Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PENGARUH SUHU TERHADAP RESPIRASI KECAMBAH

DISUSUN OLEH:

NAMA : Diki Hendra

NIM : D1A022042
KELAS :B

DOSEN PENGAMPU:

Ir. Neliyati, M.Si.


Prof. Dr. Ir. Mapegau, M.S.

ASISTEN DOSEN:

Amelya Yunianti Silalahi


Hotman Renaldo
Annisa Isni Khoiriah

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2024

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi berbagai
proses biokimia dalam tanaman, termasuk respirasi. Perubahan suhu dapat
mempengaruhi laju reaksi biokimia di dalam tanaman, di mana peningkatan suhu
cenderung meningkatkan kecepatan reaksi. Sebagai contoh, fotosintesis, proses vital
dalam produksi energi tanaman, akan meningkatkan aktivitasnya seiring dengan
kenaikan suhu hingga mencapai suhu optimal, sekitar 30°C, namun kemudian akan
menurun saat suhu terlalu tinggi.
Ketika suhu meningkat dan aktivitas biosintesis menurun, seringkali terjadi
peningkatan respirasi sebagai respons. Respirasi merupakan proses metabolik yang
vital bagi tanaman, di mana molekul organik diuraikan untuk menghasilkan energi.
Oleh karena itu, hasil fotosintesis dapat menjadi substrat bagi respirasi tanaman.
Pada dasarnya, tanaman merupakan organisme yang sangat responsif terhadap
perubahan lingkungan, dan salah satu parameter lingkungan yang paling signifikan
adalah suhu. Perubahan suhu yang beragam dapat mempengaruhi berbagai proses
fisiologis dalam tanaman, termasuk respirasi, yang merupakan proses vital dalam
siklus kehidupan tanaman. Respirasi merupakan proses metabolik yang melibatkan
penguraian senyawa organik kompleks menjadi energi yang dapat digunakan oleh
tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk pertumbuhan, reproduksi,
dan respons terhadap stres lingkungan..
Pada tahap awal pertumbuhan tanaman, seperti pada kecambah, sensitivitas
terhadap perubahan suhu menjadi krusial karena pada tahap ini tanaman belum
memiliki sistem akar dan daun yang terbentuk dengan baik untuk mengatur suhu
internalnya sendiri. Oleh karena itu, kecambah seringkali sangat bergantung pada
suhu lingkungan untuk mengatur laju respirasinya.

1.2. Tujuan
Untuk mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Respirasi Kecambah
Pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah merupakan fenomena yang dapat
memengaruhi aktivitas metabolik dan pertumbuhan tanaman pada tahap awal
kehidupannya. Suhu mempengaruhi respirasi kecambah secara langsung melalui
perubahan laju reaksi biokimia di dalam sel tanaman. Berikut adalah beberapa
dampak utama dari perubahan suhu terhadap respirasi kecambah:
1. Penyempitan jendela optimal: Setiap spesies tanaman memiliki rentang
suhu optimal di mana respirasi berlangsung dengan efisiensi tertinggi. Di luar
rentang ini, laju respirasi dapat berkurang karena terlalu dingin atau terlalu
panas. Pada suhu yang rendah, aktivitas enzim respirasi dapat melambat,
sedangkan pada suhu yang tinggi, aktivitas enzim dapat terdenaturasi,
mengurangi kemampuan tanaman untuk menggunakan energi secara efisien.
2. Penyesuaian metabolisme: Tanaman dapat menyesuaikan metabolisme
mereka dengan perubahan suhu. Pada suhu rendah, tanaman dapat mengalami
peningkatan respirasi untuk memproduksi energi tambahan yang diperlukan
untuk mempertahankan suhu tubuh optimal. Sebaliknya, pada suhu yang
tinggi, tanaman dapat mengalami peningkatan respirasi sebagai respons
terhadap stres panas, meskipun hal ini dapat mengurangi efisiensi penggunaan
energi.
3. Interaksi dengan fotosintesis: Suhu juga dapat mempengaruhi interaksi
antara respirasi dan fotosintesis. Pada suhu rendah, fotosintesis mungkin tidak
berlangsung optimal, sementara respirasi tetap aktif, yang dapat menyebabkan
penurunan keseluruhan ketersediaan energi bagi tanaman. Di sisi lain, pada
suhu yang tinggi, peningkatan respirasi dapat mengurangi ketersediaan karbon
yang tersedia untuk fotosintesis, yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman.
4. Pengaruh pada pertumbuhan: Perubahan suhu dapat memengaruhi
pertumbuhan kecambah secara langsung melalui pengaruhnya terhadap
respirasi. Peningkatan laju respirasi pada suhu yang lebih tinggi dapat
menghasilkan lebih banyak energi yang tersedia untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, namun jika respirasi meningkat secara signifikan,
tanaman mungkin mengalami kekurangan energi untuk pertumbuhan.

2.2 Respirasi
Respirasi pada tanaman adalah proses metabolik yang melibatkan penguraian
senyawa organik kompleks, seperti glukosa, menjadi energi yang dapat
digunakan oleh sel tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Proses
ini mirip dengan respirasi yang terjadi pada hewan, tetapi terjadi di dalam
sel-sel tanaman, terutama di dalam mitokondria.
Secara umum, respirasi tanaman terdiri dari tiga tahapan utama:
1. Glikolisis: Tahap pertama respirasi di mana glukosa, sebuah molekul
karbohidrat, dipecah menjadi dua molekul piruvat. Glikolisis terjadi di
sitoplasma sel tanaman dan menghasilkan sedikit ATP serta NADH.
2. Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs): Setelah glikolisis, piruvat masuk ke dalam
mitokondria dan diubah menjadi asetil-KoA, yang kemudian terlibat dalam
siklus asam sitrat. Dalam siklus ini, asetil-KoA dioksidasi menjadi CO2 dan
energi yang tersimpan dalam bentuk NADH dan FADH2.
3. Rantai Transpor Elektron: NADH dan FADH2 yang dihasilkan selama
glikolisis dan siklus asam sitrat digunakan untuk menghasilkan energi melalui
rantai transpor elektron di dalam membran mitokondria. Proses ini
menghasilkan gradien elektrokimia yang digunakan untuk menghasilkan ATP
melalui fosforilasi oksidatif.
BAB III
METODOLOGI PRATIKUM

3.1 Waktu Dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 13 Maret 2024 pada pukul 13.30
–Selesai dan pada hari , 14 Maret 2024 pada pukul 13.30 – Selesai di laboratorium
Ekofisiologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan Dan Alat
Kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates), NaOH 0.5N, HCl 0,1N,
Phenolphtalin, BaCl, Botol ukuran 200 ML, Kain Kasa, Benang, Vaselin,
Erlenmeyer, Buret, Corong.
3.3 Prosedur Kerja
1. Pertama, semai terlebih dahulu kacang hijau dengan waktu penyemaian
dilakukan yaitu 2 hari sebelum pengamatan.

2. Setelah disemai, kecambah ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian


dibungkus dengan menggunakan kain kasa dan di ikat dengan menggunakan
benang.
3. Isi kedua botol tersebut dengan menggunakan larutan NaOH lalu masukkan
bungkusan kain kasa tersebut ke dalam lubang botol yang pertama secara
perlahan. Upayakan agar bungkusan kecambah tetap tergantung di lubang
botol dan tidak tenggelam di dalam larutan NaOH.
4. Beri label kedua botol tersebut yang dimana botol pertama adalah botol yang
terdapat kecambah dan botol yang kedua adalah botol tanpa kecambah
(control).
5. Simpanlah botol tersebut ke dalam oven dan suhu ruangan selama 24 jam.
6. Setelah 24 jam, ambillah 5 ml larutan NaOH dari masing-masing botol dan
masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 2,5 ml larutan BaCL2 dan
teteskan 2 phenolphtalin lalu shake hingga berwarna ungu-kemerahan.
7. Selanjutnya lakukanlah titrasi dengan menggunakan larutan HCL 0,1 N.
Titrasi dihentikan stelah warna ungu-kemerahan hilang dan berubah menjadi
warna bening. Ulangi titrasi sebanyak 3 kali dan ambil rata-ratanya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel I hasil suhu ruang

Volume HCL (ML)


Ulangan Gram CO2
Titrasi NaOH kecambah Titrasi NaOH control
1 50 ml 79 ml 31,9
2 53 ml 62ml 9,9
3 52,5 ml 78 ml 28,05

Tabel II hasil suhu oven

Volume HCL (ML)


Ulangan Gram CO2
Titrasi NaOH kecambah Titrasi NaOH control
1 82 ml 113 ml 34,1
2 79 ml 100 ml 23,1
3 68 ml 126 ml 63,8

4.2 Pembahasan
 Kelompok 1
Δ ml HCL = ml HCL blanko – ml HCL kecambah
= 79 – 50
= 29
Mol HCL = Δ ml HCL x konsentrasi HCL
= 29 x 0,05
= 1,45
1
Mol CO2= x mol HCL
2
1
= x 1,45
2
= 0,725
Gram CO2= mol CO2 x BM CO2
= 0,725 x 44
= 31,9
 Kelompok 2
Δ ml HCL = ml HCL blanko – ml HCL kecambah
= 62 – 53
=9
Mol HCL = Δ ml HCL x konsentrasi HCL
= 9 x 0,05
= 0,45
Mol CO2= 1/2 x mol HCL
= 1/2 x 0,45
= 0,225
Gram CO2= mol CO2 x BM CO2
= 0,225 x 44
= 9,9
 Kelompok 3
Δ ml HCL = ml HCL blanko – ml HCL kecambah
= 78 – 52,5
= 25,5
Mol HCL = Δ ml HCL x konsentrasi HCL
= 25,5 x 0,05
= 1,275
1
Mol CO2= x mol HCL
2
1
= x 1,275
2
= 0,6375
Gram CO2= mol CO2 x BM CO2
= 0,6375 x 44
= 28,05

 Kelompok 4
Δ ml HCL = ml HCL blanko – ml HCL kecambah
= 113 – 82
= 31
Mol HCL = Δ ml HCL x konsentrasi HCL
= 31 x 0,05
= 1,55
1
Mol CO2= x mol HCL
2
1
= x 1,55
2
= 0,775
Gram CO2= mol CO2 x BM CO2
= 0,775 x 44
= 34,1
 Kelompok 5
Δ ml HCL = ml HCL blanko – ml HCL kecambah
= 100 – 79
= 21
Mol HCL = Δ ml HCL x konsentrasi HCL
= 21 x 0,05
= 1,05
1
Mol CO2= x mol HCL
2
1
= x 1,05
2
= 0,525
Gram CO2= mol CO2 x BM CO2
= 0,0525 x 44
= 23,1

 Kelompok 6
Δ ml HCL = ml HCL blanko – ml HCL kecambah
= 126 – 68
= 58
Mol HCL = Δ ml HCL x konsentrasi HCL
= 58 x 0,05
= 2,9
1
Mol CO2= x mol HCL
2
1
= x 2,9
2
= 1,45
Gram CO2= mol CO2 x BM CO2
= 1,45 x 44
= 63,8
Dari hasil praktikum, terlihat bahwa kadar CO2 yang dihasilkan oleh
kecambah pada suhu ruang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
oven. Hal ini menunjukkan bahwa kecambah cenderung memiliki laju respirasi
yang lebih tinggi pada suhu ruang. Ada beberapa faktor yang mungkin
menyebabkan perbedaan ini:
1. Aktivitas Enzim: Suhu memengaruhi aktivitas enzim respirasi. Pada suhu
yang lebih rendah, aktivitas enzim cenderung berlangsung lebih lambat,
sehingga reaksi penguraian glukosa menjadi CO2 juga berlangsung lebih
lambat. Namun, CO2 yang dihasilkan tetap terkonsentrasi karena proses
respirasi masih berlangsung.
2. Denaturasi Enzim: Pada suhu yang lebih tinggi, meskipun aktivitas enzim
meningkat, namun jika suhu terlalu tinggi, enzim dapat mengalami denaturasi.
Hal ini dapat menghentikan proses respirasi secara keseluruhan. Dalam kasus
suhu oven, suhu yang lebih tinggi mungkin telah mendekati atau bahkan
melebihi batas optimal enzim respirasi, sehingga mengurangi laju respirasi.

Interpretasi Hasil:
1. Sensitivitas Terhadap Suhu: Hasil ini menunjukkan bahwa kecambah
tanaman kacang hijau sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan.
Perbedaan bahkan dalam rentang suhu yang relatif kecil dapat signifikan
memengaruhi laju respirasi.
2. Penyesuaian Metabolisme: Tanaman dapat menyesuaikan metabolisme
mereka dengan perubahan suhu. Pada suhu yang lebih rendah, tanaman
mungkin meningkatkan respirasi untuk menghasilkan energi tambahan yang
diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh optimal. Sebaliknya, pada suhu
yang lebih tinggi, tanaman dapat mengalami peningkatan respirasi sebagai
respons terhadap stres panas.
3. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pertumbuhan: Pengamatan terhadap
respirasi kecambah memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang
adaptasi tanaman terhadap perubahan suhu lingkungan pada tahap awal
kehidupannya. Pada praktikum ini, fokus pada kecambah mengungkapkan
betapa pentingnya pengaturan suhu lingkungan dalam pertumbuhan tanaman
yang sehat dan produktif.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari laporan praktikum mengenai pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah
tanaman kacang hijau (Phaseolus radiates), dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah sangat signifikan, dimana suhu
lingkungan memengaruhi laju respirasi kecambah secara langsung melalui
perubahan aktivitas enzim respirasi.
2. Hasil praktikum menunjukkan bahwa suhu ruangan cenderung menghasilkan
kadar CO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu oven. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas enzim respirasi yang lebih optimal pada suhu
ruangan.
3. Pada suhu yang lebih rendah, enzim bekerja kurang optimal sehingga reaksi
pengubahan glukosa menjadi CO2 berlangsung lebih lambat, tetapi CO2 yang
dihasilkan tetap terkonsentrasi.
4. Pada suhu yang lebih tinggi, aktivitas enzim meningkat, namun jika suhu
terlalu tinggi, enzim dapat mengalami denaturasi dan respirasi terhenti.
5. Pengamatan terhadap respirasi kecambah ini memberikan pemahaman yang
lebih dalam mengenai adaptasi tanaman terhadap perubahan suhu lingkungan
pada tahap awal kehidupannya.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil praktikum di atas, beberapa saran yang dapat diberikan
adalah : Melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi rentang suhu
optimal untuk respirasi kecambah tanaman kacang hijau secara lebih spesifik,
sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang respons
tanaman terhadap suhu lingkungan.
1. Menggunakan metode lain yang lebih sensitif dan akurat dalam pengukuran
laju respirasi, untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan reliabel.
2. Mengeksplorasi potensi aplikasi hasil penelitian ini dalam konteks pertanian,
untuk meningkatkan efisiensi produksi tanaman kacang hijau melalui
pengelolaan lingkungan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
Penerbit ITB.
Darmawan dan Baharsjah 1983. Pengantar Fisiologi.
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Grafindo Persada. Jakarta.
Amelia, Fenny. Indah, juwita sari. 2017. Pengaruh suhu insentitas cahaya terhadap
pertumbuhan jamur tiram di tanggerang. Jurnal Ilmiah Biologi.
Burhan, Walyati dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Universitas Andalas.
Padang.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai