Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai sejak jaman purba menjadi suatu unsur alam yang sangat

berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa.

Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, dan lain-lain potensinya

menarik manusia akan melakukan rekayasa terhadapnya yang perlu untuk

lebih banyak dapat mengambil manfaat darinya. Tetapi kesadaran datang

terlambat, bahwa manusia harus melakukannya secara bersahabat, agar

tidak timbul dampak yang akan merugikan di kemudian hari. Sebagai

unsur-unsur alam yang lain, segala tindakan terhadapnya akan

menimbulkan dampak perubahan sifat dan keadaannya sebagai

penyesuaian terhadap perlakuan apa yang diterimanya. (Mulyanto H. ,

2007 : 1). Sungai Barabai berada di perkotaan Barabai menjadi urat nadi

kehidupan warganya, sejak dahulu hingga sekarang.

Di era kolonialisme Belanda tepatnya tahun 1920an Barabai

merupakan sebagai Salah satu ibukota kabupaten di Provinsi Kalimantan

Selatan yang telah ditata dengan baik. Bentuk kota yang dirancang

menyerupai kota Bandung dengan banyaknya pohon mahoni disepanjang

jalan menambah keasrian dan kesejukan perkotaan Barabai tempo itu,


2

sehingga dijuluki ―Bandung van Borneo‖. Selain jalan, penataan drainase

perkotaan juga mendapat perhatian para arsitek Belanda.

Seiring berjalannya waktu, Barabai yang sekarang menjadi ibukota

kabupaten Hulu Sungai Tengah telah mengalami perubahan baik dari segi

penataan jalan maupun permukiman. Bangunan-bangunan lama serta

lokasi pertokoan dan permukiman telah berubah. Jika dahulu bantaran

sungai ditengah kota masih terjaga dengan tidak adanya permukiman,

maka sekarang bantaran sungai di pusat kota barabai telah dipenuhi

rumah dan bangunan toko. Bangunan tersebut berdiri tanpa

mengindahkan rencana tata ruang yang ada. Padahal undang-undang

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada pasal 56 ayat 1

menyebutkan ―Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk

mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang

terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan

rencana tata ruang‖. (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman).

Banyaknya pelanggaran terhadap tata ruang terutama terkait

masalah penggunaan lahan yang tidak mengikuti peraturan harus menjadi

perhatian serius dikarenakan posisi geografis kota Barabai yang berada di

pusat Banua Anam (enam kabupaten yaitu Tabalong, Balangan, Hulu

Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Tapin).

Sehingga akan memicu semakin padatnya aktivitas di kota Barabai, yang

Anda mungkin juga menyukai