Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN DASAR PROFESI

EVALUASI KUALITATIF TERAPI ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DI


RUMAH SAKIT PENDIDIKAN SURABAYA INDONESIA

DISUSUN OLEH

NAMA : EVA CICA SUSANTI


NIM : 22222024

Dosen Pembimbing: Ayu Deka Waty S.Kep., Ns., M.Kep

PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022-2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Bronchopneumonia
1. Pengertian bronchopneumonia
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak-bercak, teratur dalam area-area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth dalam
Wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat
(Whalley and wong dalam Wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia adalah rekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif
yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat,
pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare dalam wijayaningsih, 2013).
2. Klasifikasi
Berdasarkan pedoman MTBS (2011), pneumonia dapat diklasifikasikan secara
sederhana berdasarkan gejala dan umur.
Umur 2 bulan – 5tahun:
1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila gejala:
a. Ada tanda bahaya umum
b. Terdapat tarikan dinding dada kedalam.
c. Terdapat stridor (suara nafas bunyi’grok-grok’ saatinspirasi).
2. Pneumonia, apa bila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat
adalah Anak usia 2 bulan - 5 tahun apabila frekuensi napas 40x/ menit
atau lebih.
3. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda pneumonia atau
penyakit sangatberat.

Umur < 2 bulan Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat, apabila
gejala:
a. Tidak mau minum atau memuntahkansemua
b. Riwayatkejang
c. Bergerak jika hanyadirangsang
d. Napas cepat ( ≥ 60 kali / menit )
e. Napas lambat ( < 30 kali / menit)
f. Tarikan dinding dada kedalam yang sangatkuat
g. Merintih
h. Demam≥
i. Hipotermia berat<
j. Nanah yang banyak di mata
k. Pusar kemerahan maluas ke dindingperut
4. Infeksi bakteri lokal, apabila gejala:
a. Pustulkulit
b. Matabernanah
c. Pusar kemerahan ataubernanah
5. Mungkin bukan infeksi, apabila tidak terdapat salah satu tanda diatas.

3. Etiologi
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Penyebab Bronchopneumonia yang biasa di temukan adalah :
a. Bakteri : Diplococus pneumonia, Pneumococus, Stretococus, Hemoliticus
Aureus, Haemophilus influenza, Basilus Frienlander ( Klebsial Pneumonia),
MycobakteriumTuberculosis.
b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
c. Jamur :Citoplasma Capsulatum, Criptococus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Aspergillus Sp, Candida Albicans, Mycoplasma Pneumonia,
Aspirasi bendaasing.
Dalam keadan normal, paru-paru dilindungi terhadap infeksi oleh
berbagai mekanisme.Infeksi paru-paru bisa terjadi bila satu atau lebih dari
mekanisme pertahanan terganggu oleh organisme secara aspirasi atau melalui
penyebaran hematogen. Aspirasi adalah cara yang lebih sering terjadi.
4. Respon Tubuh Terhadap PerubahanFisiologi
Menurut Wijayaningsih (2013), perubahan respon tubuh yang di alami sepertii :
a.Sistem pernafasan
Terdapatnya bakteri yang menyebabkan peradangan pada bronkus yang
mengakibatkan penumpukan sekret yang menghambat jalan nafas.Tanda dan
gejala yang timbul Pernafasan cepat dan dangkal, bunyi pernafasan cuping
hidung, terdapatnya bunyi nafas tambahan pada paru yaitu ronchi,weezing.
b.Sistem pencernaan
Terdapat mual dan muntah disertai diare yang mengakibatkan kekurangan
cairan yang hebat.
c.Sistem saraf pusat
Terjadinya penurunan suplai O2 dalam darah ke otak yang di tandai dengan
sianosis, nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, yang menyebabkan
terjadinya hipoksia serta mengalami penurunan kesadaran.
d.Sistem termoregulasi
Bakteri yang telah menyebar dan menyebab peradangan menginfeksi sistem
kekebalan tubuh, sehingga terjadinya peningkatan suhu tubuh yang tinggi
( yang akan menyebabkan kejang.
5. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien bronchopneumonia
adalah sebagai berikut:
a. Pola Nafas tidak efektigf berhubungan dengan hambatan upaya nafas
b. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (mis.
Kelembapan, kebisingan dan pencahayaan)
BAB II
PEMBAHASAN

1. KASUS

Seorang anak AN.E berusia 1 tahun dibawa ke IGD RSUD Palembang bari pada
tanggal 3 oktober 2022 keluarga mengatakan pasien sesak nafas, demam tinggi ± 1
minggu, batuk ± 3 bulan sebelum masuk Rumah sakit. Keluarga mengatakan jika
pasien batuk bisa ½ jam bahkan bisa lebih tidak berhenti-henti, keluarga juga
mengatakan bahwa pasien mengalami kejang-kejang dan keluar keringat pada saat
malam hari. Saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil TTV pasien Nadi:
196x/menit, RR: 32x/menit, SPo2: 96. Didapatkan dari hasil rontgen thorax AP CTR
<50% tak membesar, pulmo perselubungan suprahiller kanan dan kiri, diafragma
kanan kiri licin, sinus kostofrenikus kanan kiri lancip, tulang-tulang intak, soft tissue
baik, diagnosa medis yang ditetapkan bronchopneumonia.

2. Pertanyaan Klinis

Bagaimana Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita Bronkopneumonia?


BAB III
ANALISIS JURNAL

1. Nama Penulis Jurnal: Ana Khusnul Faizah dan Oki Nugraha Putra
2. Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi penggunaan antibiotic secara kualitatif
pada pasien pneumonia di RSUD dr. Soetomo Surabaya
3. Tempat Penelitian: Rumah Sakit Pendidikan Surabaya
4. Metode Dan Desain Penelitian:
Metode yang digunakan adalah metode gyssens
5. PICO
P : bronkopneumonia
I : evaluasi kualitatif terapi antibiotic
C :-
O : pada penelitian ini 81% KRS dengan kondisi sembuh dari pneumonia.
Beberapa pasien KRS melanjutkan terapi antibiotika dengan antibiotika
oral
6. SEARCHING LITERATURE (JOURNAL)
Setelah dilakukan searching literature (journal) di google scholer, didapatkan 128
journal yang terkait dan dipilih jurnal dengan judul “ evaluasi kualitatif terapi
antibiotik pada pasien pneumonia di rumah sakit pendidikan Surabaya Indonesia”
Database : google scholar
Keyword : bronkopneumonia dan terapi antibiotic
7. VIA
A. Validity
1. Desain : kohort prospektif
2. Sampel : pasien yang menjalani rawat inap di RS pendidikan Surabaya
selama periode maret-juni dan memenuhi criteria insklusi
3. kriteria insklusi: pasien dengan diagnosa pneumonia dan mendapatkan
terapi antibiotic selama dirawat di RS
B. Karakteristik subjek: antibiotik, evaluasi antibiotik, gysses, terapi, evaluasi
kualitatif, pneumonia
C. Beda proporsi
Berdasarkan hasil evaluasi kualitatif antibiotika dengan metode gyssens
diperoleh hasil yang tercantum. Antibiotika yang diberikan pada pasien
diberikan secara empiris selama 3 hari, apabila ada perbaikan kondisi pasien,
maka antibiotika dilanjutkan sampai7-14 hari. apabila tidak ada perbaikan
perbaikan maka dilakukan perggantian antibiotik sesuai dengan data
mikrobiologi dan uji kepekaan. Antibiotik yang diberikan pada pasien sudah
sesuai dengan pedoman terapi pasien pneumonia yang disusun oleh persatuan
dokter paru Indonesia dan diterbitkan tahun 2003.

D. Beda mean
Rata-rata hasil evaluasi kualitatif antibiotika dengan metode gyssens
diperoleh 3 (6,4%) pasien yang termasuk kategori IVA (altenatif antibiotika
lebih efektif), 3 (6,4%) pasien kategori IIIA (durasi antibiotika terlalu lama),
dan 2 (4,3%) pasien kategori IIA (dosis tidak sesuai).

E. Applycability
a. Dalam diskusi: “Evaluasi Kualitatif Terapi Antibiotik Pada Pasien
Pneumonia Di Rumah Sakit Pendidikan Surabaya Indonesia”
b. Karakteristik klien: antibiotik, evaluasi antibiotik, gysses, terapi, evaluasi
kualitatif, pneumonia
c. Fasilitas biaya: pembiayaan dalam hal ini digunakan untuk proses
perizinan penelitian dirumah sakit.

F. Diskusi (membandingkan jurnal dan kasus)


Berdasarkan hasil Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan secara kuantitatif
dan kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan rumus DDD
per 100 hari rawat, untuk evaluasi jenis dan jumlah antibiotik yang digunakan.
Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan dengan metode gyssens, untuk
evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik. Pemilihan terapi antibiotik pasien
pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganusme dan uji kepekaan,
tetapi ada beberapa hal yang menjadi kendala seperti pneumonia dan
dibutuhkan waktu untuk membiarkan bakteri dalam uji kepekaan. Oleh karena
itu, pasien pneumonia mendapatkan terapi empiris yang didasarkan pada
bakteri penyebab pneumonia.
Berdasarkan hasil penelitian, teori yang ada serta penelitian yang terkait, maka
penelitian berpendapat bahwa evaluasi kualitatif terapi antibiotik dapat
memberikan dampak yang lebih cepat ke dalam tubuh pasien sehingga dapat
merangsang keseluruh tubuh.

KESIMPULAN
Evaluasi antibiotik secara kualitatif dengan metode gyssens diperoleh 3 pasien (6%)
kategori IVA (altenatif lebih efektif ), 3 (6%) pasien kategori IIIA (pemberian terlalu
lama) dan 1 pasien (2%) kategori IIIA (dosis tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. (2015). Worlwide country situation analysis:


response to antimicrobial resistance. Geneva, Switzerland: World Health
Organization.
Hadi, U., Keuter, M., Asten, H. v., & Broek, P. v. (2008, Juli). Chapter VII
Optimizing antibiotic usage in adult admitted with fever by a
multifaceted intervention in an Indonesian governmental hospital.
Tropical Medicine and International Health , 13(7), 888-99.
Moelok, N. F. (2015, Februari 11). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 8 Tahun 2015. Tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Rumah Sakit Jakarta, Indonesia: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Mboi, N. (2014, Agustus 18). eraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No 58 Tahun 2014. Tentang Standar Pelayanan Kefaramasian di Rumah
Sakit. Jakarta, Indonesia: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Loscalzo, J. (2010). Harrison's Pulmonary and Critical Care Medicine. New
York, United States: McGraw Hill .
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2011. Jakarta, Indonesia: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Christ-Crain, M., STolz, J., ingisser, R., & Gencay, M. (2004, Februari 21).
Effect of procalcitonin-guided treatment on antibiotic use and outcome in
lower respiratory tract infections: cluster-randomised, single-blinded
intervention trial. Lancet, 363(9409), 600-7.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Jakarta, Indonesia: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia Komuniti Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, Indonesia:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Marsono, Y. (2015, Juli 13). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Pneumonia Dengan Metode Gyssens Di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta Tahun. Dipetik Juli 31,
2017, dari UMS ETD-db: http://eprints.ums. ac.id/34808/
Yuniar, I., Karyanti, M. R., Tambunan, T., & Rizkiyani, N. A. (2013, April).
Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Kartu Monitoring Antibiotik
Gyssens. Sari Pediatri, 14(6), 384-90.
Setiawati, L., Setyaningrum, R., & Makmuri, M. (2008). Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak ed III RSUD dr Soetomo.
Surabaya, Indonesia: Fakultas Kedokteran Universitas AIrlangga.
Long, S. S., Pickering, L. K., & Prober, C. (2012). Principles and Practice of
Pediatric Infectious Diseases 4th ed. Toronto, United States: Elsevier
Saunders.
American Pharmacists Association. (2016). Drug Information Handbook (25
ed.). North America: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai