Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam
Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam
Di susun oleh:
Kelompok 10
1. M. Ekyas Rasikh Zubair (220201110126)
2. Syahda Nabila (220201110129)
3. Naufal Miqdad (220201110127)
4. Ahmad Faiq I. (220201110128)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan peradaban barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
menimbulkan kegelisahaan para pemikir Islam kontemporer, diantaranya Ahmad Khan dan
Muhammad Iqbal. Permasalahan tersebut terkait mengapa ilmu-ilmu keislaman, khususnya
ilmu Kalam. Menurut mereka ilmu
Kalam “masih berjalan ditempat”, baik dari basis epistemologi, metodologi maupun
isinya. Padahal kehidupan manusia telah berubah dan berbeda dengan era klasik Islam.
Wacana pemikiran Islam kontemporer yang saat ini sedang berkembang, perlu dan harus
direspon secara positif-kritis untuk menghadapi dan menjawab berbagai permasalahan yang
sedang melanda umat Islam dewasa ini. Dengan demikian, ilmu Kalam pada abad pertama
yang lebih disibukkan dengan masalah-masalah ghaib (metafisika) dan hal-hal yang bersifat
intlektual-spekulatif sudah saatnya ditelaah ulang1. Hal tersebut, bukan bermakna bahwa teori
ilmu kalam klasik sudah tidak diperlukan lagi, tetapi lebih dikembangkan dengan visi dan
wawasan baru yang sesuai dengan peradaban kontemporer saat ini.
1
M. Kursani Ahmad, “Pemikiran Kalam Dalam Konteks Kekinian,” ilmu ushuluddin, Vol. 2 No. 1 Tahun 2012, 106.
Dengan demikian, pemikiran ilmu Kalam harus mengikuti perkembangan pemikiran
fisafat Barat kontemporer, masalah-masalah sosial-politik, teknologi, dan lain sebagainya.
Hal tersebut agar ilmu kalam tidak hanya terbatas pada konsep ilmu ketuhanan saja, tetapi
memiliki kajian yang lebih luas dan lebih relavan dengan perkembangan zaman saat ini,
seperti tentang isu-isu kemanusiaan, pluralisme keagamaan, kerusakan lingkungan, dan lain
sebagainya.
Oleh karena itu, dengan adanya pembentukan pemikiran kalam dalam konteks masa kini,
akan mempunyai ruang gerak yang luas dan menjadi sebuah ilmu kalam aktual, ilmu kalam
yang relavan dengan berbagai persoalan kontemporer, serta mampu merespon dan
memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan masa kini. Sehubungan dengan itu,
dalam makalah ini penulis akan menampilkan sebuah deskripsi pemikiran kalam modern,
dengan terlebih dahulu menguraikan biografi para pemikir kalam modern, yakni Ahmad
Khan dan Muhammad Iqbal, kemudian baru menguraikan paradigma pemikiran kalam
modern mereka.
PEMBAHASAN
1. Pemikiran islam modern menurut Jamaluddin Al-Afghani
Usianya yang panjang sekitar 80 tahun, dapat dibagi dalam empat periode.
Dua puluh tahun yang pertama adalah masa pendidikannya. Dua puluh tahun
berikutnya, 1837–1857, ditandai dengan kesuksesan-kesuksesannya sebagai
pegawai peradilan di gabungan provinsi. Dua puluh tahun berikutnya, 1857–1877,
merupakan masa minatnya kepada aktivitas kesejahteraan umum, khususnya
pendidikan masyarakat Islam. Periode keempat 1877–1898, merupakan masa
paling penting dalam hidupnya. Dalam periode inilah ia mendapatkan reputasi
sebagai pemimpin politik dan pendidikan Islam India terbesar selama abad ke-19.
Ia menciptakan sarana pendidikan masa panjang bagi negerinya dengan
mendirikan The Anglo Muhammadan Oriental College di Aligarh dan
perhimpunan ilmuwan, serta mengadakan konferensi pendidikan Islam seluruh
India.
Ahmad Khan melihat bahwa kemunduran umat Islam India karena mereka
tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam Klasik telah hilang dan
telah timbul peradaban baru di Barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia.
Oleh karena itu, akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan.
Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kepada wahyu, ia berpendapat bahwa
kekuatan akal bukan tidak terbatas. Bahkan, C.W. Troll menggambarkan Sayyid
Ahmad Khan sebagai neo-Mu'tazilah, namun Troll menyimpulkan bahwa ketika
Sayyid Ahmad Khan membangkitkan kembali ajaran filsafat dalam
tulisantulisannya, dia melakukannya dalam konteks pandangan dunianya sendiri.
Apa yang membuatnya perlu mengadopsi pandangan dunia baru tepatnya adalah
karena perkembangan sains modern.
Sayyid Ahmad Khan juga melihat bahwa kemunduran umat Islam
disebabkan oleh kesalahan dalam memahami agama yang mencampurbaurkan
mana yang dinamakan agama dan mana yang dinamakan budaya dan kebiasaan
sosial. Dalam Risalahnya yang berjudul Rah i Sunnat (Jalan Sunnah) seperti yang
dikutip dari jurnal yang berjudul Religious Thought of Sir Sayyid dijelaskan
bahwa selama ini umat Islam sering mencampurbaurkan hal-hal pokok dan
cabang dalam Islam. Sayyid Ahmad Khan sendiri mengaku juga demikian, ketika
ia masih kecil hingga ia menulis risalahnya tersebut, ia masih dalam pandangan
yang sama. Walau akhirnya ia tersadar bahwa mencampuradukkan antara ajaran
Islam dan cara ibadah (agama) dengan urusan keduniaan budaya dan kebiasaan
sosial adalah kesalahan yang besar, apalagi sampai menyetarakan antara
keduanya. Pemahaman seperti ini tentu akan melahirkan kekakuan dalam agama
yang membuat tidak berkembanganya studi kajian keislaman.
Adapun pandangannya mengenai hukum alam (kausalitas / sebab akibat)
atau yang ia sebut dengan istilah nature sejalan dengan paham qadariyah yang
dianutnya, ia percaya bahwa bagi setiap makhluk, Tuhan telah menentukan tabiat
atau naturnya. Natur yang ditentukan Tuhan ini dan yang didalam al-Qur’an yang
disebut Sunnatullah, Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam
karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan al-Qur’an adalah firman-Nya,
sudah tentu keduanya sejalan dan tidak ada pertentangan. Dalam hal ini, Sayyid
Ahmad Khan memiliki standar sendiri untuk menguji kebenaran atau validitas
suatu agama. Jika agama sesuai dengan kodrat manusia atau hukum kodrat pada
umumnya, maka itulah agama yang benar. dapat dipahami bahwa agama yang
benar-benar berasal dari Tuhan adalah agama yang sesuai dengan fitrah dan akal
manusia. Artinya agama tersebut dapat pernah lepas dari kodrati manusia atau
bertentangan dengan hukum alam dan ia selalu mampu relevan sepanjang zaman.
selalu ada interpretasi baru yang mampu membuatnya dipertahankan dan selalu
diamalkan oleh penganutnya.
Pandangan Sayyid Ahmad Khan mengenai hukum alam atau sunnatullah
tidaklah sama dengan paham keislaman di Barat atau naturalisme Barat,
Naturalisme Barat menghilangkan Tuhan dalam hukum sebab akibat. Tuhan tidak
ada campur tangan dalam segala hal yang terjadi. Sedangkan, dalam pandangan
Sayyid Ahmad Khan Tuhan memang menciptakan hukum alam sesuai tabiatnya
dan berjalan sesuai hukum tersebut. Namun, tidak menghilangkan keyakinan
bahwa 6 Tuhan yang mengatur semuanya, walau Tuhan telah menciptakan hukum
sunnatullah sejak azali.
Mengenai kesesuaian antara ilmu-ilmu modern dengan al-Qur’an, Sayyid
Ahmad Khan mendefinisikan lima belas prinsip tafsir al-Qur’an. Prinsip-
prinsipnya ini ditunjukkan secara garis besar dalam rangkaian surat menyuratnya
dengan Nawab Muhsin al-Mulk pada tahun 1892, dan dihimpun di bawah judul
Tahrir fi Ushul al-Tafsir. Derek Hopwood menjelaskan dua poin utama tentang isi
buku Sayyid Ahmad Khan tersebut. Pertama, bahwa Sayyid Ahmad Khan
berpandangan bahwa karya Tuhan dalam kenyataannya sama dengan hukum alam
dalam sains modern. Kedua, kriteria yang ditetapkan untuk memutuskan apakah
ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an akan ditafsirkan secara metaforis ataupun
tidak, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan ayat-ayat tersebut dengan kebenaran
ilmiah dalam ilmu pengetahuan alam.
Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan akal dan hukum alam, Sayyid
Ahmad Khan tidak ingin pemikirannya terganggu otoritas hadits dan fiqh. Segala
sesuatu diukurnya dengan kritik rasional. Ia pun menolak semua yang
bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya ingin mengambil al-
Qur’an sebagai pedoman bagi Islam, sedangkan yang lain hanya bersifat
membantu dan kurang begitu penting. Sebab menurutnya, hadits itu berisi
moralitas sosial dari masyarakat Islam abad pertama atau kedua sewaktu hadits
tersebut dihimpun, dan hukum fiqh yang berisi perkembangan moralitas pada
masyarakat waktu itu hingga munculnya mazhab-mazhab. Makanya, ia menolak
taklid dan membawa al-Qur’an untuk direlevansikan dengan perkembangan
zaman baru. Taklid inilah menurut Sayyid Ahmad Khan salah satu penyebab umat
Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung
peradaban Islam Klasik masih melenakan mereka, sehingga tidak menyadari
bahwa peradaban baru telah muncul di Barat. Peradaban baru timbul dengan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah penyebab utama bagi
kemajuan dan kekuatan orang Barat. Ia juga mengkritik ulama pada masanya
terkhususnya di India, yang tidak mau bangkit dari kehancuran, sehingga ia
mengkampanyekan terbukanya pintu ijtihad.
Dosa Iqbal secara tegas mengatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa al-
Qur’an menunjukan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang
bersifat kreatif. Dalam hal ini, Ia mengembangkan cerita tentang
turunnya nabi Adam ke bumi (karena memakan buah terlarang) sebagai
kisah yang berisi pelajaran tentang kebangkitan manusia dari kondisi
primitif yang dikuasasi nafsu naluriah kepada pemilikan pribadi yang
bebas secara sadar, sehingga dapat mengatasi kebimbangan dan
kecenderungan untuk membangkang dan timbulnya ego terbatas yang
memiliki kemampuan untuk memilih.
KESIMPULAN
Gerakan Tajdid atau pembaruan dalam Islam muncul pada periode modern, yakni
sekitar abad ke-17 hingga abad ke-18, yang terinspirasi dari Ibnu Taimiyah. Ibnu
Taimiyah adalah ulama dan filsuf dari Turki yang dikenal sebagai sosok yang sangat
teguh pendiriannya, terutama pada syariat Islam.Pemikiran modern dalam Islam
merupakan suatu wacana yang mengawali perubahan mendasar bagi Islam sebagai suatu
nilai ajaran dari umatnya sebagai pembuat arus perubahan tersebut. pemikiran modern,
yaitu berpikir sesuai dengan program/terprogram. Setiap orang harus paham akan adanya
perbedaan di dunia ini yangsebenarnya membuat hidup menjadi indah. Juga pada
kenyataan bahwa jaman terus berjalan dan berkembang, manusia harus menyesuaikan
keadaan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Islam pada abad
modern, yaitu : Adanya kesenjangan antara dunia Islam dengan Eropa. Lahirnya berbagai
gerakan pemurnian ajaran Islam. Lahirnya gagasan nasionalisme di dunia Islam dengan
berdirinya partai-partai politik Islam. da 3 sikap yang diambil oleh masyarakat Islam
dalam menyikapi modernisasi, yakni; menerima tanpa ada sikap dan pikiran kritis,
mengutuk bangsa barat atas seluruh budayanya, mengambil budaya barat yang positif dan
membuang serta menghindari budaya yang menurut mereka negatif. Dampak Positif
Modernisasi. Terjadi perubahan pada tata nilai serta sikap. Perubahan ini terjadi karena
masyarakat terbukti memiliki pola berpikir yang berubah dari pola pikir irasional berubah
menjadi rasional. ...
Dampak Negatif Modernisasi. Mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial.
DAFTAR PUSTAKA