BAB II
A. Kajian Teori.
1. Penerjemahan
dan nuansa budaya dari penulis maksud dari teks aslinya aslinya. Tujuan
ragam bahasa terjemahan sesuai dengan jenis teks yang sedang digunakan.
pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran melalui tiga
15
16
dari pesan Bsu ke dalam bahasa penerima, pertama pada tingkat makna dan
kedua pada tingkat gaya. Tampaknya pendapat ini mirip dengan pendapat
perubahan yang cukup ketat terhadap bentuk teks demi menjaga pesan agar
tetap ekuivalen atau sepadan. Perubahan bentuk tersebut hanya terbatas pada
kesepadanan bentuk, dalam hal ini gaya kedua teks. Sebagai contoh, sebuah
dalam bentuk atau gaya sebuah teks juga harus verbal. Jika sebuah klausa
sebaga token di Bsa. Hal ini bila dilihat dari segi leksikogramatikalnya.
Contoh lain, sebuah teks pidato yang bersifat persuasif di Bsu, maka di Bsa
bahasanya.
oleh penerjemah (Nida dan Taber, 1982: 33; Nababan, 1999: 24; Machali,
2009: 9). Proses yang dimaksud adalah proses kognitif untuk mengalihkan
pesan atau amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dari awal
berikut:
18
A (source) B (receptor)
(analysis) (restructuring)
X (Transfer) Y
Gambar 2.1 Proses Penerjemahan menurut Nida dan Taber (1982: 33)
tiga proses atau tahap. Pertama adalah tahap analisis. Pada tahap ini
pesan teks BSu. Penguasaan dan pemahaman penerjemah atas struktur dan
sistem BSu (khususnya semantis dan sintaksis), konteks situasi dan budaya,
maksudnya adalah dengan mengganti unsur teks BSu ke dalam teks BSa
bahasa dengan materi tekstual yang sama dalam bahasa lain. Dalam hal ini
19
padanan menjadi faktor penting karena padanan itu sendiri memiliki gradasi
dalam bentuk bahasa yang sewajar mungkin. Dalam tahap ini penerjemah
Tampaknya dari penjelasan Nida & Taber (1982) di atas hampir sama
komunikatif, dan tujuan komunikatif itu ditetapkan oleh penulis teks bahasa
sumber, penerjemah sebagai mediator, dan klien atau pembaca teks bahasa
sasaran. Penetapan tujuan itu sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan
budaya serta ideologi penulis teks bahasa sumber, penerjemah, dan klien
(loyal) kepada pengarang teks asli serta menghasilkan terjemahan yang setia
Proses penerjemahan Nida dan Taber (1982) pada dasarnya sama dengan
berikut:
Translation
Source Language
Meaning
yang terdiri dari tahap analisis gramatikal, leksikal dan konsep budaya yang
terkandung dalam teks sumber, kemudian makna yang telah didapat tersebut
dalam proses re-express the meaning. Jika dilihat secara sekilas gambar
proses penerjemahan tersebut terdiri atas tahapan yang sama dengan proses
berorientasi pada hasil, dan berlangsung pada tataran mikro teks. Berikut
No Teknik Definisi
Penerjemahan
1 Adaptasi (adaptation) Mengganti unsur budaya Bsu dengan unsur
budaya Bsa
2 Amplifikasi(amplification) Menyertakan detail yang tidak tercantum
dalam Bsu, dalam bentuk informasi dan/ atau
parafrase eksplisit.
3 Peminjaman (borrowing) Mempertahankan istilah dalam Bsu. Teknik
peminjaman dapat berupa peminjaman murni
ataupun peminjaman dengan penyesuaian
(naturalisasi).
4 Kalke (calque) Teknik ini merupakan bentuk penerjemahan
literal sebuah kata atau frasa asing. Kalke
dapat bersifat leksikal maupun structural atau
gramatikal.
5 Kompensasi Konsep ini hampir sama dengan konsep
(compensation) amplifikasi, yaitu menambahkan unsur
informasi ke dalam teks Bsa karena unsur
22
Dan berikut contoh dari penerapan teknik penerjemahan dari Molina dan
Albir (2002):
No Teknik Contoh
Penerjemahan Bsu Bsa
metode berasal dari kata method dalam bahasa Inggris. metode didefinisikan
dijumpai hambatan yang bersifat semantik dan sintaksis pada teks sasaran
(bentuk dan makna). Pada metode yang kedua, penerjemah berupaya efek
yang relatif sama dengan yang diharapkan penulis asli terhadap pembaca
pada versi bahasa sumber. Perbedaan dasar pada kedua metode di atas
terletak pada penekanannya saja. Dan di luar perbedaan ini keduanya saling
tujuan dalam sebuah teks Bsu sebagaimana tercermin pada fungsi teks,
tingkat pendidikan.
SL Emphasis TL Emphasis
tanpa merubah susunan kata atau yang lainnya. Menurut Nababan (2003),
jenis metode ini hanya bisa dilakukan jika kedua bahasa baik bahasa
Sebaliknya, kalau struktur kedua bahasa itu berbeda satu sama llain,
ditangkap.
dan tujuan teks bahasa sumber, sehingga hasil terjemahannya terasa kaku
namun penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap
Bsu: Ben is too well aware that he is naughty (kebetulan tanpa muatan
budaya)
Meskipun maknanya sangat dekat dengan Tsu namun hasil TSa terasa
sangat kaku dan tidak lazim dalam satu kalimat bahasa Indonesia. Kalimat
itu akan terasa lebih baik jika diperbaiki atau dipoles sesuai dengan kaidah
Teks bahasa sasaran menjadi “Ben sangat sadar bahwa ia nakal”. Dalam
penyerasian tersebut, penerjemahan itu sudah tidak setia lagi karena terjadi
pada tataran kata dengan tetap terikat pada budaya bahasa sumber. Metode
bahasa sumber. Selain melalui penekanan pada Bsu seperti yang dijelaskan
di atas, metode penerjemahan dapat pula ditekankan pada Bsa. Ini berarti
bahwa metode ini disebut juga dengan “saduran” (Machali, 2009: 80).
seperti tema, karakter, atapun alur. Biasanya metode ini dipakai dalam
penerjemahan drama atau puisi (Newmark, 1988: 46; Machali, 2009: 80).
“Machbeth” yang disadur penyair terkenal W.S. Rendra di tahun 1994 dan
Indonesia.
ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada teks bahasa sumber. Menurut
Sebagai contoh:
dalam frase thorns spines in old reef sediment. Bila kata tersebut
teknis latin), tetapi bila diterjemahkan untuk pembaca umum, kata tersebut
keyakinan tentang “betul atau salah”, “baik atau buruk”, yakni terjemahan
seperti apa yang terbaik bagi masyarakat pembaca Bsa atau terjemahan
seperti apa yang cocok dan disukai oleh masyarakat. (Hoed, 2006: 83).
budaya atau istilah asing berarti lebih cenderung ke bahasa sumber atau
seorang penerjemah tidak mungkin secara total menganut salah satu dari
mana penerjemah berpihak, ke arah Bsu, atau ke arah Bsa. Dengan kata
lain, penerjemah akan secara sadar maupun tidak sadar menganut kedua
yang berbeda.
teks terjemahan.
makna dan informasi antara Bsu dengan Bsa (Larson 1998: 530; Nababan
bahasa sasaran atau belum baik pada tataran mikro maupun makro. Berikut
keberterimaan terjemahan.
1.6.3. Keterbacaan
pada derajat kemudahan sebuah tulisan dipahami maksudnya. hal ini terkait
kebahasaan teks (Richard, 1985 dalam Nababan, 2003: 63) dan faktor
pembaca itu sendiri (Chall, 1984 dalam Nababan, 2003: 63). Teks yang
kata sing atau daerah, kata-kata baru, kalimat yang tak lengkap, kalimat-
kalimat kompleks, dan alur pikiran yang tidak logis dapat mengurangi
2. Konsep Kesepadanan
(Catford, 1965; Nida & Taber, 1974; Newmark, 1988; Baker, 1992). Tujuan
(Newmark, 1988: 48). Lebih lanjut, Hoed (2003) mengatakan bahwa tidak
ada terjemahan yang benar atau salah secara mutlak. “benar-salah” dalam
penerjemahan juga tergantung pada “untuk siapa dan untuk tujuan apa
bahasa sumber. Kedua, kesepadanan pada gaya bahasa pada bahasa sumber.
dengan isi teks meliputi pesan/amanat, dan kohesi pada seluruh bentuk
word level. These levels of equivalence are closely related to the translation
jenis-jenis genre beserta fungsi sosialnya yang dikehendaki oleh penulis teks
field (medan), tenor (pelibat), dan sarana (mode) antar teks sumber dan teks
pendapat di atas dapat diperoleh suatu pengertian bahwa teks adalah bahasa
sosial dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural (Halliday &
Mathiessen, 2014). Dengan melihat kenyataan ini, teks dapat dilihat dari dua
sisi. Pertama teks dipandang sebagai suatu 'proses'; yaitu proses interaksi
bentuk produk teks dapat direkam dan dapat disimpan dan dikeluarkan
kultural direalisasikan dalam proses sosial verbal dan proses sosial non-
diskusi, seminar, dan lain sebagainya. Proses sosial verbal inilah yang
disebut dengan genre. Sedangkan proses sosial yang non verbal meliputi
yang menentukan fungsi sosial atau tujuan sosial dari suatu proses sosial
tertentu (goal oriented). Dan untuk mencapai tujuan sosial itu genre
Di dalam konsep ini, register tidak hanya terbatas pada variasi pilihan
kata atau diksi tetapi register dalam konsep ini termasuk pilihan tekstur
teksnya. Itulah mengapa para pakar linguistik menyebut register adalah gaya
bahasa (Fowler, 1977, 1986 dalam Santosa, 2009). Variasi pilihan bahasa
akan bergantung pada konteks situasi yang melibatkan tiga aspek: field
Field (medan) merujuk pada apa yang sedang terjadi, apa yang sedang
kejadian itu terjadi, dan sebagainya. Tenor (pelibat) merujuk pada siapa
yang berperan dalam kejadian sosial itu. Terakhir, mode (sarana) merujuk
pada bagian mana yang diperankan oleh bahasa dan melibatkan medium
lisan atau tulisan. Dan ketiga aspek itu bekerja scara simultan untuk
Hasan, 1985).
kesatuan bentuk dan makna teks ini terdiri dari struktur pembukaan
ketiganya bekerja untuk mencapai fungsi atau tujuan sosial teks yang
merupakan realisasi dari genre (Mann & Thompson, 1988; Stuart & Smith,
Pertama adalah sistem kohesi. Ada dua jenis kohesi yaitu kohesi leksikal
digunakan dalam suatu teks. Hubungan leksikal ini bisa bersifat taksonomis
bentuk dan makna sebagai hasil dari hubungan gramatikal baik di dalam
antara subjek dan finite-nya atau dengan kata kerjanya, deiktik dengan
dalam Santosa 2003). Kohesi klausa sering disebut gramatika atau tata
sendiri artinya adalah kata yang sedang digunakan di dalam teks, berbeda
mengungkapkan ide atau gagasan yang terdiri dari fungsi eksperiensial dan
(Halliday dan Hasan, 1989: 18-23; Butt dkk, 1995: 12; Matthiessen, 1995:
Ketiga sistme klausa dalam metafungsi ini bekerja secara simultan dalam
transitivitas.
3. Transitivitas
Seluruh proses yang ada di tiap metafungsi itulah yang menjadi kunci
betapa sangat pentingnya makna teks yang sepadan itu dibutuhkan. Proses
interpretasi ini menjadi sangat penting karena di sinilah segala jurus dan
bentuk analisis bermuara untuk bekerja secara simultan dan holistik. Seperti
yang dinyatakan Teich (1999) dan Halliday dan Matthiessen (2014) struktur
dan phonology (Morley, 2000; Halliday & Matthiessen, 2014). Dilihat dari
adalah konfigurasi sebuah sistem yang tidak bisa berdiri sendiri. Singkatnya,
bahasa adalah sebuah realitas baik itu realitas sosial dan realitas semiotika.
dari suatu sistem semotika. Satu per satu, rangkaian ini terdiri dari rangkaian
tambahan informasi.
3.2. Proses
maupun eksistensial. Setiap jenis proses ini secara alami menentukan jenis
maupun non fisik dalam suatu kejadian. Di dalam tataran simbol, proses
kelompok adverbial.
a. Proses Material
Proses material adalah suatu proses fisik murni tanpa unsur mental
maupun behavioral. Proses materi ini terdiri dari dua macam yaitu
Sementara itu, partisipan di dalam proses materi ini adalah aktor, goal,
b. Proses Mental
Oleh karena itu proses ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
oleh orang Indonesia dan Jawa lebih menggunakan hati, tetapi orang
hanya ada dua yaitu senser (yang berfikir, mengindera, atau merasa)
Inggris dalam present tense ini hanya bisa dengan simple present
knows him. Tidak pernah she is knowing him. Kedua, proses mental
He Convinces them
Fenomenon proses mental senser
c. Proses Verbal
seperti: say, ask, tell. Partisipan proses ini disebut sayer (yang
47
d. Proses Perilaku
Proses ini mempunyai dua jenis, yaitu proses perilaku verbal dan
antara proses materi dan mental. Secara fisik proses ini dapat
diketahui tidak hanya sekedar fisik tapi juga unsur mental di balik
e. Proses Relasional
linking verb atau copula seperti become, feel, go, run, dan sebagainya.
Ada dua jenis dari proses relasional ini yakni proses relasional atributif
kata atau frasa benda, keadaan atau sifat atau keberadaan suatu entitas
meliputi token (sesuatu yang diberi nilai) dan value (nilai dari sesuatu
itu). Verba yang merealisasikan proses ini antara lain: show, indicate,
49
Bisa menjadi:
f. Proses Eksistensial
memang nyata atau benar-benar ada. Ada beberapa kata kerja yang
is/are atau dengan verba exist. Partisipan dari proses ini hanya ada satu
3.4. Sirkumstan
berada di luar jangkauan proses. Oleh karena itu, sirkumstan berlaku dalam
mereka.
5 Penyerta - Dengan siapa? Mereka pergi dengan
(accompaniment) dia.
6 Peran (role) - Sebagai apa? Dia bermain drama
sebagai Rose.
7 Masalah (matter) - Tentang apa? Mereka
membicarakan
tentang bisnis
mereka.
8 Sudut pandang Menurutnya, kasus
(angle) ini bisa menjadi
berbahaya.
(Santosa, 2003: 92)
Langkameng, 2013; Muhammad dan Roviqur, 2015) yang dilihat dari fungsi
belum spesifik dalam membahas suatu metafungsi tertentu dan kajian sistem
sebagai bagian dari sistem transitivitas. Selain itu kajian mereka juga belum
metafungsi bahasa antara dua media online di Inggris dan Cina dalam
materi dalam membuat headline berita dibanding media online Cina (The
52
People’s Daily). Sebaliknya, proses verba pada media online Cina lebih
struktur teks berita. Tentunya hal ini berimbas pada ideologi yang dianut
juga membahas tentang variasi buku teks pelajaran dilihat dari transitivitas,
tema rema, konteks dan inferensinya. Dari aspek sirkumstannya, teks Bahasa
Penelitian di atas senada dengan penelitian Ayomi dan Candra (2016) yang
meneliti tentang dominasi genre dalam buku teks pelajaran Bahasa Inggris
kedua buku. Dilihat dari transitivitasnya teks buku mata pelajaran Bahasa
Indonesia lebih banyak prosesnya daripada teks buku mata pelajaran Bahasa
Inggris. Namun bila dilihat dari sirkumstannya, buku teks Bahasa Inggris
memiliki sirkumstan yang lebih bervariasi dan lebih spesifik daripada buku
teks Bahasa Indonesia. Akan lebih sempurna jika penelitian ini diulas juga
pendekatan ini masih belum fokus pada satu aspek yang rinci. Lebih lanjut,
53
mereka juga masih berkutat pada tataran bentuk dan belum mengaitkannya
penelitian dengan pendekatan LFS hanya mengkaji di tataran teks tulis namun
(2013) telah mencoba mengklasifikasikan variasi kata kerja baik itu yang
masih terbatas dari verba-verba tertentu yang dilihat dari bentuk ergatifnya.
Sedangkan Idrus, Nor, dan Ismail (2014) meneliti tipe proses yang sering
muncul dalam dua dialek dengan bahasa Malaysia dan Singapura dengan
discourse). Jenis proses (material, mental, verbal) yang muncul dari dokumen
proses mental.
ideologi dan genre sebuah teks baik lisan maupun tulisan (Darani, 2014;
Shahrokhi dan Lotfi, 2012). Darani (2014) meneliti transitivitas pada tataran
54
teks (teks sastra) berupa tuturan yang melihat bagaimana gaya bahasa
ideasional dengan melihat ciri khas penggunaan verba pada bahasa persuasif
untuk melihat genre dan ideologi dari sebuah cerita. Namun sama sekali
dalam tuturan bahasa Inggris orang Persia dan bahasa Inggris orang Amerika.
dengan berbagai topik dalam satu dekade terakhir. Penelitian mengenai teknik
penerjemahan dan masih dalam tataran bentuk namun belum sampai pada
55
yaitu teknik transposisi dan modulasi namun satu dari penelitian mereka
besar dalam penelitian ini untuk meneliti lebih jauh mengenai transitivitas
dan mengkaji tentang pidato politik. Tidak hanya dari perspektif jenis proses
saja namun juga mengenai sub-sub dari jenis proses tersebut untuk
mengetahui makna yang dikatakan oleh penutur. Selain itu, untuk mengetahui
kesepadanan makna dari bahasa sumber dan sasaran yang dilihat dari
konstituennya.
Lebih lanjut, ada beberapa pakar yang mengkaji LFS sebagai pendekatan
2013; To, Le dan Le, 2015). Santosa (2009) dan Manfredi (2013) membahas
tataran teks seperti kesepadanan struktur teks dan kesepadanan tekstur (kohesi
semiotika sosial. LSF juga mampu menjadi alat yang bersifat teoritis dalam
Hussein Obama dan Donald Trumph beserta kualitas terjemahannya. Hal ini
pada karya fiktif belaka dan masih terbatas untuk meneliti karya-karya ilmiah
dan teks lisan dalam hal ini teks pidato. Siapa yang menjadi petutur pidato
ikut memengaruhi bentuk bahasa di dalamnya (Bloor & Bloor, 2004: 12;
Dick, 2006).
Teknik penerjemahan
Kualitas terjemahan
Rater