inilah yang membuat Masjid Tomson semakin
memukau saat lampu dinyalakan. (Ilmatus Sa’diyah, 2020)

C. Problematika yang di hadapi orang-orang islam di Thailand

Disamping berkembang nya Islam di Thailand ada pun Problematika yang


di hadapi umat Islam di Thailand, tidak terlepas dari problematika yang dihadapi
kaum muslim Melayu di bagian Selatan. Mereka diharuskan memakai pakaian
bukan Melayu dan mengadopsi nama-nama Thai bila mereka ingin memasuki
sekolah-sekolah pemerintah atau mencari pekerjaan dalam dinas pemerintahan.
Bahasa Melayu dilarang diajarkan di sekolah-sekolah negeri atau digunakan
dalam percakapan dengan para pejabat pemerintah. Di Thailand, kaum minoritas
muslim dipandang dengan sikap negatif sebagai orang Khaek. Secara harfiah
dalam bahasa Thai, kata ini berarti “tamu”. Istilah ini juga digunakan untuk
menyebut tamu-tamu asing atau imigran kulit berwarna, dan dalam konotasi ini

7
dikenakan kepada orang-orang muslim dari Thailand Selatan, sebagai orang
Melayu. Secara resmi mereka disebut “orang-orang Thai”. Penyebutan “Muslim
Thai” bagi “Muslim Melayu” merupakan upaya yang disengaja untuk
mengaburkan jati diri mereka sebagai orang-orang yang sama sekali berbeda dari
orang-orang Thai lainnya.18 Dengan demikian, istilah Thai-Islam atau Thai-
Muslim atau Khaek digunakan secara resmi untuk menyebut mereka. Pada
beberapa kalangan, kaum muslim disebut Khaek, adalah sebuah julukan yang
berkonotasi penghinaan bagi umat Islam. (Sanuardi, 2018:385)

Sebenarnya, Muslim Thailand lebih memilih untuk memisahkan diri dari


kerajaan Thailand dan bergabung dengan Malaysia, meskipun berada di bawah
pemerintahan Inggris, karena dengan begitu mereka dapat hidup bersama dengan
masyarakat yang se-agama, se-bahasa, se-budaya dan se-bangsa. Di bawah
pemerintahan Thailand yang menganut agama Budha sebagai agama resmi
negara, mereka merasa diperlakukan tidak adil sebagai minoritas. Di samping itu,
mereka terisolasi dari birokrasi negara dan pemerintahan, bukan saja karena pusat
pemerintahan jauh dari daerah itu, dan perasaan terasing dari birokrasi negara,
tetapi lebih disebabkan oleh perbedaan agama, bahasa dan kebudayaan. Sehingga
asimilasi dan integrasi yang diharapkan pemerintah menjadi sulit tercapai. Kaum
Muslim Thailand sebaliknya terkesan cenderung mengisolasi diri, hal itu karena
mengalami kesulitan beradabtasi. Pertama, karena kebanyakan mereka (terutama
yang tinggal di daerah rural seperti Pattani, Yala dan Naratiwat) hanya dapat
berbicara sedikit bahasa Thai atau tidak bisa sama sekali. Ini membuat mereka
tidak mampu berkomunikasi dengan kaum Cina dan Thai Budha. Kedua,
berdasarkan keyakinan agama, kaum Muslim Thailand secara militan menolak
prilaku sosial yang berkaitan dengan kedua kelompok tersebut. Misalnya mereka
tidak dibolehkan mengahadiri perayaan agama lain atau menikah dengan penganut
agama lain. Ketiga, ketakutan kaum Muslim Thailand bahwa interaksi dengan
Thai Budhis akan mengakibatkan anak-anak mereka menerima budaya Thai,
melalui proses asimilasi dan berakibat mengikis tradisi Melayu serta nilai-nilai
ajaran agama Islam. Selain itu, proses isolasi terhadap kaum Muslim Thai,

8
sebagian disebabkan oleh self impossed, sebagian juga disebabkan oleh tekanan
orientasi komunikasi media. (Helmiati, 2014 :232-233)

Pada awal tahun 2004, beberapa insiden kerusuhan dan huru hara telah
terjadi di selatan Thailand, terutama di Narathiwat, Yala, dan pattani. Kawasan-
kawasan ini, didiami oleh mayoritas penduduk Melayu Islam dan aktivitas
gerakan separatis yang telah aktif sejak tahun 1980-an. Penduduk - penduduk di
sini tidak merasa senang dengan reaksi keras kerajaan pusat terhadap gerakan
separatis tersebut. Kebanyakan mereka juga tidak puas hati dengan beberapa
kebijakan kerajaan yang memperlakukan mereka dengan cara berbeda dengan dari
kaum etnis Thai. Insiden ini, telah mengorbakan ratusan kaum muslim Thailand.
Satu hal lagi yang bersifat menyepelekan umat Islam ialah adanya integrasi
administrasi yang dirancang untuk memasukkan daerah-daerah muslim ke dalam
sistem politik nasional yang berpusat di Bangkok. Karena orang-orang muslim
tidak berpengalaman dengan sistem-sistem ini, dianggap perlu menempatkan
mereka di bawah pejabat pemerintah Kristen dan Budhis Thailand. Bisa
dibayangkan, umat Islam yang dari segi populasi lebih mayoritas ketimbang
penganut Kristiani yang lebih minoritas, justru kaum mayoritas (muslim) tersebut
di bawah pemerintah kaum minoritas (kristiani). (Sanuardi, 2018:386-387)

Sedangkan problematika yang di hadapi orang-orang islam saat ini yaitu


isu agama di pemilu Thailand pada tahun 2019 kemarin. Dalam laporan jurnalis
Panu Wongcha-um untuk Reuters, pemilu di Thailand diwarnai kemunculan partai
yang mengusung sentimen agama. Yaitu partai Pandin Dharma Mereka
mengobarkan kampanye bahwa eksistensi Buddha sebagai agama mayoritas di
Thailand sedang terancam dan mengajak para pendukungnya untuk mencegah itu.
Para pendukung Pandin Dharma percaya bahwa hari-hari di Thailand sekarang ini
sedang dipimpin otoritas sekuler yang terus memusuhi agama Buddha dan
mengkriminalisasi para biksu. Mereka menganggap bahwa pemerintah saat ini
lebih peduli terhadap umat Islam yang cuma minoritas di Thailand dibanding
mayoritas Buddha. "Pemerintah secara terang-terangan lebih menyukai agama
lain (Islam) daripada agama Buddha," imbuh Korn.

9
Tapi tidak semua partai Buddha di Thailand sehaluan dengan Pandin
Dharma. Dua partai Buddha lainnya yang dikenal pro-pemerintahan mendukung
upaya negara mengontrol kuil-kuil dan membuka skandal kebobrokan para
pemuka agama Buddha dari korupsi hingga skandal seks. Paiboon Nititawan,
anggota Partai Reformasi Rakyat yang pro-junta militer, menganggap partai
seperti Pandin Dharma tidak mencerminkan Buddhisme yang sebenarnya.

Beberapa tahun terakhir sejumlah biksu memang mendapat kecaman


publik lantaran melanggar sumpah. Mereka terjerat kasus kriminal seperti skandal
pemerasan uang, seks, kasus narkoba, judi, hingga pembunuhan. misalnya saja
yang baru-baru ini terjadi, seperti diwartakan Bangkok Post, pada Februari 2019
kepolisian Kerajaan Thailand telah menangkap 19 biksu yang dituduh melakukan
berbagai kejahatan kriminal, termasuk pembunuhan dan pelecehan seksual.
Kelompok nasionalis Buddha seperti Pandin Dharma memakai situasi tersebut
untuk menunjukkan kepada pendukung dan menarik simpati rakyat bahwa
pemerintahan sekarang sedang memusuhi agama. Mulai dari aksi penangkapan
biksu, pengawasan tempat ibadah, hingga penggerebekan di
komplek Dhammakaya. (Tony Firman, 2019) Nah jika hal ini dibiarkan saja tanpa
ada penyelesain masalah dari pihak pemerintah nya maka bisa saja akan terjadi
konflik-konflik yang besar terhadap orang-orang islam di Thailand seperti konflik
pada tahun 2004, mengingat bahwa di Thailand mayoritas penduduknya beragama
Buddha sedangkan islam sebagai minoritas

10
PENUTUP

Jadi, agama Islam sampai di Thailand karena dibawa oleh para pendatang
dari luar Thailand baik dari kalangan pedagang, maupun para alim ulama yang
singgah di di Thailand bagian selatan. Islam pun berkembang Pesat di Thailand
seperti awalnya pembangunan masjid-masjid, sekolah-sekolah yang awal nya
swadya dari orang-orang islam di Thailand, dan sekarang pemerintah juga ikut
serta dalam pembangunan masjid serta fasilitas-fasilitas yang menunjang aktivitas
orang-orang islam di Thailand, apalagi pemerintah nya sedang gencar nya dalam
pariwisata halal yang tentu akan mengundang lebih banyak lagi turis-turis muslim
yang datang ke negara mereka. Tapi dalam perkembangan nya tak luput pula
banyak problematika yang di rasakan orang orang muslim di Thailand, Mulai dari
perbedaan ras, perlakuaan yang tidak adil, mengingat bahwa kebanyakan orang
muslim Thailand berasal dari melayu dan juga di Thailand penduduknya
mayoritas beragama Buddha dan islam hanya minoritas di Thailand, selain itu
orang-orang islam Thailand juga terisolasi terhadap birokasi pemerintahnya.
Bahkan peristiwa yang baru terjadi akhir ini yaitu ada nya isu politik di Thailand
yang melibatkan Agama Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati. 2014. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau
Sanuardi. 2018. Islam Di Thailand. Tasmuh: Jurnal Studi Islam. Volume 10.
http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/al-riwayah
Firman Tony. 2018. https://tirto.id/isu-agama-pemilu-thailand-umat-buddha-
merasa-terancam-oleh-islam-djk. 10 April 2020, 17.30 WITA
.Asri Khairul. 2018. http://wartasejarah.blogspot.com/2018/01/sejarah-masuknya-
islam-di-thailand.html?m=1 . 10 April 2020, 15.00 WITA.
Rasyid Abdul. 2017. https://business-law.binus.ac.id/2017/02/28/pariwisata-halal-
di-thailand/. 11 April 2020, 12.05 WITA.
Sa'diyah Ilmatus. 2020. https://www.travelblog.id/masjid-jawa-yang-bersejarah-
di-thailand/. 14 April 2020, 08.52 WITA.
Santoso Audrey. 2019. https://news.detik.com/berita/d-4692382/masjid-wadi-al-
hussein-jejak-masuknya-islam-di-selatan-thailand. 13 April 2020, 14.30
WITA.
Sa'diyah Ilmatus. 2020. https://www.travelblog.id/masjid-tonson-bangkok-yang-
dikelilingi-kuburan/ 14 April 2020, 09.52 WITA.

12

Anda mungkin juga menyukai