MODUL INTEGRATIF
SKENARIO 3
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
Dosen Pembimbing :
NIM : 5130021019
Kelompok :7
Dosen Pembimbing
Seorang bayi perempuan berusia 5 bulan dibawa ibunya ke igd karena sesak nafas sejak 1
hari yang lalu.
STEP 1
● Kata Kunci
1. Seorang bayi perempuan
2. berusia 5 bulan
3. sesak nafas sdfejak 1 hari yang lalu.
● Diagnosis Banding
1.ISPA
2.Pneumonia
3. Asma
4. Pertusis
5.Difteri
6.Corpus alineum
STEP 2
A.ANAMNESIS
1. Riwayat penyakit sekarang
- Apakah disertai demam ? sejak 1 minggu lalu
- apakah disertai batuk pilek ? sejak 1 minggu lalu
- Bagaimana kontitusi cairan pilek ? tidak ada keterangan
- apakah disertai sesak nafas ? tidak ada keterangan
2. Riwayat Penyakit Dahulu
tidak ada keterangan
3. Riwayat Penyakit Keluarga
tidak ada keterangan
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
tidak ada keterangan
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : bayi merintih
2. vital sign : nadi 100 kali / menit, rr 60 , suhu aksila 38,5, saturasi oksigen 92
3. inspeksi, palpasi kepala leher : ada pernafasan cuping hidung
inspeksi thorax : retraksi intercostal dan substernal
auskultasi thorax : wheezing (+), ronki (+),
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto thorax : tampak infiltrat di seluruh lampang paru
2. Darah lengkap : hb(13), leukosit(9300) , trombosit (605.000), LED 25 ml/ jam), GDA
(94)
TPL PPL
1. Anamnesis 1. dyspneu
- Bayi 5 bulan 2. pneumonia
- Sesak nafas 1 hari yang lalu
- Demam + batuk pilek sejak 1
minggu lalu
2. Pemeriksaan fisik
a. keadaan umum : bayi merintih
b. Vital sign : nadi (100 kali/ menit) :
normal
- rr ( 60 ) : normal
- suhu aksila ( 38,5) : febris
- saturasi o2 ( 92) : hipoksia
c. inspeksi wajah kepala
- Pada pernafasan cuping hidung
d. inspeksi palpasi thorax
- retraksi intercostal dan substernal
- auskultasi thorax : wheezing (+),
ronki (+)
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto thorax : tampak infiltrat di
seluruh lampang paru
b. Darah lengkap :
- hb(13) ( normal )
- leukosit(9300) ( turun)
- trombosit (605.000), (naik)
- LED 25 ml/ jam) ( naik)
- GDA (94) (normal
STEP 5
POMR (Problem Oriented Medical Record)
Nama : nona
Umur : 5 bulan
Alamat : -
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : -
STEP 6
Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami diagnosis banding pada kasus diatas.
2. Mahasiswa mampu memahami definisi dan klasifikasi dan epidemiologi
broncopneumonia
3. Mahasiswa mampu memahami anatomi sistem respirasi
4. Mahasiswa mampu memahami etiologi broncopneumonia
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi broncopneumonia .
6. Mahasiswa mampu memahami patogenesis broncopneumonia.
7. Mahasiswa mampu memahami interpretasi pemeriksaan penunjang diatas
8. Mahasiswa mampu memahami tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi
9. Mahasiswa mampu memahami edukasi pencegahan broncopneumonia
10. Mahasiswa mampu memahami aspek keislaman broncopneumonia
Jawaban Learning Objektive
A. Pneumonia
Pneumonia dalam arti umum merupakan peradangan parenkim yang dikarenakan oleh
mikroorganisme bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia dapat juga disebabkan
karena bahan kimia atau karena paparan fisik seperti suhu ataupun radiasi (Djojodibroto et
al., 2017). Pneumonia adalah penyebab kematian infeksi tunggal terbesar pada anak-anak di
seluruh dunia. Pneumonia membunuh 740.180 anak di bawah usia 5 tahun pada 2019,
menyumbang 14% dari semua kematian anak di bawah lima tahun, tetapi 22% dari semua
kematian pada anak berusia 1 hingga 5 tahun. Pneumonia memengaruhi anak-anak dan
keluarga di mana pun, tetapi kematian tertinggi di Asia Selatan dan Afrika subSahara.
Anak-anak dapat dilindungi dari pneumonia, dapat dicegah dengan intervensi sederhana, dan
diobati dengan pengobatan dan perawatan berbiaya rendah dan berteknologi rendah (Wibowo
& Ginanjar, 2020).
Pada penderita pneumonia, biasanya ditemui gejala khas seperti demam, menggigil,
berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya
adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada (Sartiwi et al., 2021).
Menurut Tim pokja SDKI DPP PPNI (2017), tanda dan gejala pasien pneumonia
dengan bersihan jalan napas tidak efektif sesuai dengan standar diagnosa keperawatan
Indonesia terdapat tanda dan gejala mayor dan tanda gejala minor yang diuraikan sebagai
berikut:
a. Data mayor
2) Objektif: Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan atau ronkhi kering.
b. Data minor
1) Subjektif : Dyspnea, sulit bicara, ortopnea.
2) Objektif : Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan nafas
tetap paten. Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan seperti, batuk tidak efektif,
sputum berlebih, suara napas mengi, wheezing dan ronkhi (Tim pokja SDKI DPP
PPNI, 2017)
B. Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi terus menerus menyebabkan hiperresponsif yang meningkat pada
jalan napas sehingga timbul gejala episodik berulang berupa sesak napas, dada terasa berat,
mengi, dan terutama malam dan atau siang hari (PDPI, 2004). Prevalensi asma banyak
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis kelamin, umur, status atopi, keturunan, dan
lingkungan. Pada masa kanakkanak ditemukan prevalensi anak lakilaki dibanding anak
perempuan sebesar 1,5;1 tetapi pada dewasa perbandingan laki-laki dan perempuan sama
besar, dan ketika perempuan menopause perbandingannya lebih besar dari lakilaki. Di
indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7% (Sundaru, Heru, dan Sukamto, 2006).
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor seperti alergen, virus,
bahan iritan yang menyebabkan munculnya respon inflamasi. Respon ini dibagi menjadi
reaksi asma dini dan reaksi asma lambat. Setelah kedua reaksi ini, proses berlanjut menjadi
reaksi inflamasi kronik. Perpu Asma disebabkan oleh inflamasi dinding saluran nafas.
Terdapat peningkatan berbagai sel inflamasi pada umumnya eosinofil, basofil, sel mast,
makrofag, dan tipe limfosit tertentu dapat ditemukan pada biopsi dinding saluran napas dan
cairan bilas bronkoalveolar pada pasien asma. (Goodman dan Gilman, 2012).
Faktor resiko asma dibagi menjadi genetik yaitu berupa hiperreaktivitas, atopi, jenis
kelamin, ras/etnik, faktor yang memodifikasi penyakit genetik. Lalu faktor lingkungan yaitu
perubahan cuaca, alergen di dalam maupun di luar ruangan, makanan, obat, emosi berlebih,
polusi udara, asap rokok, dan lainnya (PDPI, 2004).
C. Bronkopneumonia
• Demam tinggi
• Mengi
• Nyeri dada yang mungkin bertambah parah dengan batuk atau bernapas dalam
• Sakit kepala
• Dehidrasi
• Iritabilitas
• Kresek
Menurut buku pedoman Respirologi Anak IDAI, gambaran klinis pneumonia pada
bayi dan anak bergantung pada berat-ringanna infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut (IDAI,2010):
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan
gejala infeksi ekstrapulmonar
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas
cuping hidng, air hunger, merintih dan sianosi
D.Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bawah akut akibat virus yang paling umum
terjadi selama 2 tahun pertama kehidupan. Banyak perhatian dan upaya telah ditujukan untuk
menentukan patogenesis dan penatalaksanaan penyakit ini pada anak-anak yang dirawat di
rumah sakit dan rawat jalan. Meskipun demikian, kekhawatiran dan kontroversi terus
berlanjut.
Definisi bronkiolitis bervariasi tetapi biasanya berlaku pada anak-anak di bawah usia 2 tahun
dengan episode mengi pertama yang umumnya disertai demam, batuk, rinorea, dan takipnea.
Namun terdapat konsensus bahwa bronkiolitis terus memberikan beban layanan kesehatan
yang besar dan semakin meningkat.
Bronkiolitis tidak dikenali sebagai penyakit yang berbeda sampai tahun 1940an dan pada
awalnya dianggap disebabkan oleh bakteri. Virus kini diketahui sebagai penyebab utama
sindrom ini dan karakteristik patologi saluran pernafasan bagian bawah. Virus pernapasan
syncytial (RSV) adalah patogen utama yang diidentifikasi. Peran agen virus lainnya masih
kontroversial dan sebagian bergantung pada populasi yang diteliti dan metode laboratorium
yang digunakan untuk mendeteksinya. Korelasinya dengan penyakit sangat bermasalah
karena virus yang umumnya menginfeksi kelompok usia muda ini dapat menyebabkan
tingginya tingkat infeksi tanpa gejala atau penularan yang berkepanjangan, termasuk
adenovirus dan human bocavirus (hBoV). Selain itu, beberapa agen, seperti rhinovirus, dapat
memicu peradangan saluran napas asma dan bronkospasme tanpa menyebabkan patologi
saluran napas kecil yang merupakan karakteristik infeksi saluran pernapasan bagian bawah
dengan bronkiolitis.
RSV telah diidentifikasi sebagai penyebab utama pada dua pertiga kasus bronkiolitis, dan
pada pasien rawat inap, proporsinya kemungkinan lebih tinggi.Virus lain yang umumnya
telah diidentifikasi sebagai agen tunggal atau koinfeksi pada anak-anak dengan bronkiolitis
termasuk human metapneumovirus (hMPV), virus parainfluenza, virus influenza, rhinovirus,
human corona virus (hCoV), dan hBoV
Bronkiolitis umumnya mempunyai masa prodromal selama beberapa hari yang ditandai
dengan gejala saluran pernapasan atas, terutama coryza, batuk, dan demam yang biasanya
ringan. Keterlibatan saluran pernafasan bagian bawah dapat ditandai dengan timbulnya batuk
yang menonjol, diikuti dengan peningkatan frekuensi pernafasan, dan gejala sistemik
nonspesifik seperti lesu dan pola makan yang buruk. Retraksi dinding dada, hidung melebar,
dan mendengus merupakan bukti peningkatan kerja pernapasan. Ciri khas bronkiolitis adalah
cepatnya variabilitas gejala pernapasan anak. Temuan auskultasi dapat bervariasi, mulai dari
hanya mengi atau ronki, hingga keduanya, atau tidak keduanya. Penurunan bunyi paru pada
auskultasi yang berhubungan dengan peningkatan dispnea dan berkurangnya pergerakan
udara dapat mengindikasikan obstruksi progresif dan kegagalan pernapasan yang akan
terjadi.
Dehidrasi biasanya menyertai bronkiolitis, akibat batuk yang tiba-tiba, yang dapat memicu
muntah, dan akibat asupan oral yang buruk yang berhubungan dengan gangguan pernapasan
dan kelesuan pada anak. Takipnea semakin meningkatkan kebutuhan cairan. Dari anak-anak
yang dirawat di rumah sakit karena bronkiolitis di Inggris, 82% saat masuk rumah sakit
mengalami kesulitan makan yang berlangsung rata-rata selama 27 jam. 36 Oksigen tambahan
diberikan pada saat masuk rumah sakit kepada 22% anak-anak yang rata-rata saturasi oksigen
nadinya adalah 94%. Dalam waktu 6 jam setelah masuk rumah sakit, 70% diberi oksigen
tambahan, meskipun rata-rata tingkat saturasi oksigen nadi menurun rata-rata 2%. Tidak ada
korelasi yang diamati antara tingkat saturasi oksigen nadi yang diperoleh pada 6 jam dan
pemberian oksigen tambahan atau lama rawat inap di rumah sakit. Bayi yang kesulitan
makannya telah teratasi dan yang terus dirawat di rumah sakit untuk pemberian oksigen
tambahan tidak menunjukkan bukti kerusakan klinis.
Mengingat bronkiolitis adalah salah satu penyebab paling sering kunjungan rawat jalan dan
rawat inap pada anak, anak-anak yang berisiko rendah terkena penyakit rumit telah dievaluasi
untuk menentukan anak mana yang dapat dipulangkan dengan aman ke rumah. Di antara
anak-anak berusia kurang dari 2 tahun yang menderita bronkiolitis di 30 unit gawat darurat
AS selama tahun 2004 hingga 2006, 57% dipulangkan ke rumah. 37 Karakteristik anak-anak
yang pulang dari rumah aman termasuk usia 2 bulan atau lebih, riwayat eksim, frekuensi
pernapasan di bawah normal sesuai usia, tingkat saturasi oksigen 94% atau lebih, tidak ada
atau retraksi dinding dada ringan, lebih sedikit pengobatan dengan bronkodilator selama satu
jam pertama, dan asupan oral yang cukup.
Perjalanan akut bronkiolitis biasanya berlangsung 3 sampai 7 hari. Sebagian kecil anak-anak
dengan infeksi saluran pernapasan bawah RSV menunjukkan hipoksemia kritis, apnea, atau
gagal napas dan segera memerlukan perawatan intensif. Sebagian besar anak-anak yang
dirawat di rumah sakit tidak terlalu terkena dampaknya, dan hanya sedikit dari anak-anak
yang kondisinya memburuk secara dramatis setelah masuk rumah sakit. Dalam sebuah
penelitian, kurang dari 2% anak-anak yang sebelumnya sehat dirawat di rumah sakit biasa
karena infeksi RSV kemudian memerlukan perawatan intensif. 38 Kebanyakan bayi membaik
dalam waktu 3 sampai 4 hari, dengan masa pemulihan bertahap selama 1 sampai 2 minggu,
namun batuk bisa bertahan lebih lama. Durasi rata-rata penyakit dalam sebuah penelitian
terhadap anak-anak rawat jalan dengan bronkiolitis adalah 12 hari. Setelah 3 minggu, 18%
masih menunjukkan gejala, dan setelah 4 minggu, 9% masih sakit. 39 Jenis kelamin, berat
badan, atau laju pernapasan tidak memprediksikan penyakit yang akan bertahan lama.
Penyakit jantung bawaan (PJB) disebut juga defek jantung bawaan, merupakan istilah umum
untuk kelainan pada struktur jantung dan pembuluh darah besar yang muncul sejak lahir yang
sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua jenis kelainan
bawaan. Secara umum, insiden PJB adalah 8 sampai 10 dari 1000 kelahiran hidup. Namun,
frekuensi ini hanya estimasi dan kurang akurat. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
terdapat variasi secara geografik pada insiden PJB.1,2 Sebagian besar PJB ini terjadi akibat
kesalahan embriogenesis antara minggu ke-3 sampai minggu ke8 gestasi, ketika struktur
utama jantung sudah terbentuk dan mulai untuk berfungsi. Etiologinya masih belum diketahui
secara pasti, namun studi awal epidemiologik melaporkan pengaruh multifaktorial merupakan
penyebab pada 90% kasus anomali jantung, dengan kadar rekurensi 2%-6%. PJB dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu penyakit jantung bawaan sianotik dan asianotik
PJB pada bayi baru lahir di beberapa rumah sakit di Indonesia telah meneliti sebanyak 3069
orang bayi baru lahir, didapatkan sebanyak 55,7% adalah laki - laki dan 44,3% adalah
perempuan, dan 28 dari jumlah tersebut (9,1/1000) mempunyai PJB. Duktus arteriosus
persisten (DAP) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. DSV
ditemukan pada 8 bayi (28,6%), DSA pada 3 bayi (19,7%), dan Complete AtrioVentricular
Septal Defect (CAVSD) pada 3,6% bayi. Bayi yang mempunyai PJB sianotik adalah 10,7%,
yaitu 1 bayi dengan Transposisi Arteri Besar (TAB), dan dua lagi dengan kelainan jantung
kompleks sindrom sianotik. Dari 28 bayi tersebut, 4 bayi meninggal dunia (14,3%) selama 5
hari pengamatan.
2. Pneumonia berat
- Oksigen untuk mempertahankan saturasi >92%, dipantau setiap 4 jam. Pada anak
yang stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggunakan oksigen setiap hari. Bila
saturasi tetap stabil, pemberian oksigen dapat dihentikan;
- Bila asupan per oral kurang. dapat diberikan cairan intravena dan dilakukan balans
cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan (pada pneumonia berat terjadi
peningkatan sekresi hormon antidiuretik
- Pada distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari, dapat
diganti dengan NGT/intravena dengan perhitungan balans cairan yang ketat
- Bila suhu >39°C dapat diberikan parasetamol
- Nebulisasi agonis β-2 dan/atau NaCl 0,9% dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance, namun bukan merupakan terapi yang rutin dilakukan
- Pemberian antibiotik: Amoksisilin 50-100 mg/ KgBB IV atau IM setiap 8 jam,
dipantau ketat dalam 72 jam pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan hingga 5
hari, kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin oral 15 mg/KgBB/ kali, 3 hari sekali
selama 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu, makan, atau minum, kejang, letargis,
sianosis, distres pernapasan berat), tambahkan kloramfenikol 25 mg/KgBB/ kali IM
atau IV setiap 8 jam.
- Antibiotik lini kedua: seftriakson 80-100 mg/KgBB IM atau IV satu kali sehari.
- Bila dicurigai pneumonia Staphylococcus (terdapat perburukan klinis walaupun sudah
diterapi yang ditandai dengan adanya pneumatokel, pneumotoraks dengan efusi
pleura, ditemukan bakteri kokus Gram positif pada tes sputum, didukung oleh infeksi
`kulit yang disertai pus) berikan Kloksasilin 50 mg/ KgBB IM atau IV setiap 6 jam
dan gentamisin 7,5 mg/ KgBB IM atau IV sekali sehari. Bila respon membaik,
lanjutkan dengan kloksasilin oral 50 mg/ KgBB/ hari, 4 kali sehari selama 3 minggu
(Arifputera A, dkk, 2014).
“Yaitu yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku, dan yang
Memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan
Aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).”
KESIMPULAN
Seorang bayi perempuan berusia 5 bulan dibawa ibunya ke igd karena sesak nafas sejak 1
hari yang lalu. dari hasil diagnosis didapatkan pasien terkena bronkopneumonia
Mind Mapping
Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Pusat
Data dan Informasi Kementerian RI.