Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................i
BAB I..................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang Penelitian.........................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................2
BAB II.................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Pengertian Thabaqat Ruwat.........................................................3
B. Macam-macam Thabaqat Ruwat.............................................4
C. Urgensi mempelajari Thabaqat al Ruwat...................................8
D. lmu Tarikh Ar-Ruwat......................................................................8
E. Kitab-Kitab Tarikh Ar-ruwat........................................................10
F. Shahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadits......................12
G. Nama-Nama 12 Thabaqat.......................................................13
BAB III...................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................18
A. Kesimpulan................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................19

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Hadits
menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Alquran.
Hadits berbeda dengan Alquran yang semua ayatnya diterima
secara mutawatir. Sedangkan, hadits dalam periwayatannya
sebagian dengan mutawatir dan sebagian yang lain secara ahad.
Oleh karena itu para ulama melakukan penelitian terhadap
keaslian hadits agar dapat dipertanggungjawabkan. Para ulama
telah banyak mengklasifikasikan cabang ilmu hadits berdasarkan
kategori tertentu. Salah satu cabang ilmu hadits yaitu Ilmu Rijal
Al-Hadits yaitu ilmu yang membahas hal ikhwal para rawi yang
didalamnya membahas tentang sejarah para rawi (tarikh) dan
para rawi berdasarkan tingkatan zamannya (thabaqat).
Dalam menentukan periwayatan sebuah hadits, apakah
hadits itu diriwayatkan dengan sanad yang shahih atau tidak,
tentunya sangat penting bagi kita mengenal latar belakang
seorang perawi hadits. Dalam ilmu hadits untuk mengetahui hal
tersebut, maka sepatutnya kita memahami apa itu ilmu Tarikh
dan ilmu Thabaqat. Dalam makalah ini saya akan coba
mengangkat pemahaman tentang apa itu ilmu tentang tingkatan
rawi atau Thabaqat ruwat yang masuk dalam pembahasan ilmu
hadits. Sehingga kita dapat mengambil hadits yang benar –
benar sahih. Karena sekarang ini banyak orang yang mengetahui
hadits tapi tidak tahu sejarah para rawi tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis
dapat merumuskan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Thabaqoh Ruwat ?
2. Bagaimana Pembagian Tabaqoh Para Perawi Hadits Sejak
Masa Sahabat?
3. Apa saja Faedah Mengetahui Thabaqoh?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Thabaqoh Ruwat.
2. Untuk mengetahui Pembagian Tabaqoh Para Perawi Hadits
Sejak Masa Sahabat.
3. Untuk mengetahui Faedah Mengetahui Thabaqoh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thabaqat Ruwat

Thabaqat menurut bahasa adalah suatu kaum yang


memiliki kesamaan dalam suatu sifat.1 Menurut istilah
muhadditsin adalah Thabaqat yaitu suatu kaum yang hidup
dalam satu masa dan memiliki keserupaan dalam umur dan
sanad, yakni pengambilan hadits dari para guru. 2
Mahmud thahan mengemukakan, bahwa thabaqat adalah
kaum yang berdekatan atau sebaya dalam usia dan dalam
isnad. Dalam pengertian ini, thabaqat identik dengan generasi
dari sisi kebersamaan dalam berguru. Kadang kala para
muhaditsin (ahli hadits) menganggap bahwa kebersamaan
dalam menimba ilmu hadits adalah cukup bisa dikatakan saatu
thabaqah, sebab pada
umumnya mereka memilki kebersamaan dalam umur. 3
Sedangkan kata ar-Ruwat jamak dari kata rawi, yaitu
yang menerima, memelihara dan menyampaikan kepada
orang lain
dengan menyebutkan sumber pemberiaannya.
Dengan demikian, thabaqat ar-Ruwat, adalah
pengelompokan orang yang menerima, memellihara dan
menyampaikan hadits dan hidup dalam satu generasi atau satu
masa dalam periwayatan atau isnad yang sama, atau sama
1 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Idonesia Moderen, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2006). hlm. 510.

2 Mahmud ath-Thahan, Taisir musthalahul Hadits, (Jakarta: Baerut; Dar al-Qur'an al-
Karim, 1979). Hlm. 299

3
3 Ibid. Hlm. 299

4
dalam periwayatan saja. Maksud berdekatan dalam isnad adalah
satu perguruan atau satu guru atau diartikan berdekatan dalam
berguru. Jadi para gurunya sebagian para periwayat juga dan
menjadi guru bagi sebagian perawi lain.
Kadangkala para muhadditsin menganggap bahwa
kebersamaan dalam menimba ilmu hadits adalah cukup bisa
dikatakan satu thabaqat. Sebab pada umumnya mereka memiliki
kesamaan dalam umur. Peneliti dan pengamat ilmu hadits sangat
dituntut untuk mengetahui tahun kelahiran dan kematian setiap
rawi, murid-muridya, dan guru-gurunya.
Kategorisasi bagi seorang rawi dalam suatu thabaqat bisa
berbeda-beda, bergantung pada segi penilaian dan hal-hal yang
mendasari kategorisasinya. Oleh karena itu, seringkali dua
orang rawi dianggap berada dalam satu thabaqah karena
memiliki kesamaan dalam satu segi, dan dianggap berada
dalam thabaqat yang berlainan karena tidak memiliki kesamaan
dalam
segi lainnya.
Anas b. Malik al-Anshari beserta sahabat junior lain akan
berada di bawah sekian thabaqat Abu Bakar dan sejumlah
sahabat senior, bila dilihat dari segi waktu mereka masuk
Islam. Namun, mereka dapat dianggap berada dalam satu
thabaqat bila dilihat dari kesamaan mereka sebagai sahabat
Nabi SAW. Dengan demikian, seluruh sahabat adalah thabaqat
rawi yang pertama, para tabi’in menempati thabaqat kedua,
para tabi’it tabi’in thabaqat ketiga, dan seterusnya.

Dasar penggolongan yang demikian ini sesuai dengan


sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik generasi ialah generasiku,
kemudian generasi orang-orang berikutnya dan lalu generasi
orang-orang yang mengikutinya lagi”. (HR. Bukhari).

5
Para ulama membuat ta’rif Ilmu Thabaqat, ialah “Suatu
ilmu pengetahuan yang dalam pokok pembahasannya diarahkan
kepada kelompok orang-orang yang berserikat dalam satu alat
pengikat yang sama”. Ilmu Thabaqat Ar Ruwah telah muncul
dan berkembang di tangan para ulama hadits sejak abad ke-2
H.

B. Macam-macam Thabaqat Ruwat


Ada empat thabaqat yang pokok bagi ruwat/rijalul (para
perawi) hadits, yaitu:

1. Thabaqat pertama: sahabat ash-shabah,


2. Thabaqat Kedua: At-Taabi’uun.
3. Thabaqat ketiga: At-Taabaut Taabi’in.
4. Thabaqat Keempat: tabaul Atba’.4

Tingkatan-tingkatan thabaqat yang ada dalam ilmu hadits


itu terbagi atas beberapa bagian diantaranya:

1. Thabaqat yang pertama para sahabat.


Ash-shabah merupakan jamak dari shahabi dan
shahabi secara bahasa diambil dari as-shuhbah, dan ini
digunakan atas setiap orang yang bersahbat dengan
selainnya baik sedikit maupun banyak.
Dan As-shahabi menurut para ahli hadits adalah
setiap muslim yang pernah melihat Rasulullah SAW.
Meskipun tidak lama persahabatannya dengan beliau dan
meskipun tidak meriwayatkan dari beliau sedikitpun.
Imam Bukhari berkata dalam shahihnya, “Barangsiapa
yang pernah menemani Nabi SAW atau melihatnya
diantara kaum muslimin, maka dia termasuk dari sahabat-
sahabat beliau”.

4 Mahmud ath-Thahan, Taisir musthalahul Hadits, (Jakarta: Baerut; Dar al-Qur'an


al- Karim, 1979). Hlm. 301

6
Ibnu as-shalah berkata, “Telah sampai kepada kami
dari Abul- mudlaffir As-Sam’ani Al- marwazi, bahwa sanya
dia berkata: “para ulama hadits menyebut istilah shahabat
kepada setiap orang yang telah meriwayatkan hadits atau
satu kata dari beliau SAW, dan mereka memperluas hingga
kepada orang yang pernah melihat beliau meskipun hanya
sekali, maka ia termasuk dari shahabat. Hal ini karena
kemuliaan kedudukan Nabi SAW, dan diberikanlah julukan
shahabat terhadap setiap orang yang pernah melihatnya”.
Dan dinisabatkan kepada Imam para tabi’in sa’id
bin
Al-Musayyib perkataan:”Dapat dikatakan sebagai shahabat
bagi orang yang pernah tingal bersama Rasulullah SAW.
setahun atau dua tahun, dan ikut berperng bersamanya
sekali atau dua kali peperangan”. Ini yang dihikayatkan
para ulama ushul fiqh. Akan tetapi Al-Iraqi
membantahnya,”Ini tdak benar dari Ibnu-Musayyib, karena
Jarir bin Abdillah Albajali termasuk dari shahabat, padahal
dia masuk Islam pada tahun 10 H. Para ulama juga
menggolongkan sebagai shahabat orang yang belum
pernah ikut perang bersama beliau, termasuk ketika
Rasulullah SAW. wafat sedangkan orng itu masih kecil dan
belum pernah duduk bersamanya”.5
Ibnu hajar berkata,”Dan pendapat paling benar yang
aku pegang, bahwasanya shahabat adalah seorang
mu’min yang pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW.
dan mati dakam keadaan Islam, termasuk didalamnya
adalah orang yang pernah duduk bersama baik lama atau
sebentar, baik meriwayatkannya darinya atau tidak, dan
orang yang pernah melihat beliau walaupun sekali dan
belum pernah duduk dengannya dan termasuk jugs
orang yang tidak

7
5 Al-Qaththan, Manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka al-Kaitsar, 2006). hlm. 97.

8
melihat beliau SAW. karena ada halangan seperti buta.
(lihat shahih Al-Bukhari tentang keutamaan para shshabat,
ulumul hadits oleh ibnu shalah halaman 263, Al-Baitsul-
Hadits halaman 179, Al-Ishabah 1/4 , fathul-Mughits 4/29,
dan Tadriibur –Rawi halaman 396).
2. Thabaqat yang kedua kibar tabiin,
Seperti Said bin Al-musayyib, dan begitu pula para
mukhodhrom. Mukhodhrom adalah orang yang hidup pada
zaman jahiliyah dan Islam, akan tetapi dia tidak pernah
melihat Rasulullah SAW. dalam keadaan beriman. Misalnya:
seoarang masuk Islam pada Rasulullah SAW. akan tetapi
dia tidak pernah bertemu Rasulullah karena jaraknya jauh
atau udzur ynag lain. Atau seseorang yang hidup pada
zaman Rasulullah SAW. akan tetapi dia belum maduk
Islam
melainkan setelah wafatnya rasulullah SAW.6
3. Thabaqat ketiga adalah thabaqat pertengahan dari
tabi’in seperti al-hasan (al-basri) dan ibnu sirin, dan
mereka adalah thabaqat yang meriwayatkan dari
sejumlah
shahabat nabi SAW.
4. Thabaqat keempat adalah tabi’in kecil mereka adalah
thabaqat yang sesudah sebelumnya yakni thabaqat
ketiga, kebanyakan riwayat mereka adalah dari kinar
tabi’in yakni tabaqat kesatu. Rawi yang dalam thabaqot
ini contohnya
adalah az-zuhri dan qotadah.
5. Thabaqat yang kelimma adalah thabaqat yang
paling kecil dari tabi’in, mereka melihat seseoarang
atau beberapa orang shahabat. Contohnya adalah Musa
bin ‘uqbah dan Al-a’masy.
6. Thabaqat keenam, thabaqat ini adalah thabaqat yang
sezaman dengan thabaqt yang kelima, akan tetapi tidak

9
6 Ibid., hlm. 301

1
tetap khabar bahwa mereka pernah bertemu seoorang
shahabat seperti ibnu juraij.
7. Thabaqat ketujuh yaitu thabaqat kibar tbiut tabi’in seperti
Malik dan Ats-tsauri.
8. Thabaqat ketujuh adalah thabaqat tabiut tabi’in
pertengahan, ibnu uyainah dan ibnu ulaiyyah.
9. Thabaqat kesembilan adalah thabaqat yang paling kecil
dari tabi’ut tabi’in, yazid bin harun, Asy-syafi’i, Abu daud
ath-thoyaalisi, dan Abdurrazaq.
10. Thabaqat kesepuku: thabaqat tertinggi yang
mengambil hadits dari tabi’ut tabi’in, seperti Ahmad bin
hanbal.
11. Thabaqat kesebelas: thabaqat pertengahan dari
rawi yang mengambil hadits dari tabi’ut tabi’in seperti
Adz-
dzuhli dan Albukhari.7
12. Thabaqat kedua belas: thabaqat yang rendah yang
mengambil hadits dari thabi’ut tabi’in, seperti At-turmudzi
dan para imam yang enam lainnya yang tertinggl sedikit
dari wafatnya para tabi’ut tabi’in, seperti sebagian para
Syaikhnya An-nasa’i. Adapun ulama yang membagi
thabaqah shahabah kepeda lima thabaqah, tersusun
sebagai berikut:
a. Ahli Badar.
b. Mereka yang masuk Islam lebih dulu, berhijrah ke
Habsyi dan menyaksikan pertemuan-
pertemuansesudahnya/
c. Mereka yang ikut perang khondaq.
d. Wanita-wanita yang masuk Islam, setelah Mekah
terkalahkan dan sesudahnya.
e. Anak-anak.

7 Hasan, A Qadir. Ilmu Mushthalah Hadits. (Bandinug: Diponegoro, 1987). hlm. 68

1
C. Urgensi mempelajari Thabaqat al Ruwat

Mengetahui thabaqah para rawi sangat besar


manfaatnya, yaitu untuk mengetahui terjaminnya orang-
orang yang serupa nama, kunyah, maupun yang semacamnya.
karena dengannya dapat diketahui sejumlah rawi yang
memiliki keserupaan , meniadakan banyak kerancuan, bisa
terhindar dari kekliruan lantaran kesamaan antar-rawi dalam
nama dan kunyah-nya, dapat mengetahui hakikat dibalik tadlis
atau meneliti maksud ‘an’anah (pernyataan seorang rawi:
‘an Fulan), apakah ia dalam bentuk sanad yang muttashil
atau munqathi’.8

D. lmu Tarikh Ar-Ruwat


Didalam pembahasan thabaqat ruwat terdapat ilmu yang
mempelajari para perawi hadits tersebut yaitu Tarikh ar-Ruwat.
Ilmu ini berkembang bersama berkembangnya ilmu riwayat.

Perhatian para ulama tentang ilmu ini didorong oleh


suatu maksud untuk mengetahui dengan sebenarnya hal ihwal
para rwi hadits (rijalus sanad). Atas dasar motif tersebut
mereka menanyakan kepada para rawi yang bersangkutan
mengenai umur dan tanggal kapan mereka menerima hadists
dari guru- guru mereka, disamping para ulama tersebut
meneliti tentang identitas para wawi itu.

Mengetahahui tanggal lahir dan wafatnya para rawi


adalah sangat penting untuk menolak pengakuan seorang rawi
yang mengku pernah bertemu dengan seoranag guru yang
pernah memberikan hadits kepadanya, padahal setelah
diketahui
8 Al-Qaththan, Manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka al-Kaitsar, 2006).
hlm. 300.

1
tanggal lahir dan wafat gurunya, jadi mungkin sekali mereka
tidak saling bertemu, disebabkan kematian gurunya mendahului
daripada kelahirannya. Jika demikian halnya, maka hadist yang
mereka riwayatkan itu sanadnya tidak bersambung.

Dengan kata lain faedah mempelajari ilmu tarikh hadits


ialah mengeetahui muttasil atau munqothinya sanad hadits dan
untuk mengetahui marfu’ atau mursalnya pemberian hadits.

Mengetahui kampung halaman rawi pun besar faedahnya,


yaitu untuk membedakan rawi-rawi yang kebetulan sama nama-
namanya akan tetapi berbeda marga dan kampunghalamannya.
Sebab sebagaimana diketahui bahwa raw-rawi itu banyak yang
namanya sama, akan tetapi tempat tinggal mereka berbeda.
Tampak faedahnya pula dalam hal ini apabila rawi yang
namanya bersamaan itu sebagiannya ada yang tsiqat, sehingga
dapat diterima haditsnya, sedang sebagian yang lain adalah
tidak tsiqat yang menyebabkan harus ditolak haditsnya.

Ilmu thabaqat itu termaasuk bagian dari ilmu rijalul hadits,


karena obyek yang dijadikan pembahasannya ialah rawi-rawi
yang menjadi sanad suatu hadits. Kalau didlam ilmu rijalul hadits
para rawi dibicarakan secara umum tentang hal ihwal, biografi,
cara-cara menerima dan memberikan hadits dan lain
sebagainya, maka dalam ilmu thabaqat, menggolongkan para
rawi tersebut dalam satu atau beberapa golongan, sesuai alat
pengikatnya.

Asal mula pembagian perawi berdasarkan thabaqat


adalah dari tuntunan islam sendiri, damana dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan Imran bin hushain ra. Bahwa sanya
rasulullah saw. Bersabda; “sebaik-baik yang ada dizamanku
kemudian yang datang sesudah mereka...kata imran RA. saya
tidak tahu apakah
1
dia meyebut sesudah masa sesudah masanya dua masa atau
tiga” hadits Bukhari)

Ilmu ini telah muncul dan berkembanag ditangan para


ulama hadits sejak abad ke-2 H. Imu ini tidak terbatas pada
pembagian ruwat atas thabaqat berdasarkan perjumpaan
mereka terhadap syuyukh, tapi juga berkebang dikalangan
muhaditsin kepada pembagianp mereka berdasarkan mknna dan
i’tibar yang lainnya seperti fadhl (keistimewaan) dan sabiqah
(kesenioran) sebagaimana dalam hal sahabat, atau hal
(keadaan)dan manzilah (kedudukan) seperti yang disebutkan
oleh Abbas Ad Dauraqi (wafat 271 H), ada thabawat fuwaha,
thabawaat ruwat, thabaqat mufassirin dan seterusnya.

Penyusunan kitab-kitab yang berkaitan dengan ilmu ini


terus berlanjut dan berkembang hingga akhir abad -9 H.

Bahkan muncul system pwmbagian thabaqat dalam


bidanag keilmuan yang lain. Misalnya thabawat al qurra
thabaqat fuqaha, thabaqat asy shufiyah, thabaqat asy syu’ara
dan sebagainya.

Imam as- Sakhawi mengatakan, “faedah ilmu thabaqat ini


adalah keamanan dari bercampurnya almutsyabihin (para rijal
hadits yang memiliki keamanan): seperti yang atau kuniyahnya
atauyng lai, kitaga dapat menelaah terjadinya tadlis secara
jelasdan menyingkap hakikat an’anah untuk mengetahui hadits
yang mursal atau munqathi’ dan membedakannya dari yanag
musnad”.9

9 Al-Khathib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul Al-Hadits; Pokok-pokok Ilmu Hadits. (Jakarta: PT.
Gaya Media Pratama, 1998). hlm. 85.

1
E. Kitab-Kitab Tarikh Ar-ruwat

Jika kita mempelajari dan mengkaji kitab-kitab tentang hal


ihwal para rawi ini, kita akan menemukan beberapa kitab tarikh
denagan sistem yang berbeda-beda satu sama lain.

Sebagian muhadtsin dan muarrikhin (ahli tarikh) dalam


menyusun kitab tarikh ar-Ruwat mengetengahkan tahun wafat
paea rawi, lalu diterangkan biografinya dan akhirnya diterangkan
pula jumlah hadits-haditsnya.

Sebaian muhaditsin yang lain menyusun kitabnya dengan


mengutamakan kota tempat kelahiran dan domisili para rawi
hadits. Dalam sistem ini penulis mengemukakan lebih dahulu
tentang keutamaan kota itu beserta para sahabat dan ulama-
ulama lain yang berdomisili atau berada ditempapt tersebut,
dengan diatur secara alfabetis.

Disamping itu ada ulama yang dalam menyusun kitabnya


denngan mengutamakan nama asli, samara, dan laqab para
rawi beserta asal usul orang yanaaag menurunkan mereka.

Dan ada pula ulama yang menuliskan berdasarkan kepada


angkatan dan generasi (thabaqah) para rawi hadits.

Kiitab-kitab tarikhur-Ruwat yang harus diketahui oleh


ppenggali sunnah Rasululllah antaara lain;

a. At-Tarikhul kabir, karya imam Muhammad bin ismail al-


Bukhary (th 194-252 H.). Dalam kitab tersebut imam
bukhari menerangkan biografi dari guru-gurunya yang
pernah membdrikan hadits kepadanya, baik dari golongan
tabi’in maupun sahabat sampai kuranag lebih 40.000

1
orang. Baik mereka itu laki-laki maupun perempuan, baik
mereka yang tsiqat maupun yang ghair tsiqat.10
Nama-nama rawi itu disusun secara alfabetis. Akan
tetapi nama yang pertama ditaruhpada bab pendahuluan
adalah nama yang menggunakan nama Muhammad. Setiap
nama dijadikan satu bab dan disusun secara alfabetis
atau arabiyah dengan menggunakan nama leluhurnya.
Kitab terssebut terdiri dari 4 jilid besa-besar. Pada cetakan
haider
abad th. 1362H, kitab tersebut dijadikan 8 jilid.
b. Tarikh Nisabur, karya imam Muhammad bin abdullah Al
Hakim an-Nisabury (321-405H.)kitab ini merupakan kitab
tarikh yang terbesar dan banyak faedahnya bagi ara
puqoha. Hanya saja kitab ini telah hilang. Ia hanya
ditemukan dalam kondisi cuplikan yang terdiri dari
beberapa lembar.
c. Tarikh Bagdad, karya Abu bakar ahmad Ali Al Bagdady,
yang terkenal dengan nama Al khatib Al Bagdady (392-463
H). Kitab yang besar faidahnya ini memuat biografi dari
ulama-ulama besar dalam segala bidang ilmu pengetahuan
sebanyak 7831 orang dan disusun secara alfabetis. Perawi-
perawi yang tsiqat, lemah dan yang ditinggalkan,
haditsnya semuanya dimasukan semuanya didalam kitab
ini. Ia terdiri dari 14 jilid dan dicetak pada tahun 1349 H
(1931 M).
Selain kitab-kitab tersebut diatas masih banyak lagi
kitab-kitab tarikh ar-Ruwat, antara laina iIkmal fi raf’il-
ibtiyab’anil mu’talif wal mukhtalif, karya Al Amir Al Hafidz
Abi nasr ‘ali bin hibatillah bin ja’far yang terkenal dengan
nama Ibnu ma’kula Al Bagdady. Ada pula kitab Tahdzibul

10 Mahmud ath-Thahan, Taisir musthalahul Hadits, (Jakarta: Baerut; Dar al-Qur'an


al- Karim, 1979). Hlm. 300

1
kamal fi asmail rijal, karya Al HafidzJamaludin Abil Hajjad
Yusuf Al Mizay ad-dimamasyqy (654-742 H).11

F. Shahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadits.

Shahaba-shahabat yang banyak meriwayatkan hadits lebih

dari 1000 hadits adalah:

1. Abu hurairah R.A. beliau meriwayatkan hadits sebanyak


5374 hadits. Diantara 352 b uah hadits disepakati oleh al-
Bukhari-Muslim, 94 buah diriwayatkan oleh al-Bukhari
sendiri dan 93 buah diriwayatkan oleh Muslim sendiri.
2. Abdullah bin ‘Umar r.a. hadits yang diriwayatkan beliau
sebanyak 2630 buah, diantara diantara jumlah tersebut
yang muttafaqun alaih adalah sebanyak 170 buah, yang
infrada bihi al-Bukhari sebanyak 80 buah dan infrada bihi
Muslim sebanyak 31 buah.
3. Anas bin Malik r.a. hadits yang diriwyatkan sebanyak 2286
buah diantara jumlah tersebut yang muttafaqun alaih
sebanyak 168 buah, 8 infrada al-Bukhari dan 70 buah
infrada bihi Muslim.
4. Ummul mu’miniin ‘Aisyah r.a. beliaeu meriwayatkan hadits
sebanyak 2210 buah, dari jumlah tersebut yang
muttafaqa’alaih 174, yang 64 buah infrada pada al-Bukhari
dan 28 buah infrada bihi Muslim.
5. Abdullah bin Abas r.a. beliau meriwayatkan hadits
sebanyak 1660 buah, dari jumlah tersebut yang
muttafaqa’alaih sebanyak 95 buah, yang infrada bihi al-
bukhari sebanyak 28 buah dan yang infrada bihi Muskim
sebanyak 49 buah.
6. Jabir bin Abdullah r.a beliau meriwayatkan hadits sebanyak
1540 buah, dari jumlah tersebut yang muttafaqa’alaih

11 Ibid. Hlm. 300

1
sebanyak 60 buah, yang infrada bihi al-Bukhari sebanyak
16 buah dan yang infrada Muslim sebanyak 126 buah.
7. Abu Sa’id al-Khudry r/a. Beliau meriwayatkan hadits
sebanyak 1170, dari jumlah terdebut yang muttafaq ‘alaih
sebanyak 46 buah, yang infrada al-Bukhari sebanyak 16
buah dan infrada buhu Muslim sebanyak 52 buah.

G. Nama-Nama 12 Thabaqat.

Menurut dari kitab thabaqar al- muktsirin min riwayatil


hadits karya syaikh ‘Adil ibnu Abdisy Syskur az-Zuraqi.

1. Thabaqat Pertama (Shahabat)

Nama-nama shahabat yang paling banyak meriwayatkan


hadts atau yang paling masyhur adalah:

1. Abu bakar ash-Shidiq (w. 13 H)


2. ‘Umar bin khathab (w.23 H)
3. ‘Usman bin ‘Afan (w. 35 H)
4. ‘Ali bin Abi Thalib (w. 40)
5. Anas bin Malik (w. 93 H)
6. Al-Bara bin Azib (w. 72 H.)
7. Jabir bin Abdillah (w. 78 H)
8. Abu Said al-Khudry (w.74 H)
9. Abdullah bin Abbas (w. 68 H)
10. Abdullah bin ‘Umar (w. 73 H)
11. Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash (w. 63 H)
12. Abu musa al-Asy-ari (w. 50 H)
13. Abdullah bin mas’ud (w. 32 H)
14. Abu Huraurah (w. 57 H)
15. ‘Aisyah ummal mu’miniin (w. 57 H)
16. ‘Ummu Salamah Ummul Mu’miniin (w. 62 H)
2. Thabaqat kedua (kibarut-Tabi’iin)

Thabaqat kedua adalah generasi tabi’in senior. Diantaranya


adalah:

1. Al- Aswad bin Yazid an-Nakha’i (w. 74 H)


2. Sa’id bin al-Musayyib (w. 94 H)
3. Abu Wail al-Kufi (w. 82 H)

1
4. ‘Abdurrahman bin Abi Laila (w 83 H)
5. ‘Atha bin Yasar (w. 94 H)
6. ‘Alqamah (w. 61 H)
7. Masruq (w. 63 H)
3. Thabaqat ketiga (Wustha minat-Tabi’in).

Tabaqat ketiga adalah generasi pertebgahan dari


tabi’in. Diantaranya adalah:

1. Hasan al-Bashri (w. 110 H)


2. Dzakwan al-Madani (w. 101 H)
3. Zaid bin Aslam (w. 136 H)
4. Salim bin ‘abdillah bin ‘Umar (w. 106 H)
5. Sa’id bin Jubair (w 95 H)
6. Sa’id bin abi Sa’id Kaisa (w. 120 H)
7. Syu’aib bin Muhammad (w. ?)
8. Thawus bin Kaisan (w. 106 H)
9. Asy-Sya’bi (w. 109 H)
10. ‘Abdullah bin Buraidah (w. 115 H)
11. Abu Qilabah al-Bashri (w. 104 H)
12. ‘Abdullah bin ‘ubaidillah bin Abi Mukaikah (w. 117 H)
13. ‘Abdurrahman bin Hurmuz al-‘Araj (w.117 H)
14. ‘Ubaidullah bin ‘Abdilldh bin ‘Utbah (w. 94 H)
15. ‘Urwah bin Zubar (w. 94 H)
16. ‘Atha bin Abi Rabbah (w. 114 H)
17. ‘Ikrimah (w. 104 H)
18. ‘Amr bin ‘Abdillah bin ‘Ubaid (w. 129 H)
19. Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr (w. 106 H)
20. Mujahid bin jabr (w. Setelah 100 H)
21. Muhammad bin Sirin (w. 110 H)
22. Muhammad bin al-munkadir (w. 130 H)
23. Nafi (w. 117 H)
24. Abu Burdah bin Abi Musa al-Asy’ari (w. 104 H)
25. Abu Salamah bin ‘Abdirrahman bin auf (w. 94 H)
26. ‘Amrah bintu ‘Abdirrahman bin Sa’d (w. Sebelum 100
H)
4. Thabaqat keempat ( Jullu riwayatihim ‘an kibarit
tabi’in )

Thabaqat keempat adalah thabaqat yang banyak


meriwayatkan hadits dari kibati tabi’in. Diantaranya adalah:

1. Ismail bin khalid (w. 146 H)

1
2. Tsabit bin aslam (w. 127 H)
3. Sulaiman bin Tharkhan at-Taimi (w. 143 H)
4. Simak bin Harb (w. 123 H)
5. Shalih bin Kaisan Al-Madani (w. Setelah 130 H)
6. ‘Ashim bin Sulaiman al-Ahwal (w. 140 H)
7. ‘Abdullah bin Dinar (w. 127 H)
8. ‘Amr bin Dinar (w. 126 H H)
9. Qatadah (w. 117 H)
10. Muhammad bin muslim bin tadrus (w. 126 H)
11. Ibn syihab az-Zuhri (w. 125 H)
12. Hammam bin munabbih (w. 132 H)
5. Thabaqat kelima (Sughra minat tabi’in)
Thabaqat kelima adalah genesai taabi’in junior,
yaitu yang melihat 1 atau 2 orang shahabat, tapi tidak
pernah mendengar riwaywt hadits dari mereka.
Diantaranya
adalah:
1. Ibrahim an-Nakha’i (w. 96 H)
2. Ayyub bin Abi Taimiyyah (w. 131 H)
3. Al-Hakam bin utaibah (w. 113 H). Dan lain sebagainya.
6. Tthabaqat keenam (Aasharul khamisah)
Thabaqat ini adalah orang-oranng yang hidup
sezaman dengan perawi thabaqat kelima (Tabi’in junior),
namun tidak pernah bertemu dengan shahabat .
diantaranya adalah:
1. Jarir bin hajim (w. 170 H)
2. Sa’id bin abi ‘Arubah (w. 156 H)
3. Suhail bin abi Shalih (w. 138 H). Dan masih banyak yang
lainnya.
7. Thabaqat ketujuh (Kibaru atba’ut tabi’in).

Generasi ini adalah pengikut tabi,in. Diantaranya adalah:

1. Israil bin yunus (w. 160 H)


2. Zaidah bin Qudamah (w. 161 H)
3. Zuhair bin Mu’awiyah bin hudaij (w.172 H). Dan masih
banyak lagi yang lainnya.
8. Thabaqat kedelapan (Wustha min atbait tabi’in).

Yaitu generasi pertengahan dari pengikut tabi’in. Diantaranya


adalah:

2
1. Ibrshim bin Sa’d (w. 185 H)
2. Ibnu ‘Ulayyah (w. 193 H)
3. Ismail bin ja’far (w. 180 H), dan lain yang sangat panjang
bila disebutkan semua.
9. Thabaqat kesembilan (shughra min atbait tabi’in)
Thabaqat kesembilan adalah generasi junior dari para
pengikut tabi’in. Diantaranya adalah:
1. Adam ibnu abii Iyas (w. 220 H)
2. Bahz bin Asad (w. Setelah 200 H)
3. Hajjaj bin Muhammad (w. 206 H). Dan llain sebagainya.
10. Thabaqat kesepuluh (kibarul Akhidzin ‘an
tabait atba’).

Thabaqat ini adalah yhabaqat seniornya orang-


orang yang mengambil hadits dari taba’ at taba’, dan
mereka tidak bertemu tabi’in. Diantaaranya adalah:

1. Ahmad bin hanbal (w. 241 H)


2. Ahmad bin mani’ (w. 244 H)
3. Ibnu Rahuyah al-Marwazi (w. 237 H). Dan lain-lain.
11. Thabaqat kesebelas (Wustha minal akhidzin ‘an
tabi’it taba’).
Thabaqat ini adalah thabaqat pertengahan yang
mengambil hadits dari taba’ at-taba’. Diantaranya:
1. Ishaq bin manshur (w. 251 H)
2. Abu dawad as-Sijitsani (w. 275 H)
3. Muhammad bin Isma’il al-Bukhary (w. 256 H). Dan lain
sebagainya.
12. Thabaqat keduabelas (Shighorul akhidzin ‘an
tabi’uk atba’)
Thabaqat ini adalah thabaqat yang juniornya yang
mengambil hadits dari taba’at taba’, sekaligus thaabaqat
terakhir dari periwayat hadits menurut al-Hafizh ibnu Hajar.
Diantara tokoh dalam thabaqat ini adalah:
1. Ahmad bin Syu’aib ‘an-Nasa’i (w. 303 H)
2. Muhammad bin Isa at-Tirmidzi (w. 279 H)
3. Ibnu Majah al-Qazwaini (w. 273 H)

2
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
➢ Thabaqat ar-Ruwat adalah pengelompokan orang yang
menerima, memelihara dan menyampaikan hadits yang
hidup dalam satu generasi atau satu masa dan dalam
perriwayaatan ataau isnad yang sama atau sama dalam
periwayatan saja. Maksud berdekatan dalam isnad adalah
satu perguruan atau satu guru atau diartikan berdekatan
dalam berguru. Jadi . para gurunya periwayat juga
menjadi
guru bagi sebagian perawi lain.
➢ Tingkatan-tingkatan thabaqat secara garis besar dalam
ilmu hadits ada 12 thabaqat.
➢ Ilmu Thabaqat merupakan bagian dari Ilmu rijal al hadits,
dalam Ilmu Thabaqat obyek yang dijadikan
pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu
hadits. Kalau dalam Ilmu rijal al hadits para rawi
dibicarakan secara umum tentang hal ihwal, biografi, cara-
cara menerima dan memberikan Al Hadits dan lain
sebagainya, maka dalam Ilmu Thabaqat, menggolongkan
para rawi tersebut dalam satu atau beberapa golongan,
sesuai dengan alat pengikatnya.
➢ Kitab-kitab thabaqat karya para ulama antara lain Al-
Thabaqat al-Kubra karya Imam al-Hafizh Muhammad b.
Sa’d dan Al-Thabaqat karya Iman Khalifah b. Khayyath.

2
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud ath-Thahan, (1979). Taisir musthalahul Hadits, Jakarta:


Baerut; Dar al-Qur'an al-Karim.
As-Shalih, Subhi, (2007). “membahas ilmu-ilmu Hadits”, Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Nuruddin, ( 20114). “’Ulumul Hadis”, Bandung: Remaja
Rosdakarya

Al-Qaththan, Manna. (2006). Pengantar Studi Ilmu Hadits,


Jakarta: Pustaka al-Kaitsar.
Al-Khathib, Muhammad ‘Ajaj. (1998). Ushul Al-Hadits; Pokok-
pokok Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Gaya Media Pratama.
Hasan, A Qadir. (1987). Ilmu Mushthalah Hadits. Bandinug:
Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai