Anda di halaman 1dari 16

perpustakaan.uns.ac.

id 9
digilib.uns.ac.id

BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Teori
1. Penerjemahan
Dalam bidang teori penerjemahan terdapat istilah translation dan
interpretation yng digunakan dalam konteks yang berbeda-beda meskipun kedua
istilah itu terfokus pada pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Pada umumnya, istilah translation mengacu pada pengalihan pesan tertulis dan
lisan. Namun, jika kedua istilah tersebut dibahas secara bersamaan, maka istilah
translation menunjuk pada pengalihan pesan tertulis dan istilah interpretation
mengacu hanya pada pengalihan pesan lisan. Perlu pula kita bedakan antara kata
penerjemahan dan terjemahan sebagai padanan dari translation. Kata
penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata
terjemahan artinya hasil dari suatu penerjemahan (Nababan, 2008).
Menurut Kamus Kebahasaan dan Kesusasteraan (2012:202),
penerjemahan adalah pengalihbahasaan suatu karya sastra dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran dengan memperhatikan pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang aslinya dan efek atau ujud yang ditimbulkannya.
Selanjutnya, definisi penerjemahan ini disimpulkan oleh Kridalaksana
(dalam Nababan, 2008:19) yang menyatakan bahwa penerjemahan sebagai
pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan
pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasaya. Definisi
ini menunjukkan bahwa yang menjadi fokus utama dalam penerjemahan adalah
tersampaikannya pesan secara akurat dari Bsu ke dalam Bsa, dengan sebisa
mungkin menjaga gaya bahasa dan bentuk pesan yang dialihkan.

2. Proses Penerjemahan
Proses berarti rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang
menghasilkan sesuatu (Kamus Kebahasaan dan Kesusasteraan, 2012: 217).
Demikian halnya, proses yang terjadi dalam otak penerjemah, karena proses
penerjemahan merupakan rangkaian tindakan dimana seorang penerjemah
commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuannya untuk mengalihkan


pesan dari BSu ke dalam BSa.
Nida dan Taber (1974) mengatakan bahwa “Translating must aim
primarily at “reproducing the message.” But to reproduce the message one must
make a good many grammatical and lexical adjustments. Artinya, dalam sebuah
proses penerjemahan, yang dihadapi oleh seorang penterjemah adalah teks atau
wacana yang dipengaruhi oleh gaya bahasa penulis/ pengarang, penggunaan
gramatikal dan leksikal yang tergantung pada topik dan situasi, unsur-unsur isi
teks, serta harapan pembaca.
Sehingga, pokok tujuan dari kegiatan penerjemahan adalah mengalihkan
suatu teks sumber ke dalam teks bahasa sasaran. Untuk sampai pada tujuan itu,
penerjemah memerlukan cara atau jalan untuk mencapainya, dalam hal ini dengan
menggunakan teknik, metode, prosedur, atau strategi. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Nababan (2008:24) bahwa pengalihan amanat dan
pengungkapannya dalam bahasa sasaran dengan mempertimbangkan gaya bahasa
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap proses penerjemahan. Proses
penerjemahan perlu dipahami oleh para calon penerjemah agar mereka dapat
menentukan langkah-langkah penting dalam melakukan tugasnya. Sehingga
kesalahan dalam satu tahap akan mempengaruhi tahap lainnya.
Selanjutnya, Nida dan Taber (1974:33) membagi proses penerjemahan
dalam tiga tahap, yaitu analisis teks Bsu (analysis), pengalihan pesan (transfer)
dan restrukturisasi (recstructuring). Ketiga tahap ini dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar. 2.1 Diagram Proses Penerjemahan
Nida dan Taber
A (Source) B (Receptor)

(Analysis) (Restructuring)

X commit to user
(Transfer) Y
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Seperti halnya Nida dan Taber, Suryawinata dalam Nababan (2008:25-


28) membagi proses penerjemahan menjadi tiga bagian, analisis teks Bsa,
pengalihan pesan dan restrukturisasi, yang akan dijelaskan seperti di bawah ini:
a. Analisis teks bahasa sumber (Bsu)
Setiap kegiatan menerjemahka dimulai dengan menganalisa teks Bsu
yang diwujudkan melalui kegiatan membaca. Hal ini dimaksudkan agar
penerjemah memahami isi teks. Pemahanman isi teks ini mengharuskan
seseorang memahami unsur linguistik yang mengacu pada kebahasaan dan
ekstralinguistik yang mengacu pada sosio budaya teks bahasa sumber

b. Pengalihan pesan
Setelah memahami makna dan struktur bahasa sumber, maka penerjemah
dapat memahami pesan yang terkandung didalamnya. Langkah selanjutnya
ialah mengalihkan isi, makna, pesan yang terkandung sumber ke dalam bahasa
sasaran. Dalam tahap pengalihan ini, penerjemah dituntut untuk menemukan
padanan kata bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Proses ini merupakan
proses batin yang berlangsung dalam pikiran penerjemah yang akan
dituangkan ke dalam bahasa sasaran baik secara tertulis maupun lisan.

c. Rekstrukturisasi.
Setelah diungkapkan secara tertulis maupun lisan, maka tahap
selanjutnya adaklah penyelarasan atau rekstrukturisasi. Proses ini merupakan
pengubahan proses pengalihan menjadi bentik stilistik yang cocok dengan
bahasa sasaran, pembaca atau pendengar. Dengan demikian, pada tahap ini
seorang penerjemah perlu memperhatikan ragam bahasa untuk menentukan
gaya bahasa yang sesuai dengan jenis teks yang diterjemahkan dan untuk siapa
terjemahan tersebut ditujukan. Setelah tahap ini selesai dilakukan, maka
sebuah terjemahan telah dihasilkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

3. Teknik Penerjemahan
Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan
dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Oleh
sebab itu, teknik penerjemahan dapat disebut sebagai realisasi dari proses
pengambilan keputusan, yang hasilnya dapat diidentifikasikan pada karya
terjemahan.
Molina dan Albir (2002: 509) mendefenisikan teknik sebagai prosedur
untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan
berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual. Menurut Molina
dan Albir teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik:
1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.
2. Teknik diklasifikasikan dengan membandingkan Bsu dan Bsa.
3. Teknik penerjemahan berada pada tataran mikro teks.
4. Teknik penerjemahan bersifat diskursif dan kontekstual.
5. Teknik penerjemahan bersifat fungsional.

Selanjutnya, Molina dan Albir (2002: 509-511) mengemukakan teknik-


teknik penerjemahan yang telah melalui penelitian kompleks dengan mengacu dan
membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar
penerjemahan sebelumnya. Berikut teknik-teknik penerjemahan tersebut:

a. Adaptasi (adaptation) adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah


menggantikan unsur budaya bahasa sumber dengan unsur budaya yang
mempunyai sifat yang sama dalam bahasa sasaran, dan unsur budaya tersebut
akrab bagi pembaca sasaran. Contoh dari adaptasi adalah Summer menjadi
musim kemarau.

b. Amplifikasi (amplification) adalah teknik penerjemahan yang


mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam
bahasa sumber .
.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

c. Peminjaman (borrowing) adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah


meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Peminjaman itu bisa
bersifat murni (pure borrowing) dan bias bersifat peminjaman alamiah atau
yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing). Contoh dari pure
borrowing adalah harddisk yang diterjemahkan menjadi harddisk, sedangkan
contoh dari naturalized borrowing adalah music yang diterjemahkan menjadi
musik.

d. Kalke (Calque) adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah


menerjemahkan frasa atau kata bahasa sumber secara literal. Contoh:
assistant manager diterjemahkan menjadi asisten manajer.

e. Kompensasi (compensation) adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah


memperkenalkan unsur-unsur informasi atau pengaruh stilistik teks bahasa
sumber di tempat lain dalam teks bahasa sasaran. Contoh: A pair of scissors
menjadi ‗sebuah gunting‘.

f. Deskripsi (description) merupakan teknik penerjemahan yang diterapkan


dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk
dan fungsinya. Contoh: kata dalam bahasa Italia vol-au-vent diterjemahkan
menjadi kue mangkuk pai ringan berisi ayam, daging dan sayuran.

g. Kreasi diskursif (discursive creation). Teknik ini dimaksudkan untuk


menampilkan kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar dari
konteks. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau
judul film. Sebagai contoh: Stealing Home diterjemahkan menjadi „Hati Yang
Terenggut‟

h. Kesapadan Lazim (established equivalent) adalah teknik untuk


menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus
atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.
commit
Contoh: dear sir/mam menjadi to user
yth. bpk/ibu.
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

i. Generalisasi (generalization). Realisasi dari teknik ini adalah dengan


menggunakan istilah yang lebih umum atau lebih netral. Kata penthouse,
misalnya, diterjemahkan menjadi tempat tinggal, dan becak diterjemahkan
menjadi vehicle (subordinat ke superordinat)

j. Amplifikasi linguistik (linguistic amplification). Perwujudan dari teknik ini


adalah dengan menambah unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran.
Teknik ini lazim diterapkan dalam pengalihbahasaan secara konsekutif atau
dalam sulih suara (dubbing). Sebagai contoh: You told me menjadi kamu
sendiri yang mengatakannya padaku

k. Kompresi linguistik (linguistic compression) merupakan teknik


penerjemahan yang dapat diterapkan penerjemah dalam pengalihbahasaan
simultan atau dalam penerjemahan teks film, dengan cara mensintesa unsur-
unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran. Contoh: Are you hungry? Menjadi
‗laper?‘

l. Penerjemahan harfiah (literal translation) merupakan teknik penerjemahan


dimana penerjemah menerjemahkan ungkapan kata demi kata. Misalnya,
kalimat I will ring you diterjemahkan menjadi Saya akan menelpon Anda.
Pada dasarnya teknik ini sama dengan penerjemahan harfiah (literal
translation).

m. Modulasi (modulation) merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah


mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya
dengan teks sumber. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal
atau struktural. Misalnya you are going to have a baby, diterjemahkan
menjadi Anda akan menjadi seorang bapak. Contoh lainnya adalah Nobody
doesn‟t like it yang diterjemahkan menjadi Semua orang menyukainya.

n. Partikularisasi (particularization). Realisasi dari teknik ini adalah dengan


menggunakan istilah yangcommit
lebih tokonkrit
user atau presisi. Contoh: air
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

transportation diterjemahkan menjadi helikopter (superordinat ke


subordinat). Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. Contoh:
she likes to collect jewelry menjadi ‗dia suka mengoleksi kalung emas.‘

o. Reduksi (reduction). Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi.


Informasi teks bahasa sumber dipadatkan dalam bahasa sasaran. Contoh: the
month of fasting diterjemahkan menjadi Ramadan. Teknik ini mirip dengan
teknik penghilangan (ommission atau deletion atau subtraction) atau
implisitasi. Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa
sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran. Sebagai contoh: he got
a car accident menjadi ‗dia mengalami kecelakaan‘.

p. Substitusi (substitution) merujuk pada pengubahan unsur-unsur linguistik


dan paralinguistik (intonasi atau isyarat). Contoh: Bahasa isyarat dalam
bahasa Indonesia, yaitu dengan menggelengkan kepala diterjemahkan
menjadi Tidak.

q. Transposisi (transposition),
Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori
gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan
unit. Seperti kata menjadi frasa. Contoh: adept diterjemahkan menjadi sangat
terampil.

r. Variasi (variation).
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik yang
berdampak pada variasi linguistik. Misalnya perubahan intonasi, gaya, dialek
geografis dan dialek social. Sebagai contoh: By the way menjadi ‗ngomong-
ngomong‘.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

4. Metode Penerjemahan
Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, setiap pakar penerjemahan
mengelompokkan penerjemahan-penerjemahan di bawah ini ke dalam jenis,
metode atau teknik. Peneliti, dalam hal ini, mengusung pendapat Newmark
(1988:45-47) dalam pengelompokan metode penerjemahan. Berdasarkan Kamus
Kebahasaan dan Kesusasteraan (2012:165) istilah metode diartikan sebagai cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Berkaitan dengan batasan istilah metode penerjemahan (Translation
Method), Molina dan Albir (2002:507) menyatakan bahwa:
”Translation method refers to the way of a particular translation
process that is carried out in terms of the translator‟s objective, i‟e., a
global option that affects the whole texts”.

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan


lebih cenderung pada sebuah cara yang digunakan oleh penerjemah dalam proses
penerjemahan sesuai dengan tujuannya, misalnya sebuah opsi global penerjemah
yang mempengaruhi keseluruhan teks. Jadi metode penerjemahan sangat
mempengaruhi hasil terjemahan. Artinya hasil terjemahan teks sangat ditentukan
oleh metode penerjemahan yang dianut oleh penerjemah karena maksud, tujuan
dan kehendak penerjemah akan berpengaruh terhadap hasil terjemahan teks secara
keseluruhan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Newmark (1988:81) yang
menyatakan:
“while translation methods relate to whole texts, translation
procedures are used for sentences and the smaller units of language.”

Selanjutnya Newmark (1988:45) telah mengelompokkan metode-metode


penerjemahan ke dalam dua kelompok besar. Empat metode pertama lebih
ditekankan pada Bsu, yaitu Penerjemahan kata demi kata (Word-for-word
translation), Penerjemahan Harfiah (Literal translation), Penerjemahan Setia
(Faithful translation.) dan Penerjemaha Semantis (Semantic translation,. Empat
metode kedua lebih ditekankan pada Bsa, yaitu Adaptasi (Adaptation),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Penerjemahan bebas (Free translation), Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic


translation), dan Penerjemahan Komunikatif (Communicative translation).
Delapan metode yang telah dibagi dalam dua kelompok besar di atas
digambarkan oleh Newmark (1988:45) dalam diagram V sebagai berikut:

Gambar. 2.2. Diagram V Newmark


Berorientasi Pada BSu Berorientasi Pada BSa

Penerjemahan kata demi kata Adaptasi


Penerjemahan Harfiah Penerjemahan Bebas
Penerjemahan Setia Penerjemahan Idiomatik
Penerjemahan Semantis Penerjemahan Komunikatif

Berikut, penjelasan terperinci kedua orientasi metode tersebut di atas:


a. penjelasan diagram metode yang berorientasi pada BSu:
1) Penerjemahan Kata-demi-kata (Word-for-word Translation);
Metode penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata, sehingga
susunan kata sangat dipertahankan. Istilah-istilah budaya dalam BSu pun
diterjemahkan secara harfiah (literal). Metode ini dapat diterapkan dengan
baik apabila struktur BSu sama dengan struktur BSa, atau teks BSu yang
hanya berisi kata-kata tunggal--tidak dikonstruksi menjadi frasa, klausa
maupun kalimat--sehingga tidak saling bertautan makna. Metode ini juga bisa
dipakai ketika menghadapi suatu ungkapan yang sulit, yaitu dengan
melakukan penerjemahan awal (pre-translation) kata demi kata, kemudian
direkonstruksi menjadi sebuah terjemahan ungkapan yang sesuai.
Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata
Bsu dalam Bsa. Susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan
susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan satu-satu
berdasarkan makna umum atau di luar konteks, sedangkan kata-kata yang
berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah. Umumnya metode ini
digunakan pada tahapan prapenerjemahan pada saat penerjemah
menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme Bsu. Jadi
metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan.
commit to user
Biasanya metode ini digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, namun
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

tidak lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum (Newmark, 1988:45-


46; Nababan, 2008:30).

2) Penerjemahan Harfiah (literal Translation);


Penerjemahan harfiah (literal translation) atau disebut juga
penerjemahan lurus (linear translation) berada di antara penerjemahan kata-
demi-kata dan penerjemahan bebas (free translation). Dalam proses
penerjemahannya, penerjamah mencari konstruksi gramatikal Bsu yang
sepadan atau dekat dengan Bsa. Metode ini juga dapat dipakai sebagai langkah
awal dalam melakukan suatu penerjemahan. Penerjemahan ini mula-mula
dilakukan seperti penerjemahan kata-demi-kata, tetapi penerjemah kemudian
menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai dengan gramatikal Bsa (Newmark,
1988:46; Nababan, 2008:33)

3) Penerjemahan Setia (Faithful Translation);


Penerjemahan dengan metode ini mencoba membentuk makna
kontekstual tetapi masih tetap terikat pada struktur gramatika pada BSu.
Penerjemahan ini berusaha sesetia mungkin terhadap BSu. Hal ini
menimbulkan adanya ketidaksesuaian terhadap kaidah BSa, terutama
penerjemahan istilah budaya, sehingga hasil terjemahan seringkali terasa kaku
(Newmark, 1988:46)

4) Penerjemahan Semantis (Semantic Translation)


Penerjemahan semantis (semantic translation) lebih luwes daripada
penerjemahan setia. Istilah budaya yang diterjemahkan jadi lebih mudah
dipahami pembaca. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi
dengan kaidah Bsa atau lebih terikat dengan Bsu, sedangkan penerjemahan
semantis lebih fleksibel dengan Bsa. Berbeda dengan penerjemahan setia,
penerjemahan semantis harus mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu
dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran
(Newmark, 1988:46).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

b. penjelasan diagram metode yang berorientasi pada BSa:


1) Adaptasi (adaptation)
Adaptasi (adaptation) oleh Newmark (1988:46) disebut dengan
metode penerjemahan yang paling bebas (the freest form of translation) dan
paling dekat dengan Bsa. Istilah ‖saduran‖ dapat diterima di sini, asalkan
penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam Tsu.
Memang penerjemahan adaptasi ini banyak digunakan untuk menerjemahkan
puisi dan drama. Di sini terjadi peralihan budaya Bsa ke Bsu dan teks asli
ditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam Tsa. Jika seorang penyair
menyadur atau mengadaptasi sebuah naskah drama untuk dimainkan, maka ia
harus tetap mempertahankan semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita
juga tetap dipertahankan, namun dialog Tsu sudah disadur dan disesuaikan
dengan budaya Bsa.

2) Penerjemahan Bebas (free translation)


Metode penerjemahan bebas lebih mengutamakan isi (content) BSu
daripada bentuk strukturnya.Kebebasan dalam metode ini masih sebatas bebas
mengungkapkan makna pada BSa, sehingga masih dibatasi maksud atau isi
BSu walaupun bentuk teks BSu sudah tidak dimunculkan kembali. Lebih
lanjut, pencarian padanan pun cenderung berada pada tataran teks, bukan kata,
frasa, klausa atau kalimat, sehingga akan tampak seperti memparafrasa Bsu
(Newmark, 1988:46;).

3) Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation)


Newmark (1988:47) mengatakan bahwa terjemahan idiomatik
(idiomatic translation) menggunakan bentuk alamiah dalam teks Bsa. Namun,
penerjemahan idiomatik cenderung mendistorsi nuansa makna saat
mereproduksi ‗pesan‘ dari Bsu karena menggunakan kolokial dan idiom
meskipun keduanya tidak ada di dalam Bsu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

4) Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation)


Menurut Newmark (1988:47), penerjemahan komunikatif
(communicative translation) berupaya untuk menerjemahkan makna
kontekstual dalam teks Bsu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar
dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.
Di samping itu Nababan (2008: 41) menjelaskan bahwa
penerjemahan komunikatif pada dasarnya menekankan pengalihan pesan.
Metode ini sangat memperhatikan pembaca atau pendengar Bsa yang tidak
mengharapkan adanya kesulitan-kesulitan dan ketidakjelasan dalam teks
terjemahan. Metode ini juga sangat memperhatikan keefektifan bahasa
terjemahan. Kalimat ‘Awas Anjing Galak‘ dapat diterjemahkan menjadi
Beware of the dog! daripada Beware of the vicious dog! Karena bagaimanapun
juga kalimat terjemahan ke-1 sudah mengisyaratkan bahwa anjing itu galak
(vicious). Berdasarkan pengamatan peneliti, setiap penerjemah memiliki gaya
masing-masing dalam menerjemahkan suatu karya. Gaya yang dia pakai akan
sangat berkaitan erat, misalnya, dengan metode penerjemahkaan yang dia
gunakan bergantung tujuan penerjemahan yang dia lakukan.

5. Penilaian Kualitas Terjemahan


Penilalaian kualitas terjemahan perlu dilakukan terhadap produk
terjemahan. Adapun penilaian kualitas terjemahan ini diukur melalui tiga aspek,
yaitu: keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Penilaian terhadap terjemahan
dilakukan agar setiap produk terjemahan mampu menghasilkan keakuratan,
keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi.
Hal ini senada dengan Nababan, Nuraeni dan Sumardiono (2012: 44)
mengatakan bahwa terjemahan yang berkualitas harus memenuhi tiga aspek, yaitu
aspek keakuratan, aspek keberterimaan, dan aspek keterbacaan. Tentu saja yang
paling baik ialah hasil terjemahan dengan tingkat keakuratan, keberterimaan dan
keterbacaan yang tinggi. Namun, dengan berbagai macam pertimbanagan dalam
praktiknya terkadang sulit untuk menghasilkan terjemahan yang sempurna.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

a. Keakuratan
Keakuratan berkaitan dengan kesepadanan makna antara Bsu dan Bsa.
Kesepadanan makna yang dimaksud bukanlah sekedar bentuknya, tetapi pesan, ide
gagasan pada Bsu tersampaikan pada Bsa. Pesan yang diterjemahkan harus
tersampaikan secara akurat, sama makna. Keakuratan menjadi prinsip dasar
penerjemahan, sehingga harus menjadi fokus utama penerjemah.

b. Keberterimaan
Keberterimaan ialah derajat kewajaran suatu teks terjemahan terhadap
norma, kaidah, budaya Bsa. Terjemahan dengan tikat keberterimaan yang tinggi
akan menghasilkan terjemahan yang alamiah,luwes dan tidak kaku.

c. Keterbacaan
Keterbacaan ialah derajat mudah tidaknya suatu teks terjemahan dapat
dipahami. Teks terjemahan dikatakan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi
apabila teks tersebut mudah dipahami serta dimengerti oleh pembaca teks sasaran.
Sehingga, peran pembaca sangat diperlukan dalam penentuan tingkat keterbacaan.
Ketiganya – keakuratan, keberterimaan, keterbacaan – memiliki peranan
penting dalam menentukan kualitas terjemahan. Keakuratan memiliki bobot
tertinggi dilanjutkan keberterimaan dan keterbacaan. Hal ini bertujuanagar
kualitashasil terjemahan mendahulukan keakuratan. Artinya, apabila harus ada
sedikit pengorbanan dari salah satu aspek, maka keakuratan harus tetap menjadi
tujuan utama suatu penerjemahan.

6. Penjelasan Istilah Khusus dalam Harry Potter and The Deathly Hallows
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu. Istilah ini dapat berupa sebutan, nama atupun ungkapan khusus
lainnya (Kamus Kebahasaan dan Kesusasteraan, 2012: 104). Sementara, istilah
khusus adalah kata yang pemakaiannya dan maknanya terbatas pada suatu bidang
tertentu (arti). (kamusbesar.com). Maka,istilah khusus yang dimaksudkan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

penelitian ini merupakan istilah atau ungkapan khusus yang digunakan oleh J.K
Rowling dalam novel Harry Potter and The Deathly Hallows.
Dalam novel HPDH ini terdapat beberapa istilah khusus yang ditemukan,
yaitu mantra, nama-nama benda, bangunan, hewan dan tumbuhan. Istilah-istilah
khusus yang ditemukan ini hanya terdapat novel HPDH karangan J.K Rowling.
Selanjutnya, penjelasan istilah khusus yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan penjelasan pengarang, J.K Rowling dalam menjelaskan setiap arti
ataupun efek dari istilah khusus yang digunakan dalam novel HPDH.

7. Sekilas Tentang Novel Harry Potter and The Deathly Hallows


Harry Potter and The Deathly Hallows menceritakan Harry Potter yang
memasuki umur 17 tahun di mana ia mencapai umur kedewasaan secara dunia
sihir. Sebelum berumur 17 tahun, Harry masih terlindung dari Voldemort selama
ia tinggal di rumah keluarga Dursley yang memiliki pertalian darah dengannya.
Dengan memasuki umur kedewasaannya, mantera itu akan terangkat dengan
sendirinya dan mengharuskan Harry untuk melindungi dirinya sendiri.
Sesaat sebelum mantera perlindungan Harry berakhir, keluarga Dursley
diamankan ke tempat yang dirahasiakan, dan beberapa anggota Orde Phoenix tiba
untuk mengawal Harry ke tempat yang aman. Enam orang menyamar sebagai
Harry, tapi Harry yang asli ketahuan dalam perjalanan dan diserang oleh
Voldemort dan para Pelahap Mautnya. Harry berhasil melarikan diri ke rumah
keluarga Weasley, the Burrow, tapi Hedwig dan Mad-Eye Moody terbunuh dalam
pertempuran.
Dari sinilah, Harry dan kedua sahabatnya terus melakukan pelarian dan
pencarian ketujuh Horcrux yang berujung pada pertempuran Hogwarts melibatkan
Orde Phoenix, Laskar Dombledore, para pelajar, dan banyak alumni Hogwarts
bertempur melawan Voldemort dan Death Eaters yang menyerang menyerang
Hogwarts. Pertempuran ini memakan banyak korban, di antaranya adalah Fred
Weasley, Remus Lupin, Nymphadora Tonks Lupin, dan Colin Creevey. Di
penghujung cerita Haryy menyerahkan dirinya pada Voldemort untuk dibunuh,
Bagi pembaca setia, kisah “Harry Potter and The Deathly Hallows” ini
memang tidak dapat dilewatkancommit
begitutosaja
userbahkan untuk satu halamanpun.
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Petualangan yang menakjubkan dan fantastis yang mereka alami, dari suka duka,
pertengkaran karena letihnya dalam pelarian yang terus di buru oleh para Pelahap
Maut yang merupakan kaki tangan Voldemort, serta misteri-misteri lain yang
belum terpecahkan, tentang siapa yang memasukkan namnya dalam piala Api,
tentang siapa yang mengganti piala Api menjadi sebuah portkey. Misteri
mengenai apa rahasia di balik Tongkat Sihir Elder, Kematian Ariana, dan kisah
misterius Albus Dombledore yang berliku serta kisah relikui kematian antara
Harry Potter dan musuh besarnya Lord Voldemort.
Sehingga tidak mengherankan apabila novel ini begitu dinanti-nantikan di
kalangan pencintanya yang bahkan sejak sebelum hari penerbitan sudah banyak
memesan jauh-jauh hari karena takut ketinggalan seri terakhir novel best seller ini.
Novel ini cocok bagi anak-anak, remaja maupun dewasa, semua kalangan yang
memiliki hobi membaca dan ketertarikan pada sebuah penjelasan yang benar-
benar fantastis dan mengagumkan.

B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir ini diawali peneliti dengan mengidentifikasi penjelasan istilah
khusus yang digunakan J.K Rowling, pengarang novel “Harry Potter and The Deathly
Hallows”. Kemudian, menemukan terjemahannya dalam versi terjemahan buku dan
terjemahan internet. Selanjutnya, peneliti mengidentifikasi teknik penejemahan yang
digunakan kedua penerjemah dalam menerjemahkan teks BSU ke dalam BSa.
Setelah itu, peneliti menganalisa dan mengklasifikasi teknik dan metode
penerjemahan tersebut serta pengaruhnya terhadap kualitas terjemahan. Kualitas
terjemahan diukur dari segi keakuratan dana keterbacaan teks dalam bahasa sasaran.
Parameter penilaian kualitas terjemahan dalam penelitian ini menggunakan instrumen
penilaian Nababan, Nuraeni, dan Sumardiono (2012).
Adapun penilaian tingkat keakuratan dan keberterimaan diperoleh dari pembaca
ahli, dalam hal ini para rater yang akan membandingkan dua hasil terjemahan versi
buku dan versi internet dari novel “.” Sementara itu, tingkat keterbacaan diperoleh dari
pembaca target., dalam hal ini tingkat kemudahan untuk memahami dua versi
terjemahan novel ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Selanjutnya, peneliti akan mengkaji dampak penggunaan teknik dan metode


penerjemahan yang digunakan terhadap kualitas dua versi terjemahan ini. Kerangka
pikir peniliti dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Gambar. 2.3 Kerangka Pikir

Teks BSu „Harry Potter and The


Deathly Hallows‟
(Penjelasan Istilah Khusus)

Teks BSaB Teks BSaI


Harry Potter dan Relikui Harry Potter dan Relikui
Kematian Kematian

Penjelasan Penjelasan
Istilah Khusus Istilah Khusus

Teknik
Penerjemahan

Metode Penerjemahan
(Orientasi Bsu dan
Bsa)

Kualitas
Terjemahan
Pembaca (Keakuratan, Pembaca
Ahli Keterbacaan, Target
Keberterimaan)

commit to user

Anda mungkin juga menyukai